Kebebasan eksistensil bersifaf universal. Siapapun manusia di seluruh dunia, apapun latar belakang pendidikannya, apapun rasnya memiliki kebebasan eksistensil, kebebasan membuat keputusan dan bertindak secara sadar. Kebebasan eksistensil tidak dapat dinyatakan sebagai suatu yang kongkrit apabila belum dipraktikkan oleh manusia dalam bentuk action. Ketika sudah dipraktek maka kebebasan eksistensi menjadi tindakan moral. Tindakan moral merupakan exercise paling tepat dari kemampuan pengolahan dorongan suara hati dengan akal pikiran rasional terhadap kondisi dan situasi yang dialami. Pengenalan dan pengertian tentan kebebasan membuat manusia dapat dapat menemukan hakikat dirinya. Apabila terjadi persoalan etika, yang disebabkan perbenturan dengan kebebasan orang lain sebuah analisa pikiran dan suara hati akan melahirkan jawaban dan keputusan untuk berprilaku (action) yang tepat dan benar. Kebebasan moral dapat menimbulkan masalah dan menjadi beban moral, saat seseorang tidak melaksanakan tanggungjawab dan kewajibannya. Setiap memiliki peran, status, posisi sebagai manusia yang hidup dengan manusia lain, maka ia memiliki tanggung jawab. Seorang ibu dan ayah mempunyai tanggung jawab moral untuk membesarkan, mengasihi dan memelihara anaknya. Pada titik ini kebebasan eksistensil bukan dibatasi oleh kondisi atau situasi, namun pikiran dan suara hati yang menuntun manusia melaksanakannya kewajibannya. Bisa saja seorang bapak menggabaikan tanggung jawabnya dengan menelantarkan anaknya, sebagai bapak tentu ia akan memiliki beban moral, dan apabila sudah ada hukum yang mengatur hal tersebut bapak ini menghadapi masalah hukum. Seringkali beban moral menyebabkan problem moral yang dalam pada individu sehingga menimbulkan stress dan penyakit, tak jarang problem moral juga berlaku kolektif dan menjadi problem moralitas. Kebebasan manusia tidak tak terbatas. Namun bisa terbatas atau dibatasi oleh kondisi. Seorang tidak dapat bebas berekspresi disebabkan kondisi tinggal di Negara dengan sistem otoriter, Secara individu orang tersebut tetap memiliki kebebasan eksistensil, namun untuk mewujudkan keinginan berorganisasi ataupun mengeluarkan pendapat tidak dapat dilaksanakan. Ini tentu berbeda dengan pembatasan perilaku yang dibuat secara bersama-sama untuk kebutuhan dan kebaikan bersama yaitu melalui peraturan perundangan, peraturan adat dan ajaran agama yang merupakan ekspresi kebebasan sosial. Tindakan etis/moral manusia merupakan pengejawantahan kebebasan sejati. Kebebasan yang terberi, kebebas moral universal. Kebebasan yang merupakan kemampuan manusia menerima perintah suara hati nurani dan mengejawantahkannya setelah melalui pergulatan dan analisa rasional dan bentukan kondisional. Kebebasan moral selalu harus bernegosiasi dengan kebebasan social. Kebebasan social merupakan suatu ekspresi bersama didalam menjaga dan melindungi kebebasan masing-masing individu. Seorang manusia dengan kebebasan moral dapat dengan berani melawan dengan menangkis atau memukul balik ketika dia diancam peras atau ditodong. Seorang ini, sebut saja Bima ditengah jalan diminta memberikan tas yang dibawanya oleh seorang lain dengan ancaman akan dipukul. Lalu Bima menggunakan kemampuan pikirannya dan strategi untuk melindungi diri dengan menendang orang yang menodongnya lalu lari. Itulah aktualisasi kebebasan eksistensil individu,yang mengekspresikan dirinya tidak menunggu polisi datang misalnya, atau orang lain lain menyelamatkannya. Kehendak untuk aman melindungi diri dilakukan dengan melawan. Mungkin usai tindakan itu Bimo akan merasakan sedikit beban moral, misalnya apakah orang yang ditendangnya terluka dan sebagainya, beban moral merasa bersalah yang dapat diatasi dengan mengedepankan hak manusia untuk terbebas dari tindakan criminal. Tindakan orang melawan kejahatan adalah ekspresi kebebasan moral, sedangkan tindakan menerima begitu saja dan menyerah merupakan gambaran hambatan moral karena ketiadaan kebebasan yang menyebabkan ketiadaan kehendak. Ketika ia melakukan perlawanan, ia berkehendak terbebas dari kekerasan, menjaga hak miliknya. Sehingga dia tak hanya ingin menjaga hak miliknya tetapi melaksanakannya sebagai kehendak menjaga hak miliknya. Ada orang lain yang mungkin ingin melawan, namun hambatan takut, menyebabkan ia tidak melawan dan menyerahkan barang miliknya dengan terpaksa kepada penodong. Keingiannya tidak terlaksana sebagai kehendaknya sebagai tindakan. Maka dengan menendang penodong adalah bukti Bima tersebut telah mengimplemtasikan kebebasan moralnya, menunjukkan bahwa Bimo memiliki kebebasan fisik-psikis. Kondisi masyarakat dunia dan Indonesia setiap individunya tidaklah memiliki kebebasan mutlak, kebebasan dibatasi secara wajar oleh aturan. Aturan itu sendiri merupakan konsensus bersama untuk menghormati kebebasan satu sama lain yang bersepakat untuk membuat peraturan yang ditujukan untuk kebaikan bersama. Moralitas masyarakat kini dipengaruhi oleh kondisi globalisasi ekonomi, social, politik dan budaya yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi manusia dalam menentukan refleksi diri atas kebebasannya. Peraturan yang merupakan bagian dari pengatur kebebasan individu, kini seringkali tidak mampu menjangkau problem moral, dan hukum. Budaya dalam bentuk gaya hidup mempengaruhi antara lain masyarakat konsumtif dan mengikuti trend. Serangan menderu pada manusia mendatangkan godaan psikis. Implementasi kebebasan antara lain terwujud kehendak dalam tindakan misalnya membeli Blackberry, Ipad, sepeda, motor atau mobil. Keinginan mewujudkan kehendak ini seringkali menimbulkan problematik moral bagi kalangan remaja. Media massa televisi dan media digital turut mempengaruhi moral manusia dalam prakteknya dominan mengedepankan kebebasan individual. Kebebasan individual yang dominan seringkali tidak membutuhkan tanggungjawab, karena tindakan yang dilakukan bersifat pribadi dan tidak berkorelasi atau bertabrakan dengan kebebasan orang lain, misalnya seorang anak yang mendapatkan hadiah mobil dari orang tuanya yang kaya raya senilai 17 milyar. Bagaimana kita mengukur moral dan etikanya? Tidak ada yang bersifat immoral dari tindakan orang kaya tersebut, namun seharusnya bisa menimbulkan beban moral mengingat tindakannya orang kaya tersebut dihadiahkan berlawanan dengan sifat empati yang merupakan etika moral manusia. Semantara itu teknologi informasi dan digital sebagai ruang yang paling memberikan kebebasan manusia dalam mengekspresikan dirinya, artinya hampir tidak terjangkau oleh hukum formil maupun moral agama. Pemanfaatkan perangkat teknologi informsi atau digital oleh telah mempengaruhi moral universal, khususnya mengenai kejujuran. Namun dikarenakan ketidak jujuran berlangsung dan berlaku secara wajar di dunia maya, disebabkan tidak ada beban tanggung jawab dari dunia maya tersebut. Seseorang bisa saja mengaku bernama A di dalam facebook, dan menuliskan jenis kelaminnya Perempuan padahal laki-laki. Bagaimana kita mengukur kebebasan moral pada orang tersebut, tentunya dikembalikan pada kesadaran dan suara hati orang tersebu. TANGGUNG JAWAB SOSIAL NEGARA