Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi
Demam adalah salah satu gejala yang dapat membedakan apakah seorang itu sehat
atau sakit. Demam adalah kenaikan suhu badan di atas 38oC. Hiperpireksia adalah suatu
keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 41,1oC atau 106oF (suhu rectal).2
Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5C yang dapat terjadi
pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan
perdarahan sistem saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2005).
Hiperpireksia adalah keadaan suhu tubuh di atas 41,10 C. Hiperpereksia sangat
berbahaya pada tubuh karena dapat menyebabkan berbagai perubahan metabolisme, fisiologi
dan akhirnya kerusakan susunan saraf pusat.3 Pada awalnya anak tampak menjadi gelisah
disertai nyeri kepala, pusing, kejang serta akhirnya tidak sadar. Keadaan koma terjadi bila
suhu >430 C dan kematian terjadi dalam beberapa jam bila suhu 430 C sampai 450 C.14

B. Etiologi
29-59% demam berhubungan dengan infeksi, 11-20% dengan penyakit kolagen, 6-8%
1
dengan neoplasma, 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12% dengan penyakit lain.
Penyebab hiperpireksi ialah : infeksi 39%, infeksi dengan kerusakan pusat pengatur suhu
32%, kerusakan pusat pengatur suhu saja 18%, dan pada 11% kasus disebabkan oleh
Juvenille Rheumatoid Arthritis, infeksi virus dan reaksi obat. Dari 28 penderita hiperpireksia
terdapat 11 penderita (39%) disebabkan oleh infeksi diantaranya 7 penderita disebabkan oleh
kuman gram negatif yang mengenai traktus urinaria 4 penderita, intraabdominal 2 penderita
dan 1 penderita pada paru. Sedang 9 penderita (32%) disebabkan oleh gabungan antara
infeksi dan kerusakan pusat pengatur suhu. Selain itu 5 penderita (18%) disebabkan oleh
kerusakan pusat pengatur suhu. Tiga penderita (11%) tidak diketahui penyebabnya.

C. Manifestasi Klinis
Hipertermia pada pasien dengan penyakit yang mendasari di jantung dapat
menyebabkan terjadinya iskemia, aritmia hingga penyakit jantung kongestif. Kebutuhan
oksigen meningkat dan pengeluaran karbondioksida bertambah yang mengakibatkan
peningkatan metabolisme dan heart rate. Hipertermia dapat memperberat brain injury.
Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis, trombositosis, hemokonsentrasi dan
DIC. Azotemia dan peningkatan serum levels of muscle enzymes serta tanda-tanda gagal
ginjal dan rhabdomiolisis dan peningkatan enzim-enzim hati dengan gejala-gejala gagal hepar
bisa terjadi.
Bila suhu badan meningkat terus dan pada pengukuran suhu rektal mencapai 41,1oC
atau lebih terjadilah apa yang dinamakan hiperpireksia dan manifestasi klinis akan bertambah
dan bergantung pada keadaan. Gejala klinis yang penting dan harus dikenal secepatnya
supaya dapat ditanggulangi segera, yaitu :
1. gejala serebral seperti disorientasi, delirium, halusinasi, ataksia, fotofobi, kejang,
koma dan deserebrasi
2. kulit : merah, panas dan kering
3. tekanan darah : mula-mula naik, normal dan kemudian turun
4. jantung : takikardia dan aritmia
5. pernafasan : tak teratur atau tipe Cheyne Stokes
6. oliguria, dehidrasi, asidosis metabolik dan renjatan (shock)
7. ekimosis, petekiae, perdarahan dan DIC (disseminated intravascular coagulation).

Hiperpireksi menyebabkan perubahan metabolisme, termasuk di dalamnya


peningkatan konsumsi oksigen dan metabolisme jaringan. Setiap kenaikan suhu tubuh 1oC,
basal metabolik rate meningkat 10 -14%, kebutuhan oksigen meningkat 20% dan basal tidal
volume meningkat 9%. Sebagai akibatnya sistem kardiovaskuler bekerja lebih berat.
Hiperpireksia secara langsung dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Hiperpireksia dan gangguan sirkulasi berupa shock sering ditemukan pada anak
berumur kurang dari 1 tahun. Hiperpireksia menyebabkan vasokonstriksi umum dan
gangguan perfusi jaringan. Pengeluaran panas berkurang, sehingga suhu tubuh meningkat
lagi dan keadaan hipoksi lebih diperberat.
Sebagai kesimpulan, gambaran klinik yang dapat ditemukan pada hiperpireksia ialah
dehidrasi, gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit, aritmia, decompensatio cordis,
hipotensi, shock, gangguan fungsi ginjal, respiratory failure, kejang, penurunan kesadaran
sampai koma

D. Patofisiologi Pengaturan Suhu Tubuh


Manusia ialah makhluk yang homeotermal, artinya makhluk yang dapat
mempertahankan suhu tubuhnya walaupun suhu di sekitarnya berubah. Yang dimaksud
dengan suhu tubuh ialah suhu bagian dalam tubuh seperti viscera, hati, otak. Suhu rectal
merupakan penunjuk suhu yang baik. Suhu rectal diukur dengan meletakkan thermometer
sedalam 3 4 cm dalam anus selama 3 menit sebelum dibaca. Suhu mulut hampir sama
dengan suhu rectal. Suhu ketiak biasanya lebih rendah daripada suhu rectal. Pengukuran suhu
aural pada telinga bayi baru lahir lebih susah dilakukan dan tidak praktis. Suhu tubuh
manusia dalam keadaan istirahat berkisar antara 36oC 37oC, yang dapat dipertahankan
karena tubuh mampu mengatur keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran panas.
Panas dapat berasal dari luar tubuh seperti iklim atau suhu udara di sekitarnya yang panas.
Panas dapat berasal dari tubuh sendiri. Pembentukan panas oleh tubuh (termogenesis)
merupakan hasil metabolisme tubuh. Dalam keadaan basal tubuh membentuk panas 1 kkal/
kg BB/ jam. Jumlah panas yang dibentuk alat tubuh, seperti hati dan jantung relative tetap,
sedangkan panas yang dibentuk otot rangka berubah-ubah sesuai dengan aktifitas. Bila tidak
ada mekanisme pengeluaran panas, dalam keadaan basal suhu tubuh akan naik 1oC/ jam,
sedang dalam aktivitas normal suhu tubuh akan naik 2oC/ jam.

E. Pathways (Terlampir)

F. Pemeriksaan penunjang
Sebelum meningkat ke pemeriksaan- pemeriksaan yang mutakhir, yang siap tersedia
untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atu scanning, masih pdapat diperiksa
bebrapa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/ lesi permukaan atau sinar
tembus rutin.
Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan untuk membuat diagnosis dengan lebih pasti
melalui biopsy pada tempat- tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti
angiografi, aortografi, atau limfangiografi.

G. Komplikasi
1. Dehidrasi : demam penguapan cairan tubuh
2. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan
umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayan otak

H. Penatalaksanaan pasien hiperpireksia


1. Monitoring tanda vital, asupan dan pengeluaran.
2. Pakaian anak di lepas
3. Berikan oksigen
4. Berikan anti konvulsan bila ada kejang
5. Berikan antipiretik. Asetaminofen dapat diberikan per oral atau rektal. Tidak boleh
memberikan derivat fenilbutazon seperti antalgin.
6. Bila timbul keadaan menggigil dapat diberikan chlorpromazine 0,5-1 mgr/kgBB (I.V).
7. Untuk menurunkan suhu organ dalam: berikan cairan NaCl 0,9% dingin melalui
nasogastric tube ke lambung. Dapat juga per enema.
8. Bila timbul hiperpireksia maligna dapat diberikan dantrolen (1 mgr/kgBB I.V.),
maksimal 10 mgr/kgBB.

I. Fokus Pengkajian
1. Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
2. Riwayat kesehatan
3. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.
4. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah
sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang menyertai demam
(misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah
menggigil, gelisah.
5. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh pasien).
6. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak).

J. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul


1. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit
2. Resiko injury berhubungan dengan infeksi mikroorganisme
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan
diaporesisi

K. Intervensi
1. Ajarkan keluarga mengenal tanda-tanda kekambuhan dan laporkan dokter atau
perawat
2. Instruksikan untuk memberikan pengobatan sesuai dengan dosis dan waktu
3. Ajarkan bagaimana mengukur suhu tubuh dan intervensi
4. Intruksikan untuk kontrol ulang
5. Jelaskan factor penyebab demam dan menghindari factor pencetus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Darlan Darwis. (1981). Penatalaksanaan Kegawatan Pediatrik, Beberapa Masalah dan


Penanggulangan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. F. Keith Battan, MD, FAAP, Glenn Faries, MD. (2007). Chapter 11: Emergencies &
Injuries. Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Eighteenth Edition, the McGraw-
Hill Companies; by Appleton & Lange.
3. H. Sofyan Ismail. (1981). Hiperpireksia. Kedaruratan dan Kegawatan Medik, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Hardiono D Pusponegoro. Penatalaksanaan demam pada anak.
5. Henretig FM. Fever. Dalam: Fleisher GR, Ludwig S, penyunting. Textbook of
pediatric emergency medicine; edisi ke-3. Baltimore: Williams dan Wilkins, 1993
6. Richard C. Dart, MD, PhD. (2007). Chapter 12: Poisoning. Current Pediatric
Diagnosis & Treatment, Eighteenth Edition, the McGraw-Hill Companies; by
Appleton & Lange.
*Lampiran

Anda mungkin juga menyukai