Anda di halaman 1dari 5

NAMA : AYUP SAPUTRA

KELAS : AKUNTANSI C / 90400114108

TEORI KOGNITIF DAN TEORI PERAN

A. Teori Kognitif
Teori kognitif dikembangakan oleh Jean Piaget (1896-1980), seorang psikolog asal Swiss.
Piaget memandang pengalaman sebagai faktor yang sangat dan mendasari proses berfikir.
Pengalaman berbeda dengan melihat yang hanya melibatkan mata, sedangkan pengamatan
melibatkan seluruh indra sehingga menyimpan kesan yang lebih lama dan membekas. Teori
kognitif pada hakikatnya adalah teori yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
kemampuan manusia dalam memahami berbagai pengalamannya. Teori ini meyakini bahwa
belajar adalah hasil dari usaha dari individu dalam memaknai pengalaman-pengalamannya yang
berada di sekitarnya. Oleh sebab itu, belajar adalah proses yang melibatkan individu secara aktif.
Pokok pikiran dalam pendekatan kognitif adalah bahwa perilaku individu tergantung pada
caranya mengamati situasi sosial. Secara spontan dan otomatis orang akan mengorganisasikan
persepsi, pikiran dan keyakinannya tentang situasi sosial ke dalam bentuk yang sederhana dan
bermakna., seperti yang mereka lakukan terhadap objek.

Terdapat beberapa prinsip dasar dalam teori ini yaitu :

1. Individu cenderung mengelompokkan dan mengkategorikan objek secara spontan. Individu


tidak melihat objek secara tersendiri melainkan sebagai bagian dari sekelompok benda atau
hal-hal lain di sekitarnya. Oleh karenanya individu cenderung mengelompokkan objek ini
dengan beberapa prinsip sederhana misalnya karena kesamaan, kedekatan atau pengalaman
masa lalu.
2. Individu dapat memperhatikan objek dengan mengamati sesuatu sesuatu sebagai hal yang
menyolok (figure) dan yang lain sebagai latar belakang (ground). Biasanya rangsangan yang
bergerak, berwama, bersuara, unik, dekat, merupakan figure. Sedangkan rangsangan yang
lembut, tidak menarik, tidak bergerak, tidak bersuara, umum, jauh, merupakan ground.

Teori kognitif mempunyai tekanan yang berbeda dengan teori belajar yaitu:
1. Teori kognitif memusatkan din pada interpretasi dan organisasi perseptual mengenai keadaan
seseorang, bukan keadaan masa lalu.
2. Teori kognitif mencari sebab-sebab perilaku pada persepsi atau interpretasi individu terhadap
situasi dan tidak pada realita situasinya. Interpretasi individu terhadap situasi merupakan hal
yang lebih penting daripada bagaimana sebenarnya situasi itu.
Contoh : Teori Kognitif
Secara tidak sengaja teori kognitif ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya;
pada saat terbangun oleh dering alarm, kita bisa memutuskan tindakan apa yang akan
dilakukan, mematikan alarm lalu bangun atau mematikan alarm lalu tidur kembali.
Kemudian kita mematikan alarm dan kembali tidur. Disinilah kita melakukan proses kognitif,
mana kita bisa menerima informasi, mengelolah, dan memutuskan suatu informasi. Jika kita
kaitkan dengan perusahaan seorang akuntan memberikan informasi berupa laporan keungan
kepada manajer kemudian diolah oleh manajer untuk membuat suatu keputusan.

B. Teori Peran

Robert Linton (1936) seorang antropolog mengembangkan Teori Peran,. Menurut teori ini,
sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario yang disusun oleh masyarakat, yang
mengatur apa dan bagaimana peran setiap orang dalam pergaulannya. Menurut teori ini, jika
seseorang mematuhi skenario, maka hidupnya akan harmoni, tetapi jika menyalahi skenario,
maka ia akan dicemooh oleh penonton dan ditegur sutradara.

Dalam kaitannya dengan peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk
menjalankan peran yang melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi
kekurangberhasilan dalam menjalankan perannya. Dalam ilmu sosial, ketidakberhasilan ini
terwujud dalam role conflict dan role strain.

a. Role Conflict

Setiap orang memainkan sejumlah peran yang berbeda, dan kadang-kadang peran-peran
tersebut membawa harapan-harapan yang bertentangan. Menurut Hendropuspito [1989], konflik
peran (role conflict) sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah peran yang berbeda
macamnya, kalau peran-peran itu mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski
subjek atau sasaran yang dituju sama. Dengan kata lain, bentrokan peranan terjadi kalau untuk
menaati suatu pola, seseorang harus melanggar pola lain. Setidaknya ada dua macam konflik
peran. Yakni, konflik antara berbagai peran yang berbeda, dan konflik dalam satu peran tunggal.
Pertama, satu atau lebih peran (apakah itu peran independen atau bagian-bagian dari seperangkat
peran) mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang bertentangan bagi seseorang. Kedua,
dalam peran tunggal mungkin ada konflik inheren.

b. Role Strain

Adanya harapan-harapan yang bertentangan dalam satu peran yang sama ini dinamakan role
strain. Satu hal yang menyebabkan terjadinya role strain adalah karena peran apapun sering
menuntut adanya interaksi dengan berbagai status lain yang berbeda. Sampai tingkatan tertentu,
masing-masing interaksi ini merumuskan peran yang berbeda, karena membawa harapan-
harapan yang berbeda pula. Maka, apa yang tampak sebagai satu peran tunggal mungkin dalam
sejumlah aspek sebenarnya adalah beberapa peran. Misalnya, status sebagai karyawan bagian
pemasaran (sales) eceran di sebuah perusahaan, dalam arti tertentu sebenarnya membawa
beberapa peran: sebagai bawahan (terhadap atasan di perusahaan itu), sebagai sesama pekerja
(terhadap karyawan-karyawan lain di perusahaan itu), dan sebagai penjual (terhadap konsumen
dan masyarakat yang ditawari produk perusahaan tersebut).

Menurut Horton dan Hunt [1993], seseorang mungkin tidak memandang suatu peran dengan
cara yang sama sebagaimana orang lain memandangnya. Sifat kepribadian seseorang
mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan peran tersebut. Tidak semua orang yang mengisi
suatu peran merasa sama terikatnya kepada peran tersebut, karena hal ini dapat bertentangan
dengan peran lainnya. Semua faktor ini terpadu sedemikian rupa, sehingga tidak ada dua
individu yang memerankan satu peran tertentu dengan cara yang benar-benar sama.Ada beberapa
proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah,
yaitu antara lain:

Rasionalisasi

Rasionalisasi yakni suatu proses defensif untuk mendefinisikan kembali suatu situasi
yang menyakitkan dengan istilah-istilah yang secara sosial dan pribadi dapat diterima.
Rasionalisasi menutupi kenyataan konflik peran, yang mencegah kesadaran bahwa ada konflik.
Misalnya, orang yang percaya bahwa semua manusia sederajat tapi tetap merasa tidak berdosa
memiliki budak, dengan dalih bahwa budak bukanlah manusia tetapi benda milik.

Pengkotakan (Compartmentalization)

Pengkotakan (Compartmentalization) yakni memperkecil ketegangan peran dengan memagari


peran seseorang dalam kotak-kotak kehidupan yang terpisah, sehingga seseorang hanya
menanggapi seperangkat tuntutan peran pada satu waktu tertentu. Misalnya, seorang politisi yang
di acara seminar bicara berapi-api tentang pembelaan kepentingan rakyat, tapi di kantornya
sendiri ia terus melakukan korupsi dan merugikan kepentingan rakyat.

Ajudikasi (Adjudication)

Ajusikasi yakni prosedur yang resmi untuk mengalihkan penyelesaian konflik peran yang
sulit kepada pihak ketiga, sehingga seseorang merasa bebas dari tanggung jawab dan dosa.

Kedirian (Self)

Kadang-kadang orang membuat pemisahan secara sadar antara peranan dan kedirian
(self), sehingga konflik antara peran dan kedirian dapat muncul sebagai satu bentuk dari konflik
peran. Bila orang menampilkan peran yang tidak disukai, mereka kadang-kadang mengatakan
bahwa mereka hanya menjalankan apa yang harus mereka perbuat. Sehingga secara tak langsung
mereka mengatakan, karakter mereka yang sesungguhnya tidak dapat disamakan dengan
tindakan-tindakan mereka itu.Konflik-konflik nyata antara peran dan kedirian itu dapat dianalisis
dengan konsep jarak peran (role distance) yang dikembangkan Erving Goffman. Jarak peran
diartikan sebagai suatu kesan yang ditonjolkan oleh individu bahwa ia tidak terlibat sepenuhnya
atau tidak menerima definisi situasi yang tercermin dalam penampilan perannya. Ia melakukan
komunikasi-komunikasi yang tidak sesuai dengan sifat dari peranannya untuk menunjukkan
bahwa ia lebih dari sekadar peran yang dimainkannya. Seperti, pelayan toko yang mengusulkan
pembeli untuk pergi ke toko lain karena mungkin bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Ini
merupakan tindakan mengambil jarak dari peran yang mereka lakukan dalam suatu situasi.

Contoh Teori Peran:

Teori peran menyatakan bahwa dalam kehidupan setiap orang sudah memilki peranya
masing-masing yang sudah `tertulis. Misalnya seorang seorang Akuntan harus bagaimana,
seorang manajer harus bagaimana, seorang dosen harus bagaimana, seorang mahasiswa harus
bagaimana dan seterusnya. Mengapa seseorang mengajar orang lain, karena dia adalah seorang
dosen. Jadi karena statusnya adalah dosen maka dia harus mengajar mahasiswanya. Perilaku
ditentukan oleh peran sosial.

Dalam menjalankan peran juga ada istilah dikenal ketidakberhasilan peran. Contohnya;
sebagai istri, dosen, ibu rumah tangga. Individu dituntut melakukan banyak hal tetapi tidak
tersedia waktu untuk menyelesaikannya sehingga perannya tidak bisadijalankan semuanya.

Anda mungkin juga menyukai