Anda di halaman 1dari 1

Boedi Oetomo (BO) atau Budi Utomo (BU) merupakan pergerakan nasional yang didirikan pada

tanggal 20 Mei 1908, di Jakarta. Organisasi ini dirintis oleh dr. Wahidin Sudirohusodo. BU didirikan
dengan tujuan untuk menggalang dana untuk membantu anak-anak bumiputra yang kekurangan
dana. Namun ide itu kurang mendapat dukungan dari Kaum Tua.

Ide dr. Wahidin itu kemudian diterima dan kembangkan oleh Sutomo. Seorang mahasiswa School tot
Opleiding voor Inlandsche Arsten (STOVIA). Sutomo kemudian dipilih sebagai ketua organisasi itu.
Sebagian besar pendiri BU adalah pelajar STOVIA, seperti Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, Cipto
Mangunkusumo, dan RT Ario Tirtokusumo. Pada tanggal 29 Agustus 1908, dr. Wahidin Sudirohusodo
mendirikan BU di Yogyakarta.

Para tokoh pendiri BU berpendapat bahwa untuk mendapatkan kemajuan, maka pendidikan dan
pengajaran harus menjadi perhatian utama. Organisasi itu mempunyai corak sebagai organisasi
modern, yaitu mempunyai pimpinan, ideologi dan keanggotaan yang jelas. Corak baru itu kemudian
diikuti oleh organisasi-organisasi lain yang membawa pada perubahan sosial-politik. Organisasi BU
bersifat kooperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda. BU bersifat tidak membedakan agama,
keturunan, dan jenis kelamin.

Pada mulanya organisasi ini orientasinya hanya sebatas pada kalangan priyayi, namun pancaran
etnonasionalisme semakin terlihat saat dilaksanakan kongres Budi Utomo yang diselenggarakan pada
3-5 Oktober 1908, di Yoyakarta. Dalam kongres itu dibahas tentang dua prinsip perjuangan, golongan
muda menginginkan perjuangan politik dalam menghadapi pemerintah kolonial, sedangkan golongan
tua mempertahankan cara lama yaitu perjuangan sosio-kultural.

Perdebatan itu tidak saja menyangkut tujuan BU tetapi juga pemakaian Bahasa Jawa dan Bahasa
Melayu. Perdebatan juga menyangkut tentang sikap menghadapi westernisasi.

Radjiman berpendapat bahwa Bangsa Jawa tetap Jawa dan menunjukkan identitasnya yang masih
Jawasentris.

Sementara Cipto Mangunkusuma berpendapat bahwa bangsa Indonesia perlu memanfaatkan


pengetahuan Barat dan unsur-unsur lain sehingga dapat memperbaiki taraf kehidupannya. Cipto
Mangunkusumo juga berpendapat bahwa sebelum memecahkan masalah budaya perlu diselesaikan
masalah politik.

Pemerintah Hindia Belanda mengakui Budi Utomo sebagai organisasi yang sah pada Desember 1909.
Dukungan dari Pemerintah Hindia Belanda ini tidak lain sebagai bagian dari pelaksanaan Politik Etis.
Sambutan baik pemerintah inilah yang menyebabkan BU sering dicurigai oleh kalangan bumiputera
sebagai organ pemerintah.

BU mulai kehilangan wibawanya pada tahun 1935, organisasi itu bergabung dengan organisasi lain
menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra). Namun demikian, dengan segala kekurangannya BU telah
mewakili aspirasi pertama rakyat Jawa ke arah kebangkitan dan juga aspirasi rakyat Indonesia.
Keberadaan Budi Utomo memberikan inspirasi untuk organisasi organisasi modern lainnya, seperti
Jong Sumatra, Jong Ambon, Sedio Tomo, Muhammadiyah, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai