Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki lebih dari
satu mekanisme, dan saat ini secara general dibagi menjadi dermatitis kontak iritan
dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan berbeda dengan dermatitis
kontak alergi, dimana dermatitis kontak iritan merupakan suatu respon biologis pada
kulit berdasarkan variasi dari stimulasi eksternal atau bahan pajanang yang
menginduksi terjadinya inflamasi pada kulit tanpa memproduksi antibodi spesifik
(Chew AL, 2006).
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik
pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.
Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan
faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini (Wolf K, 2008).
Armando A, (2008) dalam Iswara (2016) menjelaskan Survey Biro Statistik
Tenaga Kerja terhadap seluruh penduduk yang berkerja di Amerika mencatat
dermatitis kontak sebesar 90%-95% dari seluruh kasus penyakit kulit akibat kerja dan
DKI sekitar 81% dari kasus dermatitis kontak. Berdasarkan data dari safe work
Australia, prevalensi dari 1 Januari 1993 sampai 31 Desember 2010 tercatat 2900
kasus dermatitis kontak akibat kerja, sedangkan kasus DKI tercatat sebanyak 958
kasus (33%). Pada taun 2001 di Amerika Utarta, dilaporkan 836 kasus terindentifikasi
sebagai dermatitis kontak akibat kerja, 32% merupakan dermatitis kontak iritan. Studi
cross-sectional yang dilaksanakan oleh Rika Mulyaningsih pada tahun 2005,
dilaporkan kasus dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 64% dari 75 reponden pada
karyawan salon di Indonesia. Berdasarkan penelitian Efek Sampiing Kosmetik pada
Pekerja Salon Kecantikan di Denpasar mencatat 39 pekerja (18,2%) yang mengalami
DKI dari 214 pekerja salon.
B. Tujuan

Adapun beberapa tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pengetahuan mengenai definisi, etiologi, patofisiologi,


manifestasi klinis, dan pemeriksaan diagnostik dari Dermatitis kontak iritan.

2. Memberikan pengetahuan mengenai penatalaksanaan Dermatitis dan kontak


iritan jika dipandang dari segi medis dan keperawatan.

3. Memberikan pengetahuan mengenai upaya pencegahan Dermatitis kontak


iritan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Medis

1. Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons


terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis.
Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak yang disebabkan oleh
bahan-bahan yang bersifat iritan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan (Sularsito,
(2007) dalam Indriani, 2010). Penyakit kulit yang paling banyak terjadi adalah DKI.
Salah satu penyebab DKI adalah karena bahan kimia yang sering digunakan dalam
industri tekstil, seperti industri batik yang banyak berdiri di Surakarta ini tidak bisa lepas
dari penggunaan bahan kimia. Bahan-bahan tersebut dapat mengakibatkan berbagai
kelainan kulit (Hudyono, (2002) dalam Indriani, 2010).

2. Etiologi

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan

pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim,

minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia

higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi
faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita (Strait, 2001;

Djuanda, 2003).

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang

jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien

dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang

berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan

dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi

pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum

korneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan

penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan

concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak

(Safeguards, (2000)

Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang

bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan

serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya

larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh

faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau

berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan

dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga berperan (Fregert, 1998).

Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya

perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas;


usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan

daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak alergi lebih tinggi

pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang

terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik (Beltrani et al., 2006).

Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada

orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang

sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih

mudah untuk mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009).

3. Patofisiologi

Ada 3 bentuk perubahan patofisiologi, yaitu kerusakan barrier kulit,


kerusakan seluler epidermis, dan pengeluaran sitokin. Dengan keluarnya sitokin pro
inflamasi dari sel-sel kulit, terutama keratinosit, menyebabkan inflamasi sebagai
respon terhadap pajanan bahan-bahan iritan1,7.
Banyak bahan kimia dengan konsentrasi dan waktu pajanan tertentu yang
dapat bertindak mengiritasi kulit. Kebanyakan penyakit ini menurut data
epidemiologi disebabkan oleh pajanan zat-zat iritan dalam konsentrasi rendah namun
berulang, yang diistilahkan sebagai dermatitis kontak iritan kumulatif. Bahan pelarut
adalah salah satu substansi yang menyebabkan iritasi karena substansi ini
menghilangkan kandungan lemak dan minyak dari kulit, padahal lapisan lemak ini
adalah barrier kulit dari trauma sekaligus menjaga kelembapan kulit, hal ini
mengakibatkan peningkatan penguapan air secara transepidermal dan meningkatkan
ambang sensitivitas kulit terhadap pajanan bahan toksik, bahkan substansi yang
sebelumnya dapat ditoleransi dengan baik1.
4. Manifestasi Klinis
Dermatitis kontak iritan memiliki manifestasi klinis yang dapat dibagi dalam
beberapa kategori, berdasarkan bahan iritan dan pola paparan. Setidaknya ada 10 tipe
klinis dari dermatitis kontak iritan yang telah dijelaskan.
Reaksi iritasi
muncul sebagai reaksi monomorfik akut yang meliputi bersisik, eritema
derajat rendah, vesikel, atau erosi and selalu berlokasi di punggung tangan dan jari.
Hal ini sering terjadi pada individu yang bekerja di lingkungan yang lembap. Reaksi
iritasi ini berakhir atau berkembang menjadi dermatitis iritan kumulatif.
Dermatitis kontak iritan akut
biasanya timbul akibat paparan bahan kimia asam atau basa kuat, atau paparan
singkat serial bahan kimia, atau kontak fisik. Sebagian kasus dermatitis kontak iritan
akut merupakan akibat kecelakaan kerja. Kelainan kulit yang timbul dapat berupa
eritema, edema, vesikel, dapat disertai eksudasi, pembentukan bula dan nekrosis
jaringan pada kasus yang berat.
Iritasi Akut Lambat
merupakan reaksi akut tanpa tanda yang terlihat akibat reaksi inflamasi hingga
8 sampai 24 jam. Setelah gejala klinis timbul, maka tampilan klinisnya sama dengan
dermatitis kontak iritan akut.
Dermatitis kontak iritan kronik kumulatif
merupakan jenis dermatitis kontak yang paling sering ditemukan. Jenis ini
akibat adanya paparan berulang pada kulit, dimana bahan kimia yang terpapar sering
lebih dari satu jenis dan bersifat lemah karena dengan paparan tunggal tidak akan
mampu timbulkan dermatitis iritan. Bahan iritan ini biasanya berupa sabun, deterjen,
surfaktan, pelarut organik dan minyak. Awalnya, dermatitis kontak kumulatif dapat
muncul rasa gatal, nyeri, dan terdapat kulit kering pada beberapa tempat, kemudian
eritema, hiperkeratosis, dan fisur dapat timbul. Gejala tidak segera timbul setelah
paparan, tetapi muncul setelah beberapa hari, bulan atau bahkan tahun.
Iritasi subyektif
pasien biasanya mengeluh gatal, pedih, seperti terbakar, atau perih pada
hitungan menit setelah kontak dengan bahan iritan, tetapi tanpa terlihat
perubahan pada kulit.

5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang seperti patch test dapat dilakukan untuk eksklusi


dermatitis kontak alergi`
Karena tes diagnostik untuk DKI tidak ada, maka untuk pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan patch test untuk mengeksklusi dermatitis kontak
alergi dan dapat dilakukan pemeriksaan KOH untuk mengeksklusi penyakit
jamur`

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diperlukan untuk penderita DKI berupa upaya
pencegahan dan medikamentosa, terapi medikamentosa dibedakan menjadi topikal
dan sistemik, obat-obatan yang biasa digunakan berupa golongan kortikosteroid,
antihistamin dan antibiotik. Upaya pencegahan dapat dilaksanakan dengan
menghindari paparan dari bahan iritan yang menyebabkan terjadinya DKI dan
menggunakan alat pelindung diri saat melakukan pekerjaan yang beresiko.
Pengobatan DKI secara topikal dapat menggunakan kortikosteroid dimana
sediaan yang tersedia berupa losion atau krim, pemberian salep pelembap apabila
pada efloresensi deitemukan likenifikasi dan hiperkeratosis. Jenis kortikosteroid yang
diberikan adalah hidrokortison 2,5% dan flucinolol asetonide 0,025%. Antibiotik
topikal diberikan pada kasus yang terdapat tanda infeksi staphylococcus aureus dan
streptococcus beta hemolyticus.
Pengobatan sistemik diberikan untuk mengurangi rasa gatal dan pada kasus
gejala dermatitis yang berat. Kortikosteroid oral diberikan pada kasus akut denga
intensitas gejala sedang hingga berat serta pada DKA yang sulit disembuhkan. Pilihan
terbaik adalah prednisone dan metilprednisolon. Dosis awal pemberian prednisone 30
mg pada hari pertama, kemudian diturunkan secara berkala sebanyak 5 mg setiap
harinya. Antihistamin diberikan untuk mendapatkan efek sedatif guna mengurangi
gejala gatal, dosis dan jenis antihistamin yang diberikan ialah CTM 4 mg 3-4 kali
sehari. Pada pasien ini diberikan terapi kortikosteroid dikombinasikan dengan
antibiotik yang pemberiannya secara topikal dan diberikan antihistamin secara
sistemik. Pasien juga diberikan edukasi agar menggunakan sarung tangan saat
berkerja agar tidak terpapar bahan iritan. Prognosis pada pasien ini baik apabila tidak
terpapar bahan iritan dan pengobatan diberikan secara teratur.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Anda mungkin juga menyukai