Anda di halaman 1dari 8

1.

Prurigo Nodularis
Hyde prurigo nodularis, Nodul Picker, Liken Simpleks Kronis, Neurodermatitis
Sirkumskripta Bentuk Nodular Atipik, Liken Corneus Obtusus.
1) Definisi
Prurigo nodularis merupakan penyakit kulit inflamasi kronik, pada orang
dewasa, ditandai oleh adanya nodus kutan yang sangat gatal, terutama terdapat di
ekstermitas bagian ekstensor (lengan atau tungkai) (Burgin, 2008).
2) Etiologi
Kausa penyakit ini belum diketahui, akan tetapi serangan-serangan gatal timbul
bila terdapat atau mengalami ketegangan emosional (Djuanda, 2007)
3) Epidemiologi
Kondisi ini muncul pada pasien yang memiliki kondisi-kondisi tertentu sebagai
pemicu. Dapat ditemukan pada semua ras. Prevalensi pria dan wanita sama.
Terutama pada usia pertengahan 20-60 tahun, walaupun dapat terjadi pada semua
usia. Pasien dengan riwayat dermatitis atopi ditemukan terkena dalam onset umur
lebih muda disbanding dengan grup non-atopi (Burgin, 2008).
4) Patofisiologi
Trauma mekanis kronis terhadap kulit menyebabkan penebalan pada kulit.
Penggarukan, penggosokan, dan penyentuhan yang berulang menghasilkan plak
atau likenifikasi nodular dan hiperkeratosis hingga perubahan pigmen
(hiperpigmentasi). Jika tidak ditangani dengan baik, akan terjadi lesi ekskoriasi
yang berskuama, krusta, atau membentuk keropeng. Penjelasan dari rasa gatal
masih belum diketahui.
Sel mast dan netrofil ditemukan lebih banyak dibandingkan nilai normal, namun
produk degranulasi tidak meningkat. Eosinofil tidak meningkat, namun produk
granula protein (seperti protein dasar besar, protein kation eosinofilik, dan
neurotoxin derivat eosinofil) secara signifikan mengalami peningkatan jumlah.
Nervus papilar dermal dan sel Merkel merupakan nervus sensoris yang ditemukan
pada dermis dan epidermis, keduanya mengalami peningkatan jumlah pada
Prurigo Nodularis. Ini merupakan reseptor neural terhadap rangsang sentuhan,
temperatur, nyeri, dan gatal. Gen kalsitoninberhubungan dengan peptida dan
nervus imunoreaktif substansi P dinyatakan meningkat pada kulit dengan prurigo
nodularis dibandingkan dengan kulit normal. Neuropeptida ini akan memediasi
inflamasi meurogenik kutaneus dan pruritus. Interleukin 31, a sel T-derivat
sitokin yang menyebabkan pruritus berat dan dermatitis juga mengalami
peningkatan (Burgin, 2008).
5) Predileksi
Dapat muncul di seluruh bagian tubuh, namun yang terbanyak muncul pada kulit
kepala,ekstermitas bagian ekstensor (lengan atau tungkai), pada permukaan
anterior paha, tungkai bawah, regio anogenital. Disusul dengan daerah abdomen
dan sacrum setelahnya (Burgin, 2008).

6) Gejala Klinis (Djunda, 2007; Siregar, 2005; Burgin 2008)


Lesi berupa nodus atau papul berwarna merah atau kecoklatan
Biasanya simetris, bersisik, hiperpigmentasi, dan keras
Dapat tunggal atau multiple
Lesi berukuran sebesar kacang polong atau kurang lebih 0,5-3 cm, ukurannya
menetap, jarang membesar atau mengecil, dan tidak spontan berubah
Jumlahnya semakin bertambah, bisa mencapai >100
Lesi ekskoriasi biasanya datar, mencekung, atau terdapat krusta diatasnya
Bila perkembangannya sudah lengkap, maka lesi tersebut akan berubah
menjadi verukosa atau mengalami fisurasi.
Nodul dapat sembuh dengan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi pasca
inflamasi, baik disertai skar ataupun tidak.
7) Histopatologi (Djuanda, 2007)
Gambaran histologik akan memperlihatkan:
1. Penebalan epidermis, sehingga tampak hiperkeratosis, hipergranulosis,
akantosis yang tak teratur atau disebut juga sebagai hiperplasi psoriasiformis
yang tak teratur.
2. Penebalan stratum papilaris dermis, yang ter-diri atas kumpulan serat
kolagen kasar, yang arahnya tegak lurus terhadap permukaan kulit (disebut
sebagai collagen in vertical streaks).
3. Sebukan sel-sel radang sekitar pembuluh darah yang melebar di dermis
bagian atas. Sel-sel tersebut terutama terdiri atas limfosit dan histiosit.
8) Pemeriksaan Penunjang (Lapeere, 2008)
Pemeriksaan penyaring darah untuk membantu deteksi adanya penyakit
penyerta pada ginjal, hepar, atau penyakit metabolik dan infeksi yang
berhubungan
Foto thorax mungkin dapat diusulkan, untuk menyingkirkan diagnosis
banding lymphoma
Biopsi lesi disarankan untuk eksklusi penyakit lain seperti, karsinoma sel
skuamosa, infeksi mikrobakterial, infeksi jamur, dan limfoma kutaneus.
Biopsi juga akan memperlihatkan peningkatan jumlah eosinofil untuk
Prurigo Nodularis
Kultur pada lesi akan mengeksklusi infeksi staphylococcus
Tes patch untuk tes sensitivitas
9) Pengobatan (Lapeere, 2008)
Sebagian besar pengobatan tunggal memiliki hasil mengecewakan, sehingga
dibutuhkan kombinasi terapi, diantaranya:
Emolien penggunaan secara berkala untuk mendinginkan dan menyejukkan
kulit yang gatal; mentol dapat ditambahkan sebagai antipruritik nonsteroidal.
Steroid digunakan untuk meringankan inflamasi dan gatal, biasanya topikal,
namun dapat diberikan intralesi atau peroral. Pemberian steroid intralesi seperti
triamsinolon konsentrasinya tergantung dari ketebalan nodul. Biasanya dipakai
suspense triamsinolon asetonid 2,5-12,5 mg per ml. Dosisnya 0,5 sampai 1ml
per cm2 dengan maksimum 5ml untuk sekali pengobatan.
Antihistamin untuk mengkontrol rasa gatal, mencegah garukan yang akan
ditimbulkan
Terkadang pengobatan dengan antidepresan trisiklik seperti amitriptyline dapat
bermanfaat mengurangi gatal saat malam hari.
Thalidomide (dosis 2x100mg per hari) dan pengobatan dilanjutkan sampai 3
bulan
Capsaicin, calcipotriene, topical tacrolimus dan krioterapi dengan atau tanpa
injeksi steroid intralesi juga mempunyai respon yang baik

10) Prognosis
Lesi tidak dapat membaik secara spontan. Keparahan mungkin dapat berkurang
dengan terapi namun cenderung menetap untuk beberapa waktu. Penyakit ini
bersifat kronis dan setelah sembuh dengan pengobatan biasanya residif
(Djuanda, 2007)
11) Komplikasi
Prurigo Nodularis bersifat jinak. Namun, dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan gangguan fungsional seperti gangguan siklus tidur pasien akibat
gatal yang mengganggu pada kasus yang tidak ditangani dengan baik.Beberapa
lesi dapat menjadi hiperpigmentasi yang permanen dan meninggalkan jaringan
parut (Burgin, 2008)

12) DIFERENSIAL DIAGNOSIS (Burgin, 2008)

Prurigo aktinik
Liken Planus Hipertrofik
Pemfigoid nodularis
Scabies
Dermatitis herpetiformik

Gambar 2.3 Prurigo Nodularis

5. Prurigo Pigmentosa
Definisi
Prurigo pigmentosa adalah penyakit kulit inflamasi berulang yang langka dengan
penyebab yang belum diketahui.. Lesi terdistribusi simetris dan biasanya muncul di
punggung, dada, leher,dan regio lumbosacral., Prurigo pigmentosa adalah prurigo simpleks
atau prurigo mitis dengan warna yang lebih gelap (Djuanda, 2007). Prevalensi frekuensi
pada wanita dua kali lipat dibanding pria (lapeere, 2008).
Etiologi
Beberapa penulis menduga bahwa kontak beberapa alergen dapat menjadi patogen atau
faktor pemicu. Faktor lingkungan dan metabolic juga diduga sebagai agen kausatif. Akan
tetapi patogenesisnya masih belum diketahui
Manifestasi Klinis
Wujudnya dapat berupa papul, vesikel, dan papulovesikel dengan pola retikuler
berwarna kemerahan yang sangat gatal, dan normalnya dalam beberapa hari akan berubah
menjadi hiperpigmentasi retikular dan akan sembuh sendiri. Dalam kasus yang berat dapat
berbentuk edema plak infiltrat, tanpa adanya vesikel atau bula. Dapat terjadi eksaserbasi
dan rekurensi (Gur-Toy et al, 2002; Boer et al, 2003).

Prurigo Pigmentosa
Pengobatan
Beberapa terapi medikamentosa terbukti efektif mengatasi keluhan, seperti Dapson,
Minosiklin dan Doksisiklin. Dapson dan Minosiklin dapat menghambat migrasi dan/atau
fungsi dari netrofil. Akan tetapi pigmentasi yang ditimbulkan tidak berespon terhadap
terapi diatas.
Pemberian sulfamethoxazole disebutkan juga memberikan respon baik. Efek dari
sulfamethoxazole pada produksi dari Oxygen Intermediates (Ois) dalam sistem mediasi sel
dan sistem oksidase xanthine-xanthine. Ditemukan bahwa dosis terapeutik secara
signifikan dapat menurunkan level hidroksil radikal, salah satu oksidan terkuat yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan. Penemuan ini memberikan kemungkinan bahwa
produksi OIs oleh sel-sel infiltrat terlibat dalam proses inflamasi dari prurigo pigmentosa
dan penggunaan sulfonamide sebagai anti-inflamasi berefek pada pembentukan Ois dimana
hasilnya berupa proteksi melawan reaksi jaringan seperti bentuk liken (Gur-Toy et al, 2002;
Boer et al, 2003).

Anda mungkin juga menyukai