Anda di halaman 1dari 17

Tatalaksanaan Gagal Nafas Akut dan Asidosis Metabolik

Dewi dyanwahyuni permata putri syahril

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

No. Telp (021) 5694-2061, E-Mail : Dewi.2014fk107@Civitas.Ukrida.Ac.Id

Pendahuluan
Gagal nafas merupakan masalah keupayaan untuk bernafas tetapi bukan sesuatu penyakit.
Gagal nafas dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH
yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi.
Gagal nafas merupakan masalah utama yang dapat dikernakan berbagai masalah medis
yang dapat disebabkan oleh masalah paru atau bukan dari parunya sendiri. Gagal nafas juga
menjadi sebagai masalah pengobatan seumur hidup (life-threatening) yang dimana telah
mewujudkan konsep pengobatan intensif (Intensive care unit-ICU) di rumah sakit utama. ICU
menyediakan peralatan untuk mensuport untuk mempertahankan fungsi vital pada pasien gagal
nafas. Penanganan gagal nafas harus dilakukan dengan segera kerna risiko kematian lebih
tinggi. Selain itu, gagal nafas juga berisiko menyebabkan multipel gagal organ yang lain.
Penanganan gagal nafas merupakan kompentensi dokter umum dalam mengatasi masalah
tersebut. Karsus-karsus gagal nafas haruslah dapat didektesi awal dan ditangani awal sebelum
dirujuk kerumah sakit utama kerana risiko pasien yang didiagnosa sebagai mati dalam perjalanan
(Death On Arrival). 1
.
Gagal nafas akut

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam
sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). 1
Etiologi

1. Depresi Sistem saraf pusat

Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal.

2. Kelainan neurologis primer

Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor
pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot
pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan
sangatmempengaruhiventilasi.

3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks

Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.


Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma
dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.

4. kecelakaan dapat menjadi penyebab gagal nafas.


Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung
dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan
gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya
adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan
oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma
bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang
menyababkan gagal nafas. 1
Depresi Sistem saraf pusat Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.

1. Kelainan neurologis primer


Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor
pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot
pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan
sangatmempengaruhiventilasi.
2. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.
Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma
dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
3. Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung
dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan
gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya
adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
4. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan
oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma
bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang
menyababkan gagal nafas. 1,2

Pemeriksaan Penunjang

Pemerikasan gas-gas darah arteri


Hipoksemia

Ringan : PaO2 < 80 mmHg

Sedang : PaO2 < 60 mmHg


Berat : PaO2 < 40 mmHg

Pemeriksaan rontgen dada

Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui

Hemodinamik

Tipe I : peningkatan PCWP

EKG

- Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan


1
- Disritmia

Mekanisme Gagal Nafas Akut

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing
masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul
pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).

Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan pernafasan yaitu obstruksi


saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps alveolus. Apabila seorang anak menderita infeksi
saluran nafas maka akan terjadi :

1.Sekresi trakeobronkial bertambah

2.Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas

3.aliran darah pulmonal bertambah

4.metabolic rate bertambah

Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka lumen saluran nafas
berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan
yang akan menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2
menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja pernafasan yang
bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis. Hipoksia dan hipercapnea
akan menyebabkan ventilasi alveolus terganggu sehingga terjadi depresi pernafasan, bila
berlanjut akan menyebabkan kegagalan pernafasan dan akirnya kematian. Hipoksemia akan
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang menyebabkan tahanan alveolus
bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih berat, beban jantung bertambah dan akirnya
menyebabkan gagal jantung. Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang
mengakibatkan permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan
bronkokontriksi dan metabolic rate yang bertambah, terjadinya edema paru. Dengan terjadinya
edema paru juga terjadinya gangguan ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat
menimbulkan gagal nafas.

Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah
batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor
otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat
pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan
anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan
efek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. 1

Tanda Dan Gejala

A. Tanda

Gagal nafas total

Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.


Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi
Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan(Gagal nafas
parsial)
Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
Ada retraksi dada
B. Gejala

Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)


Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun) 2

Manifestasi klinis

1. Airway

Peningkatan sekresi pernapasan

Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi

2. Breathing

Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.

Menggunakan otot aksesori pernapasan

Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis

3. Circulation

Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia

Sakit kepala

Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk

Papiledema

Penurunan haluaran urine 2

Penanganan gagal nafas

1. Terapi medis

Memperbaiki gangguan oksigenasi :


o O2 dosis tinggi (Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal
prong) . Pemberian oksigen yang lama bias menyebabkan toksik, maka pemberian
oksigen juga harus di kontrol untuk short- dan long term terapi.
o Ventilator (Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu
(CPAP) atau PEEP) dapat di kombinasi dengan pemakaian ETT( endotrakeal
tube)
o Membersihkan jalan napas
Fisioterapi bila ada eksaserbasi PPOM.
Inhalasi nebuliser
2. Terapi cairan dan elektrolit
Terapi cairan harus dikontrol dan dimonitor dan elak pemberian yang berlebihan
kerana kebanyakkan karsus gagal nafas selalu diikuti oleh edema paru.
3. Medikamentosa
Stimulasi pernapasan dengan oksapram IV (1-4) mg/menit- diberi untuk memperbaiki
cardiac output dan memperbaiki tekanan shok
Bronkolidator (contohnya: theophylline kompoun), agen sympathomimetic (albuterol,
metaproterenol, isoproterenol), anticholinergics (ipratropium bromide),) dan
kortikosteroid bila ada obstruksi jalan napas disebabkan oleh bronkokonstriksi dan
disebabkan oleh peningkatan inflamasi .
Antibiotik- tujuan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi(sepsis) seperti pneumonia
Medikasi lain-
morphine (2.5-10 mg by mouth or 1-2 mg IV/subcutaneous every 1-4 hours): untuk
mengurangi sensasi nafas pendek.
lorazepam, (0.5-1.0) sublingually- untuk mengurangi kepenatan ketika sesak nafas

4. Diet (Intravenous Nutritional Support)


Pemberian nutrisi support adalah untuk mengekalkan dan memberi tenaga apabila
pasien diamankan dari ventilator, kerna kekuatan otot akan berkurang dan lemas jika
pemberian nutrisi tidak adekuat. Pemberian nutrisi harulah mempunyai kandungan
karbohidrat dan protei yang seimbang.
5. Fisiotherapi
Fisioterapi adalah termasuk chest perkusi, suksion, dan mengubah posisi tidur. Hal ini
dapat membantu dalam membuang sekresi berlebihan, mengekalkan alveolar infiltration dan
mengelakkan daripada atelectasis .
6. Monitor X-ray
Monitoring gambaran x ray juga dapat membantu dokter untuk mengetahui fungsi
jantung dan paru dalam penanganan masalah henti nafas. Mesin x ray yang digunakan
selalunya adalah bedside X-ray machine
7. Transplantasi paru
Transplantasi paru dilakukan pada pasien dengan henti nafas yang di diagnosa
dengan end-stage respiratory failure. 3

Prognosis

Prognosis tergantung pada :

1. Faktor penyababnya
2. Penyakit primernya
3. COPD, angka kematian tinggi
4. Berat dan lamanya gagal napas
5. Fasilitas (alat dan ahli)
6. Komplikasi yang terjadi
Penderita yang dapat hidup, untuk sampai pada paru menjadi normal kembali memerlukan
waktu yang berbulan-bulan 3

Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat)

Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan


karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan
yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam
darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah
menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur
pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida
secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-
paru, seperti:

1) Emfisema

2) Bronkitis kronis

3) Pneumonia berat

4) Edema pulmoner

5) Asma.

Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat
tidur yang kuat, yang menekan pernafasan Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila
penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme
pernafasan. 4

Jenis Asidosis Respiratorik

1. Asidosis Respiratorik Akut

Respon kompensasi terhadap peningkatan PaCO2 secara akut (6-12 jam) adalah terbatas.
Sistem penyangga yang berperan secara primer dilakukan oleh hemoglobin dan pertukaran H+
ekstraseluler dengan Na+ dan K+ dari tulang dan kompartemen cairan interstisial. Respon ginjal
untuk mempertahankan bikarbonat dalam jumlah lebih sangat terbatas pada keadaan yang akut.
Sebagai hasilnya, [HCO3-] plasma meningkat hanya sekitar 1 mEq/L untuk setiap peningkatan 10
mmHg dari PaCO2 di bawah 40 mmHg. 4

2. Asidosis Respiratorik Kronis

Kompensasi ginjal yang maksimal menandakan terjadinya asidosis respiratorik kronis.


Kompensasi ginjal dapat dinilai hanya setelah 12-24 jam dan mungkin mencapai maksimal
setelah 3-5 hari. Selama waktu itu, peningkatan PaCO2 yang bertahan sejak lama menyebabkan
kompensasi ginjal yang maksimal. Selama asidosis respiratorik kronis, [HCO3-] plasma
meningkat sekitar 4 mEq/L untuk setiap peningkatan 10 mmHg dari PaCO2 dibawah 40 mmHg.
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan sangat waspada pada pasien yang mengalami retensi
CO2 dimana terjadi hipoksia ketimbang hiperkapnea yang mengstimulasi ventilasi. 4

Manifestasi Klinik

Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya memburuk,
rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan
koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika pernafasan sangat
terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu terganggu. Ginjal berusaha
untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan bikarbonat, namun proses ini memerlukan
waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.

Mekanisme asidosis respiratorik

1) Pada keadaan hipoventilasi CO2 tertahan dan akan berikatan H2O menyebabkan
meningkatnya HCO3.

2) H2CO3 akan berdisosiasi enjadi H+ dan HOO sehingga dalam analisa gas darah didapatkan
PaCO2 meningkat dan PH turun.

3) pH yang rendah disertai meningkat 2.3 DPG intra seluler sel darah sehingga mempermudah
pelepasan O2 ke jaringan sehingga saturasi turun.

4) PCO2 meningkat, CO2 jaringan dan otak juga meningkat. CO2 akan bereaksi dengan H2O
membentuk H2CO3.

5) Meningkatnya PaCO2 dan H+ akan menstimulasi pusat pernafasan di medulla Oblongata


sehingga timbul hiperventilasi. Secara klinis akan tampak respirasi cepat dan dalam Analisa
Gas Darah (AGD): PaCO2 turun.

6) Pusing, bingung, letargi, muntah sebagai akibat dari penurunan CO2 dan H+ akan
mengakibatkan pembuluh darah cerebral.

7) Aliran darah cerebral meningkat sehingga terjadi oedema otak dan mendepresi Susunan
Saraf Pusat
8) Gagalnya mekanisme pernafasan dan meningkatnya PaCO2 akan menstimulasi ginjal untuk
meningkatkan NaHCO3 yang berfungsi sebagai sistem buffer mejadi lebih asam. Hal ini urin
menjadi asam dan HCO3 meningkat, pernafasan dangkal dan lambat.

9) Meningkatnya ion H+ mempengaruhi mekanisme kompensasi sehingga H+ masuk intrasel


dan Kalium (K) intrasel masuk ke dalam plasma.

10) Ketidakseimbangan elektrolit dan asidosis yang kritis akan mendepresi otak dan fungsi
jantung. Secara klinis akan tampak: PaCO2 menurun, pH turun, hiperkalemia, penurunan
kesadaran dan aritmia.

Bila PaCO2 secara kronis diatas nilai 50 mmHg, pusat pernapasan menjadi sensitif secara
relatif terhadap karbondioksida sebagai stimulan perbapasan menyisakan hipoksemia sebagai
doronganutama pernapasan. Pemberian oksigen dapat menghilangkan stimulus hipoksemia, dan
pasien mengalami nekrosis karbondioksida, kecuali situasi ini diatasi dengan cepat.
Karenanya, oksigen harus diberikan dengan sangat waspada. 5

Evaluasi Diagnostik

Evaluasi gas darah arteri menunjukan pH kurang dari 7,35 dan PaCO2 lebih besar dari 42
mmHg pada asidosis akut. Bila kompensasi telah terjadi secara sempurna (retensi bikarbonat
oleh ginjal), pH arteri mungkin dalam batasan normal lebih rendah. Bergantung pada etiologi
dari asidosis respiratorik tindakan diagnostik lain dapat mencakup evaluasi elektrolit serum,
rontgen dada untuk menentukan segala penyakit pernapasan, dan skrin obat jika diduga terjadi
takar lajak obat. Pemeriksaan EKG untuk mengidentifikasi segala keterlibatan jantung sebagai
akibat PPOK mungkin juga tampak. 6

Penatalaksanaan

Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi; tindakan yang pasti berada sesuai
dengan penyebab ketidakadekuatan ventilasi. Preparat farmakologi digunakan sesuai indikasi.
Sebagai contoh, bronkodilator membantu menurunkan spasme bronkhial, dan antibiotik yang
digunakan untuk infeksi pernapasan. Tindakan hygiene pulmonari dilakukan, ketika diperlukan,
untuk membersihkan saluran pernapasan dari mukus dan drainase pluren. Hidrasi yang adekurat
(2-3 1/hari) di indikasikan untuk menjaga membran mukosa tetap lembab dan karenanya
memfasilitasi pembuangan sekresi.

Oksigen suplemen diberikan bila diperlukan. Ventilasi mekanik, yang digunakan secara
waspada dapat memperbaiki ventilasi pulmonari. Penggunaan ventilasi mekanik yang tidak
bijaksana dapat menyebabkan eksresi karbondioksida yang demikian cepat sehingga ginjal tidak
mampu untuk mengeliminasi kelebihan biokarbonat dengan cukup cepat untuk mencegah
alkalosis dan kejang. Untuk alasan ini, kenaikan PaCO2 harus diturunkan secara lambat.
Membaringkan pasien dalam posisi semifowler memfasilitasi ekspansi dinding dada. 7

Pengenalan pasien kritis

Pasien kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif.
Prioritas pasien yang dikatakan kritis
1. Pasien prioritas 1
kelompok ini merupakan pasien sakit kritis ,tidak stabil,yang memerlukan perawatan inensif
,dengan bantuan alat alat ventilasi ,monitoring, dan obat obatan vasoakif kontinyu dan
lain pain.misalnya pasien bedah kardiotorasik,atau pasien shock septik.pertimbangkan juga
derajat hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu.
2. Pasien prioritas 2
pasien ini memerluakn pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis pasien ini beresiko
sehingga memerlukan terapi segera,karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda
seperti pulmonary arteri cateteter sangat menolong.misalnya pada pasien penyakit
jantung,paru,ginjal, yang telah mengalami pembedahan mayor.pasien prioritas 2 umumnya
tidak terbatas macam terapi yang diterimanya.
3. Pasien prioritas 3
pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan sebelumnya,penyakit
yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing masing atau kombinasinya,sangat
mengurangi kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi icu. 8
Pasien kritis dinilai dari 3 hal :
1. Penurunan kesadaran
2. Cardiac output yang tidak adekuat
3. Respirtory compromise

Penilaian pasien kritis


Fase I , Primary Survey
Anamnesa
Tentukan setting pasien :
Keluhan utama, Trauma, Post op
Perhatian lebih tinggi pada :
- Pasien baru
- Tua
- Penyakit kronik berat
- Abnormalitas fisiologis
- Post op besar, tu kasus emg
- Perdarahan hebat
- Penurunan kondisi yang cepat atau sedikitnya perbaikan

Pemeriksaan Fisik
LLF (Look, Listen & FeeL)
- Airway
- Breathing & Oxygenation
- Circulation
- Penurunan kesadaran

Tachypneu adalah satu indikator penting pada kegawatan. Perubahan cardiovascular yang
paling sering terjadi adalah hipotensi, yang disebabkan oleh hipovolemi atau sepsis atau
keduanya. GCS harus dicatat untuk mengukur tingkat kesadaran pasien.

Airway
Penyebab obstruksi :
Darah, muntah, benda asing, Penurunan kesadaran,Trauma langsung, Infeksi, Inflamasi dan
laryngospasme.
Look : cyanosis, perubahan pola respirasi dan rate, penggunaan otot pernafasan, penurunan
kesadaran.
Listen : Suara pernafasan yang berisik (grunting, stridor, wheezing, gurgling), obstruksi total
tidak menimbulkan suara.
Feel : Penurunan atau tidak terdapatnya hembusan nafas

Breathing
Penyebab :
- Depresi SSP
- Kelumpuhan otot, kerusakan MS, Nyeri pada dinding dada.
- Gangguan pada Paru-paru : Pneumo/Haemothorax, Asthma, COPD, Emboli, contusio
paru, edema paru, ARDS
Look : cyanosis, perubahan RR dan polanya, berkeringat, Peningkatan JVP, penggunaan
otot pernafasan, penurunan kesadaran, penurunan saturasi O2
Listen : Dispneu, kemampuan bicara, nafas yang berisik, perkusi dan auskultasi
Feel : Gerak dan bentuk dada yang asimetris, posisi trachea, distensi abdomen.

Circulation
Penyebab :
- Primer : Iskemia, Gangguan konduksi, gangguan katup, cardiomyopathy
- Sekunder : Obat-obatan, Hypoksia, Perubahan elektrolit, Sepsis
Look : Penurunan perfusi perifer (pucat, dingin), perdarahan, penurunan kesadaran,
dispneu, penurunan out put urin
Listen : Perubahan bunyi jantung, Carotid Bruit
Feel : Perubahan pulsasi jantung prekordial, nadi perifer atau sentral, rate, kualitas,
regularitas dan simetrisitas.

Observasi Dan Dokumentasi


Perubahan-perubahan fisiologi pada pasien kritis harus selalu di dokumentasikan dengan
baik.
Keberhasilan dalam monitoring pasien tergantung pada kemampuan untuk membaca
data-data tersebut.
Pencatatan yang baik, akurat dan sering sangat penting dalam penatalaksanaan pasien
kritis
Pemeriksaan Penunjang
Pada primary survey pemeriksaan yang penting adalah AGD dan GDS.
Asidosis Metabolik adalah indikator yang penting pada keadaan yang kritis.
Pemeriksaan selanjutnya tergantung differensial diagnosa yang akan ditegakkan. Dapat
berupa Laboratorium Darah, EKG, Radiologi, Mikrobiologi, USG dll.
Treatment
Segera dilakukan begitu menemukan kelainan-kelainan fisiologis
Oksigen
IVFD
Persiapan Resusitasi
Segera hubungi orang yang lebih berpengalaman

Fase II Secondary Survey


Pada fase ini, terutama untuk menentukan penyebab utama kegawatan dan dilakukan setelah
keadaan pasien stabil.
Anamnesa, Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lebih teliti.
Penatalaksanaan lebih spesifik termasuk di dalamnya :
- Penggunaan alat-alat bantu seperti ventilator, hemodialisa dll.
- Menentukan jenis perawatan yang tepat mis; ICCU, IMCU, Isolasi dll.
- Konsul ke spesialis yang tepat. 9

Kesimpulan

Penanganan gagal nafas merupakan tindakan gawat darurat kerana karsus ini sering
menimbulkan kematian. Penyebab gagal nafas selalunya disebabkan oleh ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Terdapat 2 macam gagal nafas yaitu gagal
nafas akut dan gagal nafas kronik. Manakala secara etiologinya, gagal nafas dapat di klasifisikan
kepada dua macam yaiutu intrapulmonari (edema paru, pneumothorax, hematothorak PPOK,
emphysema ,dan sebagainya) dan ekstrapulmonari (trauma kepala, mati batang otak dan
sebagainya). Penanganan gagal nafas dapat dilakukan dengan terapi medis (pemberian 02,
pemakaian ventilator dengan ETT), terapi cairan dan elektrolit, pemberian medikamentosa (
bronkodilator, agen simpatomemtik, antikolinergik, dan kortikosteroid). Penanganan gagal nafas
pada pasien yang diadiagnosa sebagai end-stage respiratory failure dapat dilakukan transplantasi
paru.

Daftar pustaka

1. Ardiansyah, Muhammad. Medical Bedah untuk Mahasiswa. Jogjakarta: DIVA Press;2012.


2. Doenges, M.E. Moorhouse M.F., Geissler A.C., Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
Jakarta: EGC;2000.
3. Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC
4. Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan,. Kapita Selekta Kedokteran edisi 2.
Jakarta: EGC;2011.
5. Price, Sylvia Anderson. Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 6. Jakarta EGC; 2005.
6. Arthur c guyton, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, alih bahasa, petrus
Andriyanto.edisi 3. Jakarta : EGC, 1990.
7. Syaifuddin, Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, editor: Monica Ester. Edisi 3.
Jakarta : EGC; 2006.
8. Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. Buku ajar keperawatan medikal bedah; alih bahasa,
Agung Waluyo; editor edisi bahasa indonesia, Monica Ester, Ellen Panggebean. ed.8.
Jakarta: EGC, 2001
9. Ganong, William F, Buku Ajar Fisiologi kedokteran, editor edisi bahasa indonesia: H.M.
Djauhari widjajakusumah. edisi 20.Jakarta : EGC,2002.

Anda mungkin juga menyukai