Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun luka
kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan prevalensi pasien dengan luka
adalah 3.50 per 1000 populasi penduduk. Mayoritas luka pada penduduk dunia adalah luka
karena pembedahan/trauma (48.00%), ulkus kaki (28.00%), luka dekubitus (21.00%). Pada
tahun 2009, MedMarket Diligence, sebuah asosiasi luka di Amerika melakukan penelitian
tentang insiden luka di dunia berdasarkan etiologi penyakit. Diperoleh data untuk luka bedah
ada 110.30 juta kasus, luka trauma 1.60 juta kasus,luka lecet ada 20.40 juta kasus, luka bakar
10 juta kasus, ulkus dekubitus 8.50 juta kasus, ulkus vena 12.50 juta kasus, ulkus diabetik
13.50 juta kasus, amputasi 0.20 juta pertahun,karsinoma 0.60 juta pertahun, melanoma 0.10
juta, komplikasi kanker kulit ada sebanyak 0.10 juta kasus (Diligence, 2009).

Berdasarkan tingkat keparahan luka, luka di bagi atas luka akut dan luka kronik. Luka
akut dan kronik beresiko terkena infeksi. Luka akut memiliki serangan yang cepat dan
penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994). Contoh luka akut adalah luka jahit
karena pembedahan, luka trauma dan luka lecet. Di Indonesia angka infeksi untuk luka bedah
mencapai2.30 sampai dengan 18.30 % (Depkes RI, 2001).
Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar
dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa jaringan lain yang
disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.
Serangkaian kegiatan tersebut meliputi pembersihan luka, memasang balutan, mengganti
balutan, pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang
meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan
perban (Bryant, 2007).
Dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan dan pemilihan produk-produk
perawatan luka kurang sesuai sangat sering ditemukan. Penggunaan dan pemilihan produk-
produk perawatan luka kurang sesuai akan menyebabkan proses inflamasi yang memanjang
dan kurangnya suplai oksigen di tempat luka. Hal-hal tersebut akan memperpanjang waktu
penyembuhan luka. Luka yang lama sembuh disertai dengan penurunan daya tahan tubuh
1
pasien membuat luka semakin rentan untuk terpajan mikroorganisme yang menyebabkan
infeksi (Morrison, 2004). Munculnya infeksi akan memperpanjang lama hari rawat. Hari
rawat yang lebih lama akan meningkatkan risiko pasien terkena komplikasi penyakit lain
seperti seperti hiponatremi,hipotensi, pendarahan saluran pencernaan bagian atas, diare dan
gagal ginjal kronik. Hari rawat yang lama juga akan menambah biaya perawatan dan
perasaan tidak nyaman yang disebabkan oleh luka yang dialami pasien (Allman, 2009)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau
gigitn hewan . ( wim de jong & wound management clinical guidline)

2.2 Jenis dan Klasifikasi Luka


Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
2.2.1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,genital dan urinari
tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan
dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka
sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan
dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme
pada luka.
2.2.2 Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis
seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan
atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati

3
jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi
tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau
tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

2.2.3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka


a. Luka akut : luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat
sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru,
mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan.
b. Luka kronis yaitu luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren) atau
terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya

disebabkan oleh masalah multi faktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh
pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk
timbul kembali. Contoh nya adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit
vascular perifer ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus

2.2.4. Berdasarkan Mekanisme terjadinya


1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang
terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang
masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh
kawat.

4
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada
bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)

2.3 Mekanisme penyembuhan luka

Penyembuhan luka adalah proses yang komplek dan dinamis dengan perubahan
lingkungan luka dan status kesehatan individu. Fisiologi dari penyembuhan luka yang normal
adalah melalui fase hemostasis, inflamasi, granulasi dan maturasi.

Penelitian pada luka akut dengan model binatang menunjukkan ada empat fase penyembuhan
luka. Sehingga diyakini bahwa luka kronik harus juga melalui fase yang sama. Fase tersebut
adalah sebagai berikut:

Hemostasis
Inflamasi
Proliferasi atau granulasi
Remodeling atau maturasi
Hemostasis

Pada penyembuhan luka kerusakan pembuluh darah harus ditutup. Pada proses penyembuhan
luka platelet akan bekerja untuk menutup kerusakan pembuluh darah tersebut. Pembuluh
darah sendiri akan konstriksi dalam berespon terhadap injuri tetapi spasme ini biasanya rilek.
Platelet mensekresi substansi vasokonstriktif untuk membantu proses tersebut.

Dibawah pengaruh adenosin diphosphat (ADP) kebocoran dari kerusakan jaringan akan
menimbulkan agregasi platelet untuk merekatkan kolagen. ADP juga mensekresi faktor yang
berinteraksi dengan dan merangsang pembekuan intrinsik melalui produksi trombin, yang
akan membentuk fibrin dari fibrinogen. Hubungan fibrin diperkuat oleh agregasi platelet
menjadi hemostatik yang stabil. Akhirnya platelet juga mensekresi sitokin seperti platelet-
derived growth factor. Hemostatis terjadi dalam waktu beberapa menit setelah injuri kecuali
ada gangguan faktor pembekuan.

5
Inflamasi

Secara klinik, inflamasi adalah fase ke dua dari proses penyembuhan yang menampilkan
eritema, pembengkakan dan peningkatan suhu/hangat yang sering dihubungkan dengan nyeri,
secara klasik rubor et tumor cum calore et dolore. Tahap ini biasanya berlangsung hingga 4
hari sesudah injuri. Pada proses penyembuhan ini biasanya terjadi proses pembersihan
debris/sisa-sisa. Ini adalah pekerjaan dari PMNs (polymorphonucleocytes). Respon inflamasi
menyebabkan pembuluh darah menjadi bocor mengeluarkan plasma dan PMNs ke sekitar
jaringan. Neutropil memfagositosis sisa-sisa dan mikroorganisme dan merupakan pertahanan
awal terhadap infeksi. Mereka dibantu sel-sel mast lokal. Fibrin kemudian pecah sebagai
bagian dari pembersihan ini.

Tugas selanjutnya membangun kembali kompleksitas yang membutuhkan kontraktor. Sel


yang berperan sebagai kontraktor pada penyembuhan luka ini adalah makrofag. Makrofag
mampu memfagosit bakteri dan merupakan garis pertahan kedua. Makrofag juga mensekresi
komotaktik yang bervariasi dan faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fibrobalas
(FGF), faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta trasformasi (tgf) dan
interleukin-1

(IL-1).

Proliferasi (proliferasi, granulasi dan kontraksi)

Fase granulasi berawal dari hari ke empat sesudah perlukaan dan biasanya berlangsung
hingga hari ke 21 pada luka akut tergangung pada ukuran luka. Secara klinis ditandai oleh
adanya jaringan yang berwarna merah pada dasar luka dan mengganti jaringan dermal dan
kadang-kadang subdermal pada luka yang lebih dalam yang baik untuk kontraksi luka. Pada
penyembuhan luka secara analoginya satu kali pembersihan debris, dibawah kontraktur
langsung terbentuk jaringan baru.

Kerangka dipenuhi oleh fibroblas yang mensekresi kolagen pada dermal yang kemudian akan
terjadi regenerasi. Peran fibroblas disini adalah untuk kontraksi. Serat-serat halus merupakan
sel-sel perisit yang beregenerasi ke lapisan luar dari kapiler dan sel endotelial yang akan
membentuk garis. Proses ini disebut angiogenesis. Sel-sel roofer dan sider adalah

6
keratinosit yang bertanggungjawab untuk epitelisasi. Pada tahap akhir epitelisasi, terjadi
kontraktur dimana keratinosit berdifrensiasi untuk membentuk lapisan protektif luar atau
stratum korneum.

Remodeling atau maturasi

Setelah struktur dasar komplit mulailah finishing interior. Pada proses penyembuhan luka
jaringan dermal mengalami peningkatan tension/kekuatan, peran ini dilakukan oleh
fibroblast. Remodeling dapat membutuhkan waktu 2 tahun sesudah perlukaan.

Tabel 1. Fase penyembuhan luka

Analogi
Fase Sel-sel yang
Waktu membangun
penyembuhan berperan
rumah

Hemostasis Segera Platelets Capping of


conduits
Inflamation Hari 1-4 Neutrophils
Unskilled laborers
to clean uap the
site

Proliferation Hari 4 21 Macrophages Supervisor Cell

Granulation Lymphocytes Specific laborers at


the site:
Angiocytes
Plumber
Neurocytes
Electrician

Framers

7
Contracture Fibroblasts Roofers and Siders

Keratinocytes

Remodelers

Remodeling Hari 21 2 Fibrocytes


tahun

Pada beberapa literatur dijelaskan juga bahwa proses penyembuhan luka meliputi dua
komponen utama yaitu regenerasi dan perbaikan (repair). Regenerasi adalah pergantian sel-
sel yang hilang dan jaringan dengan sel-sel yang bertipe sama, sedangkan repair adalah tipe
penyembuhan yang biasanya menghasilkan terbentuknya scar. Repair merupakan proses yang
lebih kompleks daripada regenerasi. Penyembuhan repair terjadi oleh intention primer,
sekunder dan tersier.

Intension primer
Fase-fase dalam penyembuhan Intension primer :

1. Fase Inisial (3-5 hari)


2. Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel, mulai pertumbuhan sel
3. Fase granulasi (5 hari 4 minggu)
Fibroblas bermigrasi ke dalam bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama fase
granulasi luka berwarna merah muda dan mengandung pembuluh darah. Tampak
granula-granula merah. Luka berisiko dehiscence dan resisten terhadap infeksi.

Epitelium permukaan pada tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari lapisan
epitelium yang tipis bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal dan
mulai matur dan luka merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi selama 3 5
hari.

4. Fase kontraktur scar ( 7 hari beberapa bulan )


Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling. Pergerakan
miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area penyembuhan, membentu

8
menutup defek dan membawa ujung kulit tertutup bersama-sama. Skar yang matur
selanjutnya terbentuk. Skar yang matur tidak mengandung pembuluh darah dan pucat
dan lebih terasa nyeri daripada fase granulasi

Intension sekunder

Adalah luka yang terjadi dari trauma, elserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah besar
eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang cukup luas
menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih besar daripada
penyembuhan primer.

Intension Tersier

Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringa granulasi dijahit
bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi terbuka dan dijahit rapat setelah
infeksi dikendalikan. Ini juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka dan
dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit. Intension tersier biasanya
mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam daripada intension primer atau sekunder

2.4 Faktor yang mempengaruhi Luka

1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering
terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar
lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-
orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu,
lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang
dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau

9
diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau
gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi
oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut
memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses
penyembuhan luka.

6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses
sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan
lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan
nanah (Pus).

7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh
akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka
terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh
darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak
dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori
tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi
penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan
terhadap infeksi luka.

10
2.5 Komplikasi penyembuhan Luka

Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.


1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah
pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 7 hari setelah pembedahan.
Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan
dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan,
infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia
mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin
harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah
itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin
diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah
terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui
daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi,multiple trauma, gagal
untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien
mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 5 hari setelah operasi sebelum
kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera
ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan
untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

11

Anda mungkin juga menyukai