Anda di halaman 1dari 3

Tentang Program Perhutanan Sosial

Hingga kini, pemerintah memiliki 2 agenda besar yang menjadi sorot utama terkait dengan pengelolaan
hutan, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya disekitar hutan dan juga penciptaan
model pelestarian hutan yang efektif.

Melihat tujuan ini, pemerintah telah kini menyiapkan sebuah program yang memastikan bahwa sarana
pengentasan kemiskinan masyarakat khususnya disekitar hutan dapat dilakukan dengan model yang
menciptakan keharmonisan antara peningkatan kesejahteraan dengan setaraan dan pelestarian
lingkungan. Program ini adalah Program Perhutanan Sosial.

Program Perhutanan Sosial sendiri bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola
pemberdayaan dan dengan tetap berpedoman pada aspek kelestarian. Program Perhutanan Sosial akan
membuka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan
kepada pemerintah. Setelah disetujui maka masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari
hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan.

Dengan ini, masyarakat akan mendapatkan berbagai insentif berupa dukungan teknis dari pemerintah
dalam mengelola perkebunan tanaman dalam area yang mereka ajukan. Hasil panen dari perkebunan ini
dapat kemudian dijual oleh masyarakat demi pemenuhan kebutuhan ekonominya sehari-hari.

Hingga saat ini, terdapat 3 kategori hak hutan yang dapat diajukan yaitu hak terhadap Hutan
Kemasyarakatan, Hutan Desa, dan Hutan Tanaman Rakyat. Hak untuk pengolahan hutan dapat diajukan
oleh masyarakat di atas area yang diidentifikasi dalam Peta Indikatif Akses Kelola Hutan Sosial. Pemerintah
sendiri telah mentargetkan alokasi perhutanan sosial seluas 12,7 juta Ha area hutan. Dan dalam
pelaksanaannya akan dibentuk Kelompok Kerja Daerah untuk melaksanakan pendampingan dan
pembinaan bagi masyarakat yang ingin mengajukan diri dalam program ini.

Melalui Perhutanan Sosial, masyarakat dapat memiliki akses kelola hutan dan lahan yang setara dan
seluas-luasnya. Dan dengan bentuk pemanfaatan hasil hutan yang sesuai prinsip kelestarian yang ramah
lingkungan maka tujuan konservasi lingungan dapatsejalan dengan upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Tambahan manfaat lainnya adalah pelibatan masyarakt setempat sebagai pihak utama dan
terdekat yang menjaga kelestarian hutan.

Prinsip penting dalam proses distribusi manfaat kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan dan lahan gambut (REDD+) adalah adanya perubahan paradigma bahwa masyarakat akan
menjadi subyek dari suatu program maupun kebijakan. Hal ini mengandung arti masyarakat selain berhak
mendapatkan manfaat juga berkewajiban untuk ikut menjamin keberhasilan program.

Prinsip ini kemudian menjadi jiwa dalam program Perhutanan Sosial dari Proyek REDD+ UNDP Indonesia
KLHK. Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pemerintah Indonesia telah mentargetkan
areal pengelolaan hutan oleh masyarakat melalui program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar
melalui skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat
dan Kemitraan Kehutanan.

Target 12,7 hektar ini merupakan bagian perwujudan NAWACITA 7 yaitu kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dan telah tercantum dalam RPJMN 2015 2019.

Tepat sasaran adalah kata kunci dari arahan Presiden RI Joko Widodo terkait program Perhutanan Sosial.
Namun proses penerusan informasi secara parsial dan keterbatasan masyarakat mengakses informasi
seringkali membuat inisiatif Pemerintah terhenti di tengah jalan atau tidak tepat sasaran.

"sasaran dari program perhutanan sosial adalah untuk masyarakat yang bermukim di sekitar hutan dan
tergantung pada pemanfaatan sumber daya hutan dan kelestarian hutan, masyarakat yang berlahan
sempit atau tidak memiliki lahan serta masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan"

Presiden RI, Joko Widodo

Program REDD+ UNDP Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
mendukung pengembangan dan keterbukaan akses melalui inisiatif Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial
(PIAPS) dan platform pelacakan areal kelola masyarakat yang terbuka dan dapat ditelusuri berupa Akses
Kelola Perhutanan Sosial (AKPS).

Secara kolektif bersama dengan inisiatif lain dari para mitra, PIAPS dan AKPS memungkinkan program
Perhutanan Sosial berjalan tepat sasaran dan memastikan upaya masyarakat untuk berperan aktif dalam
program terjamin dengan terintegrasinya program Perhutanan Sosial ke dalam rencana pembangunan
daerah.

Bagaimana Perhutanan Sosial dapat mengurangi keluaran emisi?

Masyarakat adalah penjaga hutan terbaik dan hutan tropis yang terjaga adalah penyimpan stok karbon
terbaik. Namun bagaimana dapat menjaga hutan jika akses kelola tertutup bagi masyarakat.
Ada ketimpangan serius dari alokasi pemanfaatan hutan yang 97 % dinikmati oleh korporasi atau
pengusaha dan hanya 3 % dikuasai oleh masyarakat. Keterbatasan ini kemudian berimbas pada buruknya
tata kelola kehutanan yang pada gilirannya memperbesar potensi bencana dalam sektor kehutanan.

Kejadian kebakaran hutan dan bencana asap yang kerap berulang menyertai fenomena iklim ekstrim El
Nino merupakan contoh akibat yang harus ditanggung dengan penuh keterpaksaan bersama-sama. Akibat
dari kejadian kebakaran hutan dan lahan gambut, Indonesia harus menerima predikat sebagai negara
pengemisi karbon.

Kebakaran tidak hanya soal ekosistem namun juga soal orang yang tinggal disana. Pelibatan dan partisipasi
masyarakat dalam pemanfaatan hutan perlu ditingkatkan, utamanya untuk mengembangkan
penghidupan dan sumber penghasilan bagi masyarakat di sekitar hutan. Ini adalah bentuk insentif bagi
upaya masyarakat untuk menjaga hutan.

Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa transaksi lahan ilegal oleh aktor-aktor tertentu dapat dan
memang terjadi dalam lahan konsesi maupun lahan hutan negara. Transformasi hutan menjadi lahan
perkebunan memberikan manfaat besar bagi aktor tertentu, misal calo. Hal inilah yang dicoba untuk
diatasi melalui inisiatif perhutanan sosial berupa PIAPS dan AKPS.

Dengan akses pada areal kelola masyarakat yang terbuka dan dapat ditelusuri, kelestarian hutan
Indonesia dapat terjaga. Dan, hutan yang lestari berkontribusi signifikan bagi upaya Indonesia
memperbesar simpanan karbon dan mencapai target pengurangan emisi 29% pada 2030.

Anda mungkin juga menyukai