Anda di halaman 1dari 16

Ekonomi

Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan
dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri
berasal dari bahasa Yunani, yaitu (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan
(nomos) yang berarti "peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai
"aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli
ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.

Manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi

Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi
masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa
kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia
jumlahnya terbatas. Beberapa faktor yang memengaruhi sehingga jumlah kebutuhan
seseorang berbeda dengan jumlah kebutuhan orang lain:

Faktor ekonomi
Faktor lingkungan sosial budaya
Faktor fisik
Faktor pendidikan
Faktor moral

Tindakan, Motif dan Prinsip Ekonomi


Tindakan Ekonomi

Tindakan ekonomi adalah setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling baik
dan paling menguntungkan. misalnya: Ibu memasak dengan kayu bakar karena harga minyak
tanah sangat mahal. Tindakan ekonomi terdiri atas dua aspek, yaitu :

Tindakan ekonomi Rasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling
menguntungkan dan kenyataannya demikian.
Tindakan ekonomi Irrasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling
menguntungkan namun kenyataannya tidak demikian.

Motif Ekonomi

Motif ekonomi adalah alasan ataupun tujuan seseorang sehingga seseorang itu melakukan
tindakan ekonomi. Motif ekonomi terbagi dalam dua aspek:

Motif Intrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tindakan ekonomi atas
kemauan sendiri.
Motif ekstrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tindakan ekonomi atas
dorongan orang lain.
Pada prakteknya terdapat beberapa macam motif ekonomi:

Motif memenuhi kebutuhan


Motif memperoleh keuntungan
Motif memperoleh penghargaan
Motif memperoleh kekuasaan
Motif sosial / menolong sesama

PRINSIP EKONOMI

Prinsip ekonomi merupakan pedoman untuk melakukan tindakan ekonomi yang didalamnya
terkandung asas dengan pengorbanan tertentu diperoleh hasil yang maksimal. Prinsip ekonomi
adalah dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil tertentu, atau dengan
pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil semaksimal mungkin.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_syariah

Ekonomi syariah
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam[1]. Ekonomi syariah atau sistem ekonomi koperasi berbeda
dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme
karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang
penumpukan kekayaan[2]. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan
kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah yang teraplikasi dalam etika dan moral

Perbedaan ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional

Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang
mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang
ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil.

Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis.
Ekonomi syariah bukan pula berada di tengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat
bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan
hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem[1], ekonomi
Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di
transaksikan[4]. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha
Ciri khas ekonomi syariah

Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar
saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas
tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan
pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi[5]. Sebagaimana diungkapkan
dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat
sifat, antara lain:

1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)

Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik,
karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah
kepercayaan-Nya di bumi[2]. Di dalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat
mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan"[6]. Dalam Al Qur'an
surat Al Baqarah ayat 275[7] disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba[8]
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila[9]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...

Tujuan Ekonomi Islam

Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia.
Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk
hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia
yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi
Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan
politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga
dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi
Peran Lembaga Ekonomi Syariah dalam
Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
Lembaga Keuangan Syariah

Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, 2001, dalam bukunya Perbankan Syariah yang
diterjemahkan oleh Burhan Subrata, mengatakan; lembaga keuangan syariah hadir untuk
memberikan jasa keuangan yang halal kepada komunitas muslim. Tarjet utamanya adalah
kesejahteraan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, keadilan sosio-ekonomi serta distribusi pendapatan yang kekayaan yang wajar,
stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi
yang mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi-hasil) kepada semua pihak yang
terlibat.[2]

Undang-Undang no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam menimbang disebutkan,
bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia untuk mencapai terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, dikembangkan sistem
ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan
yang sesuai dengan prinsip syariah. Selain UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
pemerintah Indonesia juga menerbitkan UU No. 21 tahun 2011 tentang Otorita Jasa
Keuangan (OJK). Dimana UU No. 21 tahun 2011 ini menggantikan fungsi dari Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK).

OJK ini memiliki tujuan untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil, terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dimana OJK memiliki
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor
jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel. Termasuk di dalamnya
pengawasan pada lembaga keuangan syariah non bank.

Ajaran Islam sudah mengatur tentang konsep lembaga keuangan tersebut di atas, meski tidak
disebut secara eksplisit dalam al-Quran. Namun jika yang dimaksud lembaga itu suatu yang
memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi serta hak kewajiban, maka semua
lembaga itu disebut secara jelas. Kata-kata seperti kaum, ummat (kelompok masyarakat),
muluk (pemerintah), balad (negeri), suq (pasar) dan sebagainya mengindi-kasikan bahwa al-
Quran mengisyaratkan nama-nama itu memiliki fugnsi dan peran tertentu dalam ekonomi,
seperti zakat, shadaqah, fai, ghanimah, bai, dain, mal dan sebagainya memiliki konotasi
fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu.[3] Dalam lembaga keuangan syariah modern,
konsep al-Quran ini diterjemahkan menjadi sebuah lembaga keuangan yang mampu diterima
oleh masyarakat umum.
Oleh sebab itu, penulis mengapresiasi atas kebijakan pemerintah Indonesia yang
mengakomodasi sistem ekonomi Islam. Dalam kegiatan bermuamalah umat Islam memiliki
tujuan khusus di dalamnya yaitu mendapat keberkahan dari Allah swt. Seperti tulisan
Mervyn, 2001; melihat bahwasannya dimensi religius harus dikemukakan sebagai tujuan
terakhir, dalam arti bahwa peluang untuk melakukan operasi keuangan yang halal jauh lebih
penting dibanding model operasi keuangan itu sendiri.[4]

Produk Lembaga Keuangan Syariah

Kegiatan transaksi baik itu penghimpunan, penyaluran, dan jasa yang dilakukan oleh lembaga
keuangan syariah bank maupun non bank harus berdasarkan pada fatwa DSN-MUI. Karena
dalam sistem ekonomi Islam khususnya di Indonesia, setiap kegiatan muamalah yang
dilakukan harus memiliki dasar operasional hukum syariah. Di negara Indonesia dalam hal
ini yang memiliki kewenangan adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI ini tidak semua diketahui atau bahkan tidak
dimengerti oleh masyarakat umum atau nasabah dari lembaga keuangan syariah bank
maupun non bank. Pengalaman penulis membuka rekening di salah satu bank syariah,
custumer service pada bank tersebut langsung menyodorkan blanko isian biodata sebagai
nasabah dan langsung penulis diminta menandatangani blanko tersebut. Setelah itu baru
dijelas produk tabungan yang penulis terima, tanpa menjelaskan dengan detail produk-produk
apa saja yang dimiliki bank tersebut. Dari sedikit cerita di atas, penulis berfikir bagaimana
produk-produk pada lembaga keuangan syariah ini bisa dimengerti, tersebar informasinya,
dan dapat diterima secara suka sama suka oleh masyarakat umum.

Realita dilapangan masih banyak lembaga keuangan syariah yang lebih condong menawarkan
atau bahkan mengarahkan nasabah kepada produk dengan akad murabahah dalam setiap
transaksi pembiayaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa akad murabahah memiliki kelebihan
yaitu; lembaga keuangan syariah langsung dapat menghitung keuntungan yang didapat dari
akad murabahah tersebut. Dengan akad murabahah lembaga kuangan syariah dapat menjaga
nilai uang yang dikeluarkan sama nilainya pada saat pengembalian beberapa tahun ke depan.
Produk dengan akad murabahah ini dalam pengambilan keuntungan menggunakan rumus
yang sama dengan lembaga keuangan konvensional. Karena itu produk pembiayaan dengan
akad murabahah menjadi produk unggulan di beberapa lembaga keuangan syariah, karena
memiliki kepastian keuntungan.

Inovasi Produk pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

Ketersediaan peluang bagi setiap orang untuk dapat hidup secara terhormat, dan distribusi
pendapatan dan kekayaan yang merata. Bagaimanapun juga tidak ada sebuah negara di dunia
ini, baik itu kaya maupun miskin, yang telah berhasil merealisasikan sasaran material ini.[5]
Umer Chapra juga mengatakan, meskipun kinerja negara-negara ekonomi pasar tetap lebih
baik, tetapi mereka gagal dalam mewujudkan sasaran-sasaran materiil yang diinginkan.
Kegagalan-kegagalan mereka justru malah lebih kentara seperti adanya ketidakstabilan
ekonomi dan ketidakseimbangan makro ekonomi yang direfleksikan melalui tingginya
frekuensi fluktuasi ekonomi, laju inflasi dan pengangguran yang tinggi. Negara yang sedang
berkembang jauh lebih diselimuti oleh persoalan-persoalan cicilan utang luar negeri yang
mengancam bukan saja masa depan pembangunan mereka, tetapi juga kesehatan dan
kelangsungan sistem keuangan internasional.[6]
Di Indonesia termasuk negara berkembang yang tentunya masuk dalam kategori negara yang
masih berhutang dengan negara lain. Belum mampu memberikan pinjaman (pembiayaan)
kepada negara lain. Dalam perjalanannya pemerintah Indonesia melakukan inovasi dalam
kebijakan moneternya. Diantara kebijakan tersebut adalah dimasukkannya sistem ekonomi
Islam di dalam lembaga keuangan syariah bank maupun non bank. Bentuk keseriusan
pemerintah menggunakan sistem ekonomi Islam ini telah diterbitkannya UU No. 21 tahun
2008 tentang Perbankan Syariah.

Patut diapresiasi langkah pemerintah ini, karena mayoritas masyarakat di Indonesia adalah
pemeluk agama Islam. Dimana dalam konsep sistem ekonomi Islam ini diharapkan umat
manusia dapat menjalankan kegiatan ekonomi (muamalah) dengan tujuan mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat (falah). Dari konsep ekonomi Islam ini penulis yakin bahwa
masyarakat Indonesia dalam keadaan sadar meyakini setiap kegiatan transaksi yang
dilakukan di lembaga keuangan syariah bank maupun non bank hanya untuk mencari
keberkahan Allah swt. Yang menjadi pertanyaan penulis adalah; apakah sebaliknya pengelola
lembaga keuangan syariah bank maupun non bank juga bertujuan sama mencari keberkahan
Allah swt?. Penulis melihat kebanyakan pengelola lembaga keuangan syariah bank maupun
non bank masih kurang memfokuskan tujuannya pada sistem ekonomi Islam untuk
kemaslahatan umat. Alasan penulis adalah lembaga keuangan syariah bank maupun non bank
kebanyakan masih menggunakan angka atau prosentase dalam mengambil keuntungan di
setiap transaksinya.

Penulis berharap ada perubahan paradigma dan pemahaman dari pengelola lembaga
keuangan syariah bank maupun non bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Kegelisahan penulis ini sering muncul ketika berdiskusi dengan masyarakat umum tentang
lembaga keuangan syariah khususnya bank. Sebagian masyarakat mengatakan, kenapa
pembiayaan pada bank syariah marginnya lebih besar dari pada bank konvensional?.
Pernyataan ini membuat penulis gelisah kenapa masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim
masih terjadi situasi seperti di atas. Situasi seperti ini terjadi karena beberapa faktor yang
diantaranya adalah belum adanya transformasi pemahaman tentang sistem ekonomi Islam
khususnya pada lembaga keuangan syariah bank.

Beberapa lembaga keuangan syariah bank yang penulis ketahui dalam kegiatan pembiayaan
belum ada lembaga pendamping pembiayaan. Oleh karena itu produk-produk pembiayaan
di lembaga keuangan syariah bank lebih mengutamakan produk dengan akad murabahah
(jual-beli). Penulis berharap pengelola lembaga keuangan syariah bank maupun non bank
melakukan inovasi produk pembiayaannya yang lebih mengutamakan pada produk dengan
akad musyarakah (kerjasama dua pihak atau lebih dengan sama-sama menyertakan modal)
atau produk dengan akad mudharabah (kerjasama pihak pertama menyediakan modal dan
pihak kedua menyediakan keahlian mengelola modal). Produk pembiayaan ini lebih
mengedepankan asas kepercayaan dan kemaslahatan umat.

Karena penulis menyadari bahwa di Indonesia dalam kebijakan mokro ekonomi di sektor
moneter pemerintah Indonesia masih menggunakan sistem konvensional. Keadaan ini salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pada lembaga keuangan syariah. Karena
lembaga kuangan syariah masih menjadi sub-sistem penyokong pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Penulis berharap ada gerakan moral bagi pelaku ekonomi syariah di Indonesia
untuk membumikan sistem ekonomi Islam di negara Indonesia yang kita cintai.
Integrasi Zakat, dan Wakaf Tunai dalam Rangka Mengentaskan Kemiskinan

Pranata penting distribusi kekayaan dalam sistem ekonomi Islam di antaranya adalah zakat
dan wakaf. Ini dibuktikan dengan diterbitkan UU No. 23 tahun 2011 tentang Zakat dan UU
No. 41 tahun 2004 tentang wakaf oleh Presiden Republik Indonesia. Pemerintah melihat
pranata penting yang dimiliki oleh sistem ekonomi Islam. Oleh karenanya diterbitkanlah UU
tersebut di atas. Dalam UU zakat mau UU wakaf secara tersurat dijelaskan bahwa diperlukan
UU untuk mengatur potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien
untuk kepentingan ibadah, meningkatkan keadilan dan untuk memajukan kesejahteran umum.

Zakat sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam yang memiliki harta cukup nisab untuk
dikeluarkan zakatnya. Lembaga zakat yang diamanatkan oleh UU No. 23 tahun 2011 telah
berjalan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam hal ini BAZNAS dan BAZDA sebagai
badan pengelola zakat ditingkat pusat dan daerah mengintruksikan kepada seluruh Lembaga
Amil Zakat (LAZ) baik itu LAZ milik negara maupun milik swasta untuk berperan aktif
dalam kegiatan pengelolaan zakat umat Islam di Indonesia.

Menurut data yang dilaporkan BAZNAS penerimaan periode bulan pebruari-maret tahun
2014 sebesar Rp. 13.713.777.190,75.- kemudian jumlah penyaluran pada periode bulan
Pebruari-Maret tahun 2014 sebesar Rp. 9.017.611.437,00. Penyaluran zakat ini untuk bidang
ekonomi, pendidikan dan dakwah, kesehatan dan sosial kemanusiaan. Bentuk penyalurannya
berupa program-program yang sudah dirancang oleh BAZNAS.

Dari tiga program (ekonomi, pendidikan dan adakwah, kesehatan dan sosial kemanusiaan)
yang dilaksanakan oleh BAZNAS dalam penyaluran zakat, bidang sosial kemanusiaan yang
memiliki prosentasi penyaluran zakat yang lebih besar dibanding dengan bidang ekonomi.
Pada bidang ekonomi sendiri memiliki dua program penyaluran zakat yaitu: pertama;
zakatcommunity development, kedua; Rumah Makmur BAZNAS. Prosentase dana yang
disalurkan untuk Rumah Makmur BAZNAS jauh lebih besar dibandingkan dengan prorgam
zakat community development.

Program zakat community developmenti (ZCD) ini salah satu tujuan prorgamnya menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).
Kemudian dalam komunitas ZCD dioptimalkan peran yang strategis dari masyarakat untuk
menciptakan inisiatif dan partisipasi lebih diutamakan dalam menghadapi situasi dan
permasalahan yang ada. Diantara program-program BAZNAS yang ada ZCD inilah yang
penulis anggap sangat menarik untuk mengembangkan kapasitas sumber daya manusia guna
mewujudkan masyarakat yang lebih bermartabat dan mandiri dari sisi ekonomi. Kegelisan
belum hilang di benak penulis dengan besaran nominal zakat yang diperuntuk pada program
ZCD masih begitu kecil dibandingkan dengan program yang lain.

Selain pranata zakat, wakaf juga menjadi pranata penting dalam sistem ekonomi Islam.
Wakaf uang tunai sudah menjadi trend dalam satu dekade terakhir di masyarakat Islam
Indonesia. Mengacu pada UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf uang, diserahkan pada
lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Badan Wakaf Indonesi (BWI). Kemudian
wakaf uang tersebut dikelola oleh lembaga keuangan syariah dikelola sesuai dengan produk
yang ada. Dari data laporan pengelolaan wakaf uang Badan Wakaf Indonesia periode 31
Desember 2007 s.d 31 Desember 2011, jumlah wakaf uang sebesar Rp.2.973.393.876. Dana
tersebut diterima dari tujuh bank syariah yang ditunjuk BWI dalam penerimaan dan
pengelolaan wakaf uang.
Pengelolaan wakaf uang pada lembaga keuangan syariah digunakan untuk pembiayaan rumah
sakit ibu dan anak (RSIA). Kemudian jumlah bagi hasil yang didapat dari investasi pada
lembaga keuangan syariah disalurkan kepada lembaga pendidikan berupa uang.
Pemberdayaan wakaf uang oleh lembaga keuangan syariah ini memang masih belum luas
peruntukannya. Pada laporan BWI disebutkan masih disalurkan untuk pembiayaan RSIA.
Penulis berharap ada inovasi program dalam pengelolaan wakaf uang oleh lembaga keuangan
syariah. Penulis berharap ada program pembiayaan yang produktif untuk masyarakat
menggunakan dana wakaf uang.

Sebenarnya ada kesinambungan program antara BAZNAS dan BWI di bidang penguatan
ekonomi masyarakat. Program ZCD BAZNAS diintensifkan dengan dukungan pengalokasian
dana yang lebih besar. Kemudian program wakaf uang pada lembaga keuangan syariah
diperuntukan untuk pembiayaan usaha yang produktif bagi masyarakat. Akhirnya jelas di sini
untuk penguatan hard skill dan soft skill disokong oleh dana zakat, kemudian lapangan
pekerjaannya disokong oleh program wakaf uang untuk modal usaha. Dari skema ini
nantinya masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang mampu menjadi masyarakat wajib
zakat dan sadar wakaf. Ide ini tentunya harus didukung oleh semua pihak yang terkait dan
membutuhkan kerja keras dari semua strata sosial guna mewujudkan masyarakat yang
bermartabat khususnya di bidang ekonomi mandiri.

Sumber : http://pusat.baznas.go.id/wp-content/uploads/downloads/2014/04/Laporan-
Keuangan-Maret-2014.pdf

http://bwi.or.id/index.php/in/download?task=finish&cid=39&catid=2&m=0.
Ekonomi Syariah sebagai Solusi
Krisis ekonomi Indonesia sampai saat ini masih berlangsung dan belum menunjukkan tanda-
tanda untuk segera pulih. APBN kita masih dikuras dalam jumlah besar untuk pengeluaran
membayar bunga hutang baik hutang luar negeri maupun bunga hutang dalam negeri dalam
bentuk bunga obligasi rekap bank konvensional. Seharusnya dana APBN ratusan triliun
digunakan untuk pemberdayaan rakyat miskin, tetapi justru untuk mensubsisi bank-bank
ribawi melalui bunga rekap BLBI dan SBI. Ini terjadi karena pemerintah telah terperangkap
kepada sistem riba yang merusak perekonomian bangsa. Menaiknya harga BBM semakin
memperparah penderitaan rakyat Indonesia dan semakin membengkakkan angka
kemiskinan. Inflasi meningkat secara tajam. Semua para ekonom hebat di negeri ini
meprediski infasi hanya 8,7 %, tetapi kenyataannya melejit di luar dugaan, lebih dari 18 %.
Ekonom hebat tersebut keliru besar dalam memprediksi. Angka inflasi 18 % merupakan
yang tertinggi dalam empat tahun terakhir. Sebagai indikator penting bagi perekonomian
negara, maka inflasi wajib dipandang secara kritis. Sebab, inflasi yang melonjak tinggi
bermakna gong marabahaya bagi ekonomi rakyat

Pada saat ini, tercatat jika sejak Maret 2005, jumlah utang Indonesia mencapai
Rp1,282 triliun. Angka fantastis nan bombastis tersebut, setara dengan 52 % dari produk
domestik bruto. Komposisi utang itu ialah 49% persen utang luar negeri. Sementara 51
persen utang dalam negeri.

Selain problem hutang Indonesia yang amat besar, ancaman terhadap kesinambungan
fiskal dan pembiayaan pembangunan juga menjadi problem besar. Demikian pula buruknya
infrastruktur, rendahnya investasi dan pertumbuhan ekonomi, terpuruknya sektor riel,
menurunnya daya saing, serta akan masih meningkatnya angka pengangguran akibat
kenaikan BBM yang lalu..

APBN kita masih berada pada titik yang kritis, sebab faktor eksternal seperti naiknya
harga minyak, bisa membuat beban APBN membengkak dan memperbesar defisit APBN.
akibat ikut membengkaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pengeluaran pemerintah
yang terkait dengan luar negeri. Belum lagi ancaman depresiasi nilai rupiah yanag selalu
membayang-bayangi.

Keterpurukan ekonomi Indoiensias juga ditandai oleh masih belum bergairahnya


sektor riil akibat lumpuhnya fungsi intermediasi perbankan konvensional. LDR Bank
konvensional masih belum optimal bahkan masih jauh, yaitu berkisar di angka 50an %. Lain
lagi NPL 2 bank konvensional raksasa yang semakin meningkat . Peningkatan NPL (kredirt
macet) tersebut telah berada pada titik yang membahayakan, yaitu 24 & dan 20 %. Inilah
kondisi bank-bank ribawi, LDR rendah sementara NPL tinggi. Realitas ini berbeda dengan
bank syariah, FDR tingi, NPF rendah. Sehingga mendorong pertumbuhan sektor riil.
Sementara bank konvensional sebaliknya.

Kesimpulannya, ekonomi Indonesia benar-benar terpuruk dan terburuk di bawah


sistem ekonomi kapitalisme. Indonesia hanya unggul atas negara-negara Afrika seperti
Malawi, Uganda, Kenya, Zambia, Mozambik, Zimbabwe,Mali, Angola dan Chad. Peringkat
daya saing pertumbuhan (growth competitiveness index) Indonesia, nyaris sama dengan
Ethiopia yang pernah hancur-lebur oleh perang serta wabah kelaparan.
Syariah Sebagai Solusi

Salah satu solusi penting yang harus diperhatikan pemerintahan dalam merecovery
ekonomi Indonesia adalah penerapan ekonomi syariah. Ekonomi syariah memiliki
komitmen yang kuat pada pengentasan kemiskinan, penegakan keadilan pertumbuhan
ekonomi, penghapusan riba, dan pelarangan spekulasi mata uang sehingga menciptakan
stabilitas perekonomian.

Ekonomi syariah yang menekankan keadilan, mengajarkan konsep yang unggul


dalam menghadapi gejolak moneter dibanding sistem konvensional. Fakta ini telah diakui
oleh banyak pakar ekonomi global, seperti Rodney Shakespeare (United Kingdom), Volker
Nienhaus (Jerman), dsb.

Ke depan pemerintah perlu memberikan perhatian besar kepada sistem ekonomi Islam
yang telah terbukti ampuh dan lebih resisten di masa krisis. Sistem ekonomi Islam yang
diwakili lembaga perbankan syariah telah menunjukkan ketangguhannya bisa bertahan
karena ia menggunakan sistemi hasil sehingga tidak mengalami negative spread sebagaimana
bank-bank konvensional. Bahkan perbankan syariah semakin berkembang di masa-masa yang
sangat sulit tersebut.

Sementara bank-bank raksasa mengalami keterpurukan hebat yang berakhir pada


likuidasi, sebagian bank konvensional lainnya terpaksa direkap oleh pemerintah dalam
jumlah besar Rp 650 triliun. Setiap tahun APBN kita dikuras lagi oleh keperluan membayar
bunga obligasi rekap tersebut. Dana APBN yang seharusnya diutamakan untuk pengentasan
kemiskinan rakyat, tetapi justru digunakan untuk membantu bank-bank konvensional. Inilah
faktanya, kalau kita masih mempertahakan sistem ekonomi kapitalisme yang ribawi.

Selama ini, sistem ekonomi dan keuangan syariah kurang mendapat tempat yang
memungkinkannya untuk berkembang. Ekonomi Islam belum menjadi perhatian pemerintah.
Sistem ini mempunyai banyak keunggulan untuk diterapkan, Ekonomi Islam bagaikan pohon
tumbuhan yang bagus dan potensial, tapi dibiarkan saja, tidak dipupuk dan disiram.
Akibatnya, pertumbuhannya sangat lambat, karena kurang mendapat dukungan penuh dari
pemerintah dan pihak-pihak yang berkompeten, seperti Menteri Keuangan, Menteri
Perdagangan dan Industri, BAPENAS, DPR dan Menteri yang terkait lainnya.

Keberhasilan Malaysia mengembangkan ekonomi Islam secara signifikan dan


menjadi teladan dunia internasional, adalah disebabkan karena kebijakan Mahathir yang
secara serius mengembangkan ekonomi Islam. Mereka tampil sebagai pelopor kebangkitan
ekonomi Islam, dengan kebijakan yang sungguh-sungguh membangun kekuatan ekonomi
berdasarkan prinsip syariah. Indonesia yang jauh lebih dulu merdeka dan menentukan
nasibnya sendiri, kini tertinggal jauh dari Malaysia.

Kebijakan-kebijakan Mahathir dan juga Anwar Ibrahim ketika itu dengan sistem
syariah, telah mampu mengangkat ekonomi Malaysia setara dengan Singapura. Tanpa
kebijakan mereka, tentu tidak mungkin ekonomi Islam terangkat seperti sekarang, tanpa
kebijakan mereka tidak mungkin terjadi perubahan pendapatan masyarakat Islam secara
signifikan. Mereka bukan saja berhasil membangun perbankan, asuransi, pasar modal,
tabungan haji dan lembaga keuagan lainnya secara sistem syariah, tetapi juga telah mampu
membangun peradaban ekonomi baik mikro maupun makro dengan didasari prinsip nilai-
nilai Islami.

Aplikasi ekonomi Islam bukanlah untuk kepentingan ummat Islam saja. Penilaian
sektarianisme bagi penerapan ekonomi Islam seperti itu sangat keliru, sebab ekonomi Islam
yang konsen pada penegakan prinsip keadilan dan membawa rahmat untuk semua orang
tidak diperuntukkan bagi ummat Islam saja, dan karena itu ekonomi Islam bersifat inklusif.

Penutup (ini dipakai buat kesimpulan dan saran di Bab Penutup)

Momentum Indonesia Syariah Expo hendaknya bisa menyentakkan dan membuka


mata pemerintah untuk melirik dan menerapkan ekonomi syariah sebagai solusi
perekonomian Indonesia. Pemerintah harus melihat ekonomi syariah dalam konteks
penyelamatan ekonomi Nasional. Sehubungan dengan itu, pembentukan Dewan Ekonomi
Nasional (DEN) perlu kembali diwujudkan dengan memasukkan para pakar ekonomoi
syariah di dalamnya. Ekonomi syariah di Indonesia telah menunjukkan ketangguhannya di
masa krisis dan lagi pula dalam praktek perekonomian di Indonesia selama ini, Indonesia
sudah menerapkan dual system, yakni konvensional dan sistem ekonomi syariah, terutama
yang berkaitan dengan lembaga perbankan dan keuangan,

Sumber :
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1111:ek
onomi-syariah-sebagai-solusi&catid=8:kajian-ekonomi&Itemid=60
AYAT DAN HADITS TENTANG PRODUKSI, DISTRIBUSI DAN KONSUMSI

Dalam perekonomian manusia tidak akan lepas dari faktor produksi, distribusi dan

konsumsi. Diantara ketiganya itu sangat berkaitan satu sama lain dan sangat berguna bagi

kelangsungan hidup manusia.

1. Produksi

Produksi merupakan suatu kegiatan dalam menghasilkan dan menciptakan barang dan

jasa untuk kebutuhan hidup manusia. Adapun konsep produksi dalam ekonomi Islam

sebagaimana dalam firman Allah SWT QS. Al-Qashash : 77 yang artinya: Dan carilah pada

apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah

kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada

orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat

kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat

kerusakan.

Dalam surah lain dijelaskan pula mengenai berproduksi yaitu sebagaimana QS. Saba:

10-11 yang artinya Dan sesungguhnya telah kami berikan kepada Daud kurnia dari kami

(kami berfirman): Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang

bersama Daud dan kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang

besar-besar dan ukurlah anyamannya dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya

Allah melihat apa yang kamu kerjakan.

Adapun hadits mengenai produksi yaitu:

Utsman ibn Abul Ash berkata kepada Umar Radhiallahu Anhu, Wahai Amirul

Mukminin, sesungguhnya di daerah kami terdapat lahan tanah yang tidak dimiliki seseorang,

maka putuskanlah dia kepadaku untuk aku kelolanya, sehingga dia mendatangkan manfaat

bagi keluargaku dan juga bagi kaum muslimin. Maka Umar menetapkan lahan tanah

tersebut untuknya (Ibnu Zanjawih, kitab al amwal).


Dalam hadits lain dijelaskan agar manusia dalam berproduksi selalu mengembangkan

sumber daya alam secara efisien, bahkan apabila tidak mampu mengembangkannya maka

dianjurkan bekerja sama dengan yang lain.Muslim mengatakan, Nabi SAW bersabda Barang

siapa yang mempunyai tanah maka tanamilah, jika tidak mampu maka supaya ditanami oleh

saudaranya

Adapun Nabi SAW memberi perhatian yang besar terhadap proses produksi dengan

mengaitkannya terhadap ibadah, sebagaimana dalam hadits Nabi SAW bersabda Tidak ada

seseorang yang menanam tanaman kecuali ditulis oleh Allah pahala sebanyak buah yag

keluar dari tanamannya (HR. Ahmad). Dengan demikian kerja produktif bukan saja

dianjurkan tetapi juga merupakan sebuah kewajiban, dimana kerja adalah milik semua orang

dan hasilnya menjadi hak milik pribadi dan akan mendapat imbalan pahala dari Allah SWT.

2. Distribusi

Distribusi merupakan suatu proses penyaluran hasil produksi dari produsen kepada

konsumen berupa barang dan jasa untuk kebutuhan hidup manusia. Adapun mengenai proses

pendistribusian sebagaimana firman Allah SWT QS. Al Hasyr: 7 yang artinya: Harta

rampasan fai yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa

negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan

untuk orang-orang yang dalam perjalana, agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-

orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan

apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sungguha

Allah sangat keras hukumannya.

Adapun mengenai etika dalam berdistribusi dimana dijelaskan bahwa dilarang adanya

penumpukkan harta, sebagaimana dalam sebuah hadits dari Umar ra, ia berkata Aku

mendengar nabi SAW bersabda barang siapa yang menahan makanan (keperluan) kaum
muslimin, maka Allah akan menimpakan padanya kerugian dan kebangkrutan (HR. Ibnu

Majah).

Selain itu dalam sebuah hadits dijelaskan tentang syarat-syarat distribusi yaitu dari

Uqabah bin Amir, ia menagatakan Aku mendengar nabi SAW bersabda seorang muslim

adalah saudara lainnya. Tidak dihalalkan bagi seorang muslim menjual suatu barang kepada

saudaranya yang didalamnya mengandung cacat kecuali setelah ia menjelaskan kepadanya

(HR. Ibnu Majah).

Jadi pada dasarnya dalam suatu pendistribusian jangan saling merugikan satu sama

lain khususnya bagi konsumen. Dalam proses pendistribusian haruslah berlandaskan ajaran

islam dan harus sesuai dengan nilai dan norma yang ada seperti halnya dilarang adanya

penimbunanan barang atau jasa yang akan menghambat kelangsungan hidup konsumen.

3. Konsumsi

Konsumsi merupakan setiap kegiatan manusia untuk memakai, menggunakan, dan

menikmati barang atau jasa untuk kelangsungan hidupnya. Adapun ada beberapa prinsip

mengenai konsumsi yaitu:

a. Halal

Hendaknya yang dimakan, diminum dan dikonsumsi oleh manusia hendaklah sesuatu

yang halal dan dibolehkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT QS. Al

Baqarah:168 yang artinya Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik

yang terdapat dibumi dan janganlah kamu mengitu langkah-langkah syetan. Sungguh. Syetan

itu musuh yang nyata bagimu.

Diperjelas dalam sebuah hadits yaitu:

Artinya:

Nabi SAW bersabda: Halal itu jelas,haram juga jelas,di antara keduanya adalah

subhat,tidak banyak manusia yang mengetahui. Barang siapa menjaga diri dari subhat,

maka ia telah bebas untuk agama dan harga dirinya,barang siapa yang terjerumus dalam

subhat maka ia diibaratkan pengembala disekitar tanah yang di larang yang dihawatirkan

terjerumus. Ingatlah sesungguhnya setiap pemimpin punya bumi larangan. Larangan Allah

adalah hal yang di haramkan oleh Allah, ingatlah bahwa sesungguhnya dalam jasad

terdapat segumpal daging jika baik maka baiklah seluruhnya, jika jelek maka jeleklah

seluruh tubuhnya, ingatlah daging itu adalah hati.

b. Baik/Bergizi

Nabi SAW bersabda: wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu

kecuali yang baik. Ia memerintahkan pada orang-orang yang beriman apa yang di

perintahkan pada para utusan.Kemudian baca ayat Wahai para utusan, makanlah dari

yang baik dan beramAllah yang baik, karena sesungguhnya kami mengetehui apa yang

kalian kerjakan. Baca ayat lagi makanlah sesuatu yang baik dari apa yang kami rezekikan

padamu. Kemudian nabi menuturkan ada seorang laki-laki yang bepergian

jauh,rambutnya acak-acakan dan kotor. Dia menengadahkan kedua tangannya ke atas

seraya berdoa: wahai tuhanku, wahai tuhanku sedang yang di makan dan yang di minum

serta yang di pakai adalah berasal dari yang haram, mana mungkin doanya diterima.

Jadi pada dasarnya Allah menyuruh umatnya untuk mengkonsumsi

makanan/minuman yang baik dan diperoleh dengan cara yang baik serta untuk

mengkonsumsi yang bergizi untuk memperoleh kesehatan yang baik untuk tubuh kita supaya

terhindar dari segala penyakit.


c. Tidak berlebihan atau Makan dan Minum dengan secukupnya, sebagaimana hadits nabi

SAW:

Artinya:

Rasulullah SAW bersabda: Anak Adam tidak mengisi penuh suatu wadah yang lebih jelek

dari perut,cukuplah bagi mereka itu beberapa suap makan yang dapat menegakan

punggungnya, apabila kuat keinginannya maka jadikanlah sepertiga untuk makan, sepertiga

untuk minum, sepertiga untuk dirinya atau udara.

d. Tidak mengandung riba dan Tidak kotor atau najis, sebagaimana hadits nabi SAW:

Artinya:

Nabi melarang hasil usaha dari anjing,darah,pentato dan yang di tato, pemakan dan yang

membayar riba,dan melaknat pembuat gambar.

e. Bukan dari Hasil Suap

Artinya:

Nabi melaknat penyuap dan yang di suap, yazid menambah; Allah melaknat penyuap dan

yang di suap.

Jadi pada dasarnya, semua yang dikonsumsi oleh kita haruslah sesuai dengan ajaran

islam. Tinggalkan semua kemudharatan dalam hidup dan harus tetap pada garis dan batasan

yang telah Allah tentukan.

Anda mungkin juga menyukai