Anda di halaman 1dari 5

ANTAGONIS RESEPTOR H2 (RANITIDIN)

Antagonis reseptor H2 merupakan obat pertama yang benar-benar efektif untuk pengobatan
penyakit asam lambung

FARMAKOKINETIKA
Antagonis reseptor H2 diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral, dengan konsentrasi
puncak dalam serum dicapai dalam 1-3 jam. Kadar terapeutik dicapai dengan cepat setelah
pemberian intravena dan dipertahankan selama 6-8 jam (ranitidin) Penyakit hati itu sendiri
bukan merupakan indikasi untuk penyesuaian dosis. Ginjal mengekskresikan obat-obat ini
beserta metabolitnya dengan cara filtrasi dan sekresl tubular ginjal, dan penting untuk
mengurangi dosls antagonis reseptor H, pada pasien yang bersihan kreatininnya berkurang.
Baik hemodialisis maupun dialisis peritonial tidak membersihkan obat ini secara signifikan.

FARMAKODINAMIK

Ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel, perangsangan reseptor H2


akan merangsang sekresi cairan lambung yang dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus
peptikum, sehingga dengan pemberian ranitidin, obat ini merupakan antagonis kompetitor
reseptor H2 yang menghambat produksi asam melalui kompetisi reversibel dengan histamin
untuk berikatan dengan reseptor H2 pada membran basolateral pada sel parietal sehingga
produksi asam lambung dihambat.

Efek samping

Penggunaan ranitidin dapat menimbulkan gejala somnolen, letargi, gelisah, bingung,


disorientasi, agitasi, halusinasi dan kejang. Gejala-gejala tersebut hilang/membaik bila
pengobatan dihentikan. Ranitidin juga bisa mengakibatkan gangguan SSP ringan
(kebingungan, detirium,halusinasi, bicara tidak jelas, dan sakit kepala), mungkin karena
sukarnya melewati sawar darah otak. Pemberian raitidin IV sesekali mengakibatkan
bradikardi dan efek kardiotoksik lain terutama pada pasien manula.

Sediian
Ranitidin tersedia dalam bentuk tablet 150 mg dan larutan suntik 25 mg/ml, dengan dosis 50
mg IM atau IV 6-8 jam. Ranitidin bekerja untuk waktu lama (8 12 jam). Dosis yang
dianjurkan 2 kali 150 mg/hari.

Indikasi

Ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik. Penghambatan 50% sekresi asam lambung
dicapai bila kadar ranitidin plasma 100ng/ml. Tetapi yang lebih penting adalah efek
penghambatannya selama 24 jam. Ranitidin 300 mg/hari menyebabkan penurunan 70%
sekresi asam lambung, sedangkan terhadap sekresi asam lambung malam hari sebesar 90%.
Ranitidin juga mempercepat penyembuhan tukak lambung dan tukak duodenum. Pada
sebagian besar pasien pemberian obat-obat tersebut sebelum tidur dapat mencegah
kekambuhan tukak duodeni bila obat diberikan sebagai terapi pemeliharaan. Akan tetapi
manfaat terapl pemeliharaan dalam pencegahan tukak lambung selama lebih dari satu tahun
belum jelas diketahui. AH2 sama efektif dengan pengobatan intensif dengan antasid untuk
penyembuhan awal tukak lambung dan duodenum.

DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, gan sulistia. Farmakologi dan terapi edisi 5. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FKUI.2012.

Goodman, Gilman. Manual Farmakologi dan Terapi. EGC. Indonesia. 2002.

Anda mungkin juga menyukai