Anda di halaman 1dari 5

DIAGNOSA BANDING

Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri cirinya sebagai berikut :
- Tidak bertangkai
- Sukar digerakkan
- Nyeri bila ditekan dengan pinset
- Mudah berdarah
- Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan konka polipoid.

Gambar Konka Polipoid

PENATALAKSANAAN

MEDIKA MENTOSA

Satu-satunya pengobatan yang efektif untuk polip nasal adalah kortikosteroid. Baik bentuk oral
maupun topikal, memberikan respon anti inflamasi non-spesifik. yang mengurangi ukuran polip
dan mengurangi gejala sumbatan hidung. Obat-obatan lain tidak memberikan dampak yang
berarti.Selain itu, terapi medika mentosa juga bertujuan untuk menunda selama mungkin
perjalanan penyakit, mencegah pembedahan dan mencegah kekambuhan setelah prosedur
pembedahan.
a. Kortikosteroid oral
Pengobatan yang telah teruji untuk sumbatan yang disebabkan polip nasal adalah
kortikosteroid oral seperti prednison. Agen anti inflamasi non-spesifik ini secara signifikan
mengurangi ukuran peradangan polip dan memperbaiki gejala lain secara cepat. Tetapi
masa kerja sebentar dan polip sering tumbuh kembali dan munculnya gejala yang sama
dalam waktu mingguan hingga bulanan.
b. Kortikosteroid topikal hidung atau nasal spray
Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan kortikosteroid intranasal selama 4-6
minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya
hilang.Respon anti-inflamasi non-spesifiknya secara teoritis mengurangi ukuran polip dan
mencegah tumbuhnya polip kembali jika digunakan berkelanjutan. Tersedia semprot
hidung steroid yang efektif dan relatif aman untuk pemakaian jangka panjang dan jangka
pendek seperti fluticson, mometason, budesonid dan lain-lain. Perlu diperhatikan bahwa
kortikosteroid intranasal mungkin harganya mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian
pasien, sehingga dalam keadaan demikian langsung diberikan kortikosteroid oral.
c. Kortikosteriod sistemik
Pengunaan kortikosteroid sistemik jangka pendek merupakan metode alternatif untuk
menginduksi remisi dan mengontrol polip. Berbeda dengan steroid topikal, steroid sistemik
dapat mencapai seluruh bagian hidung dan sinus, termasuk celah olfaktorius dan meatus
media dan memperbaiki penciuman lebih baik dari steroid topikal. Penggunaan steroid
sistemik juga dapat merupakan pendahuluan dari penggunaan steroid topikal dimana
pemberian awal steroid sistemik bertujuan membuka obstruksi nasal sehingga pemberian
steroid topikal spray selanjutnya menjadi lebih sempurna. Pemberian kortikosteroid untuk
menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Bila reaksinya
terbatas atau tidak ada perbaikan dari kortikosteroid intranasal, maka diberikan juga
kortikosteroid sistemik. Dosis kortikosteroid saat ini belum ada ketentuan yang baku,
pemberian masih secara empirik misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari selama
seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu. Menurut van Camp dan
Clement dikutip dari Mygind dan, Lidholdt untuk polip dapat diberikan prednisolon
dengan dosis total 570 mg yang dibagi dalam beberapa dosis, yaitu 60 mg/hari selama 4
hari, kemudian dilakukan tapering off 5 mg per hari. Menurut Naclerio pemberian
kortikosteroid tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun. Pemberian suntikan
kortikosteroid intrapolip sekarang tidak dianjurkan lagi mengingat bahayanya dapat
menyebabkan kebutaan akibat emboli.
d. Antibiotik
Polip nasi dapat menyebabkan obstruksi dari sinus yang berakibat timbulnya infeksi.
Pengobatan infeksi dengan antibiotik akan mencegah perkembangan polip lebih lanjut dan
mengurangi perdarahan selama pembedahan. Pemilihan antibiotik dilakukan
berdasarkan kekuatan daya bunuh dan hambat terhadap spesies
staphylococcus, dan golongan anaerob yang merupakan mikroorganisme tersering
yang ditemukan pada sinusitis kronik. Kalau ada tanda-tanda infeksi harus diberikan juga
antibiotik. Pemberian antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya
selama 10-14 hari.

NON-MEDIKA MENTOSA

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif
dipertimbangkan untuk terapi bedah. . Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit
(besarnya polip dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia dan
kemampuan dokter yang menangani.

Indikasi Operasi

Polip menghalangi saluran nafas.


Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksisinus.
Polip berhubungan dengan tumor.
Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang
gagal pengobatan maksimum dengan obat- obatan.

Kontraindikasi Operasi

Absolut- penyakit jantung dan penyakit paru


Relatif- gangguan pendarahan, anemia, infeksi akut yang berat (eksaserbasi asma akut)

Terapi pembedahan bertujuan menghilangkan obstruksi hidung dan mencegah kekambuhan. Oleh
karena sifatnya yang rekuren, kadang-kadang terapi pembedahan juga mengalami kegagalan
dimana 7-50% pasien yang menjalani pembedahan akan mengalami kekambuhan.

Terapi pembedahan dapat dilakukan:

1) Polipektomi

Sebelum polipektomi hidung dilakukan, perlu diberikan premedikasi dan anestesi


topikal memadai. Kawat pengait kemudian dilingkarkan pada tangkai polip tanpa
perlu diikatkan erat-erat, kemudian polip dengan tangkai dan dasar pedikel
seluruhnya ditarik bersamaan. Infeksi sinus akibat tangkai polip yang menyumbat
ostium, biasanya mereda lebih cepat setelah polipektomi. Jika polip kembali kambuh
dan disertai sinusitisrekurens, mungkin terdapat indikasi koreksi bedah terhadap
penyakit sinus.

Konka yang hipertrofi mungkin memerlukan kauterisasi, bedah beku (cryosurgery),


atau reseksi parsial guna menciptakan jalan nafas memadai. Pembedahan demikian
harus secara konservatif guna mencegah rinitis atrofik. Tindakan pengangkatan polip atau
polipektomi dapat dilakukan dengan menggunakan senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip
yang besar tetapi belum memadati rongga hidung. Polipektomi sederhana cukup efektif untuk
memperbaiki gejala pada hidung, khususnya pada kasus polip yang tersembunyi atau polip yang
sedikit.Keuntungan dari cara ini adalah, bahwa prosedur sederhana, perawatan post operasi singkat,
risiko operasi hampir-hampir tidak ada.Akan tetapi kerugiannya adalah, prosedur operasi ini tak
membersihkan polip yang berada dalam sinus, dengan sendirinya kans untuk residif besar sekali,
malahan dalam waktu yang singkat dapat terjadi residif.

2) Etmoidektomi
Etmoidektomi,artinya di samping mengangkat polip yang berada dalam hidung,
diangkat juga polip yang berada di dalam sinus paranasalis. Jadi kita berusaha untuk
membersihkan sampai ke akar-akarnya (teknik operasi akan dibicarakan dalam kuliah sinus-chronica).
Keuntungan cara operasi ini adalah kans residif lebih kecil dan kalau memangterjadi, maka jangka
waktunya cukup lama. Kerugian operasi ini ialah prosedur operasi lebih sukar dan waktu perawatan
lebih panjang serta resiko komplikasi post operasi relatif lebih besar.

Komplikasi
1. Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi,tapi jika dalam ukuran besar atau dalam jumlah
banyak dapat mengarah pada akut atau infeksi sinusitis kronis,mengorok dan bahkan sesak nafas
saat tidur.
2. Pada penderita polip yang berukuran besar dan menganggu pernafasan dapat dilakukan tindakan
pengangkatan polip dengan operasi

PROGNOSIS

Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu ditujukan
kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah
menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi.
Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang
berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan
dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara
desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara lain tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Mercy. 2008. Polip Nasi. Available at mercywords.blogspot.com , accessed on February 12th,
2012.
(Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan dan Kelainan Telinga
Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000 )
Mangunkusumo,Endang dan Retno S. Wardani. 2007. Polip Hidung. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. Hal. 123-5.

Anda mungkin juga menyukai