TINJAUAN PUSTAKA
Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang
dapat memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekuensi bahan makanan
yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu
status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung, namun hanya dapat digunakan
sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi seseorang atau
memberikan gambaran mengenai macam dan model bahan makanan yang dikonsumsi
a. Frekuensi makan
b. Jenis makanan
dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan
variasi makanan merupakan salah satu cara untuk menghilangkan rasa bosan.
6
Universitas Sumatera Utara
7
jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan
kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula pada pendapatan,
agama, dan adat kebiasaan di masyarakat. Konsumsi pangan yang keliru akan
mengakibatkan timbulnya gizi salah (malagizi), baik gizi kurang maupun gizi lebih.
langsung masalah gizi ibu dan anak yang disebabkan praktek pemberian makan bayi
dan anak yang tidak tepat, penyakit infeksi yang berulang terjadi, perilaku kebersihan
dan pengasuhan yang buruk. Pada akhirnya, semua ini disebabkan oleh faktor-faktor
seperti kurangnya pendidikan dan pengetahuan pengasuh anak, penggunaan air yang
tidak bersih, lingkungan yang tidak sehat, keterbatasan akses ke pangan dan
menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh didalam suatu susunan
hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lain. Kualitas menunjukkan
jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan
memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh
akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi baik, disebut konsumsi adekuat. Kalau
konsumsi baik dari kuantitas dan kualitasnya melebihi kebutuhan tubuh, dinamakan
konsumsi berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi
yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi
Tingkat konsumsi zat gizi yang terdapat pada makanan sehari-hari sangat
berpengaruh terhadap keadaan kesehatan gizi. Zat gizi yang dibutuhkan disesuaikan
dengan usia, berat badan, dan tinggi badan anak. Tingkat pertumbuhan berbeda untuk
tertinggal dibanding anak-anak di Negara maju. Pada awalnya kita menduga faktor
genetik adalah penyebab utamanya. Namun, tumbuh kembang anak Indonesia sampai
dengan usia enam bulan ternyata sama baiknya dengan anak-anak di Negara maju
(Devi, 2012).
Anak sekolah adalah anak usia 6-12 tahun, dimana saat ini mereka sedang
duduk di bangku SD dan SMP. Anak usia ini sedang menjalani pendidikan dasar
yang merupakan titik awal anak mengenal sekolah yang sesungguhnya dengan
Banyak penelitian menunjukkan bahwa status gizi anak sekolah yang baik akan
menghasilkan derajat kesehatan yang baik dan tingkat kecerdasan yang baik pula.
Sebaliknya, status gizi yang buruk menghasilkan derajat kesehatan yang buruk,
mudah terserang penyakit, dan tingkat kecerdasan yang kurang sehingga prestasi anak
di sekolah juga kurang. Untuk mendapatkan status gizi yang baik diperlukan
pengetahuan gizi bagi setiap keluarga agar dapat menyediakan menu pilihan makanan
gizi seimbang.
Perilaku gizi yang salah pada anak sekolah perlu mendapat perhatian.
Misalnya tidak sarapan pagi, jajanan yang tidak sehat di sekolah, kurang
mengonsumsi sayuran dan buah, terlalu banyak mengonsumsi jenis makanan fast
food dan junk food, terlalu banyak mengonsumsi zat makanan tambahan seperti bahan
pengawet, pewarna, dan penambah cita rasa. Gizi seimbang untuk anak sekolah harus
memenuhi zat gizi makro dengan karbohidrat 45-65 persen total energi, protein 10-25
persen total energi, dengan perbandingan protein hewani dan nabati = 2:1, lemak 25-
40 persen total energi. Selain itu harus memenuhi zat gizi mikro seperti halnya
berpikir, beraktivitas fisik dan daya tahan tubuh. Zat gizi yang dibutuhkan anak
adalah seluruh zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro seperti karbohidrat, protein,
lemak, serta zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Zat gizi yang dibutuhkan
sendiri, tidak seperti saat balita lagi yang sepenuhnya tergantung pada orangtua.
Periode ini merupakan periode yang cukup kritis dalam pemilihan makanan, karena
anak baru saja belajar memilih makanan dan belum mengerti makanan yang bergizi
orangtua dan guru. Pada saat ini pertumbuhan fisik terutama pertambahan tinggi
badan anak berlangsung cepat, anak banyak melakukan aktivitas fisik, aktivitas sosial
Tabel 2.1. Kebutuhan Zat Gizi Anak Menurut Kelompok Umur (AKG 2004)
ditentukan oleh ukuran panjang tulang seseorang. Masa kanak-kanak dan remaja
tulang terjadi pada usia 0-10 tahun. Pada masa itu tulang tumbuh memanjang. Ketika
remaja, sekitar 45 persen massa tulang dewasa terbentuk sampai dengan sebelum usia
18 tahun. Anak disebut pendek apabila tinggi per umur dibawah normal.
Zat gizi yang berperan penting dalam pertambahan tinggi badan tersebut,
yaitu :
1. Protein
Protein adalah senyawa organik yang terdiri dari asam amino bergabung
dengan ikatan peptide. Tubuh tidak dapat memproduksi beberapa asam amino
(disebut asam amino essensial) sehingga harus dipasok dari asupan makanan.
Protein sangat bermanfaat bagi tubuh, karena memiliki berbagai macam fungsi
basa) tubuh, membentuk antibodi, dan mentranspor zat gizi (Almatsier, 2011).
baru dan pergantian jaringan tulang yang rusak. Selain itu protein juga berfungsi
protein tahun 2004 untuk anak laki-laki dan perempuan usia 7-9 tahun adalah 45
gram per hari, 10-12 tahun adalah 50 gram per hari, usia 13-15 tahun untuk anak
laki-laki sebanyak 60 gram per hari dan untuk anak perempuan 57 gram per hari.
Sumber protein dalam makanan banyak terdapat pada lauk hewani seperti
daging sapi, ayam, telur bebek, dan ikan segar, pada lauk nabati seperti tahu dan
tempe kacang kedelai, dan pada kacang-kacangan seperti kedelai, kacang merah,
kacang tanah, kacang hijau, pada sayuran seperti daun singkong, bayam
makanan dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak usia 6-12 tahun bahwa
kecukupan protein dari konsumsi makanan dengan tinggi badan anak SD terdapat
hubungan yang bermakna antara kecukupan asupan protein dengan tinggi badan
anak.
2. Kalsium
Kalsium adalah mineral yang penting bagi manusia. Fungsi kalsium bagi
tubuh yaitu pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, katalisator
2008).
persen terdapat dalam tulang dan gigi. Angka kecukupan gizi tahun 2004 bagi
anak usia 7-9 tahun untuk kalsium adalah 600 mg per hari dan anak usia 10-12
tahun adalah 1000 mg per hari. Angka ini merupakan angka kecukupan tertinggi
di sepanjang hidup seorang manusia.. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan tinggi
badan anak pada rentang usia tersebut. Sumber kalsium pada makanan banyak
terdapat pada udang kering, teri kering, tahu dan sayuran seperti bayam, sawi,
daun melinjo, daun katuk, dan daun singkong serta susu bubuk dan susu kental
kekuatan tulang. Satu cangkir susu mengandung lebih dari 300 mg kalsium,
hampir sepertiga dari kebutuhan kalsium harian. Hal itulah yang mendasari susu
dan konsumsi susu dengan tinggi badan anak usia 6-12 tahun bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara kecukupan kalsium dari konsumsi susu dengan
3. Fosfor
persen fosfor tersimpan dalam tulang. Kristal mineral dibentuk selama klasifikasi
(pengerasan) tulang yang terdiri dari kalsium fosfat, komponen utama mineral
kecukupan gizi tahun 2004 bagi anak usia 7-9 tahun dengan jenis kelamin laki-
laki dan perempuan adalah sebanyak 400 mg per hari dan bagi anak usia 10-18
tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sebanyak 1000 mg
per hari. Angka ini merupakan angka kecukupan tertinggi di sepanjang rentang
hidup manusia. Fosfor banyak terdapat pada makanan seperti teri kering, tahu,
4. Vitamin
yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh
karena itu harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat
perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan
dan bentuknya tidak normal. Begitu juga dengan vitamin C yang berfungsi
Vitamin A banyak terdapat pada lauk hewani seperti hati sapi, ayam, dan
ikan sardine (kaleng), namun pada sayuran dan buah-buahan juga banyak seperti
wortel, daun papaya, daun katuk, daun singkong, sawi, kangkung, bayam, ubi
jalar, mangga, pisang, tomat dan juga semangka. Vitamin C pada umumnya
hanya terdapat dalam pengan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam,
seperti jeruk, nenas, rambutan, jambu biji, papaya, dan tomat, vitamin C juga
banyak terdapat dalam sayuran seperti daun singkong, daun katuk, sawi, kol,
5. Magnesium
magnesium dalam tubuh terdapat dalam tulang. Magnesium, fosfor dan seng,
ketiga mineral ini berfungsi sebagai mineralisasi dalam tulang, yaitu pelekatan
kalsium dan mineral lain diantara serat protein. Mineralisasi ini memberikan
kekuatan pada tulang (Devi, 2012). Sumber utama magnesium banyak terdapat
pada sayuran hijau, biji-bijian dan kacang-kacangan. Daging, susu dan hasilnya
serta coklat juga merupakan sumber magnesium yang baik (Almatsier, 2010).
6. Seng
seng dalam pembentukan susunan organ dan kapasitas pertumbuhan tubuh akan
melambat pada saat yang bersamaan. Sumber seng paling baik adalah dari
protein hewani, terutama daging, ayam, ikan, hati, kerang, dan telur. Serealia
Dari 12 juta anak balita di Indonesia, 38,6 persen atau sekitar 5 juta balita
memiliki tinggi badan dibawah rata-rata tinggi badan balita dunia. Guru Besar
Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Soekirman Ph.D mengatakan, dari
terutama zat seng yang banyak terdapat pada protein hewani itu dimulai sejak
janin di kandungan ibu, atau sejak kelahiran sampai bayi berusia dua tahun.
Soekirman membantah jika tidak sesuainya tinggi badan anak dengan standar
dengan tinggi badan anak sekolah dasar penderita GAKY bahwa rendahnya
TB/U lebih banyak dikarenakan rendahnya masukan kalori dan mungkin juga
protein, yang tentunya ditunjang dengan rendahnya konsumsi yodium dan seng.
dengan bentuk nampannya yang disebut tumpeng gizi seimbang (TGS). TGS
dirancang untuk membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan menurut usia, dan sesuai dengan keadaan kesehatan.
TGS menggambarkan empat prinsip gizi seimbang, yaitu makanan yang beraneka
ragam sesuai kebutuhan, kebersihan, aktifitas fisik, dan pemantauan berat badan
ideal. Piramida tumpeng menggambarkan enam golongan pangan dan paling bawah
dan paling dasar diisi dengan air, yang merupakan zat gizi essensial yang harus
dikonsumsi minimal dua liter dalam sehari. Golongan sumber karbohidrat menempati
urutan kedua dari bawah, dan merupakan potongan tumpeng paling besar dan
yang dianjurkan 3-5 porsi/hari dan buah dianjurkan 2-3 porsi/hari sebagai sumber
vitamin dan serat. Urutan keempat ditempati golongan makanan sumber protein yang
dianjurkan 2-3 porsi/hari dan puncaknya ditempati minyak dan gula yang disarankan
Makan pagi mempunyai peranan penting bagi anak sekolah usia 6-12 tahun,
yaitu untuk pemenuhan gizi dipagi hari dimana anak-anak berangkat ke sekolah dan
mempunyai aktivitas yang sangat padat di sekolah. Apabila anak-anak terbiasa makan
pagi, maka akan berpengaruh terhadap kecerdasan otak, terutama daya ingat anak
sehingga dapat mendukung prestasi belajar anak kearah yang lebih baik (Devi, 2012).
kadar gula darah normal tubuh. Dengan kadar gula yang normal ini berguna sebagai
energi bagi sel-sel tubuh dapat terpenuhi sehingga dapat berfungsi dengan baik.
Kebiasaan tidak sarapan pagi juga mengakibatkan pemasukan gizi menjadi berkurang
rendah, prestasi disekolahnya akan turun dan penampilan sosialnya pun terganggu.
Dia tidak mau bermain dengan teman-temannya, tidak mau turut dalam kegiatan
Jenis hidangan untuk makan pagi dapat dipilih dan disusun sesuai dengan
keadaan, misalnya : nasi goreng, nasi uduk, roti isi telur dadar, pisang/ubi goreng,
bubur kacang hijau, mie goreng/rebus. Akan lebih baik bila terdiri dari makanan
Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasanya yang enak dan cocok dengan
Budaya jajan menjadi bagian dari keseharian hampir semua kelompok usia
dan kelas sosial, termasuk anak usia sekolah dan golongan remaja. Kandungan zat
gizi pada makanan jajanan bervariasi, tergantung dari jenisnya yaitu makanan utama,
makanan kecil, maupun minuman. Besar kecilnya konsumsi makanan jajanan akan
memberikan kontribusi (sumbangan) zat gizi bagi status gizi seseorang (Sari, 2004).
dipertanyakan. Apalagi dalam waktu terakhir ini Badan POM telah mengungkapkan
temuannya tentang berbagai bahan kimia berbahaya seperti formalin dan bahan
pewarna tekstil pada bahan makanan yang ada di pasaran. Sehingga perilaku makan
pada anak usia di sekolah harus diperhatikan secara cermat dan serius (Devi, 2012).
Buah dan sayur merupakan sumber zat gizi vitamin dan mineral. Vitamin
yang terdapat dalam buah dan sayuran adalah provitamin A, vitamin C, K, E, dan
berbagai kelompok vitamin B kompleks. Disamping itu, buah dan sayuran juga kaya
akan berbagai jenis mineral, diantaranya kalium (K), kalsium (Ca), natrium (Na), zat
besi (Fe), magnesium (Mg), mangan (Mn), seng (Zn) dan selenium (Se) (Winarno, F,
2004).
disebabkan kurangnya kesadaran anak dan orang tua akan pentingnya zat gizi dari
buah dan sayuran. Hal ini merupakan pola makan yang salah, karena jelas-jelas tidak
memenuhi menu gizi seimbang dan dapat berakibat pada kesehatan anak sekolah.
Anak sekolah bisa saja mengalami kekurangan vitamin A, vitamin C, besi, kalsium,
dan seng yang berakibat pada pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Data hasil
Riskesdas, 2007 bahwa sebanyak 93,5 persen anak usia 10 tahun ke atas tidak
makanan yang dapat disusun dan disajikan dengan sangat cepat. Istilah ini mengacu
pada makanan yang dijual di restoran atau toko dengan bahan yang dipanaskan atau
dimasak, dan diberikan kepada pelanggan dalam bentuk paket untuk dibawa.
Sedangkan junk food mendeskripsikan makanan yang tidak sehat atau memiliki
sedikit kandungan nutrisi. Junk food mengandung jumlah lemak yang besar.
Makanan cepat saji seperti hamburger, kentang goreng, pizza sering dianggap
sebagai junk food. Junk food juga diartikan sebagai makanan yang nutrisinya terbatas.
Makanan yang tergolong dalam kategori ini adalah makanan yang mengandung
banyak gula, garam, lemak, dan kalorinya tinggi, sementara protein, vitamin, mineral,
Gula ditemukan secara alami dalam buah-buahan (fruktosa) dan susu cairan
dan produk susu (laktosa). Namun, ada pula gula yang ditambahkan kedalam
makanan selama pemprosesan, persiapan, atau saat di meja makan. Gula tambahan
tersebut termasuk sirup jagung tinggi fruktosa, gula putih, gula merah, sirup jagung,
padatan sirup jagung, gula mentah, sirup malt, sirup maple, sirup pancake, pemanis
fruktosa, fruktosa cair, madu, molasses, dekstrosa anhidrat, dan dekstrosa Kristal
(Devi, 2012).
Rekomendasi WHO adalah tidak lebih dari 10 persen dari energi total berasal
dari gula tambahan. Jadi bila dibandingkan dengan AKG (Angka Kecukupan Gizi),
maka anak usia 1-3 tahun dengan AKG 1.000 kalori, maka 10 persen dari AKG
adalah 100 kalori setara dengan 25 gram gula dan setara dengan 5 sendok the gula.
Sedangkan untuk anak usia 4-6 tahun dengan AKG 1.550 kalori, maka 10 persen
AKG adalah 155 kalori setara dengan 38,75 gram gula dan setara dengan 7,7 sendok
teh gula. Seterusnya untuk anak usia 7-9 tahun dengan AKG 1.800 kalori setara
dengan 45 gram gula dan setara dengan 9 sendok teh gula. Untuk anak usia 10-12
tahun dengan AKG 2050 kalori, maka setara dengan 51,25 gram gula dan setara
diabetes, obesitas, dan jantung koroner. Diperkirakan bahwa 90 persen dari anak-anak
usia sekolah di seluruh dunia dan sebagian besar orang dewasa pernah menderita
karies. Hasil Riskesdas 2007 prevalensi anak usia diatas 10 tahun mengonsumsi
Natrium paling banyak terdapat dalam garam karena 40 persen dari berat
garam adalah natrium. Terdapat juga pada produk susu, air, makanan laut, daging,
telur, unggas, dan ikan. Terdapat sedikit pada serealia, buah-buahan dan sayuran.
Pada saat membeli jajanan anak sekolah cenderung membeli makanan yang
mengandung tinggi garam, seperti makanan ringan yang rasanya asin. Berdasarkan
RISKESDAS 2007 prevalensi anak usia diatas 10 tahun mengonsumsi makanan asin
Lemak makanan terdapat pada tumbuhan dan hewan. Lemak sebagai sumber
energi dan asam lemak essensial, dan membantu dalam penyerapan vitamin yang
larut dalam lemak A, D, E, dan K. Anak sekolah menyukai makanan berlemak seperti
bakso, soto, fast food, dan menurut Riskesdas 2007 prevalensi anak diatas usia 10
tahun yang mengonsumsi makanan berlemak dan jeroan adalah sebanyak 14,8 persen.
Beberapa dari lemak yang harus diwaspadai adalah asam lemak jenuh, asam lemak
penyedap makanan (MSG), makanan berkafein, makanan yang diberi pengawet, dan
bahan pewarna yang dilarang. Data Riskesdas 2007 menunjukkan anak usia 10 tahun
asupan (intake) dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi
penyakit (infeksi).
4. Rendahnya produktivitas
Gizi kurang pada anak dapat dilihat dari berat badan dan tinggi badan anak.
Bila berat badan anak dibawah normal maka dikatakan kurus. Bila tinggi badan anak
badan kurus karena asupan energi dari makanan tidak mencukupi, serta tidak
pada saat ini pertumbuhan anak terutama pertambahan tinggi badan sangat
3. Kurang Lemak, yang mengakibatkan tubuh menjadi kurus, otak tidak akan
penyakit infeksi.
berupa tubuh pendek, bisu, tuli, lumpuh, gangguan fungsi mental, lesu, dan
2.5. Stunting
periode paling genting dari pertumbuhan dan perkembangan di awal kehidupan. Hal
ini dapat diartikan sebagai balita yang berumur 0 sampai 59 bulan yang mempunyai
tinggi badan menurut umur dibawah minus dua standar deviasi dan minus tiga standar
deviasi dari median standar pertumbuhan balita yang telah ditetapkan oleh WHO
(UNICEF, 2013).
Stunting merupakan salah satu bentuk gizi kurang pada anak yang dihitung
berdasarkan pengukuran tinggi badan menurut umur (TB/U) atau panjang badan
menurut umur (PB/U), dimana nilai Z-score <-2 SD (standar deviasi). Menurut
Status stunting dihitung dengan menggunakan baku antropometri anak umur 5-19
tahun WHO 2007 yaitu dengan menghitung nilai Z-score TB/U masing-masing anak.
Selanjutnya berdsarkan nilai Z-score status gizi anak dikategorikan sebagai stunting
(pendek) dan tidak stunting. Stunting juga menggambarkan kejadian gizi kurang yang
berlangsung dalam waktu yang lama dan merupakan masalah kesehatan masyarakat
maksimal dan dapat menjadi remaja dan dewasa yang stunting. Dampaknya pada
pengurangan aktivitas tubuh dan pada wanita dapat menyebabkan terjadinya risiko
komplikasi kandungan karena memiliki ukuran panggul yang kecil serta berisiko
baik daripada kelompok anak stunting. Pada keadaan stunting, tinggi badan anak
tidak memenuhi tinggi badan normal menurut umurnya. Anak yang pendek berkaitan
erat dengan kondisi yang terjadi dalam waktu yang lama seperti kemiskinan, perilaku
hidup bersih dan sehat yang kurang, kesehatan lingkungan yang kurang baik, pola
asuh yang kurang baik, dan rendahnya tingkat pendidikan. Oleh karena itu masalah
masalah gizi pendek diakibatkan oleh keadaan yang berlangsung lama, maka ciri
masalah gizi yang ditunjukkan oleh balita pendek adalah masalah gizi yang sifatnya
kronis.
Gizi merupakan batu bata penopang pertambahan tinggi badan dan tinggi
badan merupakan salah satu indikator status gizi anak. Bagi anak-anak yang terbiasa
yang tidak sesuai dengan usia, merupakan contoh adaptasi pada asupan energy rendah
dalam waktu yang lama. Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis dan
terdeteksi sebagai gangguan pertumbuhan linier. Seorang bayi yang stunting dan anak
usia dini telah secara konsisten ditemukan mempengaruhi kesehatan individu baik
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting karena yang paling erat
tumbuhan, sedangkan protein hewani didapat dari hewan. Protein merupakan faktor
jaringan di tubuh, seperti otot dan organ. Saat anak tumbuh dan berkembang, protein
adalah gizi yang sangat diperlukan untuk memberikan pertumbuhan yang optimal.
Asupan protein harus terdiri sekitar 10% sampai 20% dari asupan energi harian.
energi protein diperlukan untuk bayi dan anak-anak yang stunting dan yang tumbuh
dalam rangka untuk mengejar ketinggalan. Kekurangan gizi selama tahun pertama
proporsional lebih besar daripada peningkatan energi yang tergantung pada usia dan
kecepatan pertumbuhan.
perkembangan anak dan tinggi badan pada saat dewasa. Standar pertumbuhan anak
yang dipublikasikan pada tahun 2006 oleh WHO telah menegaskan bahwa anak-anak
mempunyai berat badan lahir normal (95,2%) sedangkan balita lainnya mempunyai
berat lahir rendah yaitu sebesar 4,8%. Berdasarkan hasil penelitian bahwa proporsi
kejadian stunting pada balita (12-59 bulan) lebih banyak ditemukan pada balita
dengan berat lahir rendah (49,3%) dibandingkan balita dengan berat lahir normal
(36,9%).
Berdasarkan penelitian Leni dan Mira (2011) , bayi yang lahir dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko untuk mengalami stunting pada usia 6-
12 bulan sebesar 3,6 kali dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan
normal, yang akan berlanjut sampai usia anak selanjutnya jika tidak ditanggulangi
dengan baik.
2.6.3. Umur
Seorang anak hingga dewasa memiliki fase yang berbeda. Fase growth spurt
(tumbuh cepat) yang pertama sejak anak dalam kandungan sampai usia dua tahun.
Tidak heran pada fase awal ini, anak yang baru lahir dan saat dia menginjak usia
tahun kedua, biasanya terlihat berbeda. Fase pertumbuhan berikutnya adalah fase
pertumbuhan biasa pada rentang usia 2-5 tahun. Di atas lima tahun, fase pertumbuhan
anak terbagi lagi menjadi tiga, yaitu usia 5-8 tahun adalah masa anak-anak, prapuber
terjadi pada usia 9-12 tahun, dan masa puber atau remaja pada usia 13-18 tahun. Di
Usia anak sekolah adalah antara 6-12 tahun. Pada usia ini tumbuh secara
berpengaruh terhadap jumlah dan jenis makanan yang dimakan dan cara
memakannya. Pada saat ini terbentuk rasa suka dan tidak suka terhadap makanan
tertentu, yang sering merupakan dasar bagi kebiasaan makan selanjutnya. Lingkungan
dan tingkah laku keluarga banyak berpengaruh terhadap kebiasaan makan ini. Orang
tua pada masa ini hendaknya memberikan bimbingan dan contoh yang baik tentang
makanan di sekolah merupakan sarana yang baik untuk penyuluhan gizi (Almatsier,
dkk, 2011).
Kekurangan gizi pada anak merupakan akibat dari berbagai faktor, yang
sering terkait dengan kualitas makanan yang buruk, asupan makanan yang tidak
cukup, dan penyakit infeksi yang parah dan berulang, atau sering beberapa kombinasi
ketiganya. Kondisi ini, pada gilirannya, sangat erat terkait dengan standar
keseluruhan hidup dan apakah suatu populasi dapat memenuhi kebutuhan dasarnya,
seperti akses terhadap pangan, perumahan dan perawatan kesehatan (WHO, 2007).
pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak
yang gizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap
akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Santoso dan Lies, 2004).
Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang.
Pria lebih banyak membutuhkan zat tenaga dan protein dibandingkan wanita. Pria
lebih sanggup mengerjakan pekerjaan berat yang biasanya tidak biasa dilakukan oleh
wanita. Tetapi dalam kebutuhan zat besi, wanita jelas lebih membutuhkan lebih
stunting pada masa remaja untuk anak perempuan adalah sekitar 0,4 kali
kemungkinan untuk anak laki-laki, yang berarti bahwa anak perempuan di masa
remaja sedikit lebih menjadi stunting daripada anak laki-laki. Perbedaan antara anak
laki-laki dan perempuan mungkin berkaitan dengan efek gabungan dari perbedaan
dalam pertumbuhan dan perbedaan potensi dalam konteks kekurangan gizi. Anak
perempuan memasuki masa puber dua tahun lebih awal daripada anak laki-laki, dan
dua tahun juga merupakan selisih di puncak kecepatan tinggi antara kedua jenis
kelamin.
tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan
kesehatan, kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan dan
gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula pada
makanan, perumahan dan tempat tinggal. Tingkat pendidikan turut pula menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka
peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang
tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih
tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan
tingkat pendidikan ibu dengan stunting pada balita. Hal ini bisa disebabkan karena
indikator TB/U merefleksikan riwayat gizi masa lalu dan bersifat kurang sensitive
terhadap perubahan masukan zat gizi, dimana dalam hal ini ibu mempunyai peranan
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada
miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi
makanan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar
mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi
tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi dan memenuhi asupan gizi yang cukup
kabupaten Bogor, rata-rata besar keluarga pada kelompok anak stunting dan normal
dapat dikatakan tidak berbeda. Sebagian besar, besar keluarga pada kedua kelompok
indikasi yang berkaitan dengan kondisi lingkungan (WHO, 2003). Menurut Ehiri
dalam penelitian Fitri (2012), bahwa stunting adalah umum terjadi bahkan di Negara
Prevalensi rumah tangga dengan anak stunting dan ibu kelebihan berat badan
melebihi 10 persen di Bolivia. Prevalensi tinggi terjadi ketika ada kelebihan ketika
ada kelebihan berat badanyang tinggi dan tingkat stunting yang tinggi. Prevalensi ini
bahwa balita yang tinggal diperkotaan memiliki prevalensi stunting lebih rendah
Kekurangan gizi sering kali bagian dari lingkaran yang meliputi kemiskinan
dan penyakit. Ketiga faktor ini saling terkait sehingga masing-masing memberikan
meningkatkan kesehatan dan gizi dapat mematahkan siklus, karena dapat gizi tertentu
dan intervensi kesehatan. Kekurangan gizi mengacu pada sejumlah penyakit, masing-
masing berhubungan dengan satu atau lebih zat gizi, misalnya protein, yodium,
vitamin A atau zat besi. Ketidakseimbangan ini meliputi asupan yang tidak memadai
dan berlebihan asupan energi, yang pertama menuju kekurangan berat badan, stunting
dan kurus, dan yang terakhir mengakibat kelebihan berat badan dan obesitas (WHO,
2007).
pertumbuhan linier sebagai hasil dari kesehatan dan atau kondisi gizi. Pada dasarnya,
tingkat stunting yang tinggi berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah
dan peningkatan risiko bertambah dengan adanya penyakit dan atau praktik
pemberian makan yang tidak tepat. Prevalensi stunting mulai naik pada usia sekitar 3
bulan, proses dari terhambatnya pertumbuhan melambat sekitar usia 3 tahun (Semba
makanan pokok, tetapi untuk kebutuhan lainnya. Tingkat pendapatan yang tinggi
belum tentu menjamin status gizi baik pada balita karena tingkat pendapatan belum
Status gizi diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).
Penilaian status gizi dibagi menjadi dua, yaitu penilaian status gizi secara langsung
dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung
dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik
(Supariasa, 2002). Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh
defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama
(Supariasa, 2002).
sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku
hidup sehat, dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak
WHO dan metode Z-score. Untuk menilai status gizi anak maka angka berat badan
dan tinggi badan setiap anak dikonversikan kedalam bentuk nilai standar (Z-score)
nilai Z-score masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi anak dengan
Tabel 2.2. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Kategori Status
Indeks Ambang Batas (Z-score)
Gizi
Sangat Pendek < -3 SD
Tinggi Badan Menurut Umur Pendek -3 SD sampai dengan < -2SD
(TB/U) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi 2 SD
Sumber : Depkes RI, 2011
Pertumbuhan Infeksi
Intrauterin
Karakteristik Rumah
Tangga Asupan Energi
Kurang
Paparan Infeksi
Anak usia 9-12 tahun merupakan usia dimana pertumbuhan tinggi badan anak
mulai cepat kembali setelah pertumbuhan pada tahun pertama kelahiran. Pada rentang
usia 9-12 tahun anak sudah menjadi konsumen aktif yang telah membentuk kebiasaan
makannya diluar makanan yang diperolehnya di rumah. Dalam keadaan ini kebutuhan
zat gizi harus tercukupi, baik dalam jumlah, frekuensi dan jenis makanan yang
dikonsumsi sehari-hari. Pada anak stunting keadaan gizi yang kurang pada awal
kelahirannya diharapkan pada fase pertumbuhan cepat kedua ini dapat memenuhi
badannya dibanding anak normal lainnya. Pada fase pertumbuhan ini anak yang