Anda di halaman 1dari 14

Review Jurnal

Isolasi flavonoid dari Tanaman Jambu Biji


(Psidium guajava Linn)

Nama : Pratiwi Sri Anggrawati


NPM : 210110130019

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2016
I. Latar Belakang
Pada berbagai jenis tanaman tradisonal terdapat aktivitas antioksidan
dengan menghambat radikal bebas, salah satunya adalah tanaman jambu biji.
Radikal bebas merupakan suatu molekul yang orbital terluarnya memiliki satu
atau lebih elektron yang tidak berpasangan seperti radikal hidroksil (OH)
didalam tubuh telah dapat pertahanannya organisme telah dibekali dengan
antioksidan eksogen dan endogen. Kandungan kimia pada daun jambu biji
berperan sebagai penghambat penuaan dini (Okuda, et al., 1982). Analisis
fitokimia oleh Arya (2012), ekstrak daun jambu biji putih mengandung senyawa
saponin, tanin, steroid, flavonoid, alkaloid dan triterpenoid. Senyawa golongan
flavonoid meliputi kalkon, flavon, isoflavon, flavonol, flavanon dan katekin.
Menurut Atmaja (2007), flavonoid berfungsi sebagai antioksidan sehingga
mampu menghambat zat yang bersifat racun. Sehingga peneliti melakukan
isolasi senyawa flavonoid dari ekstrak daun jambu biji putih (Psidium guajava
Linn) dan menguji aktivitas antioksidannya.

II. Isolasi senyawa aktif


Proses maserasi dilakukan secara bertingkat, ekstraksi pertama sebanyak
1000 gram serbuk daun jambu biji putih dengan menggunakan 4500 mL pelarut
awal n-heksana selama 24 jam, kemudian disaring dilakukan sebanyak tiga kali.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan kemudian diuapkan sehingga dihasilkan
ekstrak kental n-heksana yang kemudian ditimbang sebanyak 103,40 gram yang
berwarna hijau pekat.. Residu hasil maserasi n-heksana dikeringkan, kemudian
dimaserasi kembali menggunakan pelarut etanol 70% 6000 mL selama 24 jam
sehingga ekstrak etanol yang diperoleh diuapkan kemudian ditimbang dan
menghasilkan ekstrak kental etanol 128,49 gram yang berwarna coklat. Proses
ini dilakukan sebanyak tiga kali untuk mengindikasikan senyawa yang terdapat
didalamnya terekstrak habis. Selanjutnya, pada masing-masing ekstrak kental
dilakukan uji fitokimia flavonoid dengan Campuran pelarut etanol air (7:3)
digunakan untuk melarutkan ekstrak kental etanol. Hasil uji fitokimia dari
ekstrak hasil maserasi pada Tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak etanol positif
flavonoid terhadap pereaksi NaOH 10% dan uji Bate-Smith Metcalfe dengan
memberikan warna yang khas flavonoid pada masing-masing pereaksi.
Sedangkan, ekstrak n-heksana menunjukkan hasil yang negatif flavonoid.
(Maulana,dkk 2016).

Selanjutnya, penguap putar vakum digunakan untuk menguapkan


etanolnya sampai tersisa ekstrak air. Ekstrak kental etanol daun jambu biji putih
sebanyak 80 gram dipartisi berturut-turut menggunakan pelarut n-heksana,
kloroform dan n-butanol. Proses partisi dilakukan berulang kali sampai semua
komponen senyawa yang bersifat non polar dan semi polar habis terekstraksi.
Keempat ekstrak yang diperoleh diuapkan dan ditimbang, sehingga dihasilkan
ekstrak pekat n-heksana sebanyak 1,01 gram, ekstrak pekat kloroform sebanyak
1,95 gram, ekstrak pekat n-butanol sebanyak 3,77 gram dan ekstrak air adalah
10,34 gram. Terhadap masing-masing ekstrak dilakukan uji fitokimia flavonoid
dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 2. Hasil uji fitokimia pada Tabel 2
menunjukkan ekstrak kloroform, n-butanol, dan air positif mengandung
flavonoid, karena terjadi perubahan warna yang khas untuk senyawa flavonid.
Berdasarkan hasil tersebut ekstrak n-butanol memiliki hasil yang paling positif
terhadap senyawa flavonoid. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji fitokimia pada
ekstrak nbutanol yang positif terhadap ketiga pereaksi flavonoid, dan memiliki
intensitas warna yang kuat jika dibandingkan dengan ekstrak kloroform dan air,
Ekstrak yang positif mengandung flavonoid sehingga ekstrak n-butanol
dilanjutkan untuk uji aktivitas antioksidan, kemudian dipisahkan dan
dimurnikan secara kromatografi (Maulana,dkk 2016).
Uji Fitokimia Flavonoid (Maulana,dkk 2016).

Uji fitokimia senyawa golongan flavonoid dilakukan pada ekstrak hasil


maserasi, ekstrak hasil partisi, dan fraksi hasil kromatografi kolom. Pengujian
dilakukan dengan beberapa pereaksi berikut

a. Uji Wilstatter: Sejumlah tertentu sampel ditambah serbuk Mg dan HCl


pekat.

b. Uji Bate Smith-Matcalfe: Sejumlah tertentu sampel ditambahkan H2SO4


pekat dan dipanaskan selama 15 menit diatas penangas air.

c. Uji dengan NaOH 10%: Sejumlah tertentu ditambahkan beberapa tetes


NaOH 10%.

III. Pemisahan dan Pemurnian


Pemisahan ekstrak n-butanol daun jambu biji putih menggunakan
kromatografi kolom dengan fase gerak dari campuran n-heksana : etil asetat : n-
butanol (8:2:1). Hasil pemisahan dengan kromatografi kolom didapatkan 73
eluat. Eluat yang didapatkan dilihat kesamaan pola noda yang sama
menggunakan KLT dan kemudian eluat digabungkan sehingga dihasilkan 5
fraksi (A, B, C, D, E). Hasil KLT ditampilkan pada Tabel 4 (Maulana,dkk
2016).
Uji fitokimia dilakukan terhadap 5 fraksi hasil kromatografi kolom untuk
mengetahui fraksi yang paling positif terhadap flavonoid, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 5. Hasil uji fitokimia pada Tabel 5 dari hasil
kromatografi kolom menunjukkan hanya 3 fraksi yang positif mengandung
flavonoid yaitu fraksi B, C, dan D. Hasil dominan yang menunjukan positif
senyawa flavonoid terdapat pada fraksi C karena menunjukkan hasil yang
positif terhadap ketiga pereaksi dan memiliki intensitas warna yang lebih kuat.
Fraksi C yang menunjukkan positif mengandung flavonoid kemudian dilakukan
uji pemurnian. Pemurnian fraksi C yang positif flavonoid dilakukan dengan
metode KLT dan menggunakan beberapa campuran fase gerak yaitu
Kloroform : etil asetat : asam asetat (2:7:1), nheksana : n-butanol (6:4), Etil
asetat : n-butanol (2:8), n-heksana : kloroform (3:7). Hasil pemurnian
menghasilkan noda tunggal yang mengindikasikan bahwa fraksi C relatif murni
(Maulana,dkk 2016).

IV. Identifikasi senyawa aktif


Sifat fisikokimia diidentifikasi menggunakan spektrofotometer inframerah
(FTIR) dan spektrofotometer UV-Vis, selanjutnya ditentukan kedudukan
hidroksil pada inti flavonoid mengunakan pereaksi geser n-AlCl3-HCl,
NaOAc- H3BO3 dan NaOH (Maulana,dkk 2016).
Identifikasi isolat aktif (fraksi C) dengan spektrofotometeri FTIR
menghasilkan spektra IR (Gambar 2) menunjukkan adanya gugus-gugus fungsi
dari karakteristik flavonoid yaitu vibrasi ulur gugus OH terikat yang muncul
pada bilangan gelombang 3367,20 cm-1 dan diperkuat dengan munculnya
serapan pada 1252,78 cm-1, 1161,55 cm-1, 1115,86 cm-1 yang menunjukkan
adanya ulur gugus C-O alkohol. C-H aromatik pada serapan 3074,53 cm-1,
dugaan ini diperkuat adanya serapan pada daerah bending 876,60 cm-1, 758,76
cm-1. Vibrasi ulur -C-H alifatik pada 2900,94 cm-1, 2821,29 cm-1 dan dugaan
ini diperkuat dengan serapan 1347,39 cm-1. Serapan -C=C aromatic pada
1476,35 cm-1, 1541,65 cm-1, 1575,98 cm-1. Serapan C = O muncul pada
1755,22 cm-1 (Silverstein, 1991).

Identifikasi fraksi C dalam pelarut etanol dengan spektrofotometeri UV-


Vis (Gambar 3) menunjukkan adanya dua pita serapan. Serapan pada panjang
gelombang 347,30 nm untuk pita I dan serapan pada panjang gelombang 278,50
nm untuk pita II merupakan rentang serapan senyawa golongan flavon
(Markham, 1988). Kedudukan gugus hidroksil pada inti flavonoid yang diduga
merupakan senyawa golongan flavon ditentukan menggunakan pereaksi geser,
seperti yang ditampilkan pada Tabel 6. Kedudukan hidroksil pada cincin A dan
cincin B senyawa flavonoid masing-masing terjadi pergeseran serapan pada pita
II dan Pita I.

Berdasarkan Tabel 6 menunjukan bahwa setelah penambahan pereaksi


geser NaOH menyebabkan terjadinya pergeseran panjang gelombang yang lebih
besar (batokromik) pada pita I yaitu 47,85 nm yang mengindikasikan adanya
gugus hidroksil pada cincin B sinamoil di nomor atom C-2, C-5atau C-6
(Sukadana, 2010), sedangkan pada pita II tidak terjadi pergeseran batokromik
ataupun hipsokromik. Penambahan pereaksi geser AlCl3 dan AlCl3-HCl
memberikan pergeseran batokromik sebesar 11,35 dan 11,56 pada pita I yang
kemungkinan terdapat gugus hidroksil di nomor atom C-3 dan di nomor atom
C-4,C-5 terdapat gugus ortodihidroksi, sedangkan pada pita II terjadi
pergeseran hipsokromik. Menurut Markham (1988) dan Mabry (1970), saat
penambahan pereaksi AlCl3- HCl dan NaOAc-H3BO3 pada isolat meyebabkan
terjadinya pergeseran hipsokromik pada pita II maka diindikasikan pada cincin
A benzoil di nomer atom C-7 terdapat gugus O-glikosida yang tidak tahan asam.

V. Penentuan potensi senyawa aktif


Uji Aktivitas Antioksidan terhadap DPPH
Salah satu cara yang untuk mengukur aktivitas antioksidan dapat
dilakukan dengan menggunakan metode 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazil (DPPH).
DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil sehingga apabila
digunakan sebagai pereaksi dalam uji penangkapan radikal bebas cukup
dilarutkan. Metode peredaman radikal bebas DPPH didasarkan pada reduksi
dari larutan metanol radikal bebas DPPH yang berwarna oleh penghambat
radikal bebas. Prinsip metode uji antioksidan DPPH didasarkan pada reaksi
penangkapan atom hidrogen oleh DPPH (reduksi DPPH) dari senyawa
antioksidan. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan menguji larutan sampel
pada konsentrasi 4, 8, 12, 16 ppm dan pengukuran blanko. Serapannya diukur
pada panjang gelombang maksimumnya menggunakan spektrofotometri UV-
Vis. Panjang gelombang maksimum diukur dengan cara mengukur larutan
blanko yaitu DPPH 0,5 mM pada rentang panjang gelombang 400-600 nm.
Reagen DPPH berperan sebagai radikal bebas yang diredam oleh senyawa
antioksidan yang terkandung dalam sampel. Selanjutnya DPPH akan tereduksi
menjadi senyawadiphenyl picryl hydrazine (DPPH-H). Reduksi DPPH menjadi
DPPH-H menyebabkan perubahan warna pada reagen DPPH, dari ungu menjadi
kuning (Lupea, et al. 2006).
Larutan DPPH 0,5 mM yang digunakan sebagai blanko ditentukan
panjang gelombang maksimumnya terlebih dahulu. Penentuan panjang
gelombang maksimum larutan DPPH 0,5 Mm menghasilkan serapan maksimum
pada panjang gelombang 516,60 nm dengan absorbansi 1,0013. Selanjutnya,
pengukuran absorbansi dari ekstrak nbutanol yang dibuat dengan beberapa
variasi kadar dilakukan pada panjang gelombang tersebut. Pembuatan variasi
kadar bertujuan untuk menggambarkan aktivitas senyawa uji sebagai
antioksidan. Seiring dengan penambahan ekstrak ke dalam larutan DPPH
0,5mM, nilai absorbansi DPPH mengalami penurunan dibandingkan dari
absorbasni blanko (Maulana,dkk 2016). Hal ini sesuai dengan hasil yang
didapatkan pada Tabel 3.
Penurunan absorbansi disebabkan tereduksinya molekul DPPH oleh
senyawa antioksidan dalam ekstrak. Penurunan absorbansi juga diikuti dengan
berkurangnya intensitas warna ungu dari larutan DPPH (Maulana,dkk 2016).

VI. Penentuan kadar (%) senyawa aktif


Penentuan kadar flavonoid total
Ekstrak daun jambu biji ditimbang sebanyak 200 mg, lalu ditambah 1 mL
larutan heksametilentetramina (HMT) 0.5%, 20 mL aseton, dan 2 mL larutan HCl,
kemudian campuran dihidrolisis dengan cara direfluks selama 30 menit. Campuran
disaring kemudian filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Campuran filtrat
ditambah dengan aseton sampai volume 100 mL. Filtrat diambil sebanyak 20 mL
dan dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian ditambah 20 mL air dan 15 mL
etil asetat, lalu dikocok. Fraksi etil asetat dikumpulkan dalam labu ukur 50 mL.
Ekstraksi diulangi dengan menambahkan 10 mL etil asetat. Fraksi etil asetat ditera
dengan etil asetat sampai volume mencapai 50 mL. Selanjutnya 10 ml dari
campuran tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan ditambahkan dengan
1 mL AlCl3 2% dan ditera dengan asam asetat glasial 5% dalam metanol. Campuran
dihomogenkan dan didiamkan 15-30 menit. Nilai absorbansnya pada panjang
gelombang 425 nm dengan spektrofotometer UV-VIS. Kadar flavonoid total
ditentukan dengan rumus berikut:

Kadar flavonoid total ( )=

(Wulandari, 2014).
Keterangan:
A: volume sampel (mL)
B: konsentrasi sampel (mL)
10: faktor pengenceran
Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol yang dapat diekstraksi
menggunakan senyawa organik polar seperti metanol dan etanol (Loizzo et al.
2007). Senyawa flavonoid yang banyak terkandung dalam ekstrak daun jambu
biji ialah kuersetin, keampferol, asam galat, dan katekin yang biasanya terikat
dengan glikosidanya (Wu et al. 2009). Kadar flavonoid total daun jambu biji
ditentukan menggunakan standar kuersetin.
Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak yang mengandung kadar flavonoid
total terbanyak adalah ekstrak M1 sebesar 21.4 0.3 mg/g yang setara dengan
21.4 mg kuersetin/1 g ekstrak. Banyaknya flavonoid yang terkandung dapat
disebabkan oleh teknik ekstraksi yang digunakan. Ekstrak M1 menggunakan
teknik maserasi dengan etanol tanpa disoxhletasi terlebih dahulu sehingga
meminimalkan kerusakan senyawa flavonoid yang terkandung.

VII. Uji Potensi Produk (In-vivo)


Uji toksisitas dengan BSLT (Krishnaraju et al. 2005)
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah suatu metode penelusuran
untuk menentukan bioaktivitas suatu ekstrak ataupun senyawa terhadap larva
udang Artemia salina. Sifat sitotoksik senyawa aktif dapat diketahui
berdasarkan jumlah kematian larva udang pada konsentrasi tertentu dan
biasanya dinyatakan dalam nilai LC50 (Lethal Concentration 50%), yaitu
suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan
kematian hewan uji sampai 50%
Pengujian dilakukan dengan cara 10 ekor larva dimasukkan ke dalam
sumur uji hingga 1 mL, kemudian ditambahkan larutan ekstrak sebanyak 1
mL. Larutan ekstrak yang digunakan dibuat dengan variasi konsentrasi dari
200-14000 g/ml. Pengujian dilakukan pada suhu ruang. Setiap konsentrasi
dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dan digunakan 1 kontrol tanpa
penambahan ekstrak. Pengamatan dilakukan setelah 1 hari (24 jam) dengan
cara menghitung jumlah larva udang yang mati kemudian dihitung nilai LC50
dengan rumus berikut:

% kematian = 100%

Semakin kecil nilai LD50 maka semakin toksik sebaliknya, semakin besar
nilai LD50, semakin rendah toksisitasnya.

Senyawa kimia berpotensi bioaktif jika mempunyai nilai LC50 kurang


dari 1000 ppm. Berdasarkan nilai LC50 yang ditunjukkan pada Tabel 4,
hampir ekstrak dikatakan toksik kecuali ekstrak M1(maserasi), M2, M3 yang
memiliki nilai LC50 lebih kecil dari 1000 ppm. Pengamatan terhadap kadar
flavonoid total terhadap ketiga ekstrak ini menunjukkan bahwa ketiganya
memiliki flavonoid total yang cukup tinggi dari tiap jenis ekstraksi sehingga
dapat dihasilkan 526.24 58.60, 281.52 39.50, 100.03 17.00

VIII. Kesimpulan
Flavonoid dapat diisolasi dengan metode maserasi
Senyawa golongan flavonoid yang teridentifikasi dalam ekstrak daun
jambu biji putih (Psidium guajava Linn) merupakan golongan senyawa
flavon yang memiliki gugus fungsi yaitu CH alifatik, CH aromatik, C = C
aromatik, C = O, OH dan C O, dan kemungkinan gugus OH di nomor
atom C-2, C-3 dan terdapat gugus ortodihidroksi di nomor atom C-4,C-
5; C-5,C-6, serta pada atom C-7 terdapat gugus O-glikosida.
Flavonoid berpotensi sebagai antioksidan dilihat dari uji DPPH dapat
meredam radikal bebas. Hasil uji aktivitas antioksidan terhadap DPPH
dari ekstrak n-butanol daun jambu biji putih (Psidium guajava Linn) dapat
digunakan sebagai antioksidan karena memiliki nilai IC50 sebesar
37,1402 ppm.
Ekstrak yang mengandung kadar flavonoid total terbanyak adalah ekstrak
M1 sebesar 21.4 0.3 mg/g yang setara dengan 21.4 mg kuersetin/1 g
ekstrak.
Uji Potensi Produk (In-vivo) berupa uji toksisitas pada larva udang
Pengamatan terhadap kadar flavonoid total terhadap ketiga ekstrak dengan
maserasi menunjukkan bahwa ketiganya memiliki LD50 sebesar 526.24
58.60, 281.52 39.50, 100.03 17.00.

Daftar Pustaka

Arya, V., Thakur, N., dan Kashyap, C.P., 2012, Preliminary Phytochemical
Analysis of the Extracts of Psidium Leaves, Journal of Pharmacognosy
and Phytochemistry, 1 (1) : 2278-4136
Atmaja, N.D. 2007. Aktivitas Antioksidan Fraksi Eter dan Air Ekstrak Metanolik
Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) terhadap Radikal Bebas 1,1
-difenil 2-pikrilhidrazil (DPPH). Surakarta : Fakultas Farmasi USB,
Skripsi.
Krishnaraju AV, Rao TVN, Sundararaju D, Vanisree M, Tsay HS, Subbaraju GV.
2005. Assessment of bioactivity of Indian medicinal plants using brine
shrimp (Artemia salina) lethality assay. Int J Appl Sci Eng. 3(2):125-134.
Loizzo MR, Said A, Tundis R, Rashed K, Statti GA, Hufner A, Menichini F. 2007.
Inhibition of Angiotensin Converting Enzyme (ACE) by flavonoids
isolated from Ailanthus excelsa (Roxb) (Simaroubaceae). Phytother Res.
21:32-36.
Mabry, T.J., Markham, K.R., dan Thomas, M.B., 1997, The Systematic
Indentification of Flavonoids, New York : Springer-Verlag New York Inc.,
Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoida. a.b. Kosasih
Padmawinata, ITB Press, Bandung
Maulana, Egi Azikin ., Asih, I. A. R. Astiti dan Arsa, Made. 2016. Isolasi Dan Uji
Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak Daun Jambu Biji
Putih (Psidium guajava Linn). Jurnal Kimia 10 (1), Januari 2016: 161-
168.
Okuda, T., Yoshida, T., Hatano, T., Yakazi, K., dan Ashida, M., 1982, Ellagitannins
of The Casuarinaceae, Stachyura-Ceae and Myrtaceae, Phytochemistry, 21
(12) : 2871-2874
Rusdiana, T. Soebagio, B dan S, Ade K. 2007 Formulasi Gel Antioksidan Dari
Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L) Dengan Menggunakan
Aqupec Hv-505. Makalah pada Kongres Ilmiah XV ISFI, 17-19 Juni 2007
di Jakarta.
Silverstein, R.M., Basler, G.C., dan Morril, T.C., 1991, Spectrometric
Identification of Organic Compounds, Singapore : John willey & Sons
Inc.,
Sukadana, I M., 2010, Aktivitas Antibakteri Senyawa Flavonoid dari Kulit Akar
Awar Awar (Ficus septica Burm F), Jurnal Kimia, 4 (2) : 63-70
Wu JW, Hsieh CL, Wang HY, Chen HY. 2009. Inhibitory effects of guava
(Psidium guajava L.) leaf extracts and its active compounds on the
glycation process of protein. Food Chem. 113:78-84.
Wulandari, Nurul Sri. 2014. Teknik Ekstraksi Terbaik untuk Isolasi Kaempferol
dan Kuersetin dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava). Departemen
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor. Skripsi.

Anda mungkin juga menyukai