Disusun Oleh :
Kelompok 3
Mengetahui,
Kepala Ruangan
Maedi, S.Kep.
Mayor Laut (K) NRP. 14608/P
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan berkat rahmat
dan bimbinganNya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Asuhan
Keperawatan Hiperbarik Oksigen Ke-40 pada Ny. D dengan Diagnosa Medis Low
Back Pain di LAKESLA Drs. Med. R. Rijadi S., Phys Surabaya dengan baik.
Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kolonel Laut (K) dr. Herjunianto, Sp.PD., MMRS. Selaku Kalakesla Drs.
Med R. Rijadi S., Phys Surabaya yang telah memberikan kesempatan serta
fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik
2. Dr. Nursalam, M. nurs (Hons), selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan, fasilitas
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
3. Dr. Kusnanto, S.Kp, M.Kes, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan
dorongan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
4. Letkol Laut (K) drg. Agung Wijayadi,Sp. Ort., selaku Kabagditlitbang
Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan
waktu dan tenaga dalam memberikan arahan dan bimbingan penyusunan dan
penyelesaian makalah ini
5. Mayor Laut (K) Maedi S.Kep Selaku kepala ruangan di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan arahan dan bimbingan penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
6. Serka Taukhid, S.Pd Selaku pembimbing klinik di Lembaga Kesehatan
Kelautan TNI Angkatan Laut yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan motivasi, dukungan, arahan dan bimbingan penyusunan dan
penyelesaian makalah ini.
7. Makhfudli, S.Kep., Ns., M.Ked.Trop. selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Profesi Ners (P3N) Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program Profesi Ners.
8. Ika Nur Pratiwi, S,Kep., Ns., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing Akademik
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Terima kasih atas kesabaran
ii
dalam memberikan bimbingan, masukan arahan dan saran kepada kami
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan.Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi
lebih baik.Akhirnya penyusun berharap semoga semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami dan bagi yang membaca.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
3.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................... 35
3.3 Intervensi Keperawatan ................................................................... 36
3.4 Implementasi Keperawatan.............................................................. 39
3.5 Evaluasi Keperawatan...................................................................... 42
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................ 45
4.1 Kesimpulan ...................................................................................... 45
4.2 Saran ................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Low back pain atau nyeri punggung bawah saat ini menjadi sindroma
klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan lain yang tidak enak
di daerah tulang punggung bagian bawah (Basuki, 2009). LBP yang terjadi pada
masyarakat tidak mengenal perbedaan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status
sosial, tingkat pendidikan, semua kalangan berpotensi mengalami LBP
(Riningrum, 2016). Low back pain menjadi keluhan yang dapat menurunkan
produktivitas manusia, 50-80% pekerja di seluruh dunia pernah mengalami low
back pain sehingga memberi dampak buruk bagi kondisi sosial-ekonomi dengan
berkurangnya hari kerja juga penurunan produktivitas (Roupa, 2008).
Angka kejadian low back pain diperkirakan antara 7,6% sampai 37% di
Indonesia. Dari hasil penelitian secara nasional yang dilakukan kelompok studi
nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia) pada bulan Mei
2002 di 14 rumah sakit pendidikan, dengan hasil menunjukkan bahwa keluhan
nyeri tengkuk sebesar 37,5%, bahu kanan 53,8%, bahu kiri 47,4%, dan nyeri
punggang bawah sebesar 45% dari 1.598 orang (Tarwaka, 2014).
Sudah banyak diketahui bahwa berbagai faktor psikologis dan faktor sosial
dapat meningkatkan risiko low back pain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketertarikan, tekanan, stress terhadap tanggung jawab, ketidakpuasan dalam
bekerja, tekanan mental di tempat kerja, dan penyalahgunaan obat dapat
menempatkan seseorang pada risiko yang lebih tinggi untuk mengalami low back
pain yang kronis (Basuki, 2009).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menghasilkan suatu alat terapi
yang disebut dengan Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT) atau yang disebut
dengan terapi oksigen dalam tekanan tinggi. Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT)
atau terapi oksigen hiperbarik adalah terapi medis yang menempatkan pasien
dalam suatu ruangan udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) dan
menghirup oksigen 100 % yang memiliki tekanan lebih tinggi daripada tekanan
udara atmosfer (hingga mencapai 3 ATA) (Gupta, Vijay, Gupta, & Kaul, 2005).
THBO pada pasien LBP dapat memberikan peningkatan jumlah oksigen terlarut
1
dalam plasma dan mengurangi rasa nyeri pada tulang belakang (Karam, 2010).
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Karam (2010) bahwa
setelah terapi HBO dalam waktu 24-36 jam, mampu mengontrol rasa sakit (nyeri)
yang akut.
Jumlah alat terapi oksigen hiperbarik di Indonesia masih sangat terbatas.
Hal ini mengingat hanya beberapa rumah sakit besar wilayah tertentu yang
memiliki seperti di RS PT Arun Aceh, RSAL Dr. Midiyator Tanjung Pinang,
RSAL Dr, Mintohardjo Jakarta, RS Pertamina Cilacap, RS Panti Waluyo Solo,
Lakesla TNI AL Surabaya, RSU Sanglah Denpasar, RS Pertamina Balikpapan,
RS Gunung Wenang Manado, RSU Makassar, RSAL Halong Ambon dan RS
Petromer Sorong (Triasmara, 2016).
Berdasarkan uraian tersebut, maka kami menyusun laporan seminar kasus
dengan judul Asuhan Keperawatan Hiperbarik Oksigen pada Pasien Ny. D
dengan Diagnosa Medis Low Back Pain (LBP) di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi S.,
Phys Surabaya
2
4. Mahasiswa mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan
hiperbarik oksigen pada pasien Low Back Pain (LBP)) mulai dari pre-
HBO, intra-HBO, dan Post-HBO
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
3. Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal
pain dan 1/3 atas daerah sacral spinal pain.
Selain itu, IASP juga membagi low back pain ke dalam:
1. Low Back Pain Akut, telah dirasakan kurang dari 3 bulan.
2. Low Back Pain Kronik, telah dirasakan sekurangnya 3 bulan.
3. Low Back Pain Subakut, telah dirasakan minimal 5-7 minggu, tetapi
tidak lebih dari 12 minggu.
5
b. Penyebab biasa
Kasus yang bisa bervariasi mulai dari ketengangan otot, keseleo.
Penyebab dari berbagai penyakit ini antara lain:
1) Kebiasaan postur tubuh yang kurang baik
2) Cara mengangkat beban berat yang salah
3) Stres atau depresi
4) Aktivitas yang tidak biasa dan berat
5) Kebiasaan kerja dan kinerja yang salah
6
5. Aktivitas/ olah raga
Kebiasaan seseorang seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban
pada posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri punggung. Selain itu
beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri
lebih dari 1 jam dalam sehari, melakukan aktivitas dengan posisi duduk
yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari dan sebagainya dapat
meningkatkan resiko timbulnya nyeri punggung.
6. Kebiasaan merokok
Perokok diduga memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan
pada tulang belakang (punggung) karena adanya gangguan peredaran
darahnya, termasuk ke tulang belakang. Hal tersebut disebabkan oleh
penurunan pasokan oksigen ke cakram dan berkurangnya oksigen darah
akibat kandungan nikotin terhadap penyempitan pembuluh darah arteri.
7. Abnormalitas struktur
Ketidaknormalan struktur tulang belakang seperti skoliosis, lordosis,
maupun kifosis merupakan faktor terjadinya LBP.
7
siatika. HNP pada kanalis vertebralis dapat diartikan bahwa nukleus pulposus
telah menekan radiks spinalis (Foster, 2017).
Gambar. Diskus intervertebralis mengalami herniasi dengan nukleus pulposus pada radiks
spinalis. (a)Sisi lateral daerah lumbal pada kolumna spinal menggambarkan
penonjolan diskus intervertebralis. (b) gambaran potongan herniasi diskus,
menggambarkan pelepasan/herniasi nukleus pulposus dengan efek penekanan pada
korda spinal (Simon & Schuster, 2003).
8
1) LBP akibat sikap yang salah
a. Sering dikeluhkan sebagai rasa pegal yang panas pada pinggang, kaku
dan tidak enak namun lokasi tidak jelas.
b. Pemeriksaan fisik menunjukkan otot-otot paraspinal agak spastik di
daerah lumbal, namun motalitas tulang belakang bagian lumbal masih
sempurna, walaupun hiperfleksi dan hiperekstensi dapat menimbulkan
perasaan tidak enak.
c. Lordosis yang menonjol
d. Tidak ditemukan gangguan sensibilitas, motorik, dan refleks pada tendon
e. Foto rontgen lumbosakral tidak memperlihatkan kelainan yang relevan
2) Pada Herniasi Diskus Lumbal
a. Nyeri punggung yang onsetnya perlahan-lahan, bersifat tumpul atau
terasa tidak enak, sering intermiten, wala kadang onsetnya mendadak dan
berat.
b. Diperkuat oleh aktivitas atau pengerahan tenaga serta mengedan, batuk
atau bersin.
c. Menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak terkena dengan tungkai
yang sakit difleksikan.
d. Sering terdapat spasme refleks otot-otot paravertebrata yang
menyebabkan nyeri sehingga membuat pasien tidak dapat berdiri tegak
secara penuh.
e. Setelah periode tertentu timbul skiatika atau iskialgia.
3) LBP pada Spondilosis
a. Kompresi radiks sulit dibedakan dengan yang disebabkan oleh protrusi
diskus, walaupun nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilisis
b. Dapat muncul distesia tanpa nyeri pada daerah distribusi radiks yang
terkena
c. Dapat disertai kelumpuhan otot dan gangguan reflex
d. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian sentral dari korpus vertebra
yang menekan medula spinalis.
e. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada daerah lumbal bila terdapat
stenosis kanal lumbal.
9
4) LBP pada Spondilitis Tuberkulosis
a. Terdapat gejala klasik tuberkulosis seperti penurunan berat badan,
keringat malam, demam subfebris, kakeksia. Gejala ini sering tidak
menonjol.
b. Pada lokasi infeksi sering ditemukan nyeri vertebra/lokal dan menghilang
bila istirahat.
c. Gejala dan tanda kompresi radiks atau medula spinalis terjadi pada 20%
kasus (akibat abses dingin)
d. Onset penyakit dapat gradual atau mendadak (akibat kolaps vertebra dan
kifosis)
e. Diawali nyeri radikular yang mengelilingi dada atau perut, diikuti
paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,
hiperrefleksia dan refleks Babinsky bilateral. Dapat ditemukan
deformitas dan nyeri ketok tulang vertebra.
f. Penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul
terutama gangguan motorik.
5) LPB pada Spondilitis Ankilopoetika
a. Biasanya dirasakan pada usia 20 tahun.
b. Tidak hilang dengan istirahat dan tidak diperberat oleh gerakan.
c. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembatasan gerakan di sendi
sakrolumbal dan seluruh tulang belakang lumbal.
d. Laju endap darah meninggi
e. Terjadi osifikasi ligamenta interspinosa
2.1.7 Penatalaksanaan Low Back Pain
1. Obat-obatan
Tujuan pengobatan pada low back pain adalah untuk mengurangi rasa
nyeri dan mengatasi gejala lain yang terkait (Rahim, 2015). Beberapa jenis
golongan obat yang digunakan pada penyakit low back pain antara lain:
a. Asemtaminofen
b. Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
c. Analgetika
d. Obat relaksan otot
10
e. Steroid oral
f. Obat anti depresan, anti kejang, anti merokok, dan obat
osteoporosis
2. Menghindari konsumsi alcohol
Alkohol tidak disarankan untuk mengobat nyeri punggung bawah
karena alkohol merupaka depresan mayor dan dapat memperberat kondisi
depresi yang sudah ada serta memiliki potensi berbahaya.
3. Terapi fisik
Tujuan: untuk mengurangi nyeri punggung bawah, memperbaiki
fungsi, memberikan edukasi berupa program pemeliharaan kesehaan untuk
mencegah kekambuhan.
a. Terapi fisik aktif (olahraga)
1) Peregangan
2) Penguatan
3) Latihan aerobic low impact
4) Straight leg raising
5) Sit up
b. Terapi fisik pasif (modalitas)
1) Kompres hangat/ dingin
2) Ionthoporesis
3) Unit TENS
4) Ultrasound
11
sumbatan.Bila kecepatan bertambah dan kembalinya terjadi secara
perlahan-lahan berarti ada sumbatan tidak total.Bila tidak ada perubahan
makin lambat tetesannya berarti sumbatan total.
2. Foto rontgen
Dapat diidentifikasikan adanya fraktur corpus vertebra, arkus atau
prosesus spinosus, dislokasi vertebra, spondilolistesis, bamboo spine,
destruksi vertebra, osteofit, ruang antar vertebra menyempit, scoliosis,
hiperlordosis, penyempitan foramen antar vertebra, dan sudut ferguson
lebih dari 30.
3. Elektroneuromiografi (ENMG)
Dapat dilihat adanya fibrilasi serta dapat pula dihitung kecepatan
hantar sarf tepi dan latensi distal, juga dapat diketahui adanya serabut otot
yang mengalami kelainan.Tujuan ENMG yaitu untuk mengetahui radiks
yang terkena dan melihat ada tidaknya polineuropati.
4. Scan Tomografik
Dapat dilihat adanya Hernia Nucleus Pulposus, neoplasma,
penyempitan canalis spinalis, penjepitan radiks dan kelainan vertebra.
12
Hb yang tersaturasi 100%, O2 yang terlarut dalam plasma akan meningkat hingga
4,4 ml% pada tekanan udara 2 ATA sampai 6,8 ml% pada tekanan 3 ATA yang
hampir mencukupi untuk memenuhi kebutuhan oksigen saat istirahat tanpa
kontribusi oksigen yang terikat dengan Hb. Peningkatan O2 plasma inilah yang
bertanggung jawab terhadap berbagai efek menguntungkan oksigen hiperbarik
(Gupta et al., 2005).
13
b. Crush injuries
c. Luka bakar
d. Hipoksia global: intoksikasi CO atau CN, anemia parah
e. Infeksi: clostridial myonecrosis, necrotizing fasciitis, refractory
osteomyelitis, rhinocerebral mucormycosis
f. Kondisi lesi gas: emboli udara, dekompresi
Indikasi primer TOHB adalah untuk kondisi hipoksia regional atau global
dan infeksi mikroorganisme. Rasional TOHB antara lain (Sahni, Singh, & John,
2003):
1. Hipoksia Regional, contohnya Ulkus/luka, crush injuries, Surgical graft/flap
yang terganggu, dan osteoradionekrosis. Gradien O2 yang besar saat
penghisapan O2 pada tekanan 2 2,5 ATA meningkatkan oxygen delivery dan
tekanan O2 pada zona hipoksia, keculai pada daerah yang tidak teraliri O2
sama sekali, misalnya saat oklusi total pembuluh darah. Selain itu oksigen
hiperbarik juga dapat menstimulasi angiogenesis pada area hipoksia.
2. Hipoksia global, akibat intoksikasi CO dan CN yang dapat mengganggu
delivery dan penggunaan O2 karena afinitas yang tinggi. Peningkatan
konsentrasi molekul O2 yang dicapai saat terapi hiperbarik akan berkompetisi
dengan CO dan mempercepat eliminasi CO. Pada kasus hipoksia akibat
anemia akut, pemberian TOHB dapat membantu memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh hanya dari oksigen yang terlarut dalam plasma.
3. Infeksi. Infeksi anaerob sering berkembang pada area hipoksia karena
kurangnya respon tubuh terhadap infeksi pada daera tersebut. TOHB pada
infeksi bertujuan untuk mengurangi iskemia dan meningkatkan respon tubuh
terhadap infeksi.
4. Gas lesion disease, misalnya dekompresi, caisons disease dan emboli udara.
Peningkatan tekanan dan hyperoxia akan menurunkan volume emboli dan
meningkatkan O2 delivery dan meningkatkan gradien eliminasi gas emboli.
14
1. Kontraindikasi absolute:
a. Pnemuthoraks yang belum teratasi, karena dapat mengakibatkan emboli
gas, tension pneumothorax dan pneumomediastinum sehingga perlu
dilakukan thoracostomy sebelum HBOT.
b. Konsumsi obat-obatan bleomycin, cisplatin, disulfiram, doxorubicin, dan
sulfamylon sehingga terapi harus ditunda, atau obat dapat dihentikan
sementara.
2. Kontraindikasi relatif
a. Asma, karena dapat menyebabkan air trapping saat naik dan
mengakibatkan pneumotoraks
b. Claustrophobia, dapat menyebabkan ansietas selama terapi. Untuk itu
dapat diberikan benzodiazepine .
c. Congenital spherocytosis dapat menyebabkan perdarahan yang parah.
d. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
e. Disfungsi tuba eustachia yang dapat menyebabkan barotraumas
f. Demam
g. Menggunakan pacemaker
h. Kehamilan
i. Kejang
j. Infeksi saluran napas atas
2.2.5 Metode Pemberian TOHB
Terapi oksigen hiperbarik dapat diberikan dalam monoplace chamber,
dimana seorang pasien ditempatkan pada sebuah chamber dan kemudian diberikan
penekanan dan oksigen 100%. Monoplace chamber digunakan untuk merawat
pasien dengan penyakit kronis dan kondisi yang sudah stabil. Selain itu juga
terdapat multiplace chamber dimana banyak pasien dapat di terapi bersamaan.
Sebagian besar terapi diberi tekanan 2 sampai 3 ATA dengan durasi rata-rata 60-
90 menit. Banyak terapi yang harus dijalani bervariasi sesuai kodisi masing-
masing, antara 3-5 kali untuk penyakit akut dan 60-90 kali.
2.2.6 Komplikasi
1. Barotrauma
15
Bentuk yang paling sering dijumpai adalah aural barotraumas. TOHB
harus segera dihentikan apabila ada tanda barotraumas pulmonal.
2. Dekompresi
3. Toksistas oksigen
4. Gangguan fungsi visual, seperti myopia progresif, dan katarak.
16
2.4 Web of Caution (WOC) Low Back Pain
Penonjolan diskus/
Stress, kecemasan kerusakan sendi pusat Mobilitas fisik terganggu
Zat dan benda yang dilarang dibawa masuk saat terapi HBO berjalan:
1) Semua zat yang mengandung minyak dan alkohol (parfum, hairspray,
deodorant, dsb)
2) Pasien harus melepas semua perhiasan cincin, kalung dan jam tangan
3) Lensa kontak harus dilepas karena berpotensi membentuk gelembung
antara kornea dengan lensa
4) Alat bantu dengar juga harus dilepas karena memicu percikan listrik
dalam chamber
5) Menggunakan pakaian berbahan katun 100% untuk meminimalkan
terjadinya proses luka bakar apbila terjadi kebakaran didalam chamber.
6) Menggunakan obat pre medikasi pada pasien dengan klaustrofobia
(diberikan paling tidak 30 menit sebelum mulai terapi HBO)
b. Intra HBO
1) Mengamati tanda dan gejala barotrauma, keracunan oksigen dan
komplikasi/efek samping yang ditemukan saat terapi HBO
2) Mendorong pasien untuk menggunakan kombinasi teknik valsavah
manuver yang paling efektif dan aman
18
3) Pasien perlu diingatkan bahwa valsavah manuver hanya untuk
digunakan selama dekompresi dan mereka perlu bernafas secara
normal selama terapi
4) Jika pasien mengalami nyeri ringan hingga sedang, hentikan
dekompresi hingga nyeri reda. Jika nyeri tidak kunjung reda, pasien
harus diukeluarkan dari chamber dan diperiksa oleh dokter THT
5) Untuk mencegah barotrauma GI, ajarkan pasien bernafas normal
(jangan menelan uadara) dan menghindari makanan yang
memproduksi gas
6) Pantau adanya klaustrofobia, ajak ngobrol agar pasien terdistraksi
7) Monitor pasien selama dekompresi darurat untuk tanda-tanda
pneumonia
8) Segera cek gula darah jika terdapat tanda hipoglikemia
c. Post HBO
1) Untuk pasien dengan tanda barotrauma, uji ontologis harus dilakukan
2) Tes gula darah pada pasien dengan IDDM
3) Pasien dengan iskemia trauma kaut, sindrom kompartemen, nekrosis
dan paska implan harus dilakukan penilaian status neurovaskular dan
luka
4) Pasien dengan keracunan CO mungkin memerluka tes psikometri atau
tingkat karboxi hemoglobin
5) Pasien dengan insufisisensi arteri akut retina memerlukan hasil
pemeriksaan pandangan yang luas
6) Pasien dirawat karena dekompresi sickness, emboli gas asteri atau
edema cerebral harus dilakukan penilaian neurologis
7) Pasien yang mengonsumsi obat anti ansietas dilarang menggunakan
kendaraan
19
2) Resti cidera b/d transfer pasien (in/out) dari ruangan, ledakan peralatan,
kebakaran atau peralatan dukungan medis
3) Resti barotrauma ke telinga, sinus, gigi dan paru paru atau gas embolik
cerebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang HBO
4) Resti toksisitas oksigen b/d pemberian oksigen 100% pada tekanan atmosfer
yang meningkat
5) Resti untuk pengiriman gas yang tidak memadai b/d sistem pengiriman dan
kebutuhan pasien/ keterbatasan
6) Kecemasan dan ketakutan b/d ruang HBO yang tertutup
7) Ketidaknyamanan b/d perubahan suhu dan kelembaban di ruang HBO
8) Koping individu tidak efektif b/d stress mengatasi penyakit atau kurangnya
dukungan psikososial
9) Resti disritmia b/d patologi penyakit
10) Defisist volume cairan b/d dehidrasi
11) Perubahan perfusi jaringan cerebral b/d keracunan oksigen, dekompresi,
infeksi akut, gas emboli, dll
12) Resti perubahan dalam kenyamanan, cairan dan elektrolit b/d mual, muntah
13) Defisit pemeliharaan kesehatan b/d defisit pengetahuan
20
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 Ansietas b/d Pasien dan/atau 1. Dokumentasikan pemahaman 1. Untuk mengukur tingkat pengetahuan pasien
defisit keluarga akan pasien/keluarga tentang pemikiran
pengetahuan menyatakan: dan tujuan terapi HBO, prosedur
tentang terapi 1. Alasan untuk yang terlibat dan potensi bahaya
oksigen terapi oksigen terapi HBO
hiperbarik dan hiperbarik 2. Mengidentifikasi hambatan 2. Untuk mengurangi kecemasan pasien
prosedur 2. Tujuan terapi pembelajaran
keperawatan 3. Prosedur yang 3. Mengidentifikasi kebutuhan belajar 3. Pasien memahami proses dan tindakan terapi
terlibat dengan termasuk informasi mengenai hal- HBO
terapi oksigen hal berikut
hiperbarik 4. Memberikan kesempatan terus untuk 4. Untuk mengetahui hal hal yang belum
4. Potensi bahaya diskusi dan intruksi diketahui oleh pasien
dari terapi oksigen 5. Menyediakan pasien dan atau 5. Untuk memfasilitasi pasien dalam
hiperbarik keluarga dengan brosur informasi memahami HBO
mengenai terapi HBO
6. Menjaga pasien /keluarga diberitahu 6. Pasien akan mengetahui tindakan apa yang
tentang semua prosedur. akan dilakukan pada dirinya
7. Dokumentasikan pasien/keluarga 7. Pasien dapat mengenal lingkungan HBO
terhadap lingkungan serta terapi untuk mengetahui gangguan selama terapi
HBO HBO
2 Risiko cedera Pasien tidak 1. Membantu transportasi pasien dari 1. Memudahkan pasien dalam menjalani terapi
yang berkaitan mengalami cidera ruangan chamber HBO
dengan pasien tambahan 2. Mengamankan peralatan di dalam 2. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pada
transfer in/out chamber sesuai protap peralatan serta membuat nyaman dan aman
dari ruangan; 3. Memantau peralatan saat terjadi pasien
21
ledakan; perubahan tekanan dan volume 3. Mencegah terjadinya perubahan tekanan dan
peralatan; 4. Mengikuti prosedur pencegahan volume yang tidak sesuai saat terapi HBO
pemadam kebakaran sesuai protap 4. Mencegah terjadinya kebakaran
5. Memonitor adanya udara di IV dan 5. Memantau terjadinya emboli udara
tekanan tubing line invasif (udara
harus dikeluarkan dari tabung)
6. Dokumentasikan saat 6. Mencatat segala tindakan sesuai dengan
mengoperasikan HBO chamber pra- prosedur
intra-post
3 Risiko Tanda tanda yang 1. Kolaborasi: Pemberian dekongestan 1. Menghindari perubahan tekanan yang besar
barotrauma ke terjadi dari sesuai advis dokter sebelum selama mengalami ISPA atau alergi
telinga, sinus, gigi barotrauma akan perawatan terapi oksigen hiperbarik 2. Usaha untuk membuka tua eustachius dan
dan paru paru segera ditangani dan 2. Saat persiapan terapi,instruksikan mengurangi tekanan
atau gas emboli segera dilaporkan pasien untuk melakukan valsavah
serebral b/d manuver; menelan; mengunyah;
perubahan menguap; atau memiringkan kepala
tekanan udara 3. Menilai kemampuan pasien dalam 3. Agar tidak terjadi barotraumas
didalam ruang beradaptasi terhadap perubahan
oksigen tekanan yang cepat
hiperbarik 4. Mengingatkan pasien untuk bernafas 4. Meminimalkan terjadinya potensial
secara relaks saat terapi HBO barotrauma
(terdapat perubahan tekanan)
5. Konfirmasi pengisian NS pada 5. Untuk mencegah emboli
ET/manset trach sebelum diberikan
tekanan
6. Memberitahukan operator bila 6. Memberikan pertolongan dengan segera
pasien tidak dapat beradaptasi
terhadap perubahan tekanan
22
7. Dokumen penilaian 7. Mencatat segala kondisi pasien selama
proses tindakan untuk menentukan intervensi
selanjutnya
8. Observasi ketidakmampuan dalam 8. Perawatan saat pre,intra dan post chamber
beradaptasi terhadap tekanan untuk meminimalkan terjadinya barotraumas
(pre,intra,post)
9. Peningkatan kedalaman nafas 9. Memaksimalkan keefektifan terapi HBO
10. Observasi tanda pneumothorax 10. Mendeteksi secara dini adanya
(nyeri dada yang tajam, kesulitan pneumothoraks
bernafas, gerakan abnormal pada
dinding dada, takikardi)
11. Kolaborasi dengan dokter 11. Untuk memaksimalkan terapi HBO
4 Risiko toksisitas Tanda dan gejala 1. Penilaian hasil laporan pasien ke 1. Untuk deteksi dini adanya potensi toksisitas
oksigen b/d keracunan akan dokter hiperbarik mengenai TTV, dan adanya infeksi
pemberian segera ditangani riwayat penggunaan steroid, aspirin,
oksigen 100% dosis tinggi vit C
pada tekanan yg 2. Memantau pasien selama terapi 2. Mencegah terjadinya keracunan oksigen
meningkat HBO apakah terdapat gejala
toksisitas oksigen pada SSP spt:
numbness, tingling, dengung di
telinga, pusing, penglihatan kabur,
gelisah, mual, kejang
3. Merubah ukuran oksigen jika terjadi 3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
tanda dan gejala toksisitas oksigen pertolongan segera untuk mencegah
dan beritahukan pada dokter terjadinya komplikasi
hiperbarik
4. Observasi tanda toksisitas pada 4. Penilaian awal thd tanda dan gejala
pasien spt: sesak, batuk kering,sulit keracunan oksigen penting untuk dilakukan
23
bernafas
5 Kecemasan dan Pasien 1. Menilai pasien dengan riwayat 1. Untuk idetifikasi dini riwayat klaustrofobia
ketakutan b/d dapatberadaptasi klaustrofobia 2. Untuk identifikasi awal adanya perubahan
perasaan terhadap terhadap terapi HBO 2. Observasi kecemasan pasien selama kondisi pasien agar tidak terjadi kondisi yg
ruangan tertutup dalam ruang perawatan terapi oksigen seperti kritis
chamber chamber gelisah dan merasa terjebak
3. Menjalin kontak mata dengan pasien 3. Sebagai komunikasi nonverbal antara
perawat dengan pasien
4. Meyakinkan keamanan pasien 4. Memberikan kenyamanan pada pasien
selama terapi
5. Dokumentasi hasil 5. Sebagai pertanggungjawaban perawat akan
semua tindakan yang telah dilakukan
6 Nyeri akut b/d Pasien merasa nyeri 1. Observasi rasa sakit yg dirasakan 1. Mengetahui penyebab rasa sakit dan
penekanan saraf berkurang pasien selama terapi HBO intervensi selanjutnya
2. Kolaborasi pemberian analgesik 2. Mengurangi nyeri saat pelaksanaan terapi
serta keefektifannya dan HBO
dokumentasikan 3. Lamanya terapi dapat mempengaruhi
3. Bantu reposisi pasien untuk ambang nyeri pasien
kenyamanan
7 Risiko koping Pasien memenuhi 1. Memberikan dukungan dan 1. Membantu mengidentifikasi persepsi realita
tidak efektif b/d prosedur terapi HBO dorongan dan problem solving
stres menghadapi
penyakit dan 2. Membahas kemampuan pasien untuk 2. Meningktakan perasaan aman pasien agar
sistem dukungan mengatasi masalah, beri dapat mengembangkan koping adaptifnya
psikososial reinforcement positif dan bantu
dalam memberi problem solving
yang sesuai
3. Memfasilitasi komunikasi antara 3. Pasien merasa tidak tertekan dalam
24
pasien dengan anggota staf terapi membicarakan masalahnya
HBO lainnya
4. Mendorong pasien mnegungkapkan 4. Menyediakan petunjuk untuk membantu
perasaannya pasien
5. Dokumentasikan mengenai penilaian 5. Sebagai catatan evaluasi pasien selama
dan diskusi mengikuti terapi
8 Risiko disritmia Tanda gejala 1. Monitor dan dokumentasikan TTV 1. Disritmia biasanya terjadi pada pasien
b/d patologi disritmia segera pasien dengan gangguan katup jantung berkenaan
penyakit mendapat dengan peningkatan tekanan dan volume
penanganan atrium ataupun pada abnormalitas konduksi
sehingga diperlukan observasi pada sistem
sirkulasi sistemik
2. Memonitor dan dokumentasi tanda 2. Ketidakseimbangan eletrolit seperti kalium
tanda hipokalemia dapat mempengaruhi irama dan kontraktilitas
jantung
3. Mempertahankan iv line jika tersedia 3. Sebagai jalan masuk pemberian obat darurat
4. Melaporkan dokter hiperbarik jika 4. Kolaborasi untuk menentukan keefektifan
diperlukan terapi, perlu dilanjutkan atau tidak.
9 Risiko Tanda dan gejala 1. Menilai keseimbangan cairan dan 1. Memberikan pedoman untuk rehidrasi
hipovolemia b/d defisit cairan segera elektrolit dan hidrasi
dehidrasi mendapat 2. Monitor tanda vital 2. Perubahan TD dan nadi dapat menunjukkan
penanganan hipovolemik
10 Gangguan perfusi Tanda dan gejala 1. Lakukan pengkajian neurologis 1. Mempengaruhi intervensi kelanjutan dalam
serebral b/d penurunan fungsi sebelum perawatan memperbaiki gejala neurologis setelah
keracunan CO, neurologis segera terdapat gambaran perubahan neurologis
dekompresi,gas mendapatkan 2. Memantau dan mendokumentasikan 2. Mengukur kesadaran baik secara kualitatif
emboli penanganan fungsi motorik dan sensorik pasien maupun kuantitatif terhadap respon eksternal
3. Berikan dukungan emosional 3. Untuk memberi ketenangan situasi
25
4. Kolaborasi dengan dokter hiperbarik 4. Memantau status pasien dan mencegah
bila terdapat perubahan yang terjadinya komplikasi lebih lanjut
signifikan
12 Risiko perubahan Perasaan mual dan 1. Menilai keluhan mual 1. Mengetahui adanya efek samping dari terapi
keseimbangan muntah pasien dapat HBO
cairan dan berkurang 2. Menjaga jalan nafas untuk mencegah 2. Tekanan oksigen 100 % dapat menyebabkan
elektrolit b/d aspirasi terjadinya aspirasi
mual muntah 3. Beritahu dokter jika pasien mual 3. Sebagai tindakan kolaborasi medis
4. Kolaborasi pemasangan NGT bila 4. Mengetahui dan mencegah terjadinya
ada indikasi dehidrasi karena ketidakseimbangan cairan
(intake dan output)
13 Pemeliharaan Pasien/keluarga 1. Menilai untuk defisit pengetahuan 1. Pengetahuan pasien/keluarga dapat
kesehatan b/d melaporkan gejala yang berkaitan dengan patologi yang mempengaruhi proses kesembuhan secara
defisit post terapi HBO mendasari cepat
pengetahuan 2. Diskusikan dengan pasien tentang 2. Biaya sebagai faktor yang mempengaruhi
untuk manajemen kebutuhan keluarga termasuk biaya terapi lanjutan
luka kronis, 3. Mendiskusikan tentang cara 3. Zat berbahaya dalam rokok dapat
pembatasan pemeliharaan penyembuhan luka menghambat pertumbuhan sel yang berperan
penyakit dalam penyembuhan luka; Protein, cairan
dekompresi lebih dan vit C berperan penting dalam proses
lanjut penyembuhan luka; Penjelasan diberikan
untuk mengurangi kecemasan
4. Mendiskusikan tentang cara 4. Alkohol dan kafein dapat menyebabkan
pemeliharaan dekompresi, penekanan pada SSP; aktivitas berat dapat
memperparah keadan dekompresi dan
terhambatnya vasodilatasi
26
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 13 November 2017
Jam Pengkajian : 09.30 WIB
No. RM : 002.xx
Diagnosa Masuk : Low Back Pain
Hari terapi ke : 40
Nama Pasien : Ny. D
Usia : 46 th
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Komplek Timur RSAL
Keluhan Utama : Nyeri tumpul pada punggung bawah
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien pertama kali mengikuti TOHB pada
tanggal 26 Juli 2016 sebanyak 20 kali untuk
mengobati penyakit Parkinson yang
dimilikinya, dan selesai pada tanggal 17
September 2016 dengan hasil yang baik. Pada
bulan Oktober 2017 klien kembali melakukan
terapi HBO karena merasakan keluhan nyeri
yang hilang timbul pada punggung bawah.
Setelah menjalani terapi yang ke 40 pada
tanggal 13 November 2017. klien merasakan
nyeri pada daerah punggung bawah berkurang
namun apabila klien beraktivitas duduk atau
berdiri terlalu lama, rasa nyeri tersebut
kembali muncul.
Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Pernah dirawat : ya tidak kapan: Juli 2016 diagnosa: parkinson
2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak
Riwayat kontrol : terapi hiperbarik di Lakesla
Riwayat penggunaan obat : tidak ada
3. Riwayat alergi : tidak ada
Obat ya tidak jenis : tidak ada
Makanan ya tidak jenis : tidak ada
Lain-lain ya tidak jenis : tidak ada
4. Riwayat operasi ya tidak
Kapan : tidak ada Masalah Keperawatan :
Jenis operasi : tidak ada Tidak ditemukan masalah
5. Lain-lain : tidak ada keperawatan
Riwayat Penyakit Keluarga
ya tidak
Jenis : DM tidak ada, HT tidak ada
27
Riwayat Yang Mempengaruhi Kesehatan
Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan :
Alkohol ya tidak keterangan : tidak mengonsumsi alkohol
Merokok ya tidak keterangan : tidak pernah merokok
Obat ya tidak keterangan : tidak menggunakan obat tertentu
Olahraga ya tidak keterangan : rutin berolahraga min. 1x/seminggu
2. Sistem Pernafasan
a. RR : 21 x/menit
b. Keluhan : tidak ada sesak nyeri waktu nafas orthopnea
c. Batuk : tidak ada produktif tidak produktif
Sekret : tidak ada Konsistensi : tidak ada
Warna : tidak ada Bau : tidak ada
d. Penggunaan otot bantu nafas : tidak ada penggunaan otot bantu nafas
e. PCH ya tidak
f. Irama nafas teratur tidak teratur
g. Friction rub : tidak terkaji
h. Pola nafas: Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot
i. Suara nafas: Vesikuler Bronko vesikuler
Tracheal Bronkhial
Ronkhi Wheezing
Masalah Keperawatan :
Crackles Tidak ditemukan masalah
j. Alat bantu nafas ya tidak keperawatan
Jenis: tidak ada Flow: tidak ada
k. Penggunaan WSD: tidak menggunakan WSD
- Jenis : tidak ada
- Jumlah caira : tidak ada
- Undulasi : tidak ada
- Tekanan : tidak ada
l. Tracheostomy ya tidak
m. Lain-lain : tidak ada
3. Sistem Kardiovaskuler
a. TD : 120/70 mmHg Masalah Keperawatan :
b. N : 88x/menit Tidak ditemukan masalah
c. Keluhan nyeri dada : ya tidak keperawatan
d. Irama jantung : regular ireguler
e. Suara jantung : normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain
f. Ictus cordis : tidak terkaji
g. CRT : <2 detik
28
h. Akral : hangat kering merah basah pucat
Panas dingin
i. Sirkulasi perifer normal
j. JVP : tidak terkaji
k. CVP : tidak terkaji
l. CTR : tidak terkaji
m. ECG & Interpretasi: tidak terkaji
Masalah Keperawatan :
4. Sistem Persyarafan Tidak ditemukan masalah
a. S : 36, 4oC keperawatan
b. GCS : 456
c. Refleks fisiologis : patella triceps biceps
d. Refleks patologis : babinsky brudzinsky kernig
e. Keluhan pusing : ya tidak
f. Pemeriksaan saraf kranial : tidak terkaji
g. Pupil anisokor isokor
h. Sclera anikterus ikterus
i. Konjungtiva ananemis anemis
j. Istirahat/Tidur : 7-8 Jam/Hari Gangguan tidur : tidak ada gangguan
tidur
k. IVD : tidak terkaji
l. EVD : tidak terkaji
m. ICP : tidak terkaji
n. Lain-lain : tidak terkaji
5. Sistem Perkemihan
Masalah Keperawatan :
a. Kebersihan genitalia : tidak dikaji
Tidak ditemukan masalah
b. Sekret : tidak dikaji
keperawatan
c. Kebersihan meatus uretra :tidak dikaji
d. Keluhan kencing : ada tidak
Bila ada, jelaskan: tidak ada
e. Kemampuan berkemih
Spontan Alat bantu
Jenis : tidak ada
Ukuran: tidak ada
Hari ke : tidak ada
f. Produksi urine : 1,5 liter/hari
Warna : kuning bening
Bau : tidak dikaji
g. Kandung kemih : Membesar ya tidak
h. Nyeri tekan : ya tidak
i. Intake cairan oral : 1,5 liter /hari
j. Lain-lain : tidak ada
6. Sistem Pencernaan
a. TB : 166 cm BB : 67 kg
b. IMT : 24,3 Interpretasi : Normal (18,5-25,9)
29
c. Mulut : bersih kotor berbau
d. Membran mukosa : lembab kering stomatitis
e. Tenggorokan :tidak ada masalah pada tenggorokan
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
f. Abdomen : tegang kembung ascites Supel
g. Nyeri tekan : ya tidak
h. Luka operasi: ada tidak
Tanggal operasi: tidak ada Masalah Keperawatan :
Jenis operasi : tidak ada Tidak ditemukan masalah
Lokasi : tidak ada keperawatan
Keadaan : tidak ada
Drain ada tidak
- Jumlah : tidak ada
- Warna : tidak ada
- Kondisi area sekitar insersi : tidak ada
i. Peristaltik : tidak terkaji
j. BAB : 1 x/ hari
k. Konsistensi : keras lunak cair lender/darah
l. Diet : padat lunak cair
m. diet khusus : tidak ada
n. Nafsu makan : baik menurun
o. Porsi makan : habis tidak
p. Lain-lain : tidak ada
7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior :
OD Visus OS
Dapat membuka dan Dapat membuka dan
menutup mata. Palpebra menutup mata. Bengkak
Bengkak (-), memar (-) (-), memar (-)
Ananemis Conjuntiva Ananemis
Tidak Terkaji Kornea Tidak Terkaji
Tidak Terkaji BMD Tidak Terkaji
Isokor Pupil Isokor
Tidak Terkaji Iris Tidak Terkaji
Tidak Terkaji Lensa Tidak Terkaji
Tidak Terkaji TIO Tidak Terkaji
30
Lokasi : tidak ada
Keadaan : tidak ada
d. Pemeriksaan penunjang lain : tidak ada
e. Lain-lain : tidak ada
8. Sistem Pendengaran
a Pengkajian Segmen Anterior dan Posterior
OD Auricula OS
Tidak Terkaji MEA Tidak Terkaji
Tidak Terkaji Membran Tymphani Tidak Terkaji
Tidak Terkaji Rinne Tidak Terkaji
Tidak Terkaji Weber Tidak Terkaji
Tidak Terkaji Swabach Tidak Terkaji
9. Sistem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : bebas terbatas
b. Kekuatan otot : 5 5
5 5
c. Kelainan ekstremitas : ya tidak
d. Kelainan tulang belakang : ya tidak
Frankel :
e. Fraktur : ya tidak
- Jenis : tidak ada
f. Traksi : ya tidak
Jenis : tidak ada
Beban : tidak ada
Lama pemasangan: tidak ada
g. Penggunaan spalk/gips : ya tidak
h. Keluhan nyeri : ya tidak
i. Sirkulasi perifer : baik (normal)
31
j. Kompartemen syndrome : ya tidak
k. Kulit : ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
l. Turgor : baik kurang jelek
m. Luka operasi : ada tidak
Tanggal operasi : tidak ada
Masalah Keperawatan :
Jenis operasi : tidak ada
Nyeri akut
Lokasi : tidak ada
Keadaan : tidak ada
Drain : ada tidak
- Jumlah : tidak ada
- Warna : tidak ada
- Kondisi area sekitar insersi: tidak ada
n. ROM : Aktif, Mandiri
o. POD : tidak terkaji
p. Cardinal sign : tidak ada tanda-tanda inflamasi
32
11. Sistem Endokrin
a. Pembesaran tyroid : ya tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening : ya tidak
c. Hipoglikemia : ya tidak
d. Hiperglikemia : ya tidak
e. Kondisi kaki DM :
- Luka gangren ya tidak
- Jenis : tidak ada
- Lama luka : tidak ada Masalah Keperawatan :
- Warna : tidak ada Tidak ditemukan masalah
- Luas luka : tidak ada keperawatan
- Kedalaman : tidak ada
- Kulit kaki : tidak ada
- Kuku kaki : tidak ada
- Telapak kaki : tidak ada
- Jari kaki :-
- Infeksi ya tidak
- Riwayat luka sebelumnya ya tidak
Jika ya : tidak ada
- Tahun : tidak ada
- Jenis luka : tidak ada
- Lokasi : tidak ada
- Riwayat amputasi sebelumnya ya tidak
Jika ya : tidak ada
- Tahun : tidak ada
- Lokasi : tidak ada
f. ABI : tidak terkaji
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya : klien mengatakan jika sakit yang klien
alami saat ini merupakan cobaan dari Tuhan.
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya : menerima dan biasa saat bercerita
murung/diam gelisah tegang marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi : kooperatif tidak kooperatif curiga
d. Gangguan konsep diri : tidak ada
e. Lain-lain : tidak ada Masalah Keperawatan :
Tidak ditemukan masalah
keperawatan
33
- Berhias : di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Makan : di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
Masalah Keperawatan :
Tidak ditemukan masalah
keperawatan
PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah :
- Sebelum sakit : sering kadang-kadang tidak pernah
- Selama sakit : sering kadang-kadang tidak pernah
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah : -
34
TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH
5 5
Bagian pintu masuk dan Pasien transfer in/out
dalam chamber kecil
memiliki ruang gerak Resiko cedera
terbatas
13 November DS : Terapi HBO Resiko
2017 1. pasien mengatakan keracunan
menghirup oksigen Peningkatan tekanan oksigen
murni 100% saat diatas 1 ATA
dalam chamber
2. pasien mengatakan Pemberian oksigen
lama terapi HBO murni 100%
sekitar 2 jam
DO : Resiko keracunan
Terapi HBO hari ke 40 oksigen
tanggal 13 November
2017
13 November DS : Ruangan udara Resiko
2017 pasien mengatakan dengan tekanan tinggi barotrauma
telah mengerti cara (2,4 ATA)
valsava manuver yang
benar Perubahan tekanan
DO: udara di dalam
pasien memperagakan ruangan
valsava manuver
dengan meniup sambil Penekanan pada
menutu hidung membran tympani
(internal chamber)
Resiko barotrauma
35
3.3 Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO INTERVENSI
(Tujuan. Kriteria Hasil)
1 Nyeri akut b/d penekanan saraf Pre HBO
tulang belakang
1. Observasi rasa sakit yg
dirasakan pasien dan faktor
penyebabnya
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan
keperawatan dengan terapi HBO 2. Kolaborasi pemberian analgesik
selama 2 jam, diharapkan nyeri serta keefektifannya dan
berkurang dokumentasikan
Intra HBO
Kriteria Hasil: 1. Bantu reposisi pasien untuk
kenyamanan
Pasien mengatakan nyeri 2. Dorong pasien untuk nafas
berkurang dalam selama fase istirahat
3. Kontrol suhu dalam chamber
agar pasien nyaman
Post HBO
1. Dokumentasikan rasa nyeri
yang dirasakan pasien selama
terapi
2 Risiko cidera yang b/d pasien Pre HBO
transfer in/out dari ruang chamber, 1. Periksa Vital Sign pasien, dan
ledakan peralatan, kebakaran, kondisi klinis.
dan/atau peralatan dukungan medis 2. Bantu pasien masuk ke ruang
Chamber dengan tepat dan hati
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan hati.
keperawatan dengan terapi HBO 3. Ingatkan barang-barang yang
selama 2 jam, diharapkan tidak tidak boleh dibawa
terjadi cidera 4. Ikuti prosedur pencegahan
kebakaran sesuai kebijakan yang
Kriteria Hasil: ditentukan dan prosedur
a. Pasien keluar chamber dengan pelaksanaan terapi HBO.
kondisi aman
b. Tidak terjadi kebakaran Intra HBO
c. Tidak ditemukan cidera pada 1. Amankan peralatan di dalam
tubuh pasien ruang sesuai dengan kebijakan
d. Tidak ada barang-barang dan prosedur pelaksanaan terapi
kontraindikasi TOHB yang HBO.
terbawa masuk chamber 2. Observasi kondisi pasien selama
pemberian terapi HBO di dalam
Chamber
3. Bantu pasien memenuhi
36
kebutuhan selama di dalam
chamber dan posisikan pasien
dengan nyaman di kursi.
Post HBO
1. Bantu pasien keluar ruangan/
chamber
2. Periksa kondisi pasien dan
pastikan tidak ada cedera pada
pasien.
37
a. Nyeri dan rasa terbakar di
dada
b. sesak di dada
c. batuk kering (terhenti-henti)
d. kesulitan menghirup napas
penuh, dan
e. Dispneu saat bergerak
Post HBO
1. Kaji kondisi klinis pasien dan
pastikan tidak ada tandatanda
keracunan oksigen.
2. Beritahukan dokter hiperbarik
jika tanda-tanda dan gejala
keracunan oksigen paru muncul.
4 Risiko barotrauma ke telinga, Pre HBO
sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas 1. Periksa Vital sign dan kondisi
emboli serebral b.d. kurang kesehatan pasien
pengetahuan tentang teknik valsava 2. Sebelum perawatan instruksikan
dan perubahan tekanan udara pada pasien tentang teknik
didalam ruangan oksigen pengosongan telinga, dengan
hiperbarik cara menelan, mengunyah,
menguap modifikasi manuver
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan valsava.
keperawatan dengan terapi HBO
selama 2 jam, diharapkan tidak
terjadi barotrauma telinga, sinus Intra HBO
gigi, dan paru-paru, atau gas 1. Kaji kemampuan pasien
emboli serebral dengan melakukan teknik pengosongan
telinga saat tekanan dilakukan
Kriteria Hasil: dengan valsava.
a. Pasien tidak mengeluh nyeri 2. Lakukan tindakan keperawatan :
pada telinga, sinus gigi dan 3. Ingatkan pasien untuk bernapas
paru-paru dengan normal selama
b. Tidak ditemukan tanda-tanda perubahan tekanan,
barotrauma berupa: 4. Beritahukan operator ruang
a. Ketidakmampuan untuk multiplace jika pasien tidak
menyamakan telinga, nyeri dapat menyesuaikan persamaan
telinga, dan telinga tekanan.
berdarah 5. Monitor secara berkelanjutan
b. Kecepatan dan kedalaman untuk mengetahui tanda-tanda
napas meningkat dan gejala barotrauma termasuk:
c. Nyeri dada yang tajam, 6. Ketidakmampuan untuk
napas cepat dan menyamakan telinga, atau sakit
abnormalitas gerak dada. di telinga dan / atau sinus
(terutama setelah pengobatan
awal, dan setelah perawatan
berikutnya)
38
7. Peningkatan kecepatan dan /
atau kedalaman pernafasan
8. Tanda dan gejala dari
pneumotoraks, termasuk:
9. Tiba-tiba nyeri dada tajam
10. Kesulitan, bernafas cepat
11. Gerakan dada abnormal pada
sisi yang terkena, dan
12. Takikardi dan / atau kecemasan
Post HBO
1. Kaji kondisi pasien dan pastikan
tidak ada tanda tanda
Barotrauma.
2. Dokumentasi kegiatan
Intra HBO
1 07.30
1. Mengatur posisi yang nyaman untuk
klien
2
2. Mengecek kembali barang-barang
yang tak boleh dibawa masuk ke
dalam chamber
3. Mengingatkan kembali untuk
4
melaksanakan valsava manuver
ketika tekanan chamber dinaikkan
39
Hari / Tanggal/
No. Dx Jam Implementasi
Terapi ke
4. Membantu memasangkan oksigen
3 masker pada klien
5. Memonitor kondisi pasien saat terapi
3,4 berlangsung, cek adanya tanda-tanda
barotrauma dan keracunan oksigen
Post HBO
2 09.30 1. Membantu pasien keluar chamber
1 2. Mengevaluasi keluhan nyeri selama
melakukan terapi HBO
3. Mengevaluasi tanda-tanda
4 barotrauma:
a. Tidak ditemukan adanya nyeri
telinga, perdarahan pada
telinga,mimisan
b. Tidak ditemukan peningkatan
kecepatan dan kedalaman napas
maupun nyeri ketika bernapas
4. Mengevaluasi gejala dari keracunan
3 oksigen pada sistem saraf pusat :
a. Mati rasa dan berkedut
b. Telinga berdenging
c. Vertigo
d. Penglihatan kabur
e. Gelisah dan mudah tersinggung
f. Mual
5. Merapikan dan membersihkan
2 chamber
6. Mendokumentasikan tindakan
1,2,3,4 keperawatan yang telah dilakukan
pada catatan keperawatan hiperbarik
Hari / Tanggal/
No. Dx Jam Implementasi
Terapi ke
Rabu, 15 Pre HBO
November 2017 1,2,3,4 07.10 1. Melakukan pengkajian pada pasien
/ ke 41 1,2,3,4 2. Melakukan observasi TTV, Tekanan
Darah: 118/80 mmHg, Nadi:
83x/menit, RR: 19x/menit.
4 3. Mengkaji kemampuan klien
40
Hari / Tanggal/
No. Dx Jam Implementasi
Terapi ke
melakukan teknik valsava dengan
benar
2 4. Mengingatkan kembali pada pasien
tentang barang-barang yang tidak
boleh dibawa kedalam chamber
2 5. Membantu klien memasuki ruang
chamber dan mengantarkan ke kursi
yang telah disediakan
Intra HBO
1 07.30
1. Mengatur posisi yang nyaman untuk
klien
2
2. Mengecek kembali barang-barang
yang tak boleh dibawa masuk ke
dalam chamber
3. Mengingatkan kembali untuk
4
melaksanakan valsava manuver
ketika tekanan chamber dinaikkan
4. Membantu memasangkan oksigen
3
masker pada klien
5. Mendorong pasien merasa rileks
1
dengan nafas dalam saat fase
istirahat
3,4
6. Memonitor kondisi pasien saat terapi
berlangsung, cek adanya tanda-tanda
barotrauma dan keracunan oksigen
Post HBO
2 09.30
1. Membantu pasien keluar chamber
1
2. Mengevaluasi keluhan nyeri selama
melakukan terapi HBO
3. Mengevaluasi tanda-tanda
4
barotrauma:
c. Tidak ditemukan adanya nyeri
telinga, perdarahan pada
telinga,mimisan
d. Tidak ditemukan peningkatan
kecepatan dan kedalaman napas
maupun nyeri ketika bernapas
4. Mengevaluasi gejala dari keracunan
3
oksigen pada sistem saraf pusat :
g. Mati rasa dan berkedut
h. Telinga berdenging
i. Vertigo
j. Penglihatan kabur
41
Hari / Tanggal/
No. Dx Jam Implementasi
Terapi ke
k. Gelisah dan mudah tersinggung
l. Mual
2 5. Merapikan dan membersihkan
chamber
1,2,3,4 6. Mendokumentasikan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan
pada catatan keperawatan hiperbarik
42
Risiko keracunan oksigen b.d. S: Pasien mengatakan tidak mengeluh, sesak,
pemberian oksigen 100% vertigo, mual, penglihatan kabur.
selama tekanan atmosfir O: RR: 20x/menit, klien tampak tenang, tidak
meningkat muncul tanda keracunan. Seperti:
a. Mati rasa dan berkedut
b. Telinga berdenging
c. Vertigo
d. Penglihatan kabur
e. Gelisah dan mudah tersinggung
f. Mual
A: Masalah keracunan oksigen tidak terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO ke 41
43
Risiko keracunan oksigen b.d. S: Pasien mengatakan tidak mengeluh, sesak,
pemberian oksigen 100% vertigo, mual, penglihatan kabur.
selama tekanan atmosfir O: RR: 20x/menit, klien tampak tenang, tidak
meningkat muncul tanda keracunan. Seperti:
a. Mati rasa dan berkedut
b. Telinga berdenging
c. Vertigo
d. Penglihatan kabur
e. Gelisah dan mudah tersinggung
f. Mual
A: Masalah keracunan oksigen tidak terjadi
P: Lanjutkan terapi HBO ke 42
44
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Klien Ny. D menjalani terapi hiperbarik oksigen sudah kurang lebih satu
tahun lebih tepatnya dimulai pada tanggal 26 Juli 2016 dan telah menjalani terapi
yang ke 40 pada hari Senin 13 November 2017. Klien awalnya menjalani terapi
HBO sebanyak 20 kali untuk mengobati penyakit Parkinson yang dimilikinya, dan
selesai pada tanggal 17 September 2016 dengan hasil yang baik. Pada bulan
Oktober 2017 klien kembali melakukan terapi HBO karena merasakan keluhan
nyeri yang hilang timbul pada punggung bawah. Rasa nyeri tersebut mudah
timbul terutama ketika klien sedang duduk atau berdiri dalam waktu lama (sekitar
4 jam). Berdasarkan hasil pengkajian menunjukkan bahwa Ny. D mengalami
perbaikan kesehatan setelah menjalani terapi yang ke 40 yakni pada tanggal 13
November 2017. Perbaikan kesehatan yang dialami oleh klien adalah
berkurangnya rasa nyeri pada daerah punggung bawah namun apabila klien
beraktivitas duduk atau berdiri terlalu lama, rasa nyeri tersebut kembali muncul.
Berdasarkan hasil pengkajian yang ditemukan pada Ny. D, maka
ditemukan masalah keperawatan yaitu nyeri akut, resiko cidera, resiko keracunan
oksigen, dan resiko barotrauma telinga. Intervensi dan implementasi yang
dilakukan dalam menyelesaikan masalah keperawatan meliputi membantu klien
masuk dan keluar dari chamber, mengatur posisi yang nyaman untuk klien,
mengingatkan untuk meninggalkan barang-barang yang tidak diperbolehkan
dibawa masuk ke chamber, menginstruksikan untuk melakukan valsava maneuver
saat terjadi penekanan, membantu memasangkan masker, dan menginstruksikan
untuk bernapas biasa saat menghirup oksigen 100%. Setelah dilakukan
implementasi keperawatan tersebut, sesuai hasil evaluasi tindakan keperawatan
tidak ditemukan masalah cedera, barotrauma, dan keracunan oksigen sehingga
klien dapat mengikuti terapi HBO ke 41.
Setelah mengikuti THBO ke 40 dapat disimpulkan bahwa Ny. D sudah
mengalami perubahan yang baik dari sebelumnya saat awal mulai THBO, yaitu
dengan nyeri pada punggung bawah dan sulit untuk melakukan aktivitas atau
pekerjaan sehari-hari.
45
Berdasarkan yang dialami Ny. D bahwa terapi HBO pada penderita Low
Back Pain sangat efektif dalam proses penyembuhan atau peningkatan kesehatan.
Hal ini dikarenakan terapi HBO dapat meningkatkan jumlah oksigen dalam
plasma terutama jaringan pada tulang belajang dan mengurangi rasa nyeri pada
tulang belakang.
4.2 Saran
Berdasarkan pengamatan selama praktek di Lakesla Drs. Med. Rijadi. S.,
Phys Surabaya, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran
untuk perbaikan Lakesla dimasa yang akan mendatang. Adapun saran-saran
tersebut, yakni:
1. Bagi Lakesla Drs. Med. Rijadi. S., Phys Surabaya
1) Diharapkan agar dapat menambah kursi atau bangku untuk tempat
duduk pasien saat akan melakukan vital sign sebelum masuk chamber
bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Lakesla
sendiri.
2) Diharapkan dapat menyediakan media informasi berupa leaflet, poster
atau yang sejenisnya tentang manfaat terapi hiperbarik oksigen pada
Low Back Pain (LBP) yang ditujukan untuk pasien maupun
keluarga, sehingga pasien dapat rutin menjalani terapi yang akhirnya
mendapatkan hasil yang optimal.
3) Diharapkan agar dapat menambah penyediaan ruang Pre dan Post
chamber sehingga dapat dilakukan vital sign, pemanggilan klien
sebelum masuk chamber, serta dapat dilakukan evaluasi klien setelah
masuk chmaber agar dapat lebih efisien dan maksimal.
2. Bagi Mahasiswa Praktek Profesi Universitas Airlangga
Diharapkan agar dapat lebih meningkatkan kompetensi dan wawasan
tentang perkembangan teori-teori terbaru dalam dunia kesehatan
khususnya tentang terapi hiperbarik oksigen.
46
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, K. (2009). Faktor Risiko Kejadian Low Back Pain Pada Operator
Tambang Sebuah Perusahaan Tambang Nickel Di Sulawesi Selatan. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia, 4(2), 115121.
Fauci, A., Kasper, D., & Longo, D. (2008). Back and Neck Pain. In Harrisons
Principles of Internal Medicine (17th ed.). New York: McGraw-Hill.
Foster, M. R. (2017). Herniated Nucleus Pulposus.
Gupta, V., Vijay, S., Gupta, R., & Kaul, S. (2005). Hyperbaric Oxygen Therapy.
JK-Practitioner, 12(1), 4447.
Karam, M. D. (2010). Case Report: Successful Treatment of Acute Exertional
Paraspinal Compartment Syndrome With Hyperbaric Oxygen Therapy.
Orthopaedic Journal, 30, 188190.
Patrianingrum, M. (2015). Prevalensi dan Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah
di Lingkungan Kerja Anestesiologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Jurnal Anastesi Perioperatif, 3(1), 4756.
Priherdityo, E. (2016). Nyeri Punggung Dapat Disebabkan Faktor Psikologis.
Rahim, A. H. (2015). Terapi Konservatif Untuk Low Back Pain.
Riningrum, H. (2016). Pengaruh Sikap Kerja, Usia, dan Masa Kerja Terhadap
Keluhan Low Back Pain. Jurnal Pena Medika, 6(2), 91102.
Roupa. (2008). The Problem of Lower Back Pain In Nursing Staff and Its Effect
On Human Activity. Health Science Journal, 2(4).
Sahni, T., Singh, P., & John, M. (2003). Hyperbaric Oxygen Therapy: Current
Trends and Applications. Journal of the Association of Physicians of India,
51, 280284.
Simon, & Schuster. (2003). Fundamental of Anatomy and Physiology. New Jersey:
Prentice Hall Inc.
Tarwaka. (2014). Ergonomi Industri. In 2014. Surakarta: Harapan Press.
Triasmara, W. (2016). Mengenal Terapi Oksigen Hiperbarik. Retrieved from
http://redaksiindonesia.com/read/mengenal-terapi-oksigen-hiperbarik.html
Yuliana. (2011). Low Back Pain. RSUD Dr. Hasan Sadikin Bandung, 38, 270
273.
47