NAMA KELOMPOK :
1. Ida Royani 1411105018
2. Ni Putu Eka Yunita Ulandari 1411105019
3. I Gusti Putu Bhuana Aristya Putra 1411105020
4. Lina Nindyawati 1411105021
5. Ni Putu Riska Deyana Aprilia 1411105022
6. Rut Elisabet Sianturi 1411105023
Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun paper ini dengan baik dan
tepat pada waktunya. Dalam paper ini kami membahas mengenai nilai-nilai
Pancasila sebagai pedoman etika berpolitik.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
paper ini. Oleh karena itu kami menginginkan pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan paper selanjutnya.
Akhir kata semoga paper ini dapat memberikan manfaat bagi penulis,
pemerintah, pembaca, dan masyarakat.
Penulis
Lampiran .................................................................................................. 18
Jika kita berbicara tentang Pancasila sebagai etika politik maka pancasila
mempunyai lima prinsip,lima prinsip tersebut disusun berdasarkan
pengelompokan pancasila.Lima prinsip tersebut,antara lain; Pluralisme,Hak
Asasi Manusia,Solidaritas Bangsa, Demokrasi, Keadilan Sosial
PEMBAHASAN
2.2 PEMBAHASAN
2.2.1 Nilai dan Etika
a. Nilai
Nilai atau Value, yang berasal dari bahasa Latin Valare merupakan
bidang kajian dalam filsafat. Istilah nilai dalam filsafat dipakai untuk
menunjukkan kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau
kebaikan. Pengertian nilai adalah kemampuan yang ada dan dipercayai
pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Beberapa pengertian nilai menurut para ahli sebagai berikut:
3.2 SARAN
Dengan berpijak pada uraian diatas, maka beberapa saran yang diajukan
oleh penulis adalah sebagai berikut :
Pancasila pada orde baru dijadikan sebagai tema sentral dalam menggerakkan
seluruh komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disinghkat dengan P4. Pedoman itu
berupa butir-butir pedoman berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang ada pada
butir-butir P4 tersebut sebenarnya tidak ada sedikitpun yang buruk atau ganjil,
oleh karena itu, menjadi mudah diterima oleh seluruh bangsa Indonesia.
Hanya saja tatkala memasuki era reformasi, oleh karena pencetus P4 tersebut
adalah orang yang tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus
dibuang, sekalipun baik. P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap
sebagai alat untuk memperteguh kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa
yang bersangkutan jatuh, maka semua pemikiran dan pandangannya dianggap
tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan.
Sementara itu, era reformasi belum berhasil melahirkan idiologi pemersatu
bangsa yang baru. Pada saat itu semangatnya adalah memperbaiki pemerintahan
yang dianggap korup, menyimpang, dan otoriter, dan kemudian harus diganti
dengan semangat demokratis. Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-
undang dasar 1945 harus diamandemen. Beberapa hal yang masih didanggap
sebagai identitas bangsa, dan harus dipertahankan adalah bendera merah putih,
lagu kebangsaan Indonesia raya, dan lambang Burung Garuda. Lima prinsip
dasar yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara,
yang selanjutnya disebut Pancasila, tidak terdengar lagi, dan apalagi P4.
Namun setelah melewati sekian lama masa reformasi, dengan munculnya idiologi
baru, semisal NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran baru, bahwa
ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting
untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu
bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila
Keadilan Sosial
Tak ada persatuan tanpa keadilan. Dengan kata lain, persatuan haruslah dibangun
atas dasar keadilan dan kesejahteraan sosial. Mustahil, negara bisa membangun
persatuan jika tidak ditopang keadilan dan kesejahteraan masyarakatnya. Karena
itu, sila ketiga dan sila kelima dalam Pancasila memiliki keterkaitan erat. Hal ini
terumus dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 bahwa ketika negara
sudah terbentuk maka kekayaan negara dieksplorasi demi kemaslahatan warga
negara Indonesia. Sehingga tidak adil jika hanya satu daerah yang menikmati hasil
pembangunan.
Namun setelah melewati sekian lama masa reformasi, dengan munculnya idiologi
baru, semisal NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran baru, bahwa