Anda di halaman 1dari 35

PAPER

NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI PEDOMAN


ETIKA BERPOLITIK
Paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan Pendidikan
Pancasila

NAMA KELOMPOK :
1. Ida Royani 1411105018
2. Ni Putu Eka Yunita Ulandari 1411105019
3. I Gusti Putu Bhuana Aristya Putra 1411105020
4. Lina Nindyawati 1411105021
5. Ni Putu Riska Deyana Aprilia 1411105022
6. Rut Elisabet Sianturi 1411105023

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2014

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 1


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun paper ini dengan baik dan
tepat pada waktunya. Dalam paper ini kami membahas mengenai nilai-nilai
Pancasila sebagai pedoman etika berpolitik.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
paper ini. Oleh karena itu kami menginginkan pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan paper selanjutnya.
Akhir kata semoga paper ini dapat memberikan manfaat bagi penulis,
pemerintah, pembaca, dan masyarakat.

Jimbaran, 16 September 2014

Penulis

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 2


DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ............................................................................................ 2
Daftar Isi ..................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 6
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................... 6
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................... 6
1.5 Batasan Masalah ........................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori .......................................................................... 7
2.2.1 Nilai dan Etika ....................................................................... 7
2.2.2 Hakikat Pancasila .................................................................. 8
2.2.3 Etika Politik ........................................................................... 9
2.2.4 Nilai-Nilai Pancasila Yang Terkandung Sebagai Pedoman Politik 11
2.2.5 Penyimpangan Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik ........ 13

BAB III KESIMPULAN


3.1 Kesimpulan ............................................................................... 15
3.2 Saran ......................................................................................... 15

Daftar Pustaka ........................................................................................ 17

Lampiran .................................................................................................. 18

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 3


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia memiliki peranan
penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dalam berbagai hal. Nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya mencerminkan kehidupan berbudaya dan
berakhlak masyarakat Indonesia. Sila-sila Pancasila memiliki makna tersendiri
dalam setiap kehidupan masyarakat dan menjadi pedoman kehidupan.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta.
Dengan nilai ini menyatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya
pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati
kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif
antarumat beragama.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap
dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar
tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya, tidak membeda-bedakan orang dan selalu bersikap adil dalam
kehidupan bermasyarakat.
Sila persatuan Indonesia mengandung makna usaha untuk bersatu dalam
kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai
sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia dari
sabang sampai merauke.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat
melalui lembaga-lembaga perwakilan rakyat seperti DPR, MPR, DPD, dan
DPRD. Dan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung
makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia
Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atapun batiniah.

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 4


Sebagai dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber
derivasi peraturan perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber
moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum
serta sebagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Dewasa ini pelanggaran nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berpolitik
semakin marak terjadi. Terkikisnya mental pemimpin yang tangguh dan
berpegang teguh terhadap Pancasila menjadi masalah yang tidak ada ujungnya
dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut
agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan Asas legalitas
(Legitimasi hukum), secara demokrasi (legitimasi demokrasi) dan
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan,
kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus
berdasarkan legitimimasi moral religius serta moral kemanusiaan.
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya
membicarakan masalah- masalah yang berkaitan dengan prediket nilai susila
dan tidak susila,baik dan buruk. Pengertian politik lebih luas, yaitu
menyangkut seluruh unsur yang menyangkut suatu persekutuan hidup yang
disebut masyarakat negara. Jadi etika politik ialah etika yang berkait erat
dengan bidang pembahasan moral yang tidak dapat dipisahkan dengan pelaku
etika yaitu manusia.

Jika kita berbicara tentang Pancasila sebagai etika politik maka pancasila
mempunyai lima prinsip,lima prinsip tersebut disusun berdasarkan
pengelompokan pancasila.Lima prinsip tersebut,antara lain; Pluralisme,Hak
Asasi Manusia,Solidaritas Bangsa, Demokrasi, Keadilan Sosial

Selain pancasila mempunyai lima prinsip diatas pancasila juga mempunyai


tantangan etika politik paling serius di Indonesia,seperti:

1. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.


2. Ekstremisme ideologis yang anti pluralisme, pertama-tama
ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 5


Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada
masyarakat.
3. Korupsi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


- Apakah pengertian dari nilai dan etika ?
- Bagaimanakah hakikat Pancasila sebagai pedoman bangsa ?
- Apakah pengertian dari etika politik ?
- Apakah nilai-nilai Pancasila yang terkandung sebagai pedoman etika
berpolitik ?
- Apa saja penyimpangan-penyimpangan berpolitik yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila ?
1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui hakikat Pancasila sebagai pedoman bangsa khususnya
dalam berpolitik.
- Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai
pedoman dalam etika berpolitik.
- Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan berpolitik yang terjadi
dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat bagi penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
- Dengan penulisan paper ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
mengenai nilai-nilai pancasila yang terkandung dalam etika berpolitik.
- Dengan makalah ini untuk menambah wawasan kami pada makalah
berikutnya.
- Sebagai bahan bacaan bagi masyarakat umum.
1.5 BATASAN PERMASALAHAN
Dari tema paper tentang pendidikan pancasila sebagai pedoman etika
berpolitik, dibawah ini akan dipaparkan tentang bagaimana nilai-nilai dan
moral-moral dari pendidikan pancasila sebagai pedoman etika berpolitik,
tujuan dari pendidikan pancasila sebagai pedoman etika berpolitik serta sampai
kepada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi terhadap pendidikan
pancasila sebagai pedoman etika berpolitik.

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 6


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 LANDASAN TEORI


Dari beberapa sumber yang didapat, diperoleh teori-teori sebagai berikut :
1. Menurut Louis O. Kattsoff (1987): nilai dibedakan menjadi dua macam,
yaitu: 1) Nilai Instrinsik merupakan nilai dari sesuatu yang sejak
semula sudah bernilai. 2) Nilai Instrumental merupakan dari suatu nilai
karena dapat dipakai sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan.
2. Menurut Notonagoro: nilai dibagi menjadi tiga macam yaitu: nilai
materil, nilai vital, dan nilai kerohanian.
3. Menurut K. Bertens, Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral,
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.
4. Menurut W. J. S. Poerwadarminto, Etika adalah ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral).
5. Menurut Prof. DR. Franz Magnis suseno, etika adalah ilmu yang
mencariorientasi atau ilmu yang memberikan arah pijakan pada
tindakan manusia.
6. Menurut H. A. Mustafa, Etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana
yang baik dan mana yang buruk dengan memperthatikam amal
perbuatan manusia sejauh mana yang dapat diketahui oleh akal pikiran.

2.2 PEMBAHASAN
2.2.1 Nilai dan Etika
a. Nilai
Nilai atau Value, yang berasal dari bahasa Latin Valare merupakan
bidang kajian dalam filsafat. Istilah nilai dalam filsafat dipakai untuk
menunjukkan kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau
kebaikan. Pengertian nilai adalah kemampuan yang ada dan dipercayai
pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Beberapa pengertian nilai menurut para ahli sebagai berikut:

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 7


1. Menurut Louis O. Kattsoff (1987): nilai dibedakan menjadi dua
macam, yaitu: 1) Nilai Instrinsik merupakan nilai dari sesuatu yang
sejak semula sudah bernilai. 2) Nilai Instrumental merupakan dari
suatu nilai karena dapat dipakai sebagai sarana untuk mencapai
suatu tujuan.
2. Menurut Notonagoro: nilai dibagi menjadi tiga macam yaitu: nilai
materil, nilai vital, dan nilai kerohanian.
b. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos artinya adat,
kebiasaan,watak, sikap. Etika adalah suatu ilmu yang membahas
mengenai perilaku atau perbuatan baik maupun perbuatan buruk
manusia. Dimana etika tersebut berpengaruh terhadap nilai dan norma-
norma dalam bertingkah laku di dalam masyarakat, agar bisa menjadi
anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.
Beberapa pengertian etika menurut para ahli, sebagai berikut:
1. Menurut K. Bertens, Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma
moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya.
2. Menurut W. J. S. Poerwadarminto, Etika adalah ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral).
3. Menurut Prof. DR. Franz Magnis suseno, etika adalah ilmu yang
mencariorientasi atau ilmu yang memberikan arah pijakan pada
tindakan manusia.
4. Menurut H. A. Mustafa, Etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana
yang baik dan mana yang buruk dengan memperthatikam amal
perbuatan manusia sejauh mana yang dapat diketahui oleh akal
pikiran.
2.2.2 Hakikat Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran dari norma
yang ada baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan
lainya. Dalam filsafat pancasila terkandung didalamnya suatu pemikiran

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 8


pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan
komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikira ini merupakan suatu nilai,
Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan
norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek
prasis melainkan suatu nilai yan bersifat mendasar.
Nilai-nilai pancasila kemudian dijabarkan dalam suatu norma yang jelas
sehingga merupakan suatu pedoman. Norma tersebut meliputi norma moral
yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari
sudut baik maupun buruk.
Kemudian yang ke dua adalah norma hukum yaitu suatu sistem
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah
maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di
Indonesia, pancasila juga merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang
terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum
membentuk negara dan berasal dari bangsa indonesia sendiri sebagai asal
mula (kausmateriListis)
Pancasila bukanlah merupakan pedoman yang berlangsung bersifat
normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika
yang merupakan sumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma
hukum, yang pada giliranya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-
norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan
maupun kebangsaan.
2.2.3 Etika Politik
Pengelompokkan etika dibedakan atas etika umum dan etika khusus.
Etika umum membahas prinsip-prinsip dasar bagi segenap tindakan
manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan kewajiban manusia dalam berbagai lingkup
kehidupannya. Etika khusus dibedakan menjadi pertama: etika individual,
yang membahas tentang kewajiban manusia sebagai individu terhadap
dirinya sendiri, serta melalui suara hati terhadap Tuhannya, dan kedua: etika
sosial membahas kewajiban serta norma-norma moral yang seharusnya
dipatuhi dalam hubungan dengan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 9


negara. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai wilayah-
wilayah kehidupan manusia tertentu, misalnya etika keluarga, etika profesi,
etika lingkungan, etika seksual dan termasuk juga etika politik yang
menyangkut dimensi politis manusia.
Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan
subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik
berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan
kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia
sebagai subjek etika. Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat
bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental
manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik
bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai
makhluk yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa
masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang ke arah keadaan yang
tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh
penguasa atau rezim yang otoriter, yang memaksakan kehendak kepada
manusia tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada hak-hak dasar
kemanusiaan. Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka
seseorang yang baik secara masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup
sesuai denagn aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh
karena itu aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada
ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia.
Pengertian politik berasal dari kosakata politics, yang memiliki
makna bermacam - macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau
negara, yang menyangkut proses penentuan tujuan - tujuan dari sistem itu
dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu.
Berdasarkan pengertian - pengertian pokok tentang politik maka secara
operasional bidang politik menyangkut konsep - konsep pokok yang
berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan
( decision making), kebijaksanaan ( policy), pembagian ( distribution), serta
alokasi ( allocation). Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik
lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan negara,

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 10


lembaga - lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik serta para pejabat
serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara. Pengertian
politik yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk
suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu
dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung
pada orang lain, hal ini di karenakan manusia sebagai warga masyrakat atau
sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam hidupnya mampu ber-eksistensi
karena orang lain dan ia hanya dapt hidup dan berkembang karena dalam
hubungannya dengan orang lain. Segala keterampilan yang dibutuhkannya
agar berhasil dalam segal kehidupannya serta berpartisipasi dalam
kebudayaan diperolehnya dari masyarakat.
Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya
terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat
manusia adalah bersifat monodualis. Maka sifat serta ciri khas kebangsan
dan kenegaraan indonesia, bukanlah totalitas individualistis ataupun
sosialistis melainkan monodualistis.
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundamental, yaitu
pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental
itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini
yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral manusia.
2.2.4 Nilai-Nilai Pancasila Yang Terkandung Sebagai Pedoman Politik
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia
merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing
silanya. Untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-
masing sila Pancasila, maka dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya.
Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah
pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha
esa.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Kemanusian berasal dari kata
manusia yaitu mahluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir,

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 11


rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada
tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-
norma. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas
manusia sesuai dengan martabat.
3. Persatuan Indonesia. Persatuan mengandung pengertian bersatunya
bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan.
Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan
Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah
Indonesia. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam
kehidupan.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam Per-
musyawaratan/Perwakilan Kerakyatan. Rakyat merupakan sekelompok
manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila
ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang
menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan sosial berarti
keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan,
baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk
setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut
agar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan:
a) Asas legalitas ( legitimasi hukum).
b) Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
c) Dilaksanakan berdasarkan prinsip prinsip moral / tidak bertentangan
dengannya (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut
kekuasan, kenijaksanan yang menyangkut publik, pembagian serta
kewenangan harus berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral
kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena
itu keadilan dalam hidup bersama ( keadilan sosial ) sebagai mana

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 12


terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara.
Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala
kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus
berdasarkan atas hukum yang berlaku
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan
kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu
rakyat adalah merupakan asal mula kekuasan negara. Oleh karena itu
pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan,
serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung
pokok negara.
Pada kehidupan berpolitik sangat diperlukan sikap yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Seorang pemimpin harus mampu menjadi pemimpin
yang berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila agar dapat mengarahkan
rakyat ke arah yang lebih baik. Sikap takwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung persatuan bangsa, adil, bijaksana dan mampu mengayomi
rakyat merupakan kunci menjadi seorang pemimpin yang baik agar mampu
menjadi pemimpin yang dapat menunjukkan etika berpolitik dengan baik.
2.2.5 Penyimpangan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik
Penyimpangan yang terjadi terhadap nilai-nilai Pancasila semakin
marak terjadi khususnya dalam etika berpolitik. Salah satunya adalah
lemahnya kepemimpinan yang demokratis. Pemimpin seharus bersifat
demokratis baik dalam hal pemilihannya maupun ketika telah membuat
keputusan/kebijakan umum yang terkait dengan masyarakat karena
kekuasaan tertinggi di negara kita ini sebenarnya berada di tangan rakyat,
dan para pemimpin hanya sebagai wakil bagi rakyat untuk mengatur dan
mengambil kebijakan dalam negara demi tercapainya kemakmuran bersama.
Namun sekarang semakin banyak terdapat pemimpin yang bersikap otoriter
dan tidak sesuai dengan nilai Pancasila.
Saat ini sering kali para wakil rakyat mempertontonkan perilaku yg
mencemaskan rakyat ketika menyelesaikan suatu masalah untuk
kepentingan rakyat, perang mulut sampai adu jotos itu diperagakan di depan
kamera. Wakil rakyat itu jelas-jelas menyimpang dari amanat rakyat sama

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 13


halnya dengan anggota DPR dan MPR yang rapat di senayan dalam
pembentukan undang-undang ataupun rapat tahunan selalu banyak yang
tidur. Dan biasanya keputusan yang diambil dewan perwakilan hanya
menguntungkan bagi beberapa pihak saja dan tidak berpihak pada rakyat
untuk memajukan peradaban bangsa.
Penyimpangan etika berpolitik dalam skala kecil dapat dilihat pada
berita-berita di televisi yang memberitakan adanya anggota dewan yang
tidur saat rapat. Hal ini tentu tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 14


BAB III
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Nilai adalah kemampuan yang ada dan dipercayai pada suatu benda
untuk memuaskan manusia sedangkan etika adalah suatu ilmu yang
membahas mengenai perilaku atau perbuatan baik maupun perbuatan buruk
manusia. Nilai-nilai Pancasila merupakan pedoman dalam etika berpolitik
agar dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan budaya bangsa
Indonesia. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik
menuntut agar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan:
a) Asas legalitas ( legitimasi hukum).
b) Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
c) Dilaksanakan berdasarkan prinsip prinsip moral / tidak bertentangan
dengannya (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut
kekuasan, kebijaksanan yang menyangkut publik, pembagian serta
kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta
moral kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh
krena itu keadilan dalam hidup bersama ( keadilan sosial ) sebagai mana
terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara.
Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala
kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus
berdasarkan atas hukum yang berlaku. Setiap sila dalam Pancasila memiliki
makna tersendiri dalam penerapan etika berpolitik yang harus dipegang
teguh oleh masyarakat indonesia agar tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan yang merugikan masyarakat.

3.2 SARAN
Dengan berpijak pada uraian diatas, maka beberapa saran yang diajukan
oleh penulis adalah sebagai berikut :

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 15


- Agar pemerintah dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan baik
dalam etika berpolitik untuk menciptakan kepemimpinan yang bersih
dan dapat mengayomi masyarakat.
- Agar nilai-nilai Pancasila dapat menjadi pedoman utama bagi
masyarakat dalam kehidupannya agar nilai-nilai luhur ini tidak
terkikis oleh sikap yang menyimpang dari budaya bangsa.

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 16


DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia. Pancasila. http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila (diakses
tanggal 16 September 2014 pukul 17.00 Wita)
Karunia, Ikke. 2012. Pancasila Sebagai Landasan Bernegara Dan
Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
http://ikkekarunia3.blogspot.com/2012/11/pancasila-sebagai-landasan-
bernegara.html (diakses tanggal 16 September 2014 pukul 17.00 Wita)
Wikipedia. Etika Politik. http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_politik
(diakses tanggal 16 September 2014 pukul 17.00 Wita)
Mulya, Dewi. 2012. Pancasila Sebagai Etika Politik. http://dewi-
mulya.blogspot.com/2012/06/pancasila-sebagai-etika-politik.html
(diakses tanggal 16 September 2014 pukul 17.00 Wita)

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 17


LAMPIRAN :

Pemahaman Etika dan Moral Bangsa


28 March 2011
Oleh : Dr. H. Marzuki Alie
Para ahli sering mendefinisikan sebagai the discipline which can act as the
performance index or reference for our control system. Etika akan memberikan
semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia
didalam kelompok sosialnya. Dalam pengertian secara khusus dikaitkan dengan
interaksi sosial kita, etika dirupakan dalam bentuk aturan tertulis yang secara
sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada
saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk mengontrol segala
macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai
menyimpang. Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang disebut
dengan self control, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan
untuk kepentingan kelompok sosial itu sendiri. Contoh, Kode Etik DPR-RI yang
sedang dalam proses menunggu persetujuan Rapat paripurna DPR.
Moral lebih mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia, menuntun
manusia bagaimana seharusnya ia hidup atau apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Dalam kehidupan sosial, semua masyarakat mempunyai aturan
moral yang membolehkan atau melarang perbuatan tertentu. Tata laku itu harus
diikuti oleh anggota masyarakat dan akan menimbulkan hukuman bagi
pelanggarnya. Ukuran moral harusnya didasarkan pada nilai budaya yang timbul
dan berkembang di masyarakat dan/atau agama yang dianut.
Etika dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dapat
digali dari Pancasila yang merupakan dasar negara. Pancasila memancarkan nilai-
nilai etika dan moral yang harus ditumbuhkembangkan dan diimplementasikan
oleh setiap individu warga negara Indonesia. Etika dan moral berbangsa dan
bernegara perlu dianggap sebagai etika terapan karena aturan normatif yang
bersifat umum, diterapkan secara khusus sesuai dengan kekhususan dan kekhasan
bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai etika khusus, etika dan moral
berbangsa merupakan kontekstualisasi aturan moral umum dalam situasi konkret.

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 18


Etika dan moral berbangsa ini, setidaknya terdiri dari tiga, yaitu: pertama, etika
dan moral Individual yang lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia
terhadap dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang secara khusus relevan dalam
etika individual ini adalah prinsip integrasi pribadi, yang berbicara mengenai
perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama
baiknya sebagai pribadi yang bermoral. Kedua, etika sosial yang mengacu pada
kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial
dalam interaksinya dengan sesamanya. Tentu saja sebagaimana hakikat manusia
yang bersifat ganda, yaitu sebagai makhluk individual dan sosial. Etika individual
dan etika sosial berkaitan erat satu sama lain, bahkan dalam arti tertentu sulit
untuk dilepaskan dan dipisahkan satu sama lain. Ketiga, etika Lingkungan Hidup
yang berkaitan dengan hubungan antara manusia baik sebagai makhluk individu
maupun sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam
totalitasnya, dan hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang
lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup
secara keseluruhan.
Sejak tahun 2001, MPR-RI mengeluarkan Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001
tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Lahirnya TAP ini, dipengarui oleh lemahnya
pemahaman terhadap etika berbangsa, bernegara, dan beragama. Latar belakang
munculnya kekahwatiran para wakil rakyat di MPR tersebut terungkap sejak
terjadinya krisis multidimensi yang memunculkan ancaman yang serius terhadap
persatuan bangsa, dan terjadinya kemunduran pelaksanaan etika kehidupan
berbangsa. Hal itu tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya
sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan
sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum
dan peraturan, yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal baik dari dalam
maupun luar negeri.
Untuk menyegarkan ingatan kita semua, ijinkan saya menguraikan secara ringkas
etika yang dimaksudkan dalam ketetapan MPR ini, yaitu:
Pertama Etika Sosial dan Budaya yang bertolak dari rasa kemanusiaan yang
mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, memahami,
menghormati, mencintai, dan saling menolong di antara sesama manusia. Sejalan

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 19


dengan itu, perlu ditumbuhkan budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan
semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa. Dan budaya keteladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para
pemimpin baik formal maupun informal.
Kedua, adalah Etika Politik dan Pemerintahan yang dimaksudkan utuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan
suasana politik yang demokrasi yang bercirikan keterbukaan, tanggung jawab,
tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan,
kesediaan untuk menerima pendapat lain yang lebih benar, serta menjunjung
tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan
berbangsa. Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara
memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik,
dalam rangka memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara. Etika ini
diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertatakrama dalam perilaku politik yang
toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak
melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang
tidak terpuji lainnya.
Ketiga adalah Etika Ekonomi dan Bisnis, yang dimaksudkan agar prinsip dan
perilaku ekonomi dan bisnis, baik oleh perseorangan, pemangku kepentingan,
maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat melahirkan kondisi
dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan,
mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan
kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan
ekonomi yang berpihak kapada rakyat kecil melalui kebijakan secara
berksinambungan. Etika dapat mencegah terjadinya parktek-praktek monopoly,
oligopoly, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi, kolusi
dan nepotisme.
Keempat adalah Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan, yang dimaksudkan
untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan
hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan
seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan. Etika ini meniscayakan
penegakan hukum secara adil, perlakuan hukum secara adil, perlakuan yang sama

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 20


dan tidak diskriminatif terhadap setiap warganegara di hadapan hukum, dan
menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan
bentuk-bentuk manipulasi hukum.
Kelima adalah Etika Keilmuan yang dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-
nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu
menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai
kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Dan
keenam adalah Etika Lingkungan, yang menegaskan pentingnya kesadaran
menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruangan secara
berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Berkaitan dengan etika dan moral bangsa, terdapat beberapa hal pokok yang yang
ingin ditegaskan, yaitu: pemahaman terhadap etika dan moral bangsa dewasa ini
menjadi penting, mengingat adanya krisis sosial, budaya, dan moral, yang terjadi
terutama dapat disaksikan dalam berbagai bentuk disorientasi ditengah
masyarakat kita. Seperti, disintegrasi sosial-politik yang bersumber pada euforia
kebebasan; lenyapnya kesabaran sosial dalam menghadapi realitas kehidupan
yang semakin sulit sehingga mudah melakukan berbagai tindakan kekerasan dan
anarkhi; merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral,
dan kesantunan sosial.
Etika dan moral merupakan panduan universal yang merawat cita-cita kehidupan
bernegara untuk mencapai tujuan asasinya, yaitu kehidupan yang berjalan di atas
nilai-nilai budaya bangsa. Setiap sikap dan perilaku di ruang publik, harus
mencerminkan nilai-nilai itu, agar cita-cita dan keutuhan masyarakat tetap terjaga.
Konsepsi dasar etika dan moral sebuah negara, perlu terus mengacu pada
konsensus nilai-nilai yang ada, yang hidup dan berkembang dalam masyarakat,
terutama nilai-nilai mayoritas yang menjadi sebuah keniscayaan dalam mewarnai
tata perilaku warga bangsa. Hal ini akan terjadi, jika politik kekuasaan berjalan di
atas landasan demokrasi dan menempatkan rakyat sebagai yang berdaulat.
Etika dan moral lahir dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, yang tujuannya
adalah menjalin kebersamaan, merawat kesatuan, dan mencapai kehidupan yang
tenteram, harmonis, dan sejahtera. Nilai merupakan landasan perilaku dalam
seluruh sendi kehidupan, bukan sebagai legitimasi atau hiasan belaka. Moral dan

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 21


etika dalam perilaku masyarakat, termasuk dalam politik bernegara adalah suatu
hal yang tidak dapat dipisahkan, karena menafikkan salah satunya berarti menarik
kegiatan politik dari dimensi sosial dan hanya menjadi urusan pribadi.
Mengacu kepada empat pilar dalam kehidupan berbangsa, sebagaimana yang
sedang gencar-gencarnya disosialisasikan oleh MPR, pada hakekatnya, semuanya
berkaitan dengan tata etika dan moral bangsa yang terdiri dari Pancasila, UUD
1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Namun demikian, berbagai tokoh agama
berpendapat, dan secara pribadi saya sangat mengapresiasi pandangan positif
tokoh agama tersebut, bahwa sesungguhnya diatas empat pilar, ada acuan yang
dipandang sangat mendasar, yaitu agama, yang menjadi payung dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 22


PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
Senin, 15 September 2008
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok
bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi
tentang segala sesuatu yang ada sedangkan kelompok kedua membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat
manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan,
tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi. dua kelompok yaitu
etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah
suatu ilmu yang membahass tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika
khusus dibagi menjadi etika individu yang membahas kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia
terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian
terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada
pada umumnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat
nilai "susila" dan "tidak susila", "baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini
dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat
yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak
susila. Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar
pembenaran dalam hubungan dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986).
Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam
hubungan dengan tingkah laku manusia.

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 23


Filsafat diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang
filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya "keberhargaan'
(Worth) atau 'kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan -
kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian, (Frankena,229)
Didalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat
pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya
ada sifat atau kualitas yang melekat pada susuatu itu.
Suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan
keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau
tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang
dilakukan o1eh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur jasmani,
akal, rasa, karsayang dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila
sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah dan baik
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-
dambaan dan keharusan. Maka nilai bermakna das Sollen, bukan das-Sein yang
artinya bahwa das Sollen harus menjelma menjadi das sein yang ideal harus
menjadi real yang bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-
hari yang merupakan fakta.
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta
bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk
menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat
beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan
tersebut.
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga maacam, yaitu:
1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 24


3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu :
a) Nilai kebenaran
b) Nilai keindahan
c) Nilai kebaikan
d) Nilai religius
Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong nilai-nilai
kerokhanian,_tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai material
dan nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik
nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau nilai estetis, nilai
kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang sistematikaMaha Esa
sebagai dasar sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
sebagai tujuan hirarkhis yang dimulai dari sila Ketuhanan yang
(Darmodiharjo,1978).
Nilai religius merupakan suatu ni!ai yang tertinggi dan mutlak, artinya nilai
religius tersebut heirarkhinya di atas segala nilai yang ada dan tidak.dapat.di
jastifikasi berdasarkan akal manusia karena pada tingkatan tertentu nilai tersebut
bersifat di atas dan di luar kemampuan jangkauan akal pikir manusia.
Dalam kaitannya dengan devisiasi maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis:
a) Ni1ai Dasar
Nilai ini memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia,
namun dalam realisasinya ini berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek
kehidupan manusia yang bersifat nyata namun nilai memiliki nilai dasar, yaitu
merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai
tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan
obyektif segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu
lainnya. Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai terse-
but bersifat mutlak karena hakikat Tuhan adalah kausa prima, sehingga segala
sesuatu diciptakan berasal dari Tuhan. Jika nilai dasar itu berkaitan dengan
hakikat manusia, maka nilai-nilai tersebut bersumber pada hakikat kodrat manusia
sehingga nilai-nilai dasar kemanusiaan itu dijabarkan dalam norma hukum maka

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 25


diistilahkan sebagai hak dasar. Hakikat nilai dasar itu berlandaskan pada hakikat
sesuatu benda, kuantitas, kualitas, aksi, relasi, ruang maupun waktu, sehingga
nilai dasar dapat disebut sebagai sumber norma pada gilirannya
direalisasikan.dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis. Walaupun dalam
aspek praksis dapat berbeda-beda namun secara sistematis tidak dapat berbeda-
beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang
merupakan sumber penjabaran norma serta realisasai praksis tersebut.
b) Nilai Instrumental
Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar
tersebut harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai
instrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan.
Bilamana nilai instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia
dalam kehidupan sehari-hari maka suatu norma moral. Jika nilai instrumental itu
berkaitan dengan suatu organisasi ataupun negara maka nilai-nilai instrumental
merupakan suatu arahan kebijaksanaan atau strategis yang bersumber pada nilai
dasar sehingga dapat dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu
eksplisitasi dari nilai dasar.
c) Nilai praksis
Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai
instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata, sehingga nilai praksis ini
merupakan perwujudan dari nilai instrumental namun tidak bisa menyimpang atau
bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai
instrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujudannya tidak
boleh menyimpang dari sistem tersebut.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa nilai adalah kualitas dari suatu yang
bermaanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan
manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi., dalam bersikapdan
bertingkah laku baik disadari maupun tidak.
Nilai berbeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui verifikasi
empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan,
dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita ,
keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan internal manusia. Nilai ini bersifat

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 26


kongkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat
bersifat subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai tersebut
diberikan oleh subjek dan bersifat objektif maka nilai tersebut telah melekat pada
sesuatu terlepas dari penilaian manusia.
Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku
manusia, maka perlu lebih dikongkritkan serta diformulasikan menjadi lebih
objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah
laku secara kongkrit. Terdapat berbagai macam norma dan berbagai macam
norma hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan aleh
suatu kekusaan eksternal misalnya penguasa atau penegak hukum. Selanjutnya
nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika.
Moral merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-
patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Adapun di
pihak lain etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut
(Krammer, 1988 dalam Darmodihardjo, 1996). Menurut De Vos (1987), bahwa
etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan yaitu
pengertian moral, sehingga etika pada hakikatnya adalah sebagai ilmu
pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.
Ajaran moral sebagai buku petunjuk tentang bagaimana kita memperlakukan
sebuah mobil dengan baik sedangkan etika memberikan pengertian pada kita
tentang struktur dan teknologi mobil itu sendiri.
Etika Politik
Filsafat teoretis membahas tentang makna hakiki segala sesuatu antara lain:
manusia, alam. benda fisik, pengetahuan bahkan tentang hakikat yang transenden.
Dalam hubungan ini filsafat teoritis pada akhirnya sebagai sumber.Pengembangan
ha1-hal yang bersifat praksis termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Filsafat
praksis sebagai bidang kedua yang membahas dan mempertanyakan aspek praksis
dalam kehidupan manusia yaitu etika yang mempertanyakan dan membahas
tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam hubungannya dengan sesama

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 27


manusia, masyarakat, bangsa dan negara lingkungan alam serta terhadap
Tuhannya (Suseno, 1987)
Pengelompokan etika sebagaimana dibahas di muka dibedakan atas etika umum
dan etika khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip dasar bagi segenap
tindakan manusia, sedangkan ertika khusus membahas prinsip-prinsip dalam
hubungannya dengan kewajiban ma,nusia dalam pelbagai lingkup kehidupannya.
Etika khusus dibedakan menjadi pertama etika individu yang membahas tentang
kewajiban manusia sebagai individu terhadap dirinya sendiri serta melalui suara
hati terhadap Tuhannya, dan kedua - etika sosial membahas kewajiban serta
norma-norma moral yang , seharusnya dipatuhi dalam hubungan dengan sesama
manusia. masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial memuat banyak etika yang
khusus mengenai wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu, misalnya etika
keluarga, etika profesi, etika lingkungan, etika pendidikan, etika seksual dan
termasuk juga etika politik yang menyangkut dimensi politis manusia.
Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seseorang yang baik
secara yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut
negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan
yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika
politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia
sebagai manusia.
reposting from : http://dark_udo.blogs.friendster.com
Diposkan oleh adiost di 04.38

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 28


APRIL 22, 2013
PANCASILA SEBAGAI PEREKAT
PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA
Oleh; Alif Lukmanul Hakim, S. Fil., M. Phil

Pancasila pada orde baru dijadikan sebagai tema sentral dalam menggerakkan
seluruh komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disinghkat dengan P4. Pedoman itu
berupa butir-butir pedoman berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang ada pada
butir-butir P4 tersebut sebenarnya tidak ada sedikitpun yang buruk atau ganjil,
oleh karena itu, menjadi mudah diterima oleh seluruh bangsa Indonesia.
Hanya saja tatkala memasuki era reformasi, oleh karena pencetus P4 tersebut
adalah orang yang tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus
dibuang, sekalipun baik. P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap
sebagai alat untuk memperteguh kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa
yang bersangkutan jatuh, maka semua pemikiran dan pandangannya dianggap
tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan.
Sementara itu, era reformasi belum berhasil melahirkan idiologi pemersatu
bangsa yang baru. Pada saat itu semangatnya adalah memperbaiki pemerintahan
yang dianggap korup, menyimpang, dan otoriter, dan kemudian harus diganti
dengan semangat demokratis. Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-
undang dasar 1945 harus diamandemen. Beberapa hal yang masih didanggap
sebagai identitas bangsa, dan harus dipertahankan adalah bendera merah putih,
lagu kebangsaan Indonesia raya, dan lambang Burung Garuda. Lima prinsip
dasar yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara,
yang selanjutnya disebut Pancasila, tidak terdengar lagi, dan apalagi P4.
Namun setelah melewati sekian lama masa reformasi, dengan munculnya idiologi
baru, semisal NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran baru, bahwa
ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting
untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu
bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 29


dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan gambaran tentang
nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang mencakup lebih dari 17.500
pulau, baik yang berpenghuni dan memiliki nama, maupun yang tidak
berpenghuni dan belum memiliki nama. Indonesia memiliki garis pantai
terpanjang 81.000 KM, setelah Kanada. Dari keseluruhan pulau yang dimilikinya,
Indonesia memiliki 92 pulau terluar (TERDEPAN) yang tersebar di 19 provinsi.
Sebanyak 67 pulau di antaranya berbatasan langsung dengan negara lain dan 12
pulau di antaranya rawan diklaim oleh negara lain.
Indonesia, dalam pandangan Nurcholish Madjid (1939-2005), merupakan bangsa
yang sukses. Bagaimana tidak? Indonesia adalah bangsa yang mampu
mempertautkan solidaritas kultural, merangkum tak kurang dari 250 kelompok
etnis dan bahasa, di sekitar 17.500 pulau. Dari sekian banyak etnis dan bahasa,
Indonesia mampu menghadirkan suatu linguafranca yang mampu mengatasi
isolasi pergaulan antarsuku.
Sebelum negeri ini merdeka, para pendiri bangsa merumuskan cara untuk
mengikat suku bangsa dalam sebuah negara kebangsaan. Tepatnya sebelum pidato
1 Juni 1945, mereka berkumpul dan menyepakati persatuan sebagai landasan
negara Indonesia merdeka. Bahkan, Muhammad Yamin secara tersirat
menyinggung negara kebangsaan yang mengandaikan kedaulatan yang
berfungsi memberi perlindungan dan pengawasan pada putra negeri serta
kesempatan luas berhubungan dengan negara lain.
Dalam nada lain, Sosrodiningrat menegaskan bahwa persatuan berarti bebas dari
rasa perselisihan antar golongan, pertikaian antar individu dan suku. Saat yang
sama, perhatian, penghargaan, dan penghormatan terhadap corak dan bentuk
kebiasaaan kelompok lain menjadi penting untuk menopang persatuan ini.
Persatuan merupakan kata yang penting di dalam Indonesia yang beragam dalam
hal agama, suku, etnis dan bahasa. Pentingnya persatuan sebagai landasan
berbangsa dan bernegara Indonesia bukan hanya bertumpu pada perangkat keras
seperti kesatuan politik (pemerintahan), kesatuan teritorial, dan iklusivitas warga,
akan tetapi juga memerlukan perangkat lunak berupa eksistensi kebudayaan
nasional. Bahwa persatuan memerlukan apa yang disebut Soekarno sebagai

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 30


identitas nasional, kepribadian nasional, dan berkepribadian dalam
kebudayaan.
Akar nasionalisme Indonesia sejak awal justru didasarkan pada tekad yang
menekankan cita-cita bersama di samping pengakuan sekaligus penghargaan pada
perbedaan sebagai pengikat kebangsaan. Di Indonesia, kesadadaran semacam itu
sangat jelas terlihat. Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda namun satu jua)
adalah prinsip yang mencoba menekankan cita-cita yang sama dan kemajemukan
sebagai perekat kebangsaan. Dalam prinsipnya, etika ini meneguhkan pentingnya
komitmen negara untuk memberi ruang bagi kemajemukan pada satu pihak dan
pada pihak lain pada tercapainya cita-cita akan kemakmuran dan keadilan sebagai
wujud dari tujuan nasionalisme Indonesia.
Prinsip Indonesia sebagai negara bhineka tunggal ika mencerminkan bahwa
meskipun Indonesia adalah multikultural, tetapi tetap terintegrasi dalam keikaan
dan kesatuan. Namun, realitas sosial-politik saat ini, terutama setelah reformasi,
menunjukkan situasi yang mengkhawatirkan: konflik dan kekerasan berlangsung
hanya karena persoalan-persoalan yang sebetulnya tidak fundamental tapi
kemudian disulut dan menjadi isu besar yang melibatkan etnis dan agama.[6]
Kini, setelah enam puluh enam tahun setelah Pancasila dikemukakan secara
publik saat ini merupakan momentum reflektif bagi bangsa Indonesia untuk
meradikalkan Pancasila agar bisa beroperasi dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila haruslah dijadikan dasar kehidupan bersama karena di dalamnya
mengajarkan nilai-nilai kehidupan bersama, multikulturalisme, persatuan,
demokrasi, keadilan sosial dan penghormatan terhadap kelompok-kelompok
minoritas. Pancasila haruslah menjadi perekat bangsa, menjadi landasan persatuan
dan kesatuan Indonesia.

Persoalan Wilayah Perbatasan


Persoalan wilayah perbatasan dinilai menjadi masalah yang sangat krusial dalam
sebuah negara. Hal ini karena ia menyangkut juga batas wilayah negara tersebut.
Untuk negara seperti Indonesia, masalah perbatasan mestinya mendapat perhatian
lebih karena beberapa tahun kemarin kita dikejutkan dengan lepasnya pulau
Sipadan-Ligitan ke pelukan negeri jiran, Malaysia.

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 31


Setelah Sipadan-Ligitan yang lepas, kawasan Kepulauan Miangas di Sulawesi
juga terancam lepas karena klaim laut oleh Filipina. Hal ini juga menjadi
persoalan bagi Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Singapura.
Belajar dari pengalaman Sipadan-Ligitan, aksi nyata untuk pembangunan wilayah
perbatasan lebih dibutuhkan dan lebih jelas pembuktiannya daripada sekadar
pengesahan Peraturan Pemerintah.
Selain karena absennya perhatian pemerintah dalam persoalan perbatasan ini,
masalah kesenjangan struktural dan ketidakmerataan juga menjadi faktor dominan
bagi lepasnya wilayah-wilayah tersebut dari bumi Indonesia. Kasus lepasnya
Timor-Timor dari pangkuan Bumi Pertiwi patut menjadi pelajaran penting agar
kasus serupa tidak terjadi di wilayah lain. Lalu lintas perdagangan barang/orang,
misalnya di Entikong, Kalimantan Barat, juga patut menjadi perhatian pemerintah
Indonesia agar menghilangkan ketergantungan pada pihak Malaysia. Berbagai
problem seperti kemiskinan, kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga,
keterbatasan akses permodalan dan pasar bagi masyarakat, kebijakan fiskal dan
moneter yang kurang kondusif, keterisolasian dan mobilitas penduduk akibat
keterbatasan akses transportasi, lemahnya penegakan hukum, dan problem
degradasi sumberdaya alam, merupakan sederet persoalan yang menjadi pekerjaan
rumah pemerintah untuk segera dicarikan solusinya. Sehingga Negara Kesatuan
Republik Indonesia tetap terjaga keutuhannya.

Keadilan Sosial
Tak ada persatuan tanpa keadilan. Dengan kata lain, persatuan haruslah dibangun
atas dasar keadilan dan kesejahteraan sosial. Mustahil, negara bisa membangun
persatuan jika tidak ditopang keadilan dan kesejahteraan masyarakatnya. Karena
itu, sila ketiga dan sila kelima dalam Pancasila memiliki keterkaitan erat. Hal ini
terumus dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 bahwa ketika negara
sudah terbentuk maka kekayaan negara dieksplorasi demi kemaslahatan warga
negara Indonesia. Sehingga tidak adil jika hanya satu daerah yang menikmati hasil
pembangunan.
Namun setelah melewati sekian lama masa reformasi, dengan munculnya idiologi
baru, semisal NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran baru, bahwa

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 32


ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting
untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu
bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila
dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan gambaran tentang
nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.
Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku
bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, menempati wilayah dan kepulauan yang
sedemikian luas, maka tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat. Tali
pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal yang
dipahami, dipercaya dan bahkian diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur.
Memang setiap agama yang ada pasti memiliki ajaran tentang gambaran
kehidupan ideal, yang masing-masing berbeda-beda. Perbedaan itu tidak akan
mungkin dapat dipersamakan. Apalagi, perbedaan itu sudah melewati dan
memiliki sejarah panjang. Akan tetapi, masing-masing pemeluk agama lewat para
tokoh atau pemukanya, sudah berjanji dan berekrar akan membangun negara
kesatuan berdasarkan Pancasila itu.
Memang ada sementara pendapat, bahwa agama akan bisa mempersatukan
bangsa. Dengan alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan tentang
persatuan, kebersamaan dan tolong menolong, sebagai dasar hidup bersama.
Akan tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit konflik yang terjadi antara penganut
agama yang berbeda. Tidak sedikit orang merasakan bahwa perbedaan selalu
menjadi halangan untuk bersatu. Maka Pancasila, dengan sila pertama adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa, merangkum dan sekaligus menyatukan pemeluk
agama yang berbeda itu. Mereka yang berbeda-beda dari berbagai aspeknya itu
dipersatukan oleh cita-cita dan kesamaan idiologi bangsa ialah Pancasila.
Itulah sebabnya, maka melupakan Pancasila sama artinya dengan mengingkari
ikrar, kesepakatan, atau janji bersama sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Selain itu, juga dem ikian, manakala muncul kelompok atau sempalan yang akan
mengubah kesepakatan itu, maka sama artinya dengan melakukan pengingkaran
sejarah dan janji yang telah disepakati bersama. Maka, Pancasila adalah sebagai
tali pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh dan digelorakan pada setiap

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 33


saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya dengan
melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu.
Oleh sebab itu, Pancasila, sejarah dan filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan
diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun
non formal. Pancasila memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak dikenal di
negara lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa bangsa ini tanpa Pancasila bisa
seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah, kultur, dan sejarah politik
yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa Indonesia
memerlukan alat pemersatu, ialah Pancasila.
Realitasnya, kesenjangan sosial masih terjadi di era reformasi ini, sebagaimana
yang terjadi di wilayah perbatasan. Bangunan demokrasi yang ditegakkan
pascareformasi memang ditantang untuk menjawab harapan masyarakat yang
begitu besar. Para pengambil kebijakan dituntut untuk membuktikan bahwa
pilihan demokrasi yang memakan biaya cukup mahal bukanlah pilihan yang
keliru. Jawaban yang diberikan tidak cukup dengan pemberian ruang kebebasan
yang lebih besar, tetapi juga kehidupan ekonomi yang lebih baik.

Itulah cita-cita hakiki demokrasi Indonesia yang terkandung dalam Pancasila,


yakni cita-cita yang tidak hanya memperjuangkan emansipasi dan partisipasi di
bidang politik namun juga emansipasi dan partisipasi di bidang ekonomi. Hal ini
seturut dengan tesis yang mengatakan bahwa dasarpendirian sebuah negara,
apapun ideologinya, adalah bagaimana membawa warganya kepada kesejahteraan
dan kemakmuran bersama. Kemerdekaan nasional, tegas Soekarno saat sidang
pertama RIS tahun 1949, bukanlah tujuan akhir bagi kita semua. Bagi kita
kemerdekaan nasional Indonesia hanyalah syarat untuk mencapai kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat dalam arti jasmani dan rohani. Kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat adalah tujuan kita bersama. Polemik kistimewaan
Yogyakarta, yang dibiarkan mengambang dan tidak jelas oleh pemerintah pusat,
pada dasarnya merupakan suatu ketidakadilan yang menjadi kesalahan
pemerintah dan akan menjadi bara api dalam sekam atau bom waktu yang
dapat menjadi sangat liar.

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 34


Perbaikan ekonomi bangsa dan pewujudan kesejahteraan rakyat memang bukan
hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata, tetapi juga memerlukan
bantuan dan partisipasi warga masyarakat, pelaku ekonomi dan bisnis, negarawan,
politikus, akademisi, dan elemen organisasi pemerintah. Selanjutnya, kebijakan
politik harus memberi kerangka insentif berbasis meritokrasi, bagi inteligensia
yang mencurahkan talenta-talenta terbaiknya dalam berbagai bidang profesi. Oleh
karena itu, marilah kita bersama merevitalisasi nilai dan pelaksanaan Pancasila
secara kongkret.KitatelahdiingatkanolehBungKarnowahaiPemuda! Indonesia
akankembalimenjadibangsaterhormat, ataubahkanmenjadikuli yang terhina di
rumahsendiri (Dan Sejarahakanmenulis di sana, di antara benua Asia dan Benua
Australia, di antara lautanTeduh dan Lautan Indonesia, adalahhidupsuatubangsa
yang mula-mula mentjobauntukhidupkembalisebagaisebuahbangsa,
akhirnjakembalimendjadisatukuli di antara bangsa-bangsa,
kembalimendjadi eennatie van koelis, en eenkoelieonder de naties Sukarno,
TahunViverePericoloso (Tahun-tahunnyrempetbahaya), 17 Agustus
1964).Dirgahayu kemerdekaan RI yang ke-63
Alamat web : http://aliflukmanulhakim.wordpress.com

Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pedoman Etika Berpolitik 35

Anda mungkin juga menyukai