Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

disusun untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (PPPN)


Stase Keperawatan Medikal Bedah di RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:
Agung Maulana, S.Kep
NIM. 082311101070

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
LAPORAN PENDAHULUAN
a. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk
sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini
digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus
disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus.
(Brunner & Suddarth, 2002).
HNP adalah keadaan nukleus pulposus keluar melalui anulus fibrosus
untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosus yang
sobek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologis di
kolumna vertebralis pada diskus intervetebralis/diskogenik. (Muttaqin, 2008).
Hernia diskus (cakram) intervertebralis (HNP) merupakan penyebab
utama nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).
Herniasi dapat parsial atau komplet, dari massa nukleus pada daerah vertebra
L4-L5, L5-S1 atau C5-C6, C6-C7 adalah yang paling banyak terjadi dan
mungkin sebagai dampak trauma atau perubahan degeneratif yang berhubungan
dengan proses penuaan. (Doenges, dkk, 2000).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hernia
nukleus pulposus (HNP) adalah rupturnya nukleus pulposus yang disebabkan
oleh trauma atau perubahan degeneratif terkait dengan proses penuaan yang
mengakibatkan nyeri hebat pada punggung bawah dan dapat bersifat kronik
ataupun dapat kambuh.

Gambar 1. Bantalan dan ruas tulang belakang.


Gambar 2. Rongga tulang belakang berisi saraf.
Tepat di belakang ruas dan bantalan tulang belakang terdapat sebuah rongga
(saluran) yang memanjang dari dasar tengkorak ke arah bawah menuju tulang ekor.
Rongga ini berisi saraf (sumsum) tulang belakang yang merupakan perpanjangan dari
otak yang berada di dalam tengkorak (Gambar 2).

Gambar 3. HNP dapat menekan saraf tulang belakang.


Menurut tempat terjadinya, HNP dibagi menjadi:
1. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka posisi
fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah
kejadian yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan
nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan melemahkan
anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar
sampai anulus dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis.
Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah
anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana
mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf.
2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan
kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal
menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun
atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5
dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar
posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini
menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan
mengacu pada kerusakan kulit.
3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-
gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia
dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat
kejang paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut
love dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi).
Pada empat thorakal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami
trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang
paling utama.

Menurut gradasinya, HNP dibagi atas:


a. Protrusi Diskus Intervertebralis.
Nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan anulus fibrosus.
b. Prolaps Diskus Intervertebralis.
Nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus.
c. Ekstrusi Diskus Intervertebralis.
Nukleus keluar dari anulus fibrosus dan berada di bawah ligamentum
longitudinalis posterior.
d. Sequestrasi Diskus Intervertebralis.
Nukleus telah menembus ligamentum longitudinal posterior.

2. Pathway (terlampir)
3. Etiologi
HNP terjadi karena proses degeneratif diskus intervetebralis. Beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut :
1. Riwayat trauma
2. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk, mengemudi
dalam waktu lama.
3. Sering membungkuk.
4. Posisi tubuh saat berjalan.
5. Proses degeneratif (usia 30-50 tahun).
6. Struktur tulang belakang.
7. Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.
HNP terjadi akibat keluarnya nukleus pulposus dari dalam bantalan
tulang belakang. HNP sering terjadi pada usia 30-50 tahun, meskipun juga
banyak dialami oleh para orang tua. Ada tiga faktor yang membuat seseorang
dapat mengalami HNP, yaitu (1) gaya hidup, seperti merokok, jarang atau tidak
pernah berolah raga dan berat badan yang berlebihan, (2) pertambahan usia,
dan (3) memiliki kebiasaan duduk atau berdiri yang salah, yaitu
membungkuk dan tidak tegak.

Ketiga faktor tersebut, apabila ditambah dengan cara mengangkat benda


yang keliru, yaitu cara mengangkat benda di mana punggung membungkuk ke
depan meningkatkan resiko seseorang mengalami HNP, karena tekanan yang
diterima oleh bantalan tulang belakang akan meningkat beberapa kali tekanan
normal. Cara mengangkat yang benar adalah dengan jalan menekuk lutut ke
arah depan, sementara punggung tetap dipertahankan dalam posisi tegak,
tidak membungkuk. Para pekerja kasar atau yang banyak menggunakan otot-
otot punggung untuk bekerja memiliki resiko yang lebih besar mengalami HNP.

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala HNP yaitu:
1. Nyeri punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah.
2. Spasme otot.
3. Peningkatan rasa nyeri bila batuk, mengedan, bersin, membungkuk,
mengangkat beban berat, berdiri secara tiba-tiba.
4. Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada ekstermitas.
5. Deformitas.
6. Penurunan fungsi sensori, motorik.
7. Konstipasi, kesulitan saat defekasi dan berkemih.
8. Tidak mampu melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan.
9. Ischialgia yaitu nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut sampai ke
bawah lutut. Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan
nervus ischiadicus sampai ke tungkai.
10. Dapat timbul gejala kesemutan atau rasa baal.
11. Pada kasus berat dapat timbul kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon
patella (KPR) dan Achilles (APR).
12. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi,
miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang
memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi
permanen.

13. Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat,


membungkuk akibat bertambahnya tekanan intratekal.
14. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk
pada sisi yang sehat.
Gejala masing-masing tipe HNP berbeda-beda yaitu:
1. Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan
periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi
badan tertentu, ketegangan, hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi
sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah
nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2 prosesus
spinosus dan disertai nyeri menjalar ke dalam bokong dan tungkai. Low
back pain ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhias sebelah
tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil sikap tertentu untuk
mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal.
Syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri :
1. Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
2. Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
3. Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan reflex
Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :
1. Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar kejurusan tungkai
yang sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.
2. Tess Naffziger : Penekanan pada vena jugularis bilateral.
3. Tes Lasegue
4. Tes Valsava
5. Tes Patrick
6. Tes Kontra Patrick
Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai
atas dan bawah. Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis
dari muskulus ekstensor kuadriseps dan muskulus ekstensor ibu jari.

2. Hernia servicalis
a. Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)
b. Atrofi di daerah biceps dan triceps
c. Refleks biceps yang menurun atau menghilang
d. Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk.
3. Hernia thorakalis
a. Nyeri radikal.
b. Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis.
c. Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.
Gejala klinis HNP berbeda-beda tergantung lokasinya. HNP di daerah
leher menimbulkan gejala berupa nyeri saat leher digerakkan, nyeri leher di
dekat telinga atau di sekitar tulang belikat, dan nyeri yang menjalar ke arah
bahu, lengan atas, lengan bawah dan jari-jari. Selain nyeri, juga dapat
ditemukan rasa kesemutan dan tebal di daerah yang kurang lebih sama dengan
rasa nyeri tersebut. Di daerah punggung bawah, gejala klinis HNP menyerupai
HNP leher. Rasa nyeri terasa di daerah pinggang, pantat dan menjalar ke arah
paha, betis dan kaki. Seringkali juga terasa sensasi kesemutan dan tebal pada
salah satu atau kedua tungkai bawah.
Gejala-gejala HNP tersebut timbul perlahan-lahan dan semakin terasa
hebat jika duduk atau berdiri dalam waktu lama, pada waktu malam hari, setelah
berjalan beberapa saat, pada saat batuk atau bersin, serta ketika punggung
dibungkukkan ke arah depan. Gejala klinis pada setiap pasien berbeda-beda
tergantung pada lokasi dan derajatnya. HNP pada punggung bawah di daerah
yang disebut L1-L2 dan L2-L3 menyebabkan nyeri dan rasa tebal pada sisi
depan-samping luar paha. Juga dapat terjadi kelemahan otot- otot untuk
menggerakkan sendi paha ke arah perut. HNP di daerah ini jarang terjadi
dibanding daerah punggung bawah yang lain.

HNP di daerah L3-L4 menimbulkan nyeri di daerah pantat, sisi


samping luar paha dan sisi depan betis. Rasa tebal atau kesemutan dapat
dirasakan pada sisi depan betis. HNP Di daerah L4-L5 menyebabkan nyeri di
daerah pantat, sisi belakang paha, sisi depan-samping luar betis dan punggung
kaki. Rasa kesemuatan terasa di daerah depan- samping luar betis sampai ke
daerah punggung kaki. Sementara HNP L5-S1 mengakibatkan nyeri di daeran
pantat, sisi belakang paha dan betis sampai ke tumit serta telapak kaki. Rasa
tebal dan kesemutan terasa di daerah betis sampai telapak kaki.
HNP di kedua daerah ini (yaitu, L4-L5 dan L5-S1) paling sering terjadi.
Pada kasus yang ektrem, HNP di daerah punggung bawah dapat
menyebabkan penekanan sekelompok serabut saraf yang disebut kauda
equina (bahasa latin yang berarti ekor kuda). HNP ini disebut sebagai
sindrom kauda equina dengan gejala-gejala nyeri, kesemuatan, rasa tebal,
serta kelemahan atau kelumpuhan kedua tungkai. Gejala-gejala tersebut juga
disertai ketidak-mampuan menahan kencing (mengompol) dan buang air besar.
Sindrom ini merupakan suatu keadaan yang serius dan gawat, serta
membutuhkan tindakan pembedahan secepatnya.
Pasien dengan HNP cervical akan menunjukkan gejala-gejala
radiculopathy, mielopathy atau bahkan menunjukkan gejala keduanya. Gejala
radiculopathy terjadi apabila nucleus pulposus keluar dan menekan radiks
medulla spinalis, sedangkan gejala mielopathy terjadi bila nucleus pulposus
langsung menekan medulla spinalis. HNP cervical lebih sering terjadi pada usia
30-40 tahun, dan lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita.
1) Cervical Radiculopathy
Gejala yang terjadi bila terdapat ruptur discus cervical yaitu rasa nyeri
yang menjalar mulai dari leher, bahu, lalu ke lengan. Nyeri dapat terasa tajam,
namun lebih sering dirasakan nyeri tumpul yang menetap. Gejala lain yang dapat
timbul yaitu parestesia atau rasa seperti kesemutan, kaku, atau juga dapat terasa
gatal pada daerah yang dipersarafi oleh radiks yang tertekan. Nyeri di sekitar
tulang belikat juga sering dikeluhkan, hal ini timbul oleh karena adanya rasa nyeri
yang menjalar.
Pasien juga dapat menunjukkan gejala berupa sakit kepala, kelemahan
ekstremitas atas atau frank atrofi dengan adanya pengurangan massa otot. Nyeri
biasanya dipicu oleh gerakan pada leher, terutama saat leher ekstensi dan
pergerakan leher ke sisi yang sakit disebut dengan tanda Spurling. Rasa nyeri
diperparah dengan adanya batuk, mengedan atau tertawa. Rasa nyeri berkurang
dengan pergerakan leher menjauhi sisi yang sakit dan dengan mengangkat lengan
di sisi yang sakit sampai ke atas kepala.
2) Cervical Myelopathy
Bila nucleus pulposus langsung menekan medulla spinalis gejala yang
timbul berupa nyeri di leher, sekitar tulang belikat dan bahu. Tedapat sensasi
nyeri mendadak di kaki saat pergerakan cepat dari leher. Rasa kesemutan
menjalar ke atas saat leher di dongakan ke belakang (ekstensi). Pada anggota
badan atas terdapat rasa kaku pada tangan dan lengan, kehilangan ketangkasan
juga kelemahan ekstremitas atas yang menyeluruh. Kelainan pada anggota badan
bawah berupa ketidakstabilan dalam berjalan serta adanya gangguan miksi dan
buang air besar.
Lateral Central
HNP
1. Kelemahan motorik 1. Hiperrefleks HNP
2. Perubahan reflek 2. Kehilangan ketangkasan
(menurun) 3. Ketidakstabilan berjalan
3. Perubahan rasa sensorik 4. Gangguan BAB dan BAK

5. Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat
sirkumferensial. Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan itu
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi,
resiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya
presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatic ketika hendak
menegakan badan waktu terpleset, mengangkat benda berat, dan
sebagainya.
Herniasi nucleus puposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di
atas atau di bawahnya. Bisa juga menembus langsung ke kanalis vertebralis.
Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat
pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum
ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan
terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain
subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai
yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika.

Menembusnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa


nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama arteria radipularis yang
berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral
tidak aka nada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah.
Pada tingkat L2 dan terus ke bawah tidak terdapat medulla spinalis lagi,
maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi
pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebralis
mengalami lisis, sehingga dua corpora vertebra bertumpang tindih tanpa
ganjalan.
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di
punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi
atas HNP sentral dan HNP lateral. HNP sentral akan menunjukan paraparesis
flasid, parestesia , dan retansi urine. sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada
rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah
area bokong dan betis , belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi
jari kelima kaki berkurang dan reflex achiler negatife. Pada HNP lateral L4-L5
rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral
pantat, tungkai bawah bagian lateral dan di dorsum perdis. Kekuatan ekstensi
ibu jari kaki berkurang dan reflek patella negatif. Sensibilitas dermatom yang
sesuai dengan radiks yang terkena menurun.
Pada percobaan tes laseque atau tes mengangkat tungkai yang lurus
(straight leg raising),yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi pada
sendi panggul, akan dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang (tanda laseque
positif).
Gejala yang sering muncul adalah :
1. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun ) nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skiatik.
2. Sifat nyeri khasdari posisi terbaring ke duduk,nyeri mulai dari pantat dan terus
menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke tungkai bawah.

3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat


batuk atau mengejan , berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan
nyeri berkurang klien beristirahat berbaring.
4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan kekuatan
otot menurun sesuai dengan distribusi persyarafan yang terlibat.
5. Nyeri bertambah bila daerah L5-L1 (garis antara dua Krista iliaka) ditekan.

6. Komplikasi
Komplikasi HNP yaitu:
1. Kelemahan dan atropi otot.
2. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain.
3. Kehilangan kontrol otot sphinter.
4. Paralis / ketidakmampuan pergerakan.
5. Perdarahan.
6. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal.

7. Pemeriksaan Penunjang
Selain berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita, cara
terbaik untuk mengetahui ada tidaknya HNP adalah dengan melakukan
pemeriksaan MRI (Gambar 4). Selain itu, untuk memastikan bahwa HNP yang
ditemukan pada MRI memang menjadi penyebab keluhan penderita, perlu
dilakukan pemeriksaan EMG (pemeriksaan fungsi hantaran saraf).
Perlu diketahui bahwa HNP tidak terlihat pada foto rontgen biasa. Pada
pasien HNP, foto rontgen dilakukan bukan untuk menentukan ada
tidaknya HNP, tetapi untuk mengesampingkan kelainan-kelainan lain (selain
HNP) yang dapat mengakibatkan nyeri punggung.
Gambar 4. Hasil MRI pada HNP leher (a), HNP punggung atas (b)
dan HNP punggung bawah (c).
a. Darah rutin : Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju
endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi
ginjal.
b. Urine rutin : tidak spesifik
c. Lumbal Pungsi (LP)
LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan akan
terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat albumin
yang sedikit meninggi sampai dua kali level normal. Pada pasien ini tak
dilakukan tindakan LP karena pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran
yang spesifik terhadap HNP, juga perannya telah dapat digantikan oleh adanya
gambaran radiologis yang lebih objektif dan tidak invasif.
d. Liquor cerebrospinalis: biasanya normal. Jika terjadi blok akan didapatkan
peningkatan kadar protein ringan dengan adanya penyakit diskus. Kecil
manfaatnya untuk diagnosis.
e. Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari
hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk
menentukan tingkat protrusi diskus.
f. Mielografi
Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada
pasien yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi
metal. CT mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk
melihat dengan lebih jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis
pada pasien yang menjalani operasi vertebra multipel dan bila akan
direncanakan tindakan operasi terhadap stenosis foraminal dan kanal
vertebralis.
g. MRI tulang belakang bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis
atau kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti daripada CT scan dalam hal
mengevaluasi gangguan radiks saraf. Akurasi 73-80% dan biasanya sangat
sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli
bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk
menentukan diskus mana yang paling terkena.
h. CT Scan
Sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah
jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.

i. Elektromiografi (EMG)
Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer. Dalam bidang
neurologi, maka pemeriksaan elektrofisiologis/neurofisiologis sangat berguna
pada diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :
1. Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks.
2. Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer.
3. Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks.
Pemeriksaan EMG adalah suatu pemeriksaan yang non-invasif, Motor
Unit Action Potentials (MUAP) pada iritasi radiks terlihat sebagai:
1. Potensial yang polifasik.
2. Amplitudo yang lebih besar
3. Durasi potensial yang lebih panjang, pada otot-otot dari segmen yang
terkena.
Pada kompresi radiks, selain kelainan-kelainan yang telah disebut diatas, juga
ditemukan aktivitas spontan pada pemeriksaan EMG berupa fibrilasi di otot-
otot segmen terkena atau di otot paraspinal atau interspinal dari
miotoma yang terkena. Sensifitas pemeriksaan EMG untuk mendeteksi
penderita radikulopati lumbal sebesar 92,47%. EMG lebih sensitif dilakukan
pada waktu minimal 10-14 hari setelah onset defisit neurologis, dan
dapat menunjukkan tentang kelainan berupa radikulopati, fleksopati
ataupun neuropati.
j. Foto rontgen tulang belakang.
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang
dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, pembentukan osteofit
spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan
ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi
yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.

Foto Rotgen lumbosacral

AP
LATERAL

Myelo-CT untuk melihat lokasi HNP


Faktor risiko yang tidak dapat dirubah pada HNP yaitu:
a. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi.
b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita.
c. Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya.
Faktor risiko yang dapat dirubah yaitu:
1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik
barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada
punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti
supir.
2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan
yang berat dalam jangka waktu yang lama.
3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus
untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
5. Batuk lama dan berulang

Penatalaksanaan HNP yaitu:


1. Non-farmakologis
Program rehabilitasi yang meliputi:
a. Terapi fisik
Pada banyak kelainan diskus servikalis , terdapat beberapa pengetahuan
yang mendukung pengobatan secara konservatif. Seperti pendekatan
McKenzie dan program penstabilisasian dari tulang belakang
servikothorakal yang dikombinasikan dengan senam aerobic.
b. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk ,
tungkai dalam sikap refleks pada sendi panggul dan lutut tertentu. Tempat
tidur tidak boleh memekai pegas/per, dengan demikian tempat tidur harus
di papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring
bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik angkut. Lama tirah
baring bergantung pada berat ringannya gannguan yang dirasakan
penderita. Pada HNP, klien memerlukan tirah baring dalam waktu
yang lebih lama. Setelah tirah baring, klien melakukan latihan atau
dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan
mengembalikan lagi funsi-fungsi otot.
b. Traksi servikal
Dengan tehnik ini dapat menghilangkan nyeri radicular akibat kompresi
dari syaraf radiks. Tehnik ini tidak memperbaiki cedera dari jaringan lunak
yang mengakibatkan nyeri. Dengan tambahan keadaan seperti panas,
pijatan, dan juga stimulasi elektrik harus dilakukan terutama dalam
mengilangkan nyeri dan merelaksasikan otot.
c. Collar servikal yang lembut
Hanya direkomendasikan pada cedera akut pada jaringan lunak dari leher
dan digunakan dalam waktu yang relative singkat. Sebab dapat
menyebabkan kekuatan dari otot leher melemah bahkan sampai
menghilang.
d. Mobilisasi dan manipulasi dari tulang belakang.
Dapat mengembalikan jarak rata-rata pergerakan yang normal dari tulang
servikal dan mengurangi nyeri.
e. Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi
lordosis.
f. Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme
otot. Pada keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin,
termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan
kompres panas maupun dingin.
g. Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan
untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis.
Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban pada diskus serta dapat
mengurangi spasme.
2. Farmakologis
a. Simptomatik
1) Analgesik (salisilat, parasetamol).
2) Kortikosteroid (prednison, prednisolon).
3) Anti-inflamasi non-steroid (AINS) seperti piroksikan.
4) Antidepresan trisiklik (amitriptilin).
5) Obat penenang minor (diazepam,klordiasepoksid).
b. Kausal: kolagenase
3. Operasi
Indikasi operasi yaitu:
a. Herniasi discus sentral dengan kompresi medula spinalis dan diikuti
dengan myelopathy.
b. Herniasi discus posterolateral.
c. Radiculopathy yang gagal dengan terapi konservatif.
d. Pasien dengan defisit neurologis progresif.
Keluhan utama yang sering atau alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri pada punggung bawah.
1) P : Adanya riwayat trauma ( mengangkat atau mendorong benda berat).
2) Q: Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti di sayat, mendenyut, seperti
kena api, nyeri tumpul yang terus-menerus. Kaji penyebaran nyeri. Apakah
bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (refered pain). Nyeri bersifat menetap,
atau hilang timbul,semakin lama semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena
adanya faktor pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang, batuk atau
mengedan, berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri
berkurang bila diibuat istirahat berbaring. Sifat nyeri khas posisi berbaring ke
duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. Nyeri bertambah bila ditekan L5-S1 (pada garis
antara dua Kristal iliaka).
3) R: letak atau lokasi nyeri, minta klien menunjukkan nyeri dengan setepat-
tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
4) S: pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh,
posisi yang bagaimana yang dapat meradakan rasa nyeri dan memperberat
nyeri. Aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, menuruni
tangga, menyapu, dan gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang sedang
diminum seperti analgesik, berapa lama klien menggunakan obat tersebut.
5) T: sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri pinggang bawah
intermiten ( dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun).
Pemeriksaan
1. Keadaan umum
Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah
(mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian atas). Hal ini
dikarenakan mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang mempersarafi tungkai
bagian belakang. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu:

1) Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke


tungkai bawah (sifat nyeri radikuler).
2) Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang berat.
3) Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 S1 (garis antara
dua krista iliaka).
4) Nyeri Spontan
5) Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri
bertambah hebat, sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang.
2. Pemeriksaan Motoris
a) Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri
dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
b) Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
c) Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas , tungkai bawah, kaki, ibu jari,
dan jari lainnya dengan menyuruh klien untuk melakukan gerak fleksi
dan ekstensi dengan menahan gerakan.
3. Pemeriksaan Sensoris
a) Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
b) Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.
c) Pemeriksaan sensasi raba, nyeri, suhu, profunda, dan sensasi getar
(vibrasi) untuk menentukan dermatom yang terganggu.
d) Palpasi dimulai dari area nyeri yang ringan ke arah yang paling terasa nyeri.
e) Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau cermat
sehingga tidak membingungkan klien.
4. Tes-tes Khusus
a. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang
terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita
HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada
96,8% pasien. Adanya tanda Laseque lebih menandakan adanya lesi pada L4-
5 atau L5-S1 daripada herniasi lain yang lebih tinggi (L1-4), dimana tes
ini hanya positif pada 73,3% penderita.
Cara yang dilakukan: Tungkai penderita diangkat perlahan tanpa fleksi di
lutut sampai sudut 90.

b. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial
dari ibu jari kaki (L5).
c. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki
(L5), atau plantarfleksi (S1).
1. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit.
2. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki.
d. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan
indikasi untuk segera operasi.
e. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk
operasi.
f. Tes provokasi
Tes valsava (pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila
timbul nyeri) dan naffziger untuk menaikkan tekanan intratekal.
5. Tes Refleks
Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks antara L5-S1
terkena.

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera fisik (penyempitan
saraf pada diskus intervertebralis, tekanan di daerah distribusi ujung
saraf).
2. Risiko trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik,
kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung,
pelvis, dan tungkai.
3. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol
atau koordinasi otot.
4. Risiko gangguan intergritas kulit yang berhubungan dengan
imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama.
5. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan tingkat percaya diri
yang tidak adekuat, tingkat persepsi control yang tidak adekuat,
ketidakadekuatan kesempatan untuk bersiap terhadap stressor, krisi situasi.
6. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit (HNP)
7. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan sumber
informasi.
8. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut yang NOC NIC
berhubungan a.Pain level Pain Management
dengan agen b. Pain control a. Lakukan pengkajian nyeri
cedera fisik c. Comfort level secara komprehensif termasuk
(penyempitan lokasi, karakteristik, durasi,
saraf pada Kriteria Hasil frekuensi, kualitas dan faktor
diskus a. Mampu mengontrol presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari
intervertebralis, nyeri (tahu penyebab,
ketidaknyamanan
tekanan di daerah nyeri, mampu
c. Gunakan teknik komunikasi
distribusi ujung menggunakan
terapeutik untuk mengetahui
saraf) nonfarmakologi untuk
pengalaman nyeri pasien
mengurangi nyeri, d. Kaji kultur yang
mencari bantuan) mempengaruhi respon nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri e. Kontrol lingkungan yang dapat
berkurang dengan mempengaruhi nyeri seperti
menggunakan suhu ruangan, pencahayaan,
manajemen nyeri dan kebisingan
c. Mampu mengenali nyeri f. Ajarkan teknik non
(skala, intensitas, farmakologi dalam mengurangi
frekuensi dan tand nyeri (nafas dalam)
g. Berikan analgetik untuk
nyeri)
d. Mengatakan rasa mengurangi nyeri
h. Tingkatkan istirahat
nyaman stelah nyeri
i. Kolaborasi dengan tim medis
berkurang
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil

Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
b. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesic
ketika pemberian lebih dari
satu
e. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
f. Tentukan analgesic pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
g. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
h. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
i. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala
2. Risiko trauma NOC NIC
yang a.Knowledge personal Manajemen safety
berhubungan safety a. Kaji mobilitas yang ada
dengan b.Safety behavior: fall observasi peningkatkan
hambatan prevention kerusakan. Kaji secara teratur
mobilitas fisik, c. Safety behavior: fall fungsi motorik.
b. Ubah posisi klien tiap 2 jam
kesulitan atau occurance
c. Ajarkan klien untuk
hambatan dalam d. Safety behavior:
melakukan latihan gerakan
melakukan physical injuri
aktif pada ekstrimitas yang
pergerakan e. Tissue integrity: skin
sakit.
punggung, and mucous membrane d. Lakukan gerakan pasif pada
pelvis, dan Kriteria Hasil ekstrimitas yang sakit
e. Inspeksi kulit bagian distal
tungkai. a.Pasien terbebas dari
trauma fisik setiap hari. Pantau adanya
b.Perilaku pencegahan iritasi, kemerahan, atau luka
jatuh pada kulit dan membran
c. Pengetahuan personal mukosa.
f. Bantu klien melakukan ROM,
safety
perawatan diri sesuai
toleransi.
g. Kolaborasi dengan tim
kesehatan dan ahli fisioterapi
untuk latihan fisik klien.
3. Defisit NOC NIC
perawatan diri a. Self care status Self care hygiene
yang b. Activity tolerance a. Kaji kemampuan dan
berhubungan c. Fatigue level penurunan klien dalam
dengan d. Ambulation melakukan ADL dalam skala
kelemahan e. Self care deficit hygiene 0-5.
b. Hindari sikap yang
neuromuskular, Kriteria Hasil
menghakimi klien dalam hal
menurunnya a. Klien dapat
yang dapat dilakukan klien dan
kekuatan dan menunjukan gaya hidup
bantu bila perlu.
kesadaran, untuk kebutuhan
c. Sadarkan tingkah laku/sugesti
kehilangan merawat diri,
tindakan pada perlindungan
kontrol/koordina b. Klien mampu
kelemahan. Pertahankan
si otot melakukan aktivitas
dukungan pola pikir, ijinkan
perawatan diri sesuai
klien melakukan tugas, beri
dengan tingkat
saran yang positif untuk
kemampuan,
usahanya.
c. mengidentifikasi d. Renacanakan tindakan untuk
personal/masyarakat mengatasi keterbatasan
yang dapat membantu perlihatan seperti tempatkan
makanan dan peralatan dalam
suatu tempat, dekatkan tempat
tidur ke dinding.
e. Tempatkan barang-barang yang
diperlukan klien dekat dengan
klien
4. Resiko gangguan NOC NIC
integritas kulit a.Tissue Integrity: Skin Pressure Management
yang and Mucuos membran f. Anjurkan pasien untuk
berhubungan b.Hemodyalis akses menggunakan pakaian yang
dengan Kriteria Hasil longgar
g. Hindari kerutan pada tempat
imobilisasi, tidak a.Integritas kulit yang baik
tidur
adekuatnya bisa dipertahankan
h. Jaga kebersihan kulit dan
sirkulasi perifer, (sensasi, elastisitas,
hindari trauma dan panas
tirah baring lama. temperature, hidrasi,
terhadap kulit
pigmentasi) i. Mobilisasi pasien tiap 2 jam
b.Tidak ada luka/lesi sekali
j. Observasi adanya eritema dan
c. Menunjukkan
kepucatan dan palpasi adanya
pemahaman dalam
kehangatan dan pelunakan
proses perbaikan kulit
jaringan tiap mengubah posisi.
dan mencegah terjadinya
k. Monitor aktivitas dan mobilitas
cidera berulang
pasien
d.Mampu melindungi kulit
l. Anjurkan untuk melakukan
dan mempertahankan
latihan ROM dan mobilisasi
kelembapan kulit
jika mungkin
m. Gunakan bantal air atau
pengganjal yang lunak di
bawah daerah-daerah yang
menonjol.
n. Lakukan masase pada daerah
yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi.
o. Bersihkan dan keringkan kulit.
Jagalah linen tetap kering.
Insision site care
a. Membersihkan, memantau
dan meningkatkan proses
penyembuhan pada luka yang
ditutup dengan jahitan.
b. Monitor proses kesembuhan
area luka operasi
c. Monitor tanda dan gejala
infeksi
5. Ketidakefektifan NOC NIC
koping indidvidu a.Decision making Decision making
berhubungan b. Role inhancement a. Berikan informasi kepada
dengan tingkat c. Sosial support pasien tentang alternative atau
percaya diri yang Kriteria Hasil solusi lain dalam penanganan
tidak adekuat a.Mengidentifikasi pola masalah
b. Fasilitasi pasien dalam
dalam kopingyang efektif
membuat keputusan
kemampuan b.Mengungkapkan secra
c. Bantu pasien
mengatasi verbal tentang koping
mengidentifikasi keuntungan,
masalah, tingkat yang efektif
kerugian dari keadaan
persepsi control c. Mengatakan penurunan Role inhancement
a. Bantu pasien untuk
yang tidak stress
mengidentifikasi bermacam-
adekuat, d.Klien mengatakan telah
macam nilai kehidupan
ketidakadekuatan menerima keadaannya
b. Bantu pasien
kesempatan e. Mampu
mengidentifikasi strategi
untuk bersiap mengidentifikasi strategi
positif untuk mengatur pola
terhadap stressor, tentang koping
nilai yang dimiliki
krisi situasi Coping enhancement
a. Anjurkan pasien untuk
mengidentifikasi gambaran
perubahan peran yang realitas
b. Gunakan pendekatan yang
menyenangkan, tenang dan
meyakinkan
c. Hindari pengambilan
keputusan pada saat pasien
berada dalam stress yang
berat
d. Berikan informasi actual yang
terkait dengan diagnosis,
terapi dan prognosis
6 Gangguan rasa NOC NIC
nyaman a.Ansiety Anxiety Reduction (penurunan
berhubungan b.Fear Leavel kecemasan)
dengan gejala c. Sleep Deprivation a. Gunakan pendekatan yang
terkait penyakit d. Comfort, Readines for menenangkan
(HNP) Enchanced
b. Nyatakan dengan jelas
Kriteria Hasil
harapan terhadap perilaku
a.Mampu mengontrol
pasien
kecemasan c. Jelaskan semua prosedur dan
b.Status lingkungan apa yang dirasakan selama
nyaman prosedur
d. Dorong pasien untuk
c. Mengontrol nyeri
mengungkapkan perasaan,
d.Kualitas tidur dan
ketakutan, persepsi
istirahat adekuat
e. Identifikasi tingkat kecemasan
e. Status kenyamanan f. Dampingi pasien untuk
meningkat memberikan keamanan dan
f. Dapat mengontrol mengurangi rasa takut
g. Dorong keluarga untuk
ketakutan
menemani pasien dan
g. Support social
memberikan dukungan moral
7 Defisiensi NOC NIC
pengetahuan a. Knowledge: disease Teaching: disease Process
berhubungan process a. Berikan penilaian tentang
b. Knowledge: health
dengan kurang tingkat pengetahuan pasien
behavior
terpajan sumber tentang proses penyakit yang
informasi Kriteria Hasil spesifik
a.Pasien dan keluarga b. Jelaskan konsep dari penyakit
menyatakan pemahaman dan bagaimana hal ini
Batasan
tentang penyakit, kondisi, berhubungan, dengan cara yang
karakteristik:
prognosis dan program tepat.
1. Peng-
c. Gambarkan tanda dan gejala
pengobatan
ungkapan
b.Pasien dan keluarga yang biasa muncul pada
masalah
mampu melaksakan penyakit yang dialami oleh
2. Ketidak-
prosedur yang dijelaskan pasien
akuratan
d. Berikan informasi tentang
secara benar
mengikuti
c.Pasien dan keluarga kondisi pasien
perintah e. Diskusikan dengan pasien dan
mampu menjelaskan
3. Perilaku tidak
keluarga tentang pilihan terapi
kembali apa yang
tepat (hysteria,
atau penanganan
dijelaskan perawat atau
bermusuhan, f. Dukung pasien untuk
tim kesehatan lainnya
agitasi, apatis) mengungkapkan pendapatnya
tentang kondisinya
g. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan
8. Ansietas NOC NIC
berhubungan a.Anxiety self-control Anxiety Reduction (penurunan
dengan b.Anxiety level kecemasan)
perubahan c. Coping a.Gunakan pendekatan yang
dalam status Kriteria Hasil menenangkan
b. Nyatakan dengan jelas
kesehatan a.Klien mampu
harapan terhadap perilaku
mengidentifikasi dan
pasien
Batasan mengungkapkan gejala
c. Jelaskan semua prosedur dan
karakteristik: cemas
apa yang dirasakan selama
1. Perilaku b.Mengidentifikasi,
prosedur
(penurunan mengungkapkan dan d. Dampingi pasien untuk
produktivitas, menunjukkan teknik mengurangi rasa takut dan
gelisah, untuk mengontrol cemas memberikan keamanan
e. Dorong keluaraga untuk
mengekspresik c. Vital sign dalam batas
menemani pasien
an normal
f. Bantu pasien mengenal situasi
kekhawatiran d.Postur tubuh, ekspresi
yang menimbulkan kecemasan
karena wajah, bahasa tubuh dan g. Dorong pasien untuk
perubahan tingkat aktivitas mengungkapkan perasaan,
dalam menunjukkan ketakutan dan persepsi
h. Instruksikan pasien untuk
peristiwa berkurangnya kecemasan
menggunakan teknik relaksasi
hidup)
2. Afektif
(gelisah,
ketakutan,
khawatir, rasa
nyeri yang
meningkat-kan
ketidak-
berdayaan)
3. Fisiologis
(wajah tegang,
peningkatan
keringat,
peningkatan
ketegangan,
gemetar)
4. Simpatik
(wajah merah,
jantung
berdebar-
debar,
peningkatan
denyut nadi,
peningkatan
tekanan darah,
anoreksia)
5. Parasimpatis
(gangguan
tidur, nyeri
pada
ekstremitas
yang sakit)
6. Kognitif
(gangguan
perhatian,
penurunan
kemampuan
memecahkan
masalah)
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih
Bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aescuapius FK UI.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA, NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasiikasi
2012-2014. Jakarta : EGC.
Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan
dengan Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai