Oleh:
Agung Maulana, S.Kep
NIM. 082311101070
2. Pathway (terlampir)
3. Etiologi
HNP terjadi karena proses degeneratif diskus intervetebralis. Beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut :
1. Riwayat trauma
2. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk, mengemudi
dalam waktu lama.
3. Sering membungkuk.
4. Posisi tubuh saat berjalan.
5. Proses degeneratif (usia 30-50 tahun).
6. Struktur tulang belakang.
7. Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.
HNP terjadi akibat keluarnya nukleus pulposus dari dalam bantalan
tulang belakang. HNP sering terjadi pada usia 30-50 tahun, meskipun juga
banyak dialami oleh para orang tua. Ada tiga faktor yang membuat seseorang
dapat mengalami HNP, yaitu (1) gaya hidup, seperti merokok, jarang atau tidak
pernah berolah raga dan berat badan yang berlebihan, (2) pertambahan usia,
dan (3) memiliki kebiasaan duduk atau berdiri yang salah, yaitu
membungkuk dan tidak tegak.
2. Hernia servicalis
a. Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)
b. Atrofi di daerah biceps dan triceps
c. Refleks biceps yang menurun atau menghilang
d. Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk.
3. Hernia thorakalis
a. Nyeri radikal.
b. Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis.
c. Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.
Gejala klinis HNP berbeda-beda tergantung lokasinya. HNP di daerah
leher menimbulkan gejala berupa nyeri saat leher digerakkan, nyeri leher di
dekat telinga atau di sekitar tulang belikat, dan nyeri yang menjalar ke arah
bahu, lengan atas, lengan bawah dan jari-jari. Selain nyeri, juga dapat
ditemukan rasa kesemutan dan tebal di daerah yang kurang lebih sama dengan
rasa nyeri tersebut. Di daerah punggung bawah, gejala klinis HNP menyerupai
HNP leher. Rasa nyeri terasa di daerah pinggang, pantat dan menjalar ke arah
paha, betis dan kaki. Seringkali juga terasa sensasi kesemutan dan tebal pada
salah satu atau kedua tungkai bawah.
Gejala-gejala HNP tersebut timbul perlahan-lahan dan semakin terasa
hebat jika duduk atau berdiri dalam waktu lama, pada waktu malam hari, setelah
berjalan beberapa saat, pada saat batuk atau bersin, serta ketika punggung
dibungkukkan ke arah depan. Gejala klinis pada setiap pasien berbeda-beda
tergantung pada lokasi dan derajatnya. HNP pada punggung bawah di daerah
yang disebut L1-L2 dan L2-L3 menyebabkan nyeri dan rasa tebal pada sisi
depan-samping luar paha. Juga dapat terjadi kelemahan otot- otot untuk
menggerakkan sendi paha ke arah perut. HNP di daerah ini jarang terjadi
dibanding daerah punggung bawah yang lain.
5. Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat
sirkumferensial. Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan itu
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi,
resiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya
presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatic ketika hendak
menegakan badan waktu terpleset, mengangkat benda berat, dan
sebagainya.
Herniasi nucleus puposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di
atas atau di bawahnya. Bisa juga menembus langsung ke kanalis vertebralis.
Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat
pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum
ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan
terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain
subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai
yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika.
6. Komplikasi
Komplikasi HNP yaitu:
1. Kelemahan dan atropi otot.
2. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain.
3. Kehilangan kontrol otot sphinter.
4. Paralis / ketidakmampuan pergerakan.
5. Perdarahan.
6. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal.
7. Pemeriksaan Penunjang
Selain berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita, cara
terbaik untuk mengetahui ada tidaknya HNP adalah dengan melakukan
pemeriksaan MRI (Gambar 4). Selain itu, untuk memastikan bahwa HNP yang
ditemukan pada MRI memang menjadi penyebab keluhan penderita, perlu
dilakukan pemeriksaan EMG (pemeriksaan fungsi hantaran saraf).
Perlu diketahui bahwa HNP tidak terlihat pada foto rontgen biasa. Pada
pasien HNP, foto rontgen dilakukan bukan untuk menentukan ada
tidaknya HNP, tetapi untuk mengesampingkan kelainan-kelainan lain (selain
HNP) yang dapat mengakibatkan nyeri punggung.
Gambar 4. Hasil MRI pada HNP leher (a), HNP punggung atas (b)
dan HNP punggung bawah (c).
a. Darah rutin : Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju
endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi
ginjal.
b. Urine rutin : tidak spesifik
c. Lumbal Pungsi (LP)
LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan akan
terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat albumin
yang sedikit meninggi sampai dua kali level normal. Pada pasien ini tak
dilakukan tindakan LP karena pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran
yang spesifik terhadap HNP, juga perannya telah dapat digantikan oleh adanya
gambaran radiologis yang lebih objektif dan tidak invasif.
d. Liquor cerebrospinalis: biasanya normal. Jika terjadi blok akan didapatkan
peningkatan kadar protein ringan dengan adanya penyakit diskus. Kecil
manfaatnya untuk diagnosis.
e. Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari
hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk
menentukan tingkat protrusi diskus.
f. Mielografi
Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada
pasien yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi
metal. CT mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk
melihat dengan lebih jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis
pada pasien yang menjalani operasi vertebra multipel dan bila akan
direncanakan tindakan operasi terhadap stenosis foraminal dan kanal
vertebralis.
g. MRI tulang belakang bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis
atau kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti daripada CT scan dalam hal
mengevaluasi gangguan radiks saraf. Akurasi 73-80% dan biasanya sangat
sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli
bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk
menentukan diskus mana yang paling terkena.
h. CT Scan
Sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah
jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
i. Elektromiografi (EMG)
Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer. Dalam bidang
neurologi, maka pemeriksaan elektrofisiologis/neurofisiologis sangat berguna
pada diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :
1. Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks.
2. Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer.
3. Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks.
Pemeriksaan EMG adalah suatu pemeriksaan yang non-invasif, Motor
Unit Action Potentials (MUAP) pada iritasi radiks terlihat sebagai:
1. Potensial yang polifasik.
2. Amplitudo yang lebih besar
3. Durasi potensial yang lebih panjang, pada otot-otot dari segmen yang
terkena.
Pada kompresi radiks, selain kelainan-kelainan yang telah disebut diatas, juga
ditemukan aktivitas spontan pada pemeriksaan EMG berupa fibrilasi di otot-
otot segmen terkena atau di otot paraspinal atau interspinal dari
miotoma yang terkena. Sensifitas pemeriksaan EMG untuk mendeteksi
penderita radikulopati lumbal sebesar 92,47%. EMG lebih sensitif dilakukan
pada waktu minimal 10-14 hari setelah onset defisit neurologis, dan
dapat menunjukkan tentang kelainan berupa radikulopati, fleksopati
ataupun neuropati.
j. Foto rontgen tulang belakang.
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang
dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, pembentukan osteofit
spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan
ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi
yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
AP
LATERAL
b. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial
dari ibu jari kaki (L5).
c. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki
(L5), atau plantarfleksi (S1).
1. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit.
2. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki.
d. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan
indikasi untuk segera operasi.
e. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk
operasi.
f. Tes provokasi
Tes valsava (pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila
timbul nyeri) dan naffziger untuk menaikkan tekanan intratekal.
5. Tes Refleks
Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks antara L5-S1
terkena.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera fisik (penyempitan
saraf pada diskus intervertebralis, tekanan di daerah distribusi ujung
saraf).
2. Risiko trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik,
kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung,
pelvis, dan tungkai.
3. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol
atau koordinasi otot.
4. Risiko gangguan intergritas kulit yang berhubungan dengan
imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama.
5. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan tingkat percaya diri
yang tidak adekuat, tingkat persepsi control yang tidak adekuat,
ketidakadekuatan kesempatan untuk bersiap terhadap stressor, krisi situasi.
6. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit (HNP)
7. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan sumber
informasi.
8. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut yang NOC NIC
berhubungan a.Pain level Pain Management
dengan agen b. Pain control a. Lakukan pengkajian nyeri
cedera fisik c. Comfort level secara komprehensif termasuk
(penyempitan lokasi, karakteristik, durasi,
saraf pada Kriteria Hasil frekuensi, kualitas dan faktor
diskus a. Mampu mengontrol presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari
intervertebralis, nyeri (tahu penyebab,
ketidaknyamanan
tekanan di daerah nyeri, mampu
c. Gunakan teknik komunikasi
distribusi ujung menggunakan
terapeutik untuk mengetahui
saraf) nonfarmakologi untuk
pengalaman nyeri pasien
mengurangi nyeri, d. Kaji kultur yang
mencari bantuan) mempengaruhi respon nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri e. Kontrol lingkungan yang dapat
berkurang dengan mempengaruhi nyeri seperti
menggunakan suhu ruangan, pencahayaan,
manajemen nyeri dan kebisingan
c. Mampu mengenali nyeri f. Ajarkan teknik non
(skala, intensitas, farmakologi dalam mengurangi
frekuensi dan tand nyeri (nafas dalam)
g. Berikan analgetik untuk
nyeri)
d. Mengatakan rasa mengurangi nyeri
h. Tingkatkan istirahat
nyaman stelah nyeri
i. Kolaborasi dengan tim medis
berkurang
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
b. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesic
ketika pemberian lebih dari
satu
e. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
f. Tentukan analgesic pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
g. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
h. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
i. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala
2. Risiko trauma NOC NIC
yang a.Knowledge personal Manajemen safety
berhubungan safety a. Kaji mobilitas yang ada
dengan b.Safety behavior: fall observasi peningkatkan
hambatan prevention kerusakan. Kaji secara teratur
mobilitas fisik, c. Safety behavior: fall fungsi motorik.
b. Ubah posisi klien tiap 2 jam
kesulitan atau occurance
c. Ajarkan klien untuk
hambatan dalam d. Safety behavior:
melakukan latihan gerakan
melakukan physical injuri
aktif pada ekstrimitas yang
pergerakan e. Tissue integrity: skin
sakit.
punggung, and mucous membrane d. Lakukan gerakan pasif pada
pelvis, dan Kriteria Hasil ekstrimitas yang sakit
e. Inspeksi kulit bagian distal
tungkai. a.Pasien terbebas dari
trauma fisik setiap hari. Pantau adanya
b.Perilaku pencegahan iritasi, kemerahan, atau luka
jatuh pada kulit dan membran
c. Pengetahuan personal mukosa.
f. Bantu klien melakukan ROM,
safety
perawatan diri sesuai
toleransi.
g. Kolaborasi dengan tim
kesehatan dan ahli fisioterapi
untuk latihan fisik klien.
3. Defisit NOC NIC
perawatan diri a. Self care status Self care hygiene
yang b. Activity tolerance a. Kaji kemampuan dan
berhubungan c. Fatigue level penurunan klien dalam
dengan d. Ambulation melakukan ADL dalam skala
kelemahan e. Self care deficit hygiene 0-5.
b. Hindari sikap yang
neuromuskular, Kriteria Hasil
menghakimi klien dalam hal
menurunnya a. Klien dapat
yang dapat dilakukan klien dan
kekuatan dan menunjukan gaya hidup
bantu bila perlu.
kesadaran, untuk kebutuhan
c. Sadarkan tingkah laku/sugesti
kehilangan merawat diri,
tindakan pada perlindungan
kontrol/koordina b. Klien mampu
kelemahan. Pertahankan
si otot melakukan aktivitas
dukungan pola pikir, ijinkan
perawatan diri sesuai
klien melakukan tugas, beri
dengan tingkat
saran yang positif untuk
kemampuan,
usahanya.
c. mengidentifikasi d. Renacanakan tindakan untuk
personal/masyarakat mengatasi keterbatasan
yang dapat membantu perlihatan seperti tempatkan
makanan dan peralatan dalam
suatu tempat, dekatkan tempat
tidur ke dinding.
e. Tempatkan barang-barang yang
diperlukan klien dekat dengan
klien
4. Resiko gangguan NOC NIC
integritas kulit a.Tissue Integrity: Skin Pressure Management
yang and Mucuos membran f. Anjurkan pasien untuk
berhubungan b.Hemodyalis akses menggunakan pakaian yang
dengan Kriteria Hasil longgar
g. Hindari kerutan pada tempat
imobilisasi, tidak a.Integritas kulit yang baik
tidur
adekuatnya bisa dipertahankan
h. Jaga kebersihan kulit dan
sirkulasi perifer, (sensasi, elastisitas,
hindari trauma dan panas
tirah baring lama. temperature, hidrasi,
terhadap kulit
pigmentasi) i. Mobilisasi pasien tiap 2 jam
b.Tidak ada luka/lesi sekali
j. Observasi adanya eritema dan
c. Menunjukkan
kepucatan dan palpasi adanya
pemahaman dalam
kehangatan dan pelunakan
proses perbaikan kulit
jaringan tiap mengubah posisi.
dan mencegah terjadinya
k. Monitor aktivitas dan mobilitas
cidera berulang
pasien
d.Mampu melindungi kulit
l. Anjurkan untuk melakukan
dan mempertahankan
latihan ROM dan mobilisasi
kelembapan kulit
jika mungkin
m. Gunakan bantal air atau
pengganjal yang lunak di
bawah daerah-daerah yang
menonjol.
n. Lakukan masase pada daerah
yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi.
o. Bersihkan dan keringkan kulit.
Jagalah linen tetap kering.
Insision site care
a. Membersihkan, memantau
dan meningkatkan proses
penyembuhan pada luka yang
ditutup dengan jahitan.
b. Monitor proses kesembuhan
area luka operasi
c. Monitor tanda dan gejala
infeksi
5. Ketidakefektifan NOC NIC
koping indidvidu a.Decision making Decision making
berhubungan b. Role inhancement a. Berikan informasi kepada
dengan tingkat c. Sosial support pasien tentang alternative atau
percaya diri yang Kriteria Hasil solusi lain dalam penanganan
tidak adekuat a.Mengidentifikasi pola masalah
b. Fasilitasi pasien dalam
dalam kopingyang efektif
membuat keputusan
kemampuan b.Mengungkapkan secra
c. Bantu pasien
mengatasi verbal tentang koping
mengidentifikasi keuntungan,
masalah, tingkat yang efektif
kerugian dari keadaan
persepsi control c. Mengatakan penurunan Role inhancement
a. Bantu pasien untuk
yang tidak stress
mengidentifikasi bermacam-
adekuat, d.Klien mengatakan telah
macam nilai kehidupan
ketidakadekuatan menerima keadaannya
b. Bantu pasien
kesempatan e. Mampu
mengidentifikasi strategi
untuk bersiap mengidentifikasi strategi
positif untuk mengatur pola
terhadap stressor, tentang koping
nilai yang dimiliki
krisi situasi Coping enhancement
a. Anjurkan pasien untuk
mengidentifikasi gambaran
perubahan peran yang realitas
b. Gunakan pendekatan yang
menyenangkan, tenang dan
meyakinkan
c. Hindari pengambilan
keputusan pada saat pasien
berada dalam stress yang
berat
d. Berikan informasi actual yang
terkait dengan diagnosis,
terapi dan prognosis
6 Gangguan rasa NOC NIC
nyaman a.Ansiety Anxiety Reduction (penurunan
berhubungan b.Fear Leavel kecemasan)
dengan gejala c. Sleep Deprivation a. Gunakan pendekatan yang
terkait penyakit d. Comfort, Readines for menenangkan
(HNP) Enchanced
b. Nyatakan dengan jelas
Kriteria Hasil
harapan terhadap perilaku
a.Mampu mengontrol
pasien
kecemasan c. Jelaskan semua prosedur dan
b.Status lingkungan apa yang dirasakan selama
nyaman prosedur
d. Dorong pasien untuk
c. Mengontrol nyeri
mengungkapkan perasaan,
d.Kualitas tidur dan
ketakutan, persepsi
istirahat adekuat
e. Identifikasi tingkat kecemasan
e. Status kenyamanan f. Dampingi pasien untuk
meningkat memberikan keamanan dan
f. Dapat mengontrol mengurangi rasa takut
g. Dorong keluarga untuk
ketakutan
menemani pasien dan
g. Support social
memberikan dukungan moral
7 Defisiensi NOC NIC
pengetahuan a. Knowledge: disease Teaching: disease Process
berhubungan process a. Berikan penilaian tentang
b. Knowledge: health
dengan kurang tingkat pengetahuan pasien
behavior
terpajan sumber tentang proses penyakit yang
informasi Kriteria Hasil spesifik
a.Pasien dan keluarga b. Jelaskan konsep dari penyakit
menyatakan pemahaman dan bagaimana hal ini
Batasan
tentang penyakit, kondisi, berhubungan, dengan cara yang
karakteristik:
prognosis dan program tepat.
1. Peng-
c. Gambarkan tanda dan gejala
pengobatan
ungkapan
b.Pasien dan keluarga yang biasa muncul pada
masalah
mampu melaksakan penyakit yang dialami oleh
2. Ketidak-
prosedur yang dijelaskan pasien
akuratan
d. Berikan informasi tentang
secara benar
mengikuti
c.Pasien dan keluarga kondisi pasien
perintah e. Diskusikan dengan pasien dan
mampu menjelaskan
3. Perilaku tidak
keluarga tentang pilihan terapi
kembali apa yang
tepat (hysteria,
atau penanganan
dijelaskan perawat atau
bermusuhan, f. Dukung pasien untuk
tim kesehatan lainnya
agitasi, apatis) mengungkapkan pendapatnya
tentang kondisinya
g. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan
8. Ansietas NOC NIC
berhubungan a.Anxiety self-control Anxiety Reduction (penurunan
dengan b.Anxiety level kecemasan)
perubahan c. Coping a.Gunakan pendekatan yang
dalam status Kriteria Hasil menenangkan
b. Nyatakan dengan jelas
kesehatan a.Klien mampu
harapan terhadap perilaku
mengidentifikasi dan
pasien
Batasan mengungkapkan gejala
c. Jelaskan semua prosedur dan
karakteristik: cemas
apa yang dirasakan selama
1. Perilaku b.Mengidentifikasi,
prosedur
(penurunan mengungkapkan dan d. Dampingi pasien untuk
produktivitas, menunjukkan teknik mengurangi rasa takut dan
gelisah, untuk mengontrol cemas memberikan keamanan
e. Dorong keluaraga untuk
mengekspresik c. Vital sign dalam batas
menemani pasien
an normal
f. Bantu pasien mengenal situasi
kekhawatiran d.Postur tubuh, ekspresi
yang menimbulkan kecemasan
karena wajah, bahasa tubuh dan g. Dorong pasien untuk
perubahan tingkat aktivitas mengungkapkan perasaan,
dalam menunjukkan ketakutan dan persepsi
h. Instruksikan pasien untuk
peristiwa berkurangnya kecemasan
menggunakan teknik relaksasi
hidup)
2. Afektif
(gelisah,
ketakutan,
khawatir, rasa
nyeri yang
meningkat-kan
ketidak-
berdayaan)
3. Fisiologis
(wajah tegang,
peningkatan
keringat,
peningkatan
ketegangan,
gemetar)
4. Simpatik
(wajah merah,
jantung
berdebar-
debar,
peningkatan
denyut nadi,
peningkatan
tekanan darah,
anoreksia)
5. Parasimpatis
(gangguan
tidur, nyeri
pada
ekstremitas
yang sakit)
6. Kognitif
(gangguan
perhatian,
penurunan
kemampuan
memecahkan
masalah)
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA, NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasiikasi
2012-2014. Jakarta : EGC.
Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan
dengan Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.