Corynebacterium diphteriae merupakan kuman batang Gram positif, tidak bergerak,
pleomorfik, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, aerobik, mati pada pemanasan 60C, tahan dalam keadaan beku dan kering. Dengan pewarnaan, kuman bisa tampak dalam susunan berpasangan (palisade), bentuk L atau V, bisa juga berbentuk palu (pembesaran pada salah satu ujung) dengan diameter 0,11 mm dan panjang beberapa mm. Pada kultur, kelompok basil ini akan berhubungan satu sama lain sehingga membentuk formasi mirip huruf cina. Kuman tumbuh secara aerob, bisa dalam media sederhana, tetapi lebih baik dalam media yang mengandung K-tellurit atau media Loeffler (Soedarmo SP et al, 2002). Pada media Loeffler, yaitu medium yang mengandung serum yang sudah dikoagulasikan dengan fosfat konsentrasi tinggi, basil ini tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni yang kecil, granular dan berwarna hitam dan dilingkari warna abu-abu coklat. Pada membran mukosa manusia C. diphteriae dapat tumbuh bersama-sama dengan kuman diphterioid saprofit yang mempunyai morfologi yang serupa , yang hidup secara normal pada daerah nasofaring dan kulit, misalnya basil Hoffman dan Corynebacterium xerosis, sehingga untuk membedakan terkadang diperlukan biakan pemeriksaan khusus dengan cara fermentasi glikogen, kanji, glukosa, maltosa, dan sukrosa (Sudoyo AW et al, 2009). Secara umum dikenal 3 tipe utama C.diphteriae yaitu tipe gravis, intermedius, dan mitis, namun dipandang dari sudut antigenisitas sebenarnya basil ini merupakan spesies yang bersifat heterogen dan mempunyai banyak tipe serologik. Hal ini mungkin bisa menerangkan mengapa pada seorang pasien bisa terdapat kolonisasi lebih dari satu jenis C.diphteriae. Perbedaan ketiga jenis C.diphteriae ini adalah: a. Gravis : koloninya besar, kasar, ireguler, berwarna abu-abu, dan tidak menimbulkan hemolisis eritrosit. b. Mitis : koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks, dan dapat menimbulkan hemolisis eritrosit. c. Intermediate: koloninya kecil, halus, mempunyai bintik hitam di tengahnya, dan dapat menimbulkan hemolisis eritrosit (Sudoyo AW et al, 2009).. Jenis gravis dan intermediate lebih virulen dibandingkan dengan jenis mitis. Karakteristik jenis gravis adalah dapat memfermentasikan tepung kanji dan glikogen, sedangkan dua jenis lainnya tidak. Semua jenis basil ini dapat memproduksi eksotoksin, akan tetapi virulensinya berbeda (Sudoyo AW et al, 2009). Ciri khas C.diphteriae adalah kemampuannya memproduksi eksotoksin baik in vitro maupun in vivo. Eksotoksin ini merupakan suatu protein dengan berat molekul 62.000 dalton, tidak tahan panas/cahaya, mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen A (amino-terminal) dan fragmen B ( karboksi-terminal). Kemampuan suatu strain untuk membentuk/memproduksi toksin dipengaruhi oleh adanya bakteriofag, toksin hanya bisa diproduksi oleh C.diphteriae yang terinfeksi oleh bakteriofag yang mengandung toxigene (Soedarmo SP et al, 2002). Untuk membedakan jenis virulen dan nonvirulen dapat diketahui dengan pemeriksaan produksi toksin, yaitu dengan cara: 1. Elek precipitin test, telah mulai dilakukan sejak tahun 1949, dan masih dipakai sampai sekarang, walaupun sudah dimodifikasi 2. Polymerase chain pig inoculation test (PCR) 3. Rapid enzyme immunoassay (EIA), pemeriksaan ini hanya membutuhkan waktu 3 jam, lebih singkat dibandingkan Elek precipitin test yang membutuhkan waktu 24 jam (Sudoyo AW et al, 2009).