Makalah Diskusi Kasus
Makalah Diskusi Kasus
HIFEMA
EVAN REGAR
0906508024
Narasumber:
Definisi
Hifema didefinisikan sebagai keberadaan sel darah merah di kamera okuli anterior
(anterior chamber). Apabila keberadaan sel darah merah sangat sedikit sehingga hanya
terbentuk suspensi sel-sel darah merah tanpa pembentukan lapisan darah, keadaan ini disebut
sebagai mikrohifema.
1. Hifema traumatik
2. Hifema iatrogenik
3. Hifema spontan
Hifema traumatik merupakan jenis yang tersering, yang merupakan hifema akibat
terjadinya trauma pada bola mata. Trauma yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh
benda tumpul, misalnya bola, batu, projektil, mainan anak-anak, pelor mainan, paint ball,
maupun tinju.1 Trauma tumpul yang menghantam bagian depan mata misalnya,
mengakibatkan terjadinya perubahan bola mata berupa kompresi diameter anteroposterior
serta ekspansi bidang ekuatorial. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan intraokular secara transien yang mengakibatkan terjadinay penekanan pada struktur
pembuluh darah di uvea (iris dan badan silier). Pembuluh darah yang mengalami gaya regang
dan tekan ini akan mengalami ruptur dan melepaskan isinya ke bilik mata depan (camera
oculi anterior).2
Hifema iatrogenik adalah hifema yang timbul dan merupakan komplikasi dari proses
medis, seperti proses pembedahan. Hifema jenis ini dapat terjadi intraoperatif maupun
postoperatif. Pada umumnya manipulasi yang melibatkan struktur kaya pembuluh darah
dapat mengakibatkan hifema iatrogenik.
3 Lebih dari
4 Total (Penuh)
a.k.a blackball / 8-ball
hyphema
Pada umumnya yang perlu diwaspadai dalam menemukan kasus hifema adalah
komplikasi yang sesungguhnya jauh lebih berbahaya dibandingkan keberadaan darah di
kamera okuli anterior itu sendiri. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah:
Glaukoma Traumatik2
24 jam
TIO akut
Hari 2-6
Hari 7 dst
Perdarahan Sekunder
Perdarahan sekunder merupakan hal yang harus diwaspadai pada hifema. Hal ini
disebabkan 1/3 dari perdarahan sekunder justru dapat lebih berat dibandingkan hifema awal,
yakni dapat mengakibatkan hifema total. Perdarahan sekunder umumnya terjadi pada hifema
derajat 3 dan 4, dan secara umum terjadi pada 22% kasus hifema, dengan rentang antara 6,5%
hingga 38%4. Perdarahan sekunder disebabkan oleh lisis dan retraksi dari bekuan darah dan
fibrin yang telah berfungsi secara stabil untuk menyumbat pembuluh darah yang mengalami
ruptur atau kebocoran. Perdarahan sekunder membuat prognosis pasien menjadi buruk,
dengan penelitian menunjukkan tajam penglihatan pasien (kurang dari 20/50 atau 6/15) yang
mengalami perdarahan sekunder lebih buruk dibandingkan dengan yang tidak mengalami
komplikas ini (79,5% vs 64%).
Atrofi Optik
Atrofi optik merupakan keadaan akhir akibat glaukoma traumatik yang dapat terjadi
pada pasien dengan hifema. Terjadinya peningkatan tekanan intraokular mengakibatkan
tekanan diteruskan ke seluruh bagian mata, termasuk ke tunika neuralis. Tunika neuralis yang
merupakan retina akan mengalami tekanan dan mengakibatkan kerusakan pada saraf.
Kerusakan pada saraf mata akibat tekanan akan timbul dalam bentuk atrofi optik. Pada
tekanan bola mata 50 mmHg, kerusakan dapat terjadi dalam 7 hari, sedangkan pada tekanan
bola mata 35 mmHg kerusakan dapat terjadi dalam 5 hari. Pada individual dengan sickle cell
trait, kerusakan bahkan lebih cepat terjadi pada tekanan yang lebih rendah, mengindikasikan
pentingnya penanganan segera terutama pada pasien-pasien ini.
Gambar 3 Gambaran papil atrofi, yakni berupa papil yang tampak pucat akibatnya
menghilangnya serabut saraf dan pembuluh darah kapiler akibat tekanan intraokular yang
meninggi. (Crouch, 2006)
Gambar 4 Gambaran corneal blood staining yang berwarna kekuningan pada kornea
(Sumber: dro.hs.columbia.edu)
Manajemen
Tujuan terapi sesuai dengan komplikasi yang mungkin terjadi. Untuk mengatasi
peningkatan tekanan intraokular, dapat dilakukan pemberian antiglaukoma topikal, seperti
timolol (antagonis reseptor beta), latanoprost (analog prostaglandin), serta brimonidin (agonis
reseptor 2 tipe perifer). Kesemua agen ini bertujuan untuk mengurangi produksi akueous
humor dan dapat membantu menurunkan tekanan intraokular. Apabila masih tinggi, dapat
dicobakan pemberian inhibitor enzim karbonat-anhidrase (CAI) topika.. Tekanan yang belum
terkontrol mengindikasikan pemberian agen lain, yakni CAI sistemik (melalui oral), yakni
asetazolamid dengan dosis 20 mg/kg/hari terbagi dalam empat dosis. Hal ini terutama
digunakan apabila tekanan masih di atas 22 mmHg. Pilihan terakhir apabila tekanan masih
tinggi adalah pemberian agen osmotik (seperti manitol IV 1,5 g/kg dalam larutan 10% 2 kali
sehari atau 3 kali sehari apabila tekanan sangat tinggi), atau pemberian gliserol per oral. Hal
ini penting apabila tekanan intraokular tetap di atas 35 mmHg meskipun hal-hal di atas telah
dicobakan pada pasien.
1. Pasien mengalami hifema derajat Ii atau lebih, sebab berpotensi terjadinya perdarahan
sekunder
2. Merupakan sickle cell trait
3. Terjadi trauma tembus okuli
4. Pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan
5. Pasien yang memiliki riwayat glaukoma
Dalam pasien rawat, perlu dilakukan pemantauan secar a intensif seperti tajam
penglihatan, tekanan intraokular, serta resolusi hifema. Selain itu perlu pula diamati apakah
terdapat indikasi bedah pada pasien.
Prognosis
Secara umum, hifema grade I memiliki kemungkinan 80% untuk mencapai tajam
penglihatan minimal 6/12. Hifema yang lebih tinggi, yakni grade II memiliki kemungkinan
60%, sedangkan pada hifema total kemungkinan tajam penglihatan minimal 6/12 relatif
rendah, yakni sekitar 35%.
Lampiran Gambar
Pasien dengan hifema 1 mm akibat trauma tumpul. Terdapat pula edema korneal, injeksi
konjungtiva.
Pasien dengan neovaskularisasi iris yang mengalami hifema spontan.
Referensi
1. Sheppard JD. Hyphema. [Internet]. Updated: 2011 Mar 19, Cited: 2013 Mar 19.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview
2. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophtalmology. A systematic approach. Seventh edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011
3. Chraibi F, Bhallil S, Benatiya I, Tahri H. Hyphema revealing retinoblastoma in
childhoot. A case report. Bull. Soc. Belge Ophtalmol. 2011(318): 41-3
4. Crouch Jr ER, Crouch ER. Trauma: ruptures and bleeding. In: Tasman W, Jaeger E.
Duanes ophtalmology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006
5. Oldham GW. Hyphema. [Internet]. Cited: 2013 Mar 19. Available from:
http://eyewiki.aao.org/Hyphema
6. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & asburys general ophtalmology. 16th edition.
New York: McGraw Hill; 2004