Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Sejarah Sedimentologi

Arom Sianly Imapuly

2015-64-021

Tugas Sedimentasi

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada TUHAN Yang Maha Esa Karena Atas Berkat dan Cinta Kasih-Nya Penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sejarah Sedimentologi.

Makalah ini berisikan mengenai sejarah sedimentologi, perkembangan sedimentologi dan sejarah
sedimentologi kelautan. Makalah ini sendiri merupakan tugas yang harus penulis selesaikan untuk memenuhi
persyaratan kontrak perkuliahan ada mata kuliah sedimentasi. Semoga makalah yang sudah penulis buat ini
boleh bermanfaat bagi pembaca terkhususnya bagi penulis sendiri.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini terkhususnya bagi dosen mata kuliah sedimentasi ini yang sudah memberikan sumbangsih
pemikiran maupun ide untuk pembangunan makalah ini lebih baik.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca terlebih lagi dari dosen mata kuliah
sedimentasi ini agar makalah ini lebih baik. Manusia penuh dengan keterbatasan, maka penulis meminta maaf
jika ada penulisan atau kata kata yang masih keliru. Terima kasih

Ambon, Oktober 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia sejak dahulu saat zamaan primitif sudah mengenal mengenai sedimen. Manusia primitif
mengetahui sifat dan kegunaan batuapi (flint) yang mereka pakai sebagai pisau, mata anak panah dan
mata tombak. Mereka juga mengetahui kegunaan praktis dari lempung sebagai bahan baku
gerabah dan manfaat oker (ocher) sebagai zat pewarna. Sebagian tata peristilahan lama
yang muncul sebelum berkembangnya ilmu pengetahuanmisalnya cobble, pebble,
dan flintmasih tetap digunakan sampai sekarang. Tulisan tertua yang mengungkapkan
berbagai bentuk spekulasi tentang proses sedimentasi alami dapat ditemukan dalam karya
orang-orang Yunani kuno (Krynine, 1960). Walau demikian, tulisan-tulisan itu belum
bisa dipandang sebagai karya ilmiah. Tahun 1932, kata sedimentologi ini baru muncul
saat Wedell memperkenalkannya. Menurut Wedell, 1932 Sedimentologi merupakan ilmu
yang mempelajari sedimen atau endapan. Pengetahuan sedimen ini perlu untuk diketahui
dari para ahli geologi karena sekitar 75% permukaan bumi ditutupi oleh batuan sedimen
selain itu saat zaman primitif pun sangat membutuhkan batuan sedimen untuk berburu
sama halnya sampai sekarang kebutuhan hidup manusia banyak yang berhubungan
dengan sedimen. Banyak mineral atau batuan yang bersifar ekonomis yang berasosiasi
dengan batuan sedimen serta sedimen dapat mampu melihat kondisi bumi di masa lalu
dan merupakan pengembangan ilmu pengetahuan geologi. Maka dari semua itu, sedimen
sangat perlu untuk diketahui dan dipelajari. Sejarah mengenai sedimen sudah ada sejak
dahulu namun baru dikenal pada tahun 90-an dan merupakan sebuah ilmu yang relatif
muda, namun pengetahuan manusia tentang sedimen telah ada sejak lama. Dari uraian
tersebut maka penulis, menuliskan mengenai sejarah sedimentologi.
1.2.Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui sejarah sedimentologi.
2. Untuk mengetahui perkembangan sedimentologi.
3. Untuk mengetahui sejarah sedimentologi kelautan
BAB II

ISI

2.1. Sejarah Sedimentologi


Meskipun sedimentologi merupakan sebuah ilmu yang relatif muda, namun
pengetahuan manusia tentang sedimen telah ada sejak lama. Manusia primitif mengetahui
sifat dan kegunaan batuapi (flint)yang mereka pakai sebagai pisau, mata anak panah, dan
mata tombak. Mereka juga mengetahui kegunaan praktis dari lempung sebagai bahan
baku gerabah dan manfaat oker (ocher) sebagai zat pewarna. Sebagian tata peristilahan
lama yang muncul sebelum berkembangnya ilmu pengetahuanmisalnya cobble, pebble,
dan flintmasih tetap digunakan sampai sekarang. Tulisan tertua yang mengungkapkan
berbagai bentuk spekulasi tentang proses sedimentasi alami dapat ditemukan dalam karya
orang-orang Yunani kuno (Krynine, 1960 dalam Pettijohn, 1975). Walau demikian,
tulisan-tulisan itu belum bisa dipandang sebagai karya ilmiah. Pemelajaran batuan
sedimen pada mulanya merupakan pemelajaran stratigrafi, berupa penelitian lapangan
yang dilakukan untuk mengetahui geometri umum (ketebalan dan penyebaran) tubuh
sedimen. Salah satu buah pikiran penting dalam per-kembangan stratigrafi
dipersembahkan oleh William Smith (1815), seorang insinyur dan surveyor otodidak,
melalui karyanya: peta geologi Inggris. Peta itu disusun berdasarkan hasil penelitian
Smith selama bertahun-tahun dengan menempuh perjalanan sejauh 11.000 mil. Itulah
tulisan pertama yang berhasil merekam penyebaran dan urut-urutan batuan sedimen di
suatu daerah. Sumbangan pemikiran penting dari Smith adalah penggunaan fosil untuk
korelasi. Dari penjelasan di atas kita dapat memaklumi bahwa sedimentologi berakar pada
stratigrafi. Karena itu, tidak mengherankan apabila pada saat ini kita masih melihat
eratnya kaitan antara stratigrafi dan sedimentologi. Para ahli stratigrafi masa lalu banyak
menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam mengembangkan pengetahuan tentang
sedimen. Pemikiran-pemikiran tersebut sebagian diwujudkan dalam bentuk tulisan,
misalnya dalam buku Principles of Stratigraphy karya Grabau (1913) dan Treatise of
Sedimentation karya Twenhofel (1928). Sedimentologi istilah yang diusulkan pada tahun
1932 oleh H. A. Wadell, memiliki arti sebagai suatu ilmu yang mempelajari sedimen.
Istilah sedimen ditujukan pada lapisan kerak bumi yang telah mengalami proses
transportasi. Kata sedimen berasal dari bahasa latin Sedimentum yang artinya
Pengendapan. Sebagaimana yang digunakan oleh banyak orang, sedimentologi adalah
ilmu yang mempelajari hanya sedimen (endapan) modern. Jika didefinisikan dalam arti
lebih sempit, sedimentologi meliputi proses sedimentasi, suatu ilmu yang mempelajari
proses sedimentary, (Friedman dan Sander, 1978 dalam Rifardi). Pada 1919, thesis master
C. K. Wentworth yang berjudul A Field and Laboratory Study of Cobble
Abrasion diterbitkan dalam Journal of Geology. Wentworth, yang pada waktu itu
merupakan mahasiswa pasca sarjana pada University of Iowa, mengembangkan satu
ancangan baru untuk meneliti material sedimen. Dia juga mampu mendefinisikan
kebundaran sebagai suatu sifat fisik partikel sedimen yang dapat diukur. Kuantifikasi sifat
itu mampu menggantikan penilaian subjektif yang sebelum-nya digunakan oleh para ahli
sedimentologi dalam menentukan kebundaran. Lebih jauh lagi, kuantifikasi memicu
munculnya data kuantitatif serta memungkinkan dilakukannya studi laboratorium
terhadap proses sedimentasi, misalnya abrasi kerakal. Dengan demikian, Wentworth
membawa sedimentologi untuk memasuki era pengukuran dan percobaan terkontrol.
Benar, bahwa sebelumnya telah ada ahli sedimentologi yang melakukan berbagai
percobaan, misalnya saja analisis besar butir yang dilakukan oleh Daubree, namun
penelitian-penelitian itu tidak memberikan pengaruh yang berarti pada pemikiran para
ahli sedimentologi saat itu sehingga mereka umumnya masih tetap melakukan penelitian
secara kualitatif dan agak subjektif. Makalah pertama karya Wentworth itu kemudian
disusul oleh sejumlah makalah lain yang menunjukkan kepada semua pihak betapa
bergunanya metoda tersebut dalam penelitian sedimen. Selama dua dasawarsa berikutnya,
metoda kuantatif diterapkan oleh banyak ahli sedimentologi terhadap sifat-sifat sedimen
yang lain. Ledakan data kuantitatif itu pada gilirannya menimbulkan kebutuhan para ahli
akan adanya metoda-metoda yang memungkinkan mereka dapat mengambil intisari yang
terkandung didalamnya untuk menghasilkan butir-butir pengetahuan baru. Metoda yang
dibutuhkan itu telah tersedia, yakni metoda statistika yang pada waktu itu masih terus
dikembangkan oleh banyak ahli statistika dan matematika. Meskipun metoda pengukuran
besar butir sedimen klastika (analisis mekanik) sudah digunakan secara luas dalam
disiplin ilmu lain, khususnya ilmu tanah, namun metoda itu baru dikembangkan untuk
pemelajaran sedimen pada akhir abad 19. Masuknya metoda itu ditandai dengan terbitnya
karya tulis Udden (1899, 1914). Kedua karya tulis Udden itu termasuk tulisan pertama
yang mencoba menjelaskan sejarah endapan sedimen berdasarkan hasil analisis besar
butir (untuk mengetahui sejarah perkembangan penelitian besar butir, lihat karya tulis
Krumbein, 1932).
Metoda analisis dan penerapan teknik-teknik statistika untuk analisis besar butir
kemudian disempurnakan dan dikembangkan lebih jauh oleh Krumbein dan ahli-ahli lain.
Studi cekungan sedimen, pengamatan isi dan perekonstruksian sejarahnya, telah
membawa para ahli untuk sampai pada masalah evolusi benua. Hubungan antara
sedimentasi dan tektonik, antara kraton dan geosinklin, serta antara sedimentasi dengan
tektonik lempeng, telah menjadi masalah-masalah besar yang menarik perhatian para ahli.
Ketertarikan akan kaitan antara sedimentasi dengan tektonik sebenarnya telah ada sejak
lama, misalnya saja hal ini pernah menjadi topik bahasan Bertrand (1897) dan Tarcier
(1937). Namun, orang baru tertarik kembali pada masalah tersebut setelah terbit karya-
karya Krynine (1942, 1951), Pettijohn (1943), Ronov dkk (1969), serta Garrels &
MacKenzie (1971). Studi ini sangat besar pengaruh-nya terhadap pengetahuan tentang
cekungan dan sejarah bumi. Masalah ini sebenarnya bukan merupakan tugas
sedimentologi saja, namun semua cabang ilmu geologi. Walau demikian, dalam kaitannya
dengan hal ini, sedimentologi memegang peranan penting karena merupakan ilmu yang
dapat mengungkapkan rekaman peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu.

2.2. Perkembangan sedimentologi


Dari seluruh penjelasan tentang sejarah sedimentologi tersebut dapat dilihat bahwa
sedimentologi telah melalui empat tahap perkembangannya, yaitu:
1. Tahap studi endapan sedimen sebagai satuan stratigrafi.
2. Pengumpulan data batuan sedimen dan pemformulasian tafsiran-tafsiran
tentatif.
3. Lahirnya petrografi sedimen sebagai disiplin ilmu baru, dengan penekanan
pada studi sayatan tipis sedimen purba dan analisis laboratorium mengenai
tekstur dan mineralogi sedimen lepas.
4. Studi tiga dimensi sedimen dan batuan sedimen serta analisis lingkungan
berdasarkan geometri, penampang vertikal, dan struktur sedimen.
Perkembangan ini meliputi studi lapangan dan laboratorium sehingga lebih
tepat disebut sedimentologi.

Perkembangan sedimentologi sebagai cabang ilmu geologi ditunjang dengan lahirnya


sejumlah perhimpunan profesional, didirikannya bagian sedimentologi pada lembaga-
lembaga pemerintah, berkembangnya industri migas, serta terbitnya jurnal-jurnal
profesional. Pada 1920, National Research Council membentuk Committee on
Sedimentation yang pertama kali dipimpin oleh W. H. Twenhofel. Komite itu menangani
penyusunan dan penerbitan Treatise on Sedimentation (1928, 1932), Recent Marine
Sediments (1939), dan Applied Sedimentation (1950). Society of Economic
Paleontologists and Mineralogists yang didirikan sebagai bagian dari American
Association of Petroleum Geologists pada 1927 merupakan perhimpunan utama bagi para
ahli stratigrafi (ahli mikropaleontologi) dan ahli sedimentololgi Amerika Serikat. Journal
of Sedimentary Petrology yang diterbitkan sejak 1930 merupakan terbitan berkala dari
perhimpunan tersebut. International Association of Sedimentologists didirikan pada 1946.
Perhimpunan itu menerbitkan terbitan berkala yang diberi nama Sedimentology. Jurnal
lain yang khusus menampilkan makalah-makalah sedimentologi adalah Sedimentary
Geology yang pertama kali terbit pada 1967. Seiring bertambahnya kemajuan teknologi,
para ahli terus mengembangkan diri maupun menginovasi berbagai instrumen dan
software dalam pengembangan penelitian mengenai sedimentologi sampai ke dasar laut.
Sedimentologi sekarang tergolong ke dalam cabang geologi baru dan dapat disebut
sebagai bidang untuk kelahiran geologi modern, dengan tujuan utama kelahirannya
adalah mengexplorasi dan mengorganisir tingkatan lingkungan pengendapan yang
menyusun masalah-masalah geologi (Rifardi, 2012).

2.3. Sedimentologi kelautan


Sedimentologi kelautan pertama kali diteliti dalam ekspedisi Challenger yang
dipimpin Charles Wyville Thomson. Kemajuan penelitian oseanografi telah memberikan
pengaruh besar terhadap perkembangan penelitian sedimentologi. Era oseanografi secara
sistematis telah dimulai ketika HMS Challenger kembali ke Inggris pada tanggal 24 Mei
1876 membawa sampel, laporan, dan hasil pengukuran selama ekspedisi laut yang
memakan waktu tiga tahun sembilan bulan. Anggota ilmuwan yang selalu meyakinkan
dunia tentang kemajuan ilmiah Challenger adalah John Murray. Sampel-sampel yang
dikumpulkan oleh Murray memberikan titik awal terhadap semua penyelidikan sedimen
laut-dalam (Rifardi, 2012). Ekspedisi-ekspedisi lain yang dilaksanakan dengan memakai
kapal peneliti Gazelle, Meteor, Blake, dan lain-lain makin menambah data dan
pengetahuan kita mengenai sedimen bahari. Selama beberapa tahun terakhir makin
banyak ahli geologi yang berpendapat bahwa penelitian sedimen resen banyak membantu
perkembangan sedimentologi.
Stetson (dari Woods Hole) dan Shepard (dari Scripps) adalah dua ilmuwan yang
banyak memberikan sumbangan pemikiran dan membangkitkan kembali ketertarikan
orang terhadap endapan bahari. Sedimen delta dan litoral juga dipelajari secara intensif
pada beberapa dasawarsa terakhir, khususnya oleh Fisk (di Amerika Serikat), van
Straaten dkk (di Belanda), serta oleh suatu kelompok studi di Senckenberg. Recent
Marine Sedimentsyang disunting oleh Parker Traks (1939) merupakan salah satu bukti
makin tingginya ketertarikan para ahli geologi terhadap sedimen resen. Proyek penelitian
American Association of Petroleum Geologists di Teluk Mexico, berbagai penelitian van
Straaten pada beberapa dataran pasut di Belanda, penelitian-penelitian van Andel di
Sungai Rhine dan Orinoco, penelitian-penelitian Kruit & van Andel pada delta Rhone,
serta penelitian Ginsburg pada endapan karbonat di Bahama dan Florida adalah beberapa
contoh yang menunjukkan kecenderungan para ahli untuk mempelajari sedimen resen
(Pettijohn,1975). Kemudian, pesatnya perkembangan dan kemajuan pada disiplin ilmu
lain, pada saat ini penelitian bawah laut (sedimen) telah dapat diabadikan secara visual
melalui visual image dasar laut dan peralatan modern lainnya. Banyak pendeteksian
dilakukan oleh satelit dan pesawat terhadap bumi dengan menggunakan spektrum
elektromagnetik. Sedangkan penentuan umur lapisan bumi/sedimen dan penelitian kimia
sedimentologi didorong oleh ditemukannya berbagai radio isotop seperti isotop oksigen
dan karbon (Rifardi, 2012). Pola dan karakteristik sedimen dipengaruhi oleh aktivitas
artifisial (manusia) dan alam. Oleh sebab itu hasil penelitian tentang sedimen akan
memberikan informasi tentang tekanan yang terjadi pada lingkungan yang disebabkan
oleh kedua aktivitas tersebut. Rifardi (2006 dan 2008b) menemukakan aktivitas
eksploitasi sumberdaya dasar perairan laut mengakibatkan perubahan tekstur sedimen
permukaan dan karakteristik alami sedimen baik yang tersuspensi maupun yang
terendapkan. Fenomena alam seperti bencana alam, siklus oseanografi dan musim juga
mempengaruhi sedimen baik secara fisika, kimia maupun biologi.
Hubungan antara aktivitas manusia dan sedimen laut serta pengaruhnya terhadap
ekologi laut telah dijelakan oleh banyak peneliti diantaranya dalam buku Friedman and
Sander (1978) dalam Rifardi, 2012, pada saat ini krisis besar bagi lingkungan dan ekologi
disebabkan oleh aktivitas industri di mana material yang dihasilkan industri melebihi
berat total material yang berasal dari sungai-sungai di dunia. Material industri yang
dihasilkan selama tahun 1973 di USA kira-kira tiga kali lebih besar dari jumlah material
yang dibawa Sungai Missisipi dan seperempat kali dari material padat yang berasal dari
sungai-sungai di dunia ini. Proses sedimentasi yang terjadi di lingkungan khususnya
lingkungan perairan laut akan merubah pola interaksi antara faktor biotik dan abiotik, dan
hal ini akan menciptakan kondisi alam berbeda dari sebelum berlangsungnya proses
tersebut. Besarnya peranan sedimentologi terhadap perubahan ekosistem laut dan
sebaliknya fenomena alam yang mampu mempengaruhi karakteristik sedimen laut, maka
pola saling mempengaruhi antara sedimen dengan lingkungan (Rifardi, 2012).
Sedimentologi kelautan masih sangat diperlukan untuk data bumi ini sendiri maka
peneliti terus mengkaji laut dalam aspek sedimentologi ini yang terus mendalam sampai
saat ini.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari isi yang telah penulis sampaikan, dapat disimpulkan bahwa sedimentologi
merupakan ilmu yang mempelajari mengenai sedimen. Ilmu ini sudah ada sejak zaman
primitif yang dimana manusia menggunakan batu untuk kebutuhan kehidupannya. Namun
kata sedimentologi baru dikenal ketika Wadell pada 1932 memperkenalkan kata itu.
Tulisan tertua yang mengungkapkan berbagai bentuk spekulasi tentang proses
sedimentasi alami dapat ditemukan dalam karya orang-orang Yunani kuno. William
Smith (1815) yang berhasil merekam penyebaran dan urut-urutan batuan sedimen di suatu
daerah. Para ahli stratigrafi masa lalu banyak menyumbangkan tenaga dan pikirannya
dalam mengembangkan pengetahuan tentang sedimen yang diwujudkan dalam bentuk
tulisan, misalnya dalam buku Principles of Stratigraphy karya Grabau (1913)
dan Treatise of Sedimentation karya Twenhofel (1928). Pada 1919, thesis master C. K.
Wentworth yang berjudul A Field and Laboratory Study of Cobble Abrasion diterbitkan
dalam Journal of Geology yang mengembangkan satu ancangan baru untuk meneliti
material sedimen. Selama dua dasawarsa berikutnya, metoda kuantatif diterapkan oleh
banyak ahli sedimentologi terhadap sifat-sifat sedimen yang lain. Metoda analisis dan
penerapan teknik-teknik statistika untuk analisis besar butir kemudian disempurnakan dan
dikembangkan lebih jauh oleh Krumbein dan ahli-ahli lain.
Untuk perkembangannya sedimen dipelajari sebagai satuan stratigrafi,
pemformulasian tafsiran tafsiran tentatif, adanya petografi sedimen dengan adanya studi
sayatan tipis sedimen purba mengenai tektur dan mineralogi sedimen lepas. Selanjutnya
sedimen sudah masuk ada pembuatan tiga dimensi serta analisis lingkungan berdasarkan
geometri, penampang vertikal, dan struktur sedimen. Perkembangan ini meliputi studi
lapangan dan laboratorium sehingga lebih tepat disebut sedimentologi.
Sedangkan pada sejarah sedimentologi kelautan diteliti lebih lanjut oleh John Murray
yang memberikan titik awal terhadap semua penyelidikan sedimen laut-dalam. Stetson
(dari Woods Hole) dan Shepard (dari Scripps) juga merupakan ahli yang ketertarikan
orang terhadap endapan bahari. Sedimen delta dan litoral juga dipelajari secara intensif
pada beberapa dasawarsa terakhir, khususnya oleh Fisk (di Amerika Serikat), van
Straaten dkk (di Belanda), serta oleh suatu kelompok studi di Senckenberg. Hubungan
antara aktivitas manusia dan sedimen laut serta pengaruhnya terhadap ekologi laut pula
dijelakan oleh banyak peneliti diantaranya dalam buku Friedman and Sander (1978).
3.2.Saran
Sebaiknya makalah makalah yang sudah mahasiswa buat ini di jadikan blog karena
menurut saya dapat membantu pengetahuan masyarakat umum mengenai sejarah
sedimentologi.
DAFTAR PUSTAKA

Rifardi, 2012. Ekologi Sedimen Laut Dalam Modern Edisi Revisi. Pekanbaru: UR Press
Pekanbaru

Pettijohn 1975. Sedimentologi dan Stratigrafi.

Anda mungkin juga menyukai