Anda di halaman 1dari 19

1

PERKEMBANGAN SAINS DAN ILMU PENGETAHUAN


DI ANDALUSIA
(Muh. Ilham)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Spanyol atau biasa dikenal dengan nama Andalusia adalah sebuah provinsi

yang beribu kota Cordova pada masa pemerintahan Bani Umayyah di Barat [756-

1031 M]. Islam pada masa ini telah menjadi dokumen sejarah tersendiri bagi

perjalanan masa-masa keemasan Islam yang patut menjadi perhatian bagi generasi

sekarang.

Sumbangan umat Islam Spanyol dalam pengembangan intelektual dan

berbagai penelitian ilmiah tidak hanya berguna bagi umat Islam di negeri Masyriq

tetapi juga bagi seluruh anak manusia. Cordova merupakan sentral intelektual di

Eropa dengan hadirnya perguruan-perguruan tinggi Islam yang amat terkenal

dalam berbagai bidang. Ketika itu orang-orang Eropa datang belajar di Cordova

dan mereka bangga belajar di negeri tersebut sebagaimana kebanggaan umat Islam

yang pada saat sekarang belajar di Eropa. Islam pada waktu itu menjadi guru bagi

orang-orang Kristen Eropa.

Spanyol merupakan tempat paling strategis bagi Eropa pada waktu itu untuk

menggali peradaban Islam yang tak tertandingi baik dalam bentuk hubungan

politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antar negara. Orang-orang

Eropa menjadi saksi sejarah bahwa Spanyol di bawah panji Islam jauh
2

meninggalkan negara-negara tetangganya di Eropa terutama di bidang pemikiran

dan sains di samping bangunan fisik.1

Islam di Spanyol telah melahirkan pancaran kemajuan dan kemilauan

peradaban yang agung. Masjid Agung Cordova, sejumlah pertamanan, pancuran

dan alun-alun istana al-Hamra, kemajuan ilmu pengetahuan, filsafat, sains dan

lain-lain, menjadi bukti sejarah atas kemajuan yang telah dicapai Islam di

Spanyol.2.
Spanyol mencapai puncak keemasan dibawah pemerintahan keluarga Bani

Umayyah terutama pada masa Abd Rahman I (756-788), Abd Rahman III (921-

961), dan al-Hakam II (961-976 M), ketika itu ibukota Spanyol, Cordova bersinar

bagai cahaya gemilau, sementara bumi Eropa tenggelam dalam kegelapan.

Meskipun Islam di Andalusia pada waktu itu maju sedemikian rupa, namun

akhirnya juga mengalami banyak kelemahan akibat persatuan yang mulai tidak

terpelihara, terutama dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga berakibat

munculnya kerajaan-kerajaan kecil (al-Mulu>k al-Thawa>if).

Dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam kecil tersebut, berarti umat Islam

mulai kurang bersatu. Wilayah-wilayah Islam yang banyak itu lebih


mementingkan keluarga (keturunan) atau suku daripada umat yang banyak dalam

sebuah negara yang berbentuk kerajaan. Akibatnya, kehidupan keagamaan yang

harmonis dan peradaban Islam yang cemerlang selama ini, akhirnya mengalami

kemunduran dan kehancuran. Sebagian dari sisa kehancuran itu hanya menjadi

kenangan sejarah Islam.

1
Philip K.Hitti, History of The Arabs [London : Macmillan Press,1970], h.526 530.
2
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Bagian I dan II ( Cet. I; Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 581.
3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaiamana sejarah masuknya Islam di Spanyol?

2. Bagaimana perkembangan sains dan peradaban Islam di Spanyol?


4

II. PEMBAHASAN

A. Masuknya Islam ke Spanyol

Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M),3

salah seorang Khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum

penaklukan Spanyol Umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya

sebagai salah satu propinsi dari Dinasti Bani Umayyah. Sebelum dikalahkan dan
kemudian dikuasai Islam, wilayah ini menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi,

yakni kerajaan Ghotik. Kerajaan ini (Ghotik) sering menjadi provokator penduduk

untuk membuat kerusuhan-kerusuhan menentang Islam. Setelah daerah ini benar-

benar telah dikuasai, barulah umat Islam memusatkan perhatiaannya untuk

menaklukkan Spanyol.4 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Afrika Utara

menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.

Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Wali>d, umat Islam mulai

melancarkan ekspansi ke Barat (Spanyol). Dalam proses ekspansi ke Spanyol, ada

tiga kesatria Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan

pasukan kesana, mereka adalah: Tha>rif bin Ma>lik, Thariq bin Ziya>d, dan Musa
Ibn Nushair. Tharif bin Ma>lik dikenal sebagai perintis dan penyelidik masuknya

Islam di Spanyol. Sedangkan Ta>riq bin Ziya>d adalah panglima perang yang

menaklukkan Spanyol. Sementara Musa bin Nushair adalah pemegang tampuk

kekuasaan di Afrika Utara ketika itu yang menjadi pusat gerakan ekspansi ke

Spanyol.

3
Departemen Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam untuk MAK Kelas II. (1999), h. 78.
4
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Cet. II; Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994), h.
88.
4
5

Menurut catatan sejarah bahwa ketika Musa Ibn Nushair memerintah di

Afrika Utara, terjadi perselisihan antara Gubernur Cueta (Yulian) dengan Roderik

raja Spanyol. Raja Roderick memerintah sewenang-wenang, ia telah memecat dan

membunuh raja Witiza, sehingga Gubernur Cueta yakni Yulian menjadi marah dan

meminta bantuan dan perlindungan kepada Musa Ibn Nushair dalam

membebaskan negaranya (Spanyol) dari tirani Rodericak. Inilah yang telah

membuka pintu bagi daulah Umayyah untuk menguasai Spanyol khususnya dan
Eropa umumnya.5

Kerjasama antara Yulian dengan Musa Ibn Nushair, telah mendapat

persetujuan (izin) dari khalifah al-Walid. Atas dasar itulah sehingga Musa Ibn

Nushair memerintahkan (mengirim) Tarif Ibn Malik untuk melakukan penjajakan

atau penyelidikan di pantai selatan (Spanyol) dan sekaligus untuk mengkaji

kesetiaan Yulian terhadap kerjasama yang telah dicetuskan. Maka disusunlah suatu

kekuatan militer yang terdiri dari 400 orang tentara infanteri dan 100 orang

kavalery serta diberangkatkan dengan menggunakan kapal laut milik Yulian,

memasuki pantai selatan Spanyol pada bulan Juli 710 M. Misi Tarif berhasil

dengan baik dan lancar. Sebagai bukti kedatangan Tarif ke Spanyol, maka
diabadikanlah namanya menjadi nama sebuah semenanjung di Spanyol, yaitu

semenanjung Tarifah.6

Sebagai tindak lanjut dari penyerangan Tharif, maka pada tahun 711 M,

Musa Ibn Nushair mengutus panglima Tarq Ibn Ziyad, untuk melakukan agresi ke

Andalusia (Spanyol), dengan jumlah pasukan yang lebih besar, yakni sekitar 7.000

pasukan. Pasukan Tariq memasuki Spanyol melalui Cuetadan berhasil mendarat di

5
Philip K Hitti, History Of The Arabs, h. 492-494.
6
Philip K Hitti, h. 492-494.
6

daerah perbukitan, yang hingga kini dinamakan dengan Gibraltar atau Jabal

Tha>riq.7

Melihat hal itu, Raja Rodertick menyadari ancaman dan bahaya yang

menghadangnya, maka iapun mempersiapkan 100.000 pasukan. Tariq dan

pasukannya didaratan Spanyol dihadang oleh 25.000 pasukan raja Roderick.

Melihat jumlah pasukan yang tidak berimbang, maka Thariq minta bantuan kepada

Musa Ibn Nushair, tetapi Musa hanyha dapat mengirim 5000 prajurit, sehingga
jumlah pasukan Tariq berjumlah 12.000 pasukan.8

Selisih jumlah pasukan yang tidak berimbang itu, tidak menjadikan Thariq

surut dan gentar. Pasukan berani mati Thariq bin Ziyad terus bergerak maju

sampai bertemu dengan angkatan perang raja Roderick di tepi sungai kecil (orang

Arab menyebutnya dengan Wadi Bakka) dekat Guadalete yang mengalir ke selat

Cape Trafalagar. Dalam pertempuran itu, Thariq dan pasukannya berhasil

mengalahkan Roderick dan iapun terbunuh pada tanggal 19 Juli 711 M. dengan

kekalahan Roderick, pintu Spanyol terbuka lebar. Thariq dan pasukannya yang

terdiri dari bangsa Barbar,9 terus bergerak maju menaklukkan kota-kota penting di

Cordova, Granada, dan Toledo.10 Selanjutnya dengan penuh keberanian pasukan


Islam terus menaklukkan satu persatu sebagian besar daerah Spanyol, antara lain

Avignori Lyons dan pulau-pulau yang terdapat di laut tengah seperti Majorca,

Corsica, Sardini, Crete, Rhodes, Cyrus dan lain-lain.

7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Cet. II; Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1994) h. 90
8
Hasan Ibrahim Hasan, Islamic History and Culture diterjemahkan oleh Djahdan Human
dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam (Cet. I; Yogyakarta : Kota kembang, 1989), h. 90.
9
Bangsa Barbar adalah kelompok pengelana yang menempati wilayah Afrika Utara yang
sebagian besar menempati gurun sahara di wilayah negara al-Jazair, Libia Nigeria,Maroko, dan
Tunisia.
10
Hasan Bin Ibrahim Hasan, Islamic History and Culture diterjemahkan oleh Djahdan Human
dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam ( Cet. I; Yogyakarta : Kota kembang, 1989),., h. 91.
7

Melihat keberhasilan pasukan Tariq Ibn Ziyad dalam melaksanakan

operasinya di Spanyol, maka pada bulan Juni 712 M, Musa Ibn Nushair

mengarahkan pasukannya pula ke Spanyol sebanyak 10.000 orang prajurit, melaui

jalan yang tidak dilalui oleh Tariq Ibn Ziyad. Pasukan Musa melalui pantai Barat

Spanyol dan berhasil menaklukkan kota-kota Madinah Sidonia, Carmona, Merida,

dan Sevilla. Pasukan ini akhirnya bertemu dengan pasukan Tariq di dekat kota

Teledo. Dengan bergabungnya kedua pasukan ini, maka kedudukan angkatan


perang muslim di Spanyol semakin kuat. Mereka meneruskan ekspansinya ke

bagian utara Spanyol yaitu Saragoza,Tarrogana, Barcelona, Aragon, Leon, Austria,

dan Galecia, bahkan mereka telah sampai ke perbatasan Spanyol dan Perancis.

Pada waktu Tariq Ibn ziyad dan Musa Ibn Nushair memenangkan pertempuran

dan menguasai kota-kota Andalusia. Sejak itulah Spanyol mulai dikuasai oleh

Islam di bawah kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Dari sini

dibangun peradaban yang menjadikan bangsa Spanyol mencapai kemajuan yang

signifikan.

B. Perkembangan Islam di Spanyol11

1. Periode pertama (711-755 M)

Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali, yang

diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Stabilitas

pemerintahan dan ekonomi belum tercapai dengan baik. Karena masih banyak

gangguan baik dari dalam maupun dari luar. Periode ini berakhir dengan

datangnya Abd al-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 755 M.

2. Periode kedua (755-912 M)

11
Departemen Agama RI, Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MAK Kelas II, 1999, h. 84.
8

Periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan yang bergelar ami>r

(panglima atau gubernur), akan tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan

Islam yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Bagdad. Amir

pertama diberi gelar Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 755 M.

pada fase ini umat Islam telah mencapai kemajuan-kemajuan baik dari segi

politik maupun sosial kebudayan. Berdiri misalnya masjid Cordova, dan

lembaga-lembaga militer yang kokoh serta ilmu pengetahuan.


3. Periode ketiga (912-1013 M)

Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd Rahman III yang

bergelar An-Nashir, sampai kemudian munculnya raja-raja kelompok (Mulu>k

al-Thawaif) . Khalifah-khalifah yang memerintah pada periode ini ada tiga

orang, yaitu :

- Abdurrahman An-Nashir (912-961 M)

- Hakam II (961-976 M)

- Hisyam II (976-1009 M)

Pada periode ini, Spanyol mencapai puncak kejayaan dan menyaingi

kejayaan Dualah Abbasiyah di Baghdad. Spanyol mencapai


kecemerlangannya di berbagai bidang, baik pengetahuan, politik, agama dan

budaya. Penerjemahan kitab-kitab secara besar-besaran dilakukan.

4. Periode keempat (1013-1086 M)

Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil

dibawah pemerintahan raja-raja golongan atau Muluk al-Thawaif, yang


9

berpusat disuatu kota seperti Sevilla, Cordova, Toledo dan sebagainya.

Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus

berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan

sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.12

5. Periode kelima (1086-1248 M)

Pada periode ini, Islam Spanyol meskipun masih terpecah dalam beberapa

negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti
Mura>bithu>n (1086-1143 M) dan Muwahidun (1146-1235 M). Meskipun

demikian pada akhirnya umat Islam tidak mampu membendung serangan umat

Kristen yang semakin besar. Sehingga pada tahun 1238 M Corodova jatuh

setelah kejatuhan Seville pada tahun 1248 M. Pada fase ini Seluruh Spanyol

kecuali Granad jatuh ke tangan Kristen.

6. Periode Keenam (1248-1492 M)

Pada periode ini, Islam hanya berkuasa didaerah Granada, di bawah dinasti

Bani Ahmar (1232-1429 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti

di zaman Abdurrahman An-Nashir. Akan tetapi secara politik dinasti ini hanya

hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan


pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang

istana dalam memperebutkan kekuasaan.

Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492

M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau

pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi

umat Islam di daerah ini.

12
Departemen Agama RI, 1999, h. 84. h. 88.
10

C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Islam di Spanyol

Dalam kurun waktu lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat

Islam telah menunjukkan prestasi gemilang yang mengantarkan Spanyol mencapai

puncak kejayaannya. Bahkan pengaruhnya telah membawa Eropa mencapai

kemajuan-kemajuan13. Diantara prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh umat

Islam di Spanyol adalah :

a. Prestasi di bidang ilmu pengetahuan yang meliputi; Filsafat, Sains, Fiqhi,


bahasa, Sastra, Musik dan lain-lain. tempat-tempat pendidikan dibangun

seperti sekolah, perpustakaan dan lain-lain.

b. Prestasi di bidang perdagangan dan pertanian, seperti pasar-pasar, dan jalan

dibangun, sistem irigasi dikembangkan, pengembangan tekstil, dan lain-lain.

c. Prestasi di bidang keagamaan, misalnya dibangun masjid-masjid Cordova,

masjid Seville, bahkan menurut sejarah bangunan masjid yang indah

mencapai 491 buah.

d. Prestasi di bidang pembangunan fisik, seperti dibangun Istana al-Hamra, kota

zahrah, istana Jafariyah, istana al-Makmun, istana Toledo dan lain-lain.

Dari beberapa prestasi yang telah dicapai tersebut, disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain :

a. Adanya pemerintahan kuat dan berwibawah yang mampu mempersatukan

kekuatan-kekuatan Islam, seperti Abdurrahman al-Dakhil, Abdurrahman al-

Wasith, Abdurrahman al-Nashier.

13
Departemen Agama RI, h. 91-98.
11

b. Adanya penguasa pelopor bagi kegiatan-kegiatan ilmiah. diantaranya adalah

penguasa dinasti Umayyah di Spanyol Muhammad Ibnu Abd. Rahman dan al-

Hakam II al-Muntashir.

c. Toleransi beragama ditegakkan oleh penguasa penganut agama Kristen dan

Yahudi. Sehingga dengan penuh rasa tanggung jawab mereka ikut

berpartisipasi dalam membangun peradaban di Spanyol.

d. Adanya hubungan intelektual yang baik antara Spanyol dan Baghdag dalam
membangun peradaban dan kesatuan budaya dunia Islam. kendatipun

keduanya mempunyai persaingan politik yang sengit. Terbukti, tidak jarang

buku-buku dan gagasan-gagasan dari timur dibawa ke barat, demikian pula

sebaliknya.

D. Pusat-pusat Peradaban Pada Masa pemerintahan Islam di Spanyol

1. Kordova

Kota Kordova dijadikan ibukota oleh Abdurrahman Ad-Dakhil (822-852

M), kemudian mencapai puncak keindahannya pada masa Abdurrahman III

yang bergelar An-Nashir (911-961 M). Kordove menjadi kota teladan

diseluruh Eropa, karena waktu itu kota-kota di Eropa masih becek, gelap, sepi,

sedang di Kordova sudah ramai dan teratur serta indah di pandang mata.

Walaupun kotanya ramai dan besar, namun tidak ada gejala kerusakan moral

atau akhlak.14

Ditengah kota Kordova terdapat istana Khalifah dan di dalamnya terdapat

340 rumah yang indah-indah, memiliki gaya cipta sendiri. Diantaranya adalah

14
Departemen Agama RI h. 98-99.
12

Al-Mubarak, Al-Kamil, Al-Masruq, Al-Mujaddid dan Al-Khair serta yang

lainnya.

Diantara kebanggan kota Kordova lainnya adalah masjid Kordova.

Menurut Ibn Al-Dalai, terdapat 491 masjid disana. Pendiri masjid Kordova

adalah Abdurrahman Ad-Dakhil. Tempat masjid itu semula adalah gereja

kecil, atas persetujuan umat Kristen lalu kemudian gereja itu dipindahkan.

Masjid ini dapat menampung 80.000 orang. Masjid Kordova sekarang ini
dijadikan gereja Nasrani dan diberi nama MOSQUITA.

2. Granada

Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol.

Disana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam.Arsitektur-

arsitektur bangunannya terkenal diseluruh Eropa. Disana terdapat sebuah

istana yang indah yang dibuat oleh raja-raja Bani Ahmar yang diberi nama

AL-HAMRA. Istana Al-Hamra terdidir dari beberapa ruangan, antara lain:

Qaat Shafra (ruangan kuning). Ruangan ini yang paling indah dan dibuat

oleh sultan Abu Al-Hujaj Yusuf bin Al-Ahmar.

Qaat Hukmi (ruangan pengadilan).


Taman Singa (taman hiburan).

Qaat Bani Siraj.

Qaat Al-ukhtain (ruang dua bersaudara perempuan)

Hausy Ar-Raikhan (ruang istirahat Sultan).

Di sana terdapat menara Al-Hamra yang tingginya 26 cm.

Pada setiap tanggal 2 januari terdengar bunyi lonceng raksasa yang

beratnya 1200 kg, sebab pada tanggal tersebut merupakan jatuhnya Granada
13

ketangan orang-orang Kristen pada tahun 899 H (1492 M), dan selanjutnya

masjid Al-Mulk di Granada di jadikan gereja SANTA MARIA.15

3. Sevilla

Sevilla merupakan kota yang indah, terletak di tepi sungai Guadal Quivir.

Pernah dijadikan ibukota kerajaan Muluk At-Thawaif. Pada masa kerajaan

Muwahidun dibawah pemerintahan Sultan Yusuf Abu Yakub (1163-1184).

Sevilla merupakan kota kedua setelah Madrid. Didalamnya banyak sekali


terdapat bangunan-bangunan peninggalan Islam, karena Islam pernah

menguasainya selama 5 abad yang merupakan sumbangan terhadap dunia ialah

di dirikannya banyak universitas, misalnya universitas Kordova, Sevilla,

Malaga dan Granada. Siswa-siswa dari luar negeri menyukai Universitas

Granada dengan jurusan-jurusan ilmu ketuhanan, falsafah, kedokteran, kimia,

astronomi dan yurisprudensi. Pada waktu Islam meninggalkan Sevilla, kunci

kota ini diserahkan kepada Raja Ferdinand, kemudian masjid Sevilla dijadikan

gereja Santa Maria de La Sade


.
E. Runtuhnya Peradaban di Spanyol

Lenyapnya Islam di Spanyol berarti runtuhnya masa keemasan Islam di

Spanyol selama 780 tahun lebih. Kini Islam di Spanyol tinggal nama yang

tertulis rapi dalam sejarah. Umat Islam hanya mampu mengenang sejarah

suram Islam dengan penuh kekesalan. Karena tak ada lagi yang dapat

dibanggakan. Islam tinggal serpihan-serpihan luka, peradaban-peradaban Islam

secara perlahan bergerak ambruk, khasanah intelektual dimanipulasi, upaya-

upaya menghilangkan jejak Islam terus diprovokasi, kesalahan-kesalahan,

15
Departemen Agama RI, h. 101.
14

kemunduran-kemunduran terulang dan terjadi diberbagai negara Islam lainnya.

Berikut wajah muram kehancuran tersebut:

a. Kondisi Kehidupan Keagamaan

Setelah kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol mengalami kehancuran,

dalam waktu yang relatif singkat, umat Islam lenyap secara total di wilayah

itu. Pada waktu itu, seluruh umat Islam dihadapkan ke Mahkamah Taftis

(Pengadilan Berdarah). Pengadilan menetapkan tiga alternatif bagi umat


Islam, yaitu: (1) beralih agama ke Kristen, (2) meninggalkan Spanyol, atau

(3) dibunuh.

Bagi mereka yang imannya lemah, mereka memilih alternatif

pertama, yaitu murtad. Adapun mereka yang imannya kuat dan memiliki

perbekalan yang memadai, mereka memilih pindah ke kerajaan Islam

terdekat. Umat Islam memilih alternatif kedua ini, pada umumnya mereka

berhijrah ke wilayah Afrika Utara. Adapun mereka yang imannya kuat

tetapi tidak memiliki perbekalan memadai, maka mereka memilih mati

syahid. Umat Islam yang terpaksa menempuh alternatif ketiga ini, dibantai

habis-habisan oleh para agresor Kristen.


Menurut pendataan para sejarahwan, setelah jatuhnya kota Granada

di Spanyol ke tangan penguasa Kristen, umat Islam yang dibantai kurang

lebih 3.000.000 (tiga juta) jiwa. Mereka disiksa secara kejam kemudian

dibakar hidup-hidup. Akibatnya, umat Islam menjadi berantakan. Sebagian

dari lahan pertanian, perindustrian, dan perdagangan ikut dihancurkan pula

karena sebagian ahlinya telah meninggal dunia.16


15

Dengan keadaan seperti itu, tidak ada lagi seorang muslim yang

berterus terang tentang agamanya. Meski dalam hati mereka tetap sebagai

muslim, namun karena takut terhadap penyiksaan yang dilakukan oleh

orang-orang Kristen maka kehidupan keagamaan mereka menjadi lenyap.

b. Keadaan Khazanah Ilmu Pengetahuan

Setelah kerajaan Islam mengalami kehancuran di Andalusia, segala

macam bentuk kegiatan ilmu pengetahuan terhenti dan tidak berjalan


sebagaimana mestinya. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan

agama yang semula maju dengan pesat, akhirnya harus pudar, sejalan

dengan hancurnya kekuasaan Islam.17

Di Spanyol Selatan, kurang lebih 1.000.000 (satu juta) buku yang

berbahasa Arab telah dimusnahkan oleh Raja Ferdinand dari Castilla

melalui lembaga suci Kristen. 5.000 (lima ribu) copy al-Quran bersama

dengan buku-buku ilmu pengetahuan dari tulisan tangan para cendekiawan

Muslim, dibakar dalam timbunan raksasa pada tahun l511 Masehi di

Granada.

Pada tahun 1526, Raja Philip mengeluarkan suatu dekrit bahwa tidak
seorang pun boleh memiliki atau membaca buku berbahasa Arab. Semua

buku yang ditulis oleh para cendekiawan Muslim atau buku-buku kajian

yang berkaitan dengan Islam, dilarang beredar.

Di Granada, yang merupakan kota pusat pengembangan intelektual

Islam di Barat, terdapat Universitas Granada, yang dalam

perkembangannya telah banyak menyumbangkan berbagai ilmu

17
Departemen Agama RI, Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I (Ujung Pandang:
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, l981/l982), h.103.
16

pengetahuan di Barat. Selama kejayaannya, para mahasiswa berdatangan

untuk belajar di dalamnya dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan,

seperti biologi, hukum, ketatanegaraan, filsafat, ilmu kedokteran, dan ilmu

falak. Namun, akhirnya hancur bersamaan dengan hancurnya kota Granada

dari serangan orang-orang Kristen pada abad ke 15 Masehi.

Dalam lapangan filsafat, orang-orang Andalusia sangat tekun

mempelajarinya. Di sanalah lahir beberapa tokoh cendekiawan Muslim


yang terkenal, seperti Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd, dan Ibnu

Khaldun. Menurut Mahmud Yunus, sejak wafatnya Ibnu Rusyd

(595H/1198 M) dan Ibnu Khaldun (808 H/1406 M), maka seluruh dunia

Islam, khususnya di Andalusia, telah sunyi senyap dari filsafat.18

Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa hancurnya

kebudayaan Islam bersamaan dengan lenyapnya kerajaan Islam di Spanyol,

telah terjadi peralihan khazanah ilmu pengetahuan dari cendekiawan

Muslim ke cendekiawan Barat melalui proses penerjemahan beberapa buku

yang dianggap penting. Adapun buku-buku yang tidak dianggap penting

oleh penguasa Kristen, semuanya dimusnahkan.


c. Keadaan Seni dan Budaya

Pada masa pemerintahan Islam di Spanyol, keadaan seni dan budaya

Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat, karena perhatian pemerintah

Islam sangat serius. Di antara kesenian yang sangat maju adalah seni

kaligrafi yang ditulis pada dinding-dinding dan penyangga-penyangga

18
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hidakarya Agung, l990), h. 112.
17

mesjid. Demikian pula dengan kesusastraan dalam bentuk syair-syair yang

dibahasakan secara halus dan indah.19

Setelah hancurnya Islam di Spanyol, kehidupan seni dan sastra mulai

mengalami kekaburan. Khusus dalam bidang kesusastraan, telah terjadi

pencampurbauran antara sastra Arab dengan sastra lain, seperti sastra Latin

dan sastra Spanyol. Sejalan dengan peraturan yang melarang penggunaan

Bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari, maka hal itu sangat berpengaruh
terhadap perkembangan sastra Arab. Baik prosa maupun puisi Arab, telah

banyak diubah menjadi ke dalam bahasa Latin. Hal ini pula berimplikasi

pada pengalihan istilah-istilah Arab menjadi bahasa Spanyol, seperti:

alcalde berasal dari kata al-qadhi, alviare berasal dari kata al-abyar, dan

alcasare berasal dari kata al-qashru.

Sebagian ahli pujangga, arsitektur, dan orang-orang Islam yang

pandai dalam seni ukir, ditangkap lalu diperlakukan sebagai tawanan.

Mereka dipekerjakan sebagai buruh untuk membangun gereja-gereja,

membuat patung-patung dan ukiran-ukiran, atau memperbaiki bangunan-

bangunan yang telah rusak.20


Sejak 32 tahun jatuhnya kota Granada, Paus mengeluarkan dekritnya

agar semua mesjid yang ada di Spanyol diubah menjadi gereja.21

III. PENUTUP

19
Amir Hasan Siddiqi, Studies in Islamic History, diterjemahkan M.J. Irawan dengan judul
Ilmu Pengetahuan dalam Lintasan Sejarah Islam (Cet. I; Bandung: Al-Maarif, L987), h. 89.
20
C. Israr, Sejarah Kesenian Islam (Cet, I; Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 240-241.
21
Mustafa al-Sibai, Mustafa al-Sibai, Kebangkitan Kebudayaan Islam (Cet. I; Jakarta: Media
Dakwah, l987). h. 126.
18

Dari penjelasan yang telah dikemukakan diatas, maka dalam makalah ini dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Masuknya Islam di Spanyol serta prestasi-prestasi yang diraihnya tidak dapat

dipisahkan karena adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.

Faktor eksternal disini adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri

Spanyol itu sendiri. Faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam

tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan prajuruit Islam yang terlibat dalam
penaklukan wilayah spanyol pada khususnya.

2. Dalam kurun waktu lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat

Islam telah menunjukkan prestasi gemilang yang mengantarkan Spanyol

mencapai puncak kejayaannya. Bahkan pengaruhnya telah membawa Eropa

mencapai kemajuan-kemajuan, salah satunya adalah kemajuan di bidang ilmu

pengetahuan.

Kemunduran Islam di Spanyol juga merupakan kemunduran Peradaban Islam

yang digantikan oleh generasi Kristen yang pada saat sekarang menjadi penguasa

di Spanyol dan daratan Eropa pada khususnya.

DAFTAR PUSTAKA
18
19

Ali,K. Study of islamic History, diterjemahkan oleh ghufron A. Masadi, Sejarah


Islam, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2000.
al-Sibai, Mustafa. Kebangkitan Kebudayaan Islam, Cet. I; Jakarta: Media Dakwah,
l987.
Departemen Agama RI, Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I. Ujung
pandang: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
l981/l982.
_________, sejarah kebudayaan Islam untuk MAK kelas II. (1999).
Hasan, Ibrahim Hasan, Islamic History and Culture diterjemahkan oleh Djahdan
Human dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet. I; Yogyakarta : Kota
kembang, 1989.
Hitti, Philip K., History of Arabs, London : Rotledge dan Kegan Paul, 1980.
Ismail, Faisal, Paradigma Kebudayaan Islam; Studi Kritis dan Refleksi Historis.
(Cet. II; Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998.
Israr, C. Sejarah Kesenian Islam Cet, I; Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Syalabi, Ahmad, Sejarah Dan Kebudayaan Islam 2, Edisi Terjemah, Jakarta :
Pustaka al-Husna, 1982.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya Agung, l990.
Qutub, Muhammad. Mazabih wa Jarain Mahakim al-Taftisy fiy al-
Andalusiy, diterjemahkan oleh Mustafa Mahdamy dengan judul Fakta Pembantaian
Muslimin di Andalusia. Cet. I; Solo: Pustaka Mantiq, l99l.

Anda mungkin juga menyukai