Anda di halaman 1dari 21

3.

Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur


4. Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur, dan kembali
pasien untuk negara presedation secepat mungkin

B. PENGERTIAN
Sedasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan agen-agen farmakologik
untuk menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga
menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan
komunikasi verbal.
The American Society of Anesthesiologists menggunakan definisi berikut untuk
sedasi :
1. Sedasi minimal
adalah suatu keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien berespon
normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi
terganggu, tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi.

2. Sedasi sedang (sedasi sadar)


adalah suatu keadaan depresi kesadaran setelah terinduksi obat di mana
pasien dapat berespon terhadap perintah verbal secara spontan atau setelah diikuti
oleh rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan
napas paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya
dijaga.

3. Sedasi dalam
Adalah suatu keadaan di mana selama terjadi depresi kesadaran setelah
terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap rangsangan
berulang atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi
ventilasi dapat terganggu dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk menjaga
jalan napas paten. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.
Dapat terjadi progresi dari sedasi minimal menjadi sedasi dalam dimana
kontak verbal dan refleks protektif hilang. Sedasi dalam dapat meningkat hingga
sulit dibedakan dengan anestesi umum, dimana pasien tidak dapat dibangunkan, 1
dan diperlukan tingkat keahlian yang lebih tinggi untuk penanganan pasien.
Kemampuan pasien untuk menjaga jalan napas paten sendiri merupakan salah
satu karakteristik sedasi sedang atau sedasi

2
sadar, tetapi pada tingkat sedasi ini tidak dapat dipastikan bahwa refleks protektif
masih baik. Beberapa obat anestesi dapat digunakan dalam dosis kecil untuk
menghasilkan efek sedasi. Obat-obat sedative dapat menghasilkan efek anestesi
jika diberikan dalam dosis yang besar.

Indikasi Penggunaan Obat-Obat Sedatif


1. Premedikasi
Obat-obat sedative dapat diberikan pada masa preoperatif untuk
mengurangi kecemasan sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan. Sedasi
dapat digunakan pada anak-anak kecil, pasien dengan kesulitan belajar, dan orang
yang sangat cemas. Obat-obat sedatif diberikan untuk menambah aksi agen-agen
anestetik. Pemilihan obat tergantung pada pasien, pembedahan yang akan
dilakukan, dan keadaan-keadaan tertentu: misalnya kebutuhan pasien dengan
pembedahan darurat berbeda dibandingkan pasien dengan pembedahan terencana
atau pembedahan mayor. Penggunaan oral lebih dipilih dan benzodiazepin adalah
obat yang paling banyak digunakan untuk premedikasi.

2. Sedo-analgesia
Istilah ini menggambarkan penggunaan kombinasi obat sedatif dengan
anestesi lokal, misalnya selama pembedahan gigi atau prosedur pembedahan yang
menggunakan blok regional. Perkembangan pembedahan invasif minimal saat ini
membuat teknik ini lebih luas digunakan.

3. Prosedur radiologik
Beberapa pasien, terutama anak-anak dan pasien cemas, tidak
mampu mentoleransi prosedur radiologis yang lama dan tidak nyaman
tanpa sedasi. Perkembangan penggunaan radiologi intervensi selanjutnya
meningkatkan kebutuhan penggunaan sedasi dalam bidang radiologi.

4. Endoskopi
Obat-obat sedatif umumnya digunakan untuk menghilangkan kecemasan
dan memberi efek sedasi selama pemeriksaan dan intervensi endoskopi. 3

Pada endoskopi
gastrointestinal (GI), analgesik lokal biasanya tidak tepat digunakan, perlu
penggunaan bersamaan obat sedatif dan opioid sistemik. Sinergisme antara
kelompok obat-obat ini secara signifikan meningkatkan resiko obstruksi jalan
napas dan depresi ventilasi.

5. Terapi intensif
Kebanyakan pasien dalam masa kritis membutuhkan sedasi untuk
memfasilitasi penggunaan ventilasi mekanik dan intervensi terapetik lain dalam
Unit Terapi Intensif (ITU). Dengan meningkatnya penggunaan ventilator
mekanik, pendekatan modern yaitu dengan kombinasi analgesia yang adekuat
dengan sedasi yang cukup untuk mempertahankan pasien pada keadaan tenang
tapi dapat dibangunkan. Farmakokinetik dari tiap-tiap obat harus
dipertimbangkan, di mana sedatif terpaksa diberikan lewat infus untuk waktu
yang lama pada pasien dengan disfungsi organ serta kemampuan
metabolisme dan ekskresi obat yang terganggu.
Beberapa obat yang berbeda digunakan untuk menghasilkan sedasi jangka
pendek dan jangka panjang di ITU, termasuk benzodiazepin, obat anestetik
seperti propofol, opioid, dan agoni 2-adrenergik. Nilai skor sedasi selama
perawatan masa kritis telah dibuat sejak bertahun-tahun, tapi perhatian lebih
terfokus akhir-akhir ini pada pentingnya sedasi harian holds; strategi interupsi
harian dengan obat-obat sedasi menyebabkan lebih sensitifnya kebutuhan untuk
sedasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi insiden terjadinya komplikasi terkait
penggunaan ventilasi mekanik selama masa kritis dan untuk mengurangi lama
perawatan.

6. Suplementasi terhadap anestesi umum


Penggunaannya yaitu dari sinergi antara obat-obat sedatif dan agen
induksi intravena dengan teknik ko-induksi. Penggunaan sedatif dalam dosis
rendah dapat menghasilkan reduksi signifikan dari dosis agen induksi yang
dibutuhkan, dan dengan demikian mengurangi frekuensi dan beratnya efek
samping.
4
C. TUJUAN
1. Meningkatkan dan memaksimalkan kualitas serta keamanan dalam Pelayanan
Sedasi dengan menciptakan standarisasi prosedur yang aman.
2. Adanya kebutuhan Pelayanan Sedasi yang memudahkan petugas kesehatan
menjalankan tugasnya dengan optimal, khususnya dalam penanganan klinis
penyakit sehubungan dengan deteksi dini, perawatan, pengobatan dan
pencegahan.
3. Me-recall memori, terutama pada hal-hal kecil yang gampang terabaikan pada
keadaan pasien yang komplek.

D. RUANG LINGKUP
Pelayanan medis Prosedur Sedasi dilakukan di Kamar Operasi Rumah Sakit
Umum At- Turots Al-Islamy.

5
BAB II TATA LAKSANA

1. Teknik Penggunaan
Penggunaan obat sedatif memerlukan keterampilan dan kehati-hatian,
penting karena bisa terjadinya progresi progresi dari sedasi ringan menjadi
anestesi umum. Dahulu obat-obat sedatif digunakan melalui bolus intravena
intermiten. Terdapat variasi yang cukup besar dari respon individual terhadap
dosis yang diberikan dan terdapat banyak keadaan di mana praktisi medis tanpa
pelatihan anestetik menggunakan sedatif. Teknologi terbaru dalam pompa infus
dengan kontrol mikroprosesor telah meningkatkan keamanan penggunaan
sedatif. Sistem patient-controlled analgesia telah diprogram untuk patient-
controlled sedation, biasanya untuk mempertahankan sedasi setelah dosis bolus
awal digunakan oleh dokter. Setelah sistem tersebut sepenuhnya terkontrol oleh
pasien, dosis rata-rata obat sedatif menurun sementara jarak pemberian
meningkat.
Pada target-controlled infusion, pompa spuit telah diprogram dengan
model farmakokinetik obat dan didesain untuk mencapai konsentrasi plasma
target yang diinginkan secepat mungkin, sesuai dengan berat badan pasien. Usia
pasien juga seharusnya diperhatikan di mana semakin tua usia pasien, semakin
tinggi sensitivitas efek obat-obat sedatif terhadap SSP. Karena terdapat
variabilitas efek farmakodinamik obat, operator dapat mengubah-ubah level
target.
2. Pemakaian sedasi yang aman
Pemakaian sedasi yang aman bertujuan untuk membuat prosedur lebih
aman dan meminimalkan resiko terhadap pasien. Ketika sedasi digunakan di
luar lingkungan operasi, perlu dipastikan tersedianya fasilitas yang adekuat,
peralatan, dan orang yang berkompeten. Beberapa panduan pemakaian telah
diperkenalkan untuk mengatasi hal ini. Panduan terkait penggunaan sedasi
untuk endoskopi GI, prosedur di bagian darurat, prosedur pembedahan gigi,
dan sedasi pada anak-anak merupakan beberapa tema yang diangkat. Kelayakan
pasien untuk menjalani prosedur dengan sedasi harus dievaluasi: misalnya pasien 6

dengan masalah jalan napas tidak boleh menggunakan prosedur ini. Fasilitas
harus tersedia untuk memonitor kondisi fisiologis seperti saturasi oksigen

7
arterial, dan individu yang melakukan prosedur tidak bertanggungjawab
memonitor kondisi pasien pada saat bersamaan. Seorang personel harus
dilatih untuk dapat mengenali, dan berkompetensi untuk menangani
komplikasi kardiorespirasi, dan peralatan resusitasi harus lengkap dan tersedia
secepatnya.

3. Obat-Obatan Sedatif
Kebanyakan obat-obatan sedatif dikategorikan dalam satu dari tiga kelompok
utama, yaitu: Benzodiazepin, neuroleptik dan agonis a2- adrenoseptor. Obat-
obatan ini lebih sering di klasifikasikan sebagai jenis anestesi intravena,
terutama propofol dan ketamin, juga digunakan sebagai obat sedatif dengan dosis
subanestetik; farmakologi obat ini telah dijelaskan pada bab 3. Anestesi inhalasi
juga sering digunakan sebagai sedatif dalam kadar subanestetik.
a) BENZODIAZEPIN
Obat-obatan ini awalnya dikembangkan untuk keperluan obat anxiolytik dan
hypnotik dan pada tahun 1960-an menggantikan obat barbiturat oral. Agar
sediaan parenteral tersedia, mereka terus mengembangkan di anestesi dan
perawatan intensif. Semua benzodiazepin mempunyai efek farmakologi yang
sama, efek terapi ini ditentukan oleh potensi dan ketersediaan obat-obatan.
Benzodiazepin diklasifikasi berdasarkan lama kerja obat, yaitu sebagai lama kerja
panjang (diazepam), lama kerja sedang (temazepam), lama kerja pendek
(midazolam).

FARMAKOLOGI Mekanisme Aksi


Benzodiazepin bekerja oleh daya ikatan yang spesifik pada reseptor
benzodiazepin, yang mana merupakan bagian dari kompleks reseptor asam g
aminobutirik (GABA). GABA merupakan inhibitor utama neurotransmiter di
susunan saraf pusat (SSP), melalui neuron-neuron modulasi GABA ergik.
Reseptor Benzodiazepin berikatan dengan reseptor subtipe GABA. Berikatan
dengan reseptor agonis menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel, yang
menyebabakan hiperpolarisasi dari membran postsinpatik, dimana dapat membuat
7
neuron ini resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian obat ini
memfasilitasi efek inhibitor dari

8
GABA. Reseptor benzodiazepin dapat ditemukan di otak dan medula spinalis,
dengan densitas tinggi pada korteks serebral, serebelum dan hipokampus dan
densitas rendah pada medula spinalis. Tidak adanya reseptor GABA selain di
SSP, hal ini aman bagi sistem kardiovaskuler pada saat penggunaan obat ini.
Efek Benzodiazepin pada SSP ditunjukan pada hubungan dengan
kemampuan
reseptor.
Dosis midazolam Efek Kemampuan Dosis
flumazenil
reseptor (%)
untuk
membalikan
Dosis rendah Antiepilepsi Anxiolisis Sedasi ringan 20-25 Dosis rendah
Penurunnan perhatian 20-30
Amnesia Sedasi kuat Relaksasi otot 25-50
60-90
Dosis tinggi Anestesi Dosis tinggi

Reseptor GABA merupakan reseptor dengan struktur besar yang mempunyai


ikatan yang terpisah dengan obat lain yaitu barbiturat, alkohol dan propofol.
Ikatan dengan komponen yang lain pada reseptor benzodiazepin menunjukan efek
sinergis dengan beberapa obat lain. Efek sinergis ini menunjukan bahaya
depresi SSP jika obat digunakan secara bersamaan dan juga menyebabkan efek
farmakologi toleransi silang dengan penggunaan alkohol. Hal ini juga
konsisten dengan penggunaan benzodiazepin untuk mengatasi gejala timbal
balik akut atau detoksifikasi alkohol atau obat-obatan lain.
Antagonis benzodiazepin yaitu flumazenil dapat menempati reseptor tapi
tidak dapat menyebabkan aktifitas. Senyawa benzodiazepin telah dikembangkan
pada reseptor ligand tapi menyebabkan pergerakan terbalik dari agonis, akibatnya
terjadi rangsangan pada otak. Senyawa ini juga merupakan antagonis dari
flumazenil. Gambaran ini merupakan reaksi berlawanan pada benzodiazepin yang
sebelumnya adalah cadangan yang lama dari flumazenil dan merupakan akibat
dari eksaserbasi
8
pada penambahan dosis obat murni. Lebih dari itu dapat menyebabkan
kegelisahan seperti pada hipoksemia dan toksisitas anestasi lokal, yang
seharusnya hal ini diperhatikan terkebih dahulu.
Penggunaan benzodiazepin yang lama menyebabkan penurunan regulasi dari
reseptor dan juga terjadi penurunan ikatan dan funsi dari reseptor, pada akhirnya
menunjukan peningkatan toleransi. Penggunaan yang lama juga dapat
menyebabkan ketergantungan secara fisik maupun mental, yang walaupun obat
ini mempunyai efek adiktif yang rendah dari opiod dan barbiturat. Hubungan
timbal balik yang dalam dapat menyebabkan gejala klinik yang sama seperti
pada penggunaan alkohol akut, oleh sebab itu dosis benzodiazepin diturunkan
secara teratur setelah penggunaan yang lama.

Efek Samping
Efek samping dari benzodiazepin tergantung dosis dan dapat diprediksi dari efek
farmakodinamiknya. Oversedasi, depresi ventilasi, ketidakstabilan hemodinamik
dan obstruksi jalan napas dapat terjadi pada kelebihan dosis yang tidak
diperhatikan dan lebih sering terjadi pada orang tua atau pasien dengan kondisi
yang lemah.
Pada penderita yang telah lama menggunakan obat ini sensitif terhadap efek dari
benzodiazepin dan dosis harus diturunkan secara teratur.

Efek pada SSP


Efek benzodiazepin pada SSP yaitu anxiolysis, sedasi, amnesia dan aktifitas
antiepileptik.
Anxiolysis terjadi pada penggunaan obat dengan dosis yang rendah dan
apabila obat ini digunakan secara efektif untuk pengobatan anxietas yang
akut maupun kronik. Efek yang panjang dari obat oral seperti diazepam dan
chlordaizepoksid dapat mengobati efek timbal balik dari alkohol akut.
Anxiolysis lebih sering terjadi pada saat premedikasi dan pada prosedur yang
salah.
Efek sedasi terjadi pada ketergantungan dosis yang menyebabkan depresi
9
aktivitas serebral, dan efek sedasi yang ringan pada kemampuan reseptor yang
rendah yang sama dengan pada anestesi umum jika ruang reseptor terisi.
Midazolam terbukti benar

1
0
aman sebagai obat sedatif intravena. Benzodiazepin mempunyai efek terapi
yang tinggi (berbanding efektif dengan dosis letal) karena pada dosis yang
berlebihan, perbedaan pada densitas reseptor menyebabkan terjadi reaksi
sensitivitas yang berlebihan pada korteks dan depresi medula. Bagaimanapun hal
ini dapat menyebabkan obstruksi jalan napas bagian atas dan kehilangan refleks
protektif yang terjadi sebelum dalam efek sedasi, dan hal bahaya yang utama
yaitu efek sedasi yang berlebihan atau terjadi self poisoning.
Amnesia paling sering terjadi pada penggunaan benzodiazepin secara
intravena dan yang digunakan pada penderita yang menjalani pengobatan
atau penggunaan pada prosedur yang berulang. Anterograd amnesia
mempengaruhi ambilan informasi. Retrograd amnesia tidak ditemukan pada
penggunaan benzodiazepin. Periode kronik pada amnesia dilaporkan terjadi pada
penggunaan obat oral lorazepam, yang dapat berpotensi bahaya pada kasus ini.
Aktivitas antiepilepsi, dapat mencegah pengobatan seizure pada subkortikal.
Obat intravena lorazepam dan diazepam dapat digunakan untuk menghentikan
seizure dan clonazepam digunakan untuk membantu terapi pada terapi epilepsi
kronik. Benzodiazepin dapat meningkatkan ambang aktivitas seizure pada
toksisitas anestesi lokal, tapi dapat terlihat sebagai gejala awal.
Penggunaan benzodiazepin dapat memberikan efek yang menyenangkan
untuk insomnia dan lebih efektif lagi pada insomnia akut. Bagaimanapun
pengobatan yang lama tidak dianjurkan karena dapat memberikan masalah seperti
efek toleransi dan ketergantungan dan yang terpenting yaitu kesulitan dalam efek
timbal balik pada pengobatan. Penggunaan benzodiazepin sebagai hipnotik
sekarang telah digantikan dengan nonbenzodiazepin yang baru sebagai hipnotik
yaitu, zopiklon, dimana obat ini dapat bereaksi pada reseptor benzodiazepin.
Benzodiazepin menurunkan metabolisme oksigen di otak dan aliran darah
otak, dan juga respon serebrovaskular untuk karbondioksida dilindungi, oleh
sebab itu mereka menyesuaikan untuk digunakan pada beberapa pasien dengan
kelaianan intrakranial. Bagaimanapun harus diketahui bahwa midazolam tidak
dapat mencegah peningkatan tekanan intrakranial bersama dengan pemasangan
intubasi trakeal. Sebagai tambahan, depresi ventliasi disebabkan oleh
10
benzodiazepin pada pernapasan
spontan yang dari pasien menunjukan peningkatan PCO2 arteri, yang tidak
diinginkan jika pemenuhan tekanan intrakranial menurun.
Efek samping yang tidak diinginkan pada SSP, seperti perasaan mengantuk
dan terjadi kerusakan pada tampilan psikomotor. Meskipun efek residu sedatif
minimal tapi dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan koordinasi motorik, yang
seharusnya dapat diperkirakan kapan pengobatan ini dihentikan pada pasien.

Relaksasi Otot
Benzodiazepin menyebabkan reduksi otot ringan yang bisa menguntungkan
misalnya pada penggunaan ventilasi mekanik di unit perawatan intensif,
yang mengurangi resiko dari dislokasi artikular atau saat pemasangan endoskopi.
Bagaimanapun juga relaksasi otot berperan secara responsif pad obstruksi jalan
napas pada penggunaan obat sedatif intravena. Relaksasi otot tidak berhubungan
dengan efek pada neuromuskular junction, tapi menyebabkan peningkatan pada
penghantaran impuls neuron pada medula spinalis dan penurunan transmisi
polisinaptik pada otak.

Efek pada Respirasi


Dosis benzodazepin dapat menyebabkan depresi sentral pada ventilasi . respon
ventilasi terhadap CO2dapat terganggu dan respon dari ventilasi yang kurang
ditandai dengan adanya depresi. Hal ini diikuti juga dengan adanya sindrom
hipoventilasi dan gagal napas tipe 2 yang peka terhadap depresi pernapasan akibat
efek dari benzodiazepin. Depresi ventilasi merupakan efek eksaserbasi dari
obstruksi jalan napas dan hal ini paling sering pada dari yang sebelumnya.
Apabila opiod dan benzodaizepin digunakan secara bersama-sama akan terjadi
efek yang sinergis. Apabila kedua obat ini diberikan bersama-sama secara
intravena, obat opiod harus diberikan terlebih dahulu dan efeknya dapat
diperkirakan. Penurunan dosis benzodiazepin yang diperlukan sampai 75% harus
diantisipasi. Hal ini harus menjadi standar praktek untuk menyediakan oksigen
tambahan dan monitor saturasi oksigen dengan oximetri selama pemberian obat
sedatif secara intravena.
11
Efek Kardiovaskuler

12
Benzodiazepin menghasilkan efek hemodinamik yang tidak terlalu besar dimana
mekanisme- refleks hemostatik masih tetap terpelihara dan lebih aman dari
agen anastesi intravena. Suatu penekanan pada resistensi vaskuler perifer
menghasilkan sedikit penekanan pada tekanan arteri. Hipotensi yang signifikan
dapat terjadi pada pasien yang mengalami hipovolemia atau vasokonstriksi.

Farmakokinetik
Benzodiazepin adalah molekul kecil yang relative larut lemak, yang siap
diabsorbsi secara oral dan dengan cepat melewati SSP. Midazolam harus
melewati hepar dulu sehingga hanya sekitar 50% dari dosis oral yang sampai ke
sirkulasi sistemik. Setelah pemberian bolus intravena, penghentian aksi obat
terjadi secara lebih luas dengan proses redistribusi. Dibandingkan dengan obat-
obatan seperti propofol, benzodiazepine memiliki waktu yang lebih lambat
untuk mencapai keseimbangan konsentrasi pada target organ. Hal ini
menganjurkan bahwa harus tersedia waktu untuk menilai seluruh efek klinis
sebelum memberikan suatu kenaikan dosis lebih lanjut. Terdapat pengikatan
protein secara luas. Eliminasi dari metabolisme hepatik mengikuti ekskresi dari
metabolisme renal. Ada 2 jalan utama dari metabolisme meliputi oksidasi
mikrosomal atau konjugasi dengan glukoronidase. Makna dari hal ini adalah
bahwa oksidasi lebih mungkin dipengaruhi oleh usia, penyakit hepar, interaksi
obat dan faktor-faktor lain yang mengubah konsentrasi dari sitokrom P450.
Beberapa dari golongan benzodiazepine, termasuk diazepam memiliki metabolic
aktif yang secara luas memperpanjang efek klinis mereka. Disfungsi renal terlihat
dari akumulasi dari metabolit-metabolit dan ini merupakan satu faktor penting
penundaan pemulihan dari pemanjangan sedasi dari ITU.

b) DIAZEPAM
Diazepam adalah golongan benzodiazepin pertama yang tersedia untuk
penggunaan parenteral. Tidak larut dalam air dan pada awalnya diformulasikan
dalam propylene glikol, yang sangat iritan untuk vena dan dihubungkan dengan
peningkatan insidens dari tromboflebitis. Suatu emulsi lemak (diazemuls)
12
ditingkatkan/ditemukan selanjutnya. Kedua formasi tersebut disediakan dalam
ampul 2 ml yang terdiri dari 5

13
mg/ml. Diazepam juga tersedia untuk oral yaitu tablet atau sirup dengan 100%
bioavibilitas dan larutan rectal dan supositoria. Eliminasi waktu paru 20-50
jam, tetapi metabolit-metabolit aktif diproduksi termasuk desmetil diazepam
dengan waktu paru 36-200 jam, clearance menurun pada disfungsi hepar.
Dosis
- Premedikasi : 10 mg oral 1-1,5 jam sebelum operasi
- Sedasi : 5-15 mg IV perlahan-lahan, peningkatan bolus 1-2 mg.
- Status epileptikus : 2 mg, diulang setiap menit sampai kejang
berhenti. Dosis maksimal 20 mg.
- Terapi intensif : Tidak cocok untuk infus, dosis bolus IV 5-10 mg/4 jam.
-
c) MIDAZOLAM
Midazolam adalah suatu derivat imidazoensodiazepinedan cincin imidazol
yang mencapai kelarutan air pada pH 2.9 3.7
Dosis
- Premedikasi : 15 mg oral atau 5 mg IM, anak > 6 bulan 70-100 g/kg
- Sedasi : 2-7 mg IV
- Terapi intensif : IV 0,03-1 mg/kg/jam

d) TEMAZEPAM
Golongan benzodiazepin ini hanya tersedia bentuk oral, namun digunakan lebih
luas sebagai suatu obat premedikasi karena sifat anxiolitiknya. Pemberian secara
oral absorpsinya sempurna tapi membutuhkan waktu sampai dengan 2 jam
untuk mencapai konsentrasi puncak di plasma. Metabolisme berlangsung di hepar
lewat konjugasi dengan glukoronidase dan tidak ada produksi metabolit yang
penting. Memiliki eliminasi waktu paru relatif lama 8-15 jam. Dosis 20 mg efektif
dalam 1-2 jam dan bertahan sekitar 2 jam, dengan gejala siksa mengantuk.
Toleransi dan ketergantungan jarang terjadi pada pemakaian lama dari
temazepam, ditujukan secara luas sebagai suatu hipnotik.

14
e) LORAZEPAM
Obat ini tersedia untuk penggunaan parenteral dan oral, tetapi tidak digunakan
secara rutin sebagai sedatif IV karena dibatasi oleh aksi dari onset yang pelan.
Metabolisme oleh glukoronidasi dengan eliminasi waktu paru 15 jam dan durasi
yang lebih panjang dibandingkan temazepam. Jika digunakan untuk premedikasi,
dosis 2-4 mg diberikan malam sebelumnya atau pada permulaan hari
pembedahan. Amnesia adalah suatu tanda yang menyertai pemberian obat ini.
Saat ini lorazepam IV merupakan drug of choice pada penanganan status
epileptikus, karena memiliki durasi yang lebih panjang untuk aksi antilepilepsi
dibanding diazepam. Juga bisa digunakan untuk penanganan serangan akut
panik yang berat, baik secara IM/IV dengan dosis 25-30 g/kg (dosis biasa 1,5-
2.5 mg). Jalur IM hanya digunakan jika tidak ada jalur lain yang tersedia.

f) FLUMAZENIL
Flumazenil adalah suatu kompetitif antagonis berafinitas tinggi untuk semua
ligand reseptor benzodiazepin. Obat ini secara cepat melawan semua efek
benzodiazepin di CNS dan juga efek berbahaya yang berpotensi muncul
melawan efek fisiologis termasu depresi respirasi dan kardiovaskuler dan
obstruksi jalan napas.
Flumazenil memiliki sangat sedikit aktivitas intrinsik pada dosis tinggi dan
ditoleransi dengan baik dengan efek samping minimal.
Flumazenil secara cepat dibersihkan dari plasma den dimetabolisme oleh hati.
Flumazenil memiliki waktu paruh eliminasi yang sangat singkat yaitu kurang dari
1 jam. Lama kerja tergantung pada dosis yang diberikan dan identitas dan dosis
agonis. Berkisar antara 20 menit sampai 2 jam untuk potensi resedasi jika agonis
memiliki waktu paruh yang lebih panjang, yang mengharuskan suatu periode
observasi tertutup.

Dosis dan pemberian


Flumazenil tersedia untuk penggunaan IV dalam ampul 5 ml terdiri dari 100
g/ml. Dosis efektif yang biasa digunakan adalah 0,2-1 mg diberikan dalam
15
bentuk 0,1-0,2
mg bolus dan diulang tiap interval 1 menit. Dosis untuk pasien koma tidak
boleh lebih dari 2 mg.
Pemulihan sedasi
Megurangi waktu dari sedasi pada penderita atau pasien yang lemah.
Resiko resedasi membuat obat ini tidak digunakan secara rutin.
Pada keracunan
Terapi dari benzodiazepin kelebihan dosis dapat menyebabkan tidak sadar dan
depresi pernapasan. Dosis ulangan atau infus terus dibutuhkan sampai konsentrasi
dalam plasma agonis menurun. Pada keadaan koma yang tidak diketahui
penyebabnya, flumazenil dapat menjadi suatu alat diagnostik.
Pada ITU ( Unit Terapy Intensif )
Perpanjangan sedasi, sering dihasilkan dari akumulasi midazolam pada pasien
dengan gagal ginjal. Dapat diterapi dengan suatu infus dari flumazenil. Sebagai
tambahan bolus obat ini mengurangi efek sedasi dan bolehmenilai keadaan
neurogikal.
Pencegahan :
Pasien epilepsy :
Pasien epilepsi memiliki resiko kejang khususnya jika suatu benzodiazepin
sebagai terapi antiepilepsi.
Ketergantungan benzodiazepine
Gejala putus obat dapat terjadi.
Reaksi cemas
Dapat terjadi pada pemberian secara cepat pada sedasi yang lama.
Pasien dengan trauma kepala yang berat
Flumazenil dapat mepercepat suatu peningkatan tiba-tiba dari tekanan
intrakranial.

16
BAB III MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan Evaluasi dilakukan oleh dokter DPJP Anesthesi selama


pembedahan di kamar operasi.
Tingkat sedasi yang diinginkan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai,
apakah sedasi dalam seperti pada pasien dengan status epileptikus atau sedasi
ringan pada pasien dengan ventilasi mekanik. Pemantauan tingkat sedasi ini
diperlukan untuk mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas sedasi. Masalah
yang dapat timbul yaitu : 1,2
Oversedasi (meningkatkan risiko pneumonia).
Membutuhkan pemeriksaan neurulogi yang lebih sering,
Meningkatkan insidensi depresi.
Tingkat sedasi dapat dipantau dengan beberapa metode seperti :
Sistem skoring Ramsay (Tabel 1).
Pemeriksaan dengan EEG, untuk menilai aktivitas cerebral.
Visual Analog Scale.
Evoked potential.

Kedalaman sedasi sebaiknya dievaluasi setiap jam sampai tercapai kondisi


stabil. Dianjurkan pasien sebaiknya nafas spontan secepat mungkin dengan mode
ventilasi SIMV atau trigerred ventilation seperti pressure support. Tidak ada
gold standard untuk monitoring sedasi. Pemeriksaan GCS sering dilakukan
untuk monitoring, namun hal tersebut hanya untuk pasien dengan defisit
neurologis. Pemantauan paling sering dilakukan dengan scoring Ramsay. Namun
ini tidak berlaku pada pasien dengan pelumpuh otot, karena Ramsay
berdasar pada respon motorik. Pengawasan pada kestabilan hemodinamik dan
pemeriksaan rutin neurologi terhadap adanya defisit neurologi.

17

Anda mungkin juga menyukai