Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PEMBAHASAN

A. SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

1. Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329
yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai
keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No.
137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan
sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah
provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya
menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang
merupakan persekutuan asli masyarakat setempat.
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial
dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek).
Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat
dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

2. Masa Pendudukan Jepang


Ketika menjalar Perang dingin II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia
Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra.
Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan
Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan
Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-
perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan
daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa
mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah
hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi
pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.

3. Masa Kemerdekaan
1) Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas
dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND (Komite Nasional Daerah) di
keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu
oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing
dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
a. Provinsi

b. Kabupaten/kota besar

c. Desa/kota kecil.

UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera
saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak
memiliki penjelasan.

2) Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948


Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah
UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli
1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga
tingkat yakni:

a. Propinsi

b. Kabupaten/kota besar

c. Desa/kota kecil

d. Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

3) Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957


Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah
swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak
mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:

a. Daerah swatantra tingkat I, termasuk kota praja Jakarta Raya


b. Daerah swatantra tingkat II

c. Daerah swatantra tingkat III

4.Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965


Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:

a. Provinsi (tingkat I)

b. Kabupaten (tingkat II)

c. Kecamatan (tingkat III)

Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan


kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi
antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan
menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat.
Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin
pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan
dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di
luar pengadilan.

5) Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974


UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah
tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan
daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi
menurut tingkatannya menjadi:

a. Provinsi/ibu kota negara

b. Kabupaten/kotamadya

c. Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah
tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan
memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi
yang nyata dan bertanggung jawab.

6.Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004


Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah
Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan
berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas
hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah
pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah
pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan
di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu,
hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin di
pertegas dan di perjelas.

B.PRINSIP-PRINSIP PELAKSANAAN OTONOMI


DAERAH
1.Prinsip otonomi seluas-luasnya

Prinsip otonomi seluas-luasnya mengandung arti bahwa daerah diberi


kewenangan mengurus dan mengatue semua urusan pemerintahan di luar
yang menjadi urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-
undang pemerintahan daerah. Selain itu, pemerintah daerah diberi
kewenangn membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Dalam Undang-Undang pemeritahan daerah ditegaskan bahwa urusan


pemerintah daerah pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan dan
keamanan, yustisi atau peradilan, moneter dan fiscal, sert agama. Di luar
urusan pemerintah pusat tersebut, maka pemerintah daerah memiliki
wewenang untuk mengurus dan mengaturnya.

Secara garis besar ada dua urusan pemerintahan daerah, yaitu urusan
pemerintahan yang bersifat wajib dan urusan pemerintahan yang bersifat
pilihan. Urusan pemerintahan yang bersifat wajib berkaitan dengan
pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, pemenuhan kebutuhan
hidup minimal, dan prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan
pemerintahan yang bersifat pilihan berkaitan dengan potensi unggulan
dan kekhasan daerah.
2.Prinsip otonomi nyata

Prinsip otonomi nyata adalah prinsip bahwa dalam pelaksanaan atau


penanganan urusan pemerintahan daerah didasarkan pada tugas,
wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi
untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap
daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.

3.Prinsip otonomi yang bertanggung jawab

Prinsip otonomi yang bertanggung jawab artinya bahwa otonomi dalam


penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan
maksud pemberian otonomi. Tujuan dan maksud pemberian otonomi
daerah adalah untuk melancarkan pembangunan dan tersebar di seluruh
pelosok tanah air, yang pada akhirnya mewujudkan kesejahteraan rakyat
secara adil dan merata. Kondisi tersebut merupakan bagian utama dari
tujuan nasional.

4.Prinsip otonomi yang dinamis

Prinsip otonomi yang dinamis artinya bahwa pelaksanaan otonomi daerah


tidak tetap, tetapi dapat berubah. Perubahan pelaksanaan otonomi daerah
ini bisa bertambah dan berkurang. Otonomi akan bertambah apabila
pemerintah pusat menambah penyerahan urusannya kepada pemerintah
daerah. Sebaliknya, otonomi daerah akan berkurang apabila urusan
daerah yang bersangkutan sudah menyangkut urusan nasional atau
daerah tidak mampu lagi mengurusi urusan yang sudah diserahkan, jika
daerah tidak mampu, urusan tersebut ditarik kembali menjadi urusan
pemerintah pusat.

5.Prinsip otonomi yang serasi

Prinsip otonomi yang serasi artinya bahwa pelaksanaan pembangunan


yang terkait dengan otonomi daerah tetap dijaga keseimbangan antara
daerah dan pemerintah pusat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi
ketimpangan satu daerah dengan daerah lain. Perlu kita ingat bahwa
otonomi daerah diselenggarakan untuk menjamin keutuhan wilayah
negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
rangka mewujudkan tujuan Negara.
C. Pembagian Kekuasaan Dalam Kerangka
Otonomi Daerah

Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip


negara kesatuan tetapi dengan semangat fedralisme. Jenis yang ditangani pusat
hampir sama dengan yang ditangai oleh pemerintah dinegara federal, yaitu
hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama
serta berbagai jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral
oleh pemerintah pusat seperti kebijakan makro ekonomi standarisasi nasional,
administrasi pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan
pengembangan sumber daya manusia. Semua jenis kekuasaan yang ditangani
pemerintah pusat disebutkan secara spesifik dalam UU tersebut.
Selain itu otonomi daerah yang diserahkan itu bersifat luas, nyata, dan
bertanggung jawab. Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada
pemerintahan pusat ( seperti, pada Negara federal); disebut nyata karena
kewenangan yang diselenggarakan itu menyakut yang diperlukan, tumbuh dan
hidup, dan berkembang di daerah; dan disebut bertanggunag jawab karena
kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan
otonomi daerah, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan,
serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar
daerah. Disamping itu, otonomi seluas-luasnya ( keleluasaan otonomi) juga
mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya melalui
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Kewenangan
yang diserahkan ke pada daerah otonom dalam rangka desentralisai harus pula
disertai penyelenggaraan dan pengalihan pembiayaan. Sarana dan prasarana, dan
sumber daya manusia.
Selain sebagai daerah otonom, provinsi juga merupakan daerah administrative,
maka kewenangan yang ditangani provinsi/gubernur akan mencakup kewenangan
dalam angka desentralisasi dan dekonsentrasi. Kewenangan yang diserahkan
kepada daerah otonom provinsi dalam rangka desentralisasi mencakup:
a. Kewenangan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, seperti
kewenangan bidang pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan dan
perkebunan.

b. Kewenangan pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan dan


pengendalian pembangunan regional secara makra, pelatihan bidang
alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang mencakup dalam
wilayah provinsi, pengelolaan pelabuhan regioal, pengendalian lingkungan
hidup, promosi dagang dan budaya/pariwisata, penanganan penyakit
menular, dan perencanaan tata ruang provinsi.

c. Kewenangan kelautan yang tidak meliputi eksplorasi, eksploitasi,


konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan
administratif, pengaturan tata ruang, penegakan hukum, dan bantuan
penegakan keamanan dan kedaulatan negara.

d. Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten


dan daerah kota diserahkan kepada provinsi dengan penyertaan dari
daerah otonom kabupaten atau kota tersebut.
Dalam rangka negara kesatuan, pemerintah pusat masih memiliki kewenangan
melakukakan pengawasan terhadap daerah otonom. Tetapi, pengawasan yang
dilakukan pemerintah pusat terhadap daerah otonom diimbangi dengan
kewenangan daerah otonom yang kebih besar, atau sebaliknya, sehingga terjadi
semacam keseimbangan kekuasaan. Keseimbangan kekuasaan yang dimaksud
adalah pengawasan ini tidak lagi dilakukan secara struktural yaitu bupati/wali kota
dan gubernur bertindak sebagai wakil pemerintah pusat sekaligus kepala daerah
otonom, dan tidak lagi secara preventif perundang-undangan, yaitu setiap
peraturan daerah (perda) memerlukan persetujuan pusat untuk dapat berlaku.
Terkait dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dengan pemerintah
daerah terdapat 11 jenis kewenangan wajib yang diserahkan kepada daerah
otonom kabupaten dan daerah otonom kota, yaitu:

1. Pertahanan,

2. Pertanian,

3. Pendidikan dan kebudayaan,


4. Tenaga kerja

5. Kesehatan,

6. Lingkungan hidup,

7. Pekerjaan umum,

8. Perhubungan,

9. Perdagangan dan industri,

10. Penanaman modal, dan

11. Koperasi.
Penyerahan kesebelas jenis kewenangan ini kepada daerah otonomi
kabupaten dan daerah otonomi kota dilandasi oleh sejumlah pertimbangan sebagai
berikut :

1. Makin dekat produsen dan distributor pelayanan publik dengan warga


masyarakat yang dilayani, semakin tepat sasaran, merata, berkualitas dan
terjangkau.

2. Penyerahan sebelas jenis kewenangan itu kepada daerah otonom


kabupaten dan daerah otonom kota akan membuka peluang dan
kesempatan bagi aktor-aktor politik lokal dan sumber daya manusia yang
berkualitas didaerah untuk mengajukan prakarsa, berkreativitas dan
melakukan inovasi karena kewenangan merencanakan, membahas,
memutuskan, melaksanakan, mengevaluasi sebelas jenis kewenangan.

3. Karena distribusi sumber daya manusia yang berkualitas tidak merata,


dan kebanyakan berada di Jakarta dan kota besar lainnya, maka
penyerahan sebelas jenis kewenangan ini juga dimaksudkan dapat
menarik sumber daya manusia yang berkualitas di kota-kota besar untuk
berkiprah di daerah-daerah otonom, yang kabupaten dan kota.

4. Pengangguran dan kemiskinan sudah menjadi masalah nasional yang


tidak saja hanya dipikulkan kepada pemerintah pusat semata.
D.OTONOMI DAERAH & PEMBANGUNAN DAERAH

Otonomi Daerah
Pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah : Kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Mahfud MD (1996 : 66) mengemukakan pendapatnya bahwa :
Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah mulai
dari kebijakan, perencanaan sampai pada implementasi dan pembiayaan
dalam rangka demokrasi. Sedangkan otonomi adalah wewenang yang
dimiliki daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
dan dalam rangka desentralisasi.
Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang
menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi
pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang
nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip
bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan
tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan
berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi
dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap
daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud
dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan
maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan
daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan
bagian utama dari tujuan nasional.
Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu
memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin
keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya
mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal
yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu
menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya
harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan
tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka
mewujudkan tujuan negara.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang
hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa
pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan,
perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar,
arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi,
pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan
fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan
dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat
dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan otonomi daerah itu adalah
bagaimana pemerintah daerah dapat mengelola daerahnya dengan baik
dengan tidak adanya kesenjangan antara masyarakat dengan pemerintah
dengan swakarsa sendiri guna mencapai tujuan yang tidak menyimpang
dari peraturan perundang-undangan..
Pembangunan Daerah
Pembangunan Daerah Adalah suatu proses di mana pemerintah daerah
dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan
sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi)
dalam wilayah tersebut.

Perencanaan Pembangunan Daerah


Terdapat 3 perencanaan pembangunan daerah yaitu :
Pola dasar pembangunan daerah
Pola dasar pembangunan daerah analog dengan pola dasar yang
tercantum dalam GBHN pada tingkat nasional, berisi garis-garis besar
kebijaksanaan atau strategi dasar pembangunan daerah, baik untuk
jangka panjang maupun jangka pendek.
Repelita Daerah
Repelita daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari pola dasar
pembangunan daerah yang dinyatakan berlaku dengan surat keputusan
Gubernur Kepala Daerah.
Rencana tahunan dan anggaran pendapatan pendapatan dan belanja
daerah (APBD)
Rencana tahunan merupakan pedoman penyusunan APBD sedangkan
APBD merupakan tindakan pelaksanaan Repelita daerah, karena itu
harus terlihat jelas kaitan atau hubungan antara anggaran dan repelita,
seperti juga halnya hubungan antara GBHN atau pola dasar dengan
repelita atau repelita daerah.

E.OTONOMI DAERAH DAN PILKADA LANGSUNG


Pengertian Otonomi Daerah
Pengertian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Beberapa pengertian otonomi daerah menurut beberapa pakar,


antara lain:
Pengertian Otonomi Daerah menurut F. Sugeng Istianto, adalah:
Hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga
daerah
Pengertian Otonomi Daerah menurut Ateng Syarifuddin, adalah:
Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan
kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu
terwujud pemberian kesempatan yang harus dapat
dipertanggungjawabkan
Pengertian Otonomi Daerah menurut Syarif Saleh, adalah:
Hak mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut
merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat

Selain pendapat pakar diatas, ada juga beberapa pendapat lain yang
memberikan pengertian yang berbeda mengenai otonomi daerah, antara
lain:
Pengertian otonomi daerah menurut Benyamin Hoesein, adalah:
Pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu
Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat
Pengertian otonomi daerah menurut Philip Mahwood, adalah:
Suatu pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sendiri dimana
keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah
guna mengalokasikan sumber material yang bersifat substansial mengenai
fungsi yang berbeda
Pengertian otonomi daerah menurut Mariun, adalah:
Kebebasan (kewenangan) yang dimiliki oleh pemerintah daerah yang
memungkinkan meeka untuk membuat inisiatif sendiri dalam rangka
mengelola dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh
daerahnya sendiri. Otonomi daerah merupakan kebebasan untuk dapat
berbuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat
Pengertian otonomi daerah menurut Vincent Lemius, adalah:
Kebebasan (kewenangan) untuk mengambil atau membuat suatu
keputusan politik maupun administasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Di dalam otonomi daerah tedapat kebebasan yang
dimiliki oleh pemerintah daerah untuk menentukan apa yang menjadi
kebutuhan daerah namun apa yang menjadi kebutuhan daerah tersebut
senantiasa harus disesuaikan dengan kepentingan nasional sebagaimana
yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
Pilkada Langsung
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang
berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi
dapat diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota
masyarakat (yang memenuhi syarat ) diikutsertakan dalam kehidupan
kenegaraan dalam aktivitas pemilu.Demokrasi di negara Indonesia
bersumberkan dari Pancasila dan UUD 45 sehingga sering disebut dengan
demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk
mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada faham kekeluargaan
dan kegotongroyongan
Indonesia pertamakali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir
tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Dan
pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang secara langsung untuk
memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini
mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau
sering disebut pilkada langsung. Pilkada ini merupakan sarana
perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting
penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di
Indonesia.
1.Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena
pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa
selama ini telah dilakukan secara langsung.
2. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945.
Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati
dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah
diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah.\
3. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi
rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik
berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran
kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin
yang benar sesuai nuraninya.
4. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah.
Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh
pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam
pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam
mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan
aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
5. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi
kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan
nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari
200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa.
Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang
memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin
nasional justru dari pilkada langsung ini.
DAFTAR PUSTAKA

Riwu Kaho,Josef 1988,Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,


Jakarta,PT.Grafido Persada

DR.Kaloh J, 2007,Mencari Bentuk Otonomi Daerah,Suatu Solusi Dalam


Menjawab Ke butuhan Lokal dan Tantangan Global,Jakarta Rhineka
Cipta.
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt,sebab karena rahmatNyalah


saya dapat menyelesaikan tugas makalah kewarganegaraan ini,yang di
berikan oleh bapak H.Lalu Khaidir,S.Sos,MH selaku dosen pembimbing
Kewarganegaraan.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas dari dosen


yang bersangkutan agar memenuhi tugas yang telah ditetapkan,dan juga
agar mahasiswa dapat terlatih dalam pembuatan makalah.Makalah ini
berjudul OTONOMI DAERAH.

Saya menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan,begitupun


dengan saya yang masih duduk di bangku kuliah.Dalam pembuatan
makalah ini mungkin masih banyak sekali kekurangan.Oleh karena
itu,saya mengucapkan mohon maaf yang sebesa-besarnya.Saya
mengharap ada kritikan dan saran dari pembaca sekalian dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi saya dan para pembcanya.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................
Daftar Isi..................................................................................
BAB I PEMBAHASAN............................................................
A.Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia
B.Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah
C.Pembagian Kekuasaan Dalam Kerangka Otonomi Daerah
D.Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah
E.Otonomi Daerah dan Pilkada Langsung
BAB II PENUTUP...........................................................
Kesimpulan.....................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................
BAB II

PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi
daerah,maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun
program dan mengajukannya kepada pemerintah pusat.
Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut
apabila orang yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam
merencanakan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal
apa saja yang terjadi dikemudian hari.Tetapi sebaliknya akan berdampak
kurang baik apabila orag yang menyusu program tersebut kurang
memahami kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun
perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai