Anda di halaman 1dari 26

8

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Nyeri

Menurut Nelson (2012) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman

subjektif yang meliputi komponen sensorik maupun emosional.

International Association for the Study of Pain di dalam buku NANDA

(2012) menjelaskan bahwa nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan

emosional yang tidak menyenangkan dan berhubungan dengan kerusakan

jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan

sedemikian rupa; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan

hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan

berlangsung < 6 bulan. Beberapa pendapat lain juga menjelaskan tentang

definisi nyeri diantanya Muttaqin (2008) mengatakan bahwa nyeri adalah

suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Sedangkan nyeri

menurut Kozier (2009) adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan

sangat individual yang tidak dapat diungkapkan kepada orang lain.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan nyeri

adalah suatu pengalaman sensorik maupun emosional yang sangat

individual dan tidak menyenangkan berhubungan dengan kerusakan

jaringan.
9

B. Manifestasi klinis

Penilaian nyeri pada bayi perlu dilakukan secara tidak langsung dan

meliputi observasi tangis, ekspresi wajah, respons autonom, dan tingkah

laku atau aktivitas motorik. Ekspresi wajah merupakan indikator nyeri

bayi yang hampir selalu bisa diandalkan. Setelah anak menjadi semakin

besar, terjadi pula perilaku antisipasi, yang tampak dari sikap tubuh dan

gerakan protektif. (Nelson, 2012).

Manifestasi terhadap nyeri ditunjukkan dalam tabel berikut ini

Tabel 2.1. manifestasi nyeri akut pada neonatus

MANIFESTASI NYERI AKUT PADA NEONATUS


Respon fisiologis : Respon perilaku
Tanda vital Vokalisasi
- Denyut jantung meningkat - Menangis
- Tekanan darah meningkat - Merintih
- Respirasi Rate ( RR ) yang - Merengek
cepat dan dangkal Ekspresi muka
Oksigenasi - Meringis
- Menurunnya saturasi oksigen - Alis mengkerut
transkutan - Mata menutup erat
- Menurunnya saturasi oksigen - Dagu bergetar
arteri - Mulut terbuka dan squarish
Kulit Gerakan dan postur tubuh
- Pucat - Penarikan tungkai
- Diaphoresis - Trashing
- Telapak tangan berkeringat - Kekakuan
Observasi lain - Flaccidity
- Peningkatan tonus otot - Fist cleanching
- Dilatasi pupil Perubahan pada kegelisahan
- Decreased vagal nerve tone - Perubahan pada tidur ( siklus
- Meningkatnya tekanan bangun )
intracranial - Perubahan pada prilaku makan
- Bukti laboratorium metabolic - Perubahan tingkat aktivitas
atau endokrin berubah : - Cerewet, mudah marah
hiperglikemia, PH menurun, - Kelesuan
kortikosteroid meningkat
Sumber : Wong, Wilson dan Hockenberry ( 2011 )
10

C. Patofisologi

Maturitas neurologis tidak mengakibatkan neonatus cukup bulan atau

kurang bulan tidak mampu merasakan dan mengingat rasa sakit. Jalur

neurosensorik untuk transmisi nosiseptif secara anatomis dan fungsional

telah lengkap pada bayi baru lahir. Penelitian anatomis menunjukkan

bahwa intervasi perifer dan hubungan system saraf pusat pada tingkat sel

kornudorsalis khorda spinalis telah ada pada awal perkembangan janin.

Jaras saraf spinal untuk transmisi nyeri sampai ke neokorteks telah

lengkap dan termielinisasi sempurna pada kehamilan trimester ketiga. Lagi

pula transmitter nosiseptik (subtansi P) dan subtansi modulator nyeri

(opioid endogen) telah berfungsi pada janin. Kadar neuropeptida ini sangat

meningkat pada masa perinatal.

Pada neonatus, seperti pada orang dewasa, serabut C tidak bermielinasi

menstransmisi informasi notiseptif perifer. Transmisi pulsa saraf pada

serabut A- yang belum lengkap termielinasi, tertunda, tetapi tidak di

blockade sampai terjadinya mielinasi sempurna pascalahir. Lebih

dekatnya jarak yang diperlukan untuk perjalanan impuls akan

mengimbangi setiap keterlambatan kecepatan penghantaran. Karenanya

ketiadaan nya pengendalian hambatan yang telah berkembang sempurna

pada bayi baru lahir dapat mengakibatkan respon hiperalgesik berlebihan

terhadap stimulus aferen sampai terjadinya maturasi pascanatal.

Lagi pula didapatkan bahwa evaluasi neonates yang menjalani

prosedur yang menyakitkan (misalnya, ditusuk tumit, sirkumsisi) tanpa di


11

lakukan anastesi menunjukan adanya pola respons autonom terhadap nyeri

yang tampak sebagai peningkatan tekanan darah, kecepatan denyut

jantung, tahanan pembuluh darah paru, tekanan intrakranium, keringat

telapak tangan dan penurunana tekanan parsial oksigen transkutan.

Respons tingkah laku ini bersifat difus dan berlebihan namun, bertujuan

dan ditandai dengan menarik diri berkepanjangan, terutama pada neonatus

kurang bulan, berkolerasi dengan peningkatan kadar neuropeptida pada

tempat-tempat reseptor yang tersebar difus pada korteks serebri. Rasa

nyeri pada tindakan tersebut menimbulkan respons tingkah laku

perseorangan, dengan beberapa bayi nyata menurunkan aktivitas pada saat

di rangsang nyeri.

Perubahan tingkah laku masih menetap meskipun nyeri telah berlalu,

suatu hal yang menunjukkan adanya memori. Bayi baru lahir juga

memberikan respon hormonal terhadap nyeri bedah dengan melepaskan

katekolamin, kortikosteroid, glukagon, dan hormon pertumbuhan, disertai

penurunan pelepasan insulin. Perubahan metabolik ini menyebabkan

terjadinya hiperglikemia yang menetap sampai masa pasca bedah dan

keadaan ketabolisme jangka panjang yang mengakibatkan pemecahan

subtrat protein. Respon endokrin terhadap stres berbagai nyeri bedah dapat

diperingan atau diblockade masing-masing dengan penggunaan anastesi

inhalasi kuat dan anastesi fentanil. Kurangnya hambatan terhadap stress

neuroendokrin berhubungan dengan ketidak stabilan intraoperasi dan

peningkatan komplikasi metabolik dan sirkulasi pasca bedah, bila


12

dibandingkan dengan anak yang menerima anastesi fentanil. Perbaikan

hasil bedah bayi yang menerima anestesi fentanil terbukti berhubungan

dengan lebih pendeknya masa tinggal di unit perawatan intensif neonatus

dan masa keseluruhan tinggal di rumah sakit, sehingga dapat menurunkan

biaya perawatan kesehatan (Nelson, 2012).

D. Pathways Nyeri

Nosiseptor, atau reseptor nyeri merupakan saraf yang berespon

terhadap stimulus nyeri yang kuat. Nosiseptor ditemukan di sepanjang

seluruh jaringan kecuali otak. Nosiseptor menghantarkan informasi ke

otak. Nosiseptor distimulus oleh stimulus biologis, elektrik, thermal,

mekanik, dan kimiawi. Persepsi nyeri terjadi jika stimulus ini

ditransmisikan ke medulla spinalis dan kemudian diteruskan ke area pusat

otak. Impuls nyeri berjalan ke bagian dorsal tulang belakang, dimana

impuls tersebut melakukan sinaps dengan neuron di area dorsal pada

substansi gelatinosa dan kemudian naik ke otak. Sensasi dasar nyeri terjadi

di thalamus dan berlanjut ke sistem limbic (pusat emosioanal) dan korteks

serebri, dimana nyeri diterima dan diinterpretasikan.


13

Gambar 2.1 pshsiology and treatment of pain

Sumber : Helms, J.E, et al. (2008). Physiology and treatment of


pain, Critical Care Nurse Article Vol.28, No. 6, dari
http://cnn.aacnjournals.org

Ada 2 (dua) tipe serabut saraf yang terlibat dalam transmisi nyeri.

Serabut delta A yang besar menghasilkan nyeri yang didefinisikan dengan

tajam, disebut fast pain atau first pain, yang secara khusus distimulus

oleh luka potong, getaran listrik, atau karena pukulan fisik. Transmisi di

sepanjang serabut A berlangsung sangat cepat dimana reflex tubuh dapat

berespon dengan lebih cepat dari stimulus nyerinya, menghasilkan reaksi

berupa penarikan bagian tubuh yang terkena stimulus sebelum seseorang

merasa nyeri. Setelah nyeri pertama ini, serabut saraf C yang lebih kecil

mengirimkan luka bakar atau sensasi rasa sakit, disebut sebagai second
14

pain. Serabut C mentransmisikan nyeri lebih lambat daripada serabut A

karena serabut C lebih kecil dan tidak memiliki selubung myelin. Serabut

C merupakan satu-satunya serabut yang menghasilkan nyeri

menetap/konstan.

Berdasarkan teori gate control, stimulasi pada serabut saraf yang

mentransmisikan stimulus yang tidak menyakitkan dapat memblok impuls

nyeri di pintu dorsal. Sebagai contoh, jika reseptor sentuhan (A beta

fibers) distimulasi, mereka mendominasi dan menutup pintu.

Kemampuannya untuk memblok impuls nyeri merupakan alasan seseorang

cenderung menarik sesegera mungkin dan mengirimkan pesan ke kaki

ketika dia menginjak benda tajam. Sentuhan dapat memblok transmisi dan

durasi impuls nyeri. Hal ini memiliki implikasi untuk penggunaaan

sentuhan dan massase untuk pasien yang mengalami nyeri (Helms, 2008).
15

Tindakan invasif

Kerusakan
Kuman masuk Adanya luka integritas kulit

Resiko infeksi Stimulus nyeri

nociceptor

Medulla spinalis

hipotalamus

Nyeri akut
16

E. Regulator Nyeri

Substansi kimia yang mengatur transmisi nyeri dilepaskan ke

dalam jaringan ekstraselular ketika terjadi kerusakan jaringan. Substansi

kimia tersebut mengaktivasi reseptor nyeri dengan mengiritasi ujung saraf.

Mediator kimia ini meliputi histamine, substansi P, bradikinin, asetilkolin,

leukotrine, dan prostaglandin. Mediator tersebut dapat menghasilkan

reaksi lain di lokasi injuri, misalnya vasokonstriksi, vasodilatasi, atau

perubahan permeabilitas kapiler. Sebagai contoh, prostaglandin

menyebabkan inflamasi dan pengeluaran mediator inflamasi lainnya.

Aspirin, mediator antiinflamasi nonsteroid, dan inhibitor COX-2 baru

memblok cyclooxygenase 2, enzim yang dibutuhkan untuk mensintesis

prostaglandin, sehingga menyebabkan nyeri. Akibatnya, pengobatan

dengan menggunakan enxim tersebut seringkali diberikan untuk kondisi

nyeri karena inflamasi.

Tubuh juga melakukan mekanisme kimia untuk memanajemen

nyeri. Serabut di dorsal horn, batang otak, dan jaringan perifer

mengeluarkan neuromodulator, diketahui sebagai opioid endogen, yang

menghambat aksi neruron yang mentransmisikan impuls nyeri.

Endorphins dan dynorphins merupakan tipe yang menyerupai opioid

alamiah yang dikeluarkan oleh tubuh, dan mereka bertanggung jawab atas

penurunan rasa nyeri. Endorphin merupakan modulator yang

menyebabkan seorang atlet melanjutkan untuk berpartisipasi dalam atletik

setelah mengalami injuri. Kadar endorphin bervariasi antara satu orang


17

dengan yang lainnya, sehingga setiap orang mengalami level nyeri yang

berbeda.

Mekanisme opioid endogen ini memainkan peranan penting dalam

efek placebo. Placebo adalah substansi atau tindakan inaktif yang

digunakan untuk membandingkan dengan treatment yang sesungguhnya

dalam penelitian kontrol untuk membedakan keefektifan di antara kedua

treatment dalam penelitian tersebut. Placebo juga dapat menghasilkan

respon analgetik pada beberapa orang. Analgetik placebo dapat

mempengaruhi mekanisme nosiseptor di korteks otak dan meneruskannya

ke jalur medulla spinalis. Matre et al menemukan bahwa pandangan

tentang nyeri dan analgetik dapat memodifikasi persepsi nyeri dengan

mengubah mekanisme nyeri di medulla spinalis. Sebagai contoh, faktor

psikologis seperti ancaman nyeri dan harapan tentang analgetik

memodifikasi transmisi nyeri dan juga akan memodifikasi nyeri (Helms,

2008)
18

F. Teori Pengontrolan Nyeri

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa

impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di

sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri

dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat

sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut

merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas

dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur

proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C

melepaskan substansi P untuk menghantarkan impuls melalui mekanisme

pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih

tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat.

Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan

menutup mekanisme pertahanan.

Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat

menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan

menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari

serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut

dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri

dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang

memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen,

seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal

dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan


19

menghambat pelepasan substansi P. Tehnik distraksi, konseling dan

pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Perry

dan Potter, 2008).

G. Faktor yang memodifikasi persepsi anak

Anak dapat mempersepsi nyeri tanpa adanya cidera yang jelas dan

mereka dapat terus menahan cedera tanpa merasa nyeri. Nyeri dan persepsi

dan / di ekspresikan sebagai respons terhadap rangsang membahayakan

bervariasi baik di antara anak dan di dalam anak yang sama diwaktu-

waktu yang berbeda bergantung pada beragam faktor, termasuk usia,

perkembangan kognitif, gender, pengalaman belajar yang lalu,

temperament, factor budaya dan keluarga dan faktor situasional.

1. Usia

Komponen anatomik dan fungsional yang dibutuhkan untuk

mempresepsi rangsang menyakitkan sudah ada pada bayi baru lahir ini.

Peningkatan pada frekuensi denyut jantung, laju pernafasan, kortisol,

dan telapak tangan berkeringat yang berkaitan dengan nyeri, bersama

dengan penurunan oksigen transkutan, dapat di lihat dengan jelas pada

neonatus preterm dan cukup bulan yang menjalani sirkumsisi,

penusukan tumit, intubasi da pengisapan selang endotrakhea. Jelas

bahwa interpretasi dan ekspresi anak atas pengalaman nyeri berevolusi

seiring waktu.
20

Proses belajar, pengalaman terdahulu dan keterampilan komunikasi

yang lebih canggih, semua turut berperan pada perbedaan pengalaman

nyeri, eksresi dan perilaku. Meskipun demikian tidak ada bukti yang

mengesankan bahwa perubahan spesifik yang bersifat terkait usia

pada kepekaan anak terhadap nyeri bertanggung jawab atas perbedaan

yang di amati. Bahkan besar kemungkinan bahwa perbedaan yang ada

mencerminkan variasi pengalaman perkembangan yang tidak

bergantung usia.

2. Kognisi

Fungsi kognitif merupakan modulator penting persepsi anak

terhadap nyeri. Kemampuan anak berkomunikasi dan memahami isu

yang berkaitan dengan etiologi, diagnosis, serta penatalaksanaan yang

terus berubah seiring waktu. Peralihan developmental pada reaktivitas

nyeri bersesuaian dengan 3 sadium piaget mayor: preoperasional,

oprasienal konkret, dan oprasional formal dini. Seiring maturitas nak

terjadi pergeseran dengan cara berpikir, persepsi konkret menjadi lebih

abstrak, canggih, dan terarah secara psikologik, cara berpikir subjektif

dan egosentrik, menjadi lebih obyektif, dan anak pralogis semakin

lama menjadi semakin logis. Dengan pergeseran ini, definisi anak

mengenai nyeri berevolusi.awalnya nyeri di deskripsikan sebagai

istilah yang sangat konkrit seperti sesuatu atau suatu benda , dan

didefinisikan menurut suatu lokasi pada tubuh atau oleh sifat fisik yang

tidak menyenangkan. Seiring waktu, definisi kan mencakup perasaan


21

atau snsasi, tapi tanpa suatu lokasi yang spesifik, akhirnya nyeri dapat

di deskripsikan oleh anak dalam pemahaman fisiologik, psikologik,

atau psikofisiologik.

Di dalam pemikiran anak kecil hubungan antara nyeri dan

transtransgresi di dukung oleh temuan bebagai studi mengenai

pemahaman anak terhadap penyebab kondisi sakit. Jika nyeri di

rasakan sebagai bayangan hukuman atas kesalahan , anak harus di

tenangkan dengan penjelasan yang sesuai menurut usianya mengenai

etiologi seta rencana terhadap penatalaksanaan nyeri. Penenangan

khusus harus di atur sesuai tingkat keberfungsian kognitif pasien.

Sebagai contoh, kita harus berhati-hati ketka menggunakan acuan ke

waktu atau menggunakan mendiskusikan keuntungan jangka panjang

prosedur yang menyakitkan. Seorang anak 2 tahun yang sehat tidak

akan tenang dengan kalimat suntikan ini hanya kana terasa semenit

karena konsep ana tersebut terhadap waktu masih sangat kurang .

Sama halnya dengan anak usia 5 tahun tidak akan merasa nyaman

dengan pernyataan suntikan ini kan melindungimu dari campak .

Namun seorang remaja kan memahami bahwa rasa tidak nyaman

akibat imunisasai hanya akan berlangsung singkat, hanya berupa nyeri

ringan, dan penting untuk melindungi drinya dari penyakit yang dapat

dicegah. Akhirnya karena danya stress keadaan sakit akut serta kronis,

anak dapat mengalami regresi dan usia kronologik mungkin dapat


22

tidak menjadi indikator paling tepat terhadap tingkat perkembangan

kognitifnya.

3. Gender

Meskipun terdapat bukti pada bayi sekaligus anak yang lebih besar

bahwa laki-laki lebih menoleransi rasa sakit masih tidak jelas apakah

perbedaaan gender yang terlihat merupakan akibat ketidakserupaan

genetik, praktik membesarkan anak yang spesifik atau bias sosial

dalam pengukuran.

4. Pengalaman nyeri sebelumnya

Pemahaman anak terhadap kualitas sensorik, dampak emosional,

dan strategi beradaptasi yang berhubungan dengan nyeri di pengaruhi

oleh pengalaman mereka sebelumnya. Terdapat bukti bahwa kualitas

negatif atau positif pengalaman terdahulu seorang anak tentang

prosedur medis mungkin merupakan faktor yang lebih penting yang

mendorong reaksi sesudahnya, di bandingkan jumlah pemajanan pada

suatu proses tertentu. Terlepas dari kemungkinan apakah seorang anak

akan mengingat prosedur menyakitkan yang akan di lakukan, harus di

lakukan upaya untuk meminimalkaan hubungan negatif akibat potensi

dampak pada peristiwa serupa sesudahnya.

5. Temperament

Temperament adalah salah satu cara untuk mendeskripsikan gaya

perilaku karakteristik. Temperament di anggap di tentukan secara

biologik dan bersikap cukup stabil.kemampuan beradaptasi ,ritme, dan


23

pendekatan. Penarikan diri adalah tiga dimensi temperament yang

berkorelasi dengan perilaku distress yang berhubungan dengan nyeri.

6. Faktor budaya dan keluarga

Peran keluarga serta asal usul budaya pada pengalaman anak

dengan nyeri tidak terbatas pada faktor genetik meskipun beberapa

penyakit terkait nyeri tertentu di tentukan atau di pengaruh secara

genetik, respons nyeri pada konteks klinis yang lain di bentuk oleh

respons anggota keluarga terhadap nyeri mereka sendiri dan nyeri

anak.

7. Faktor situasional

Faktor psikologik dan kontekstual yang unik untuk setiap

konssituasi klinis member pengaruh luas pada pengalaman nyeri

spesifik. Sebagai contoh, perilaku orang dewasa memiliki dampak

pada respons anak terhadap nyeri (Rudolph, 2006)


24

H. Pengkajian Nyeri Bayi Baru Lahir

Penilaian nyeri secara verbal pada anak adalah sulit, terutama pada

neonatus. Karena indikator nyeri yang paling dapat di andalkan yaitu

pelaporan diri adalah tidak mungkin. Evalusi harus berdasarkan perubahan

psikologi dan observasi perilaku. (Wong, Wilson dan Hockenbery, 2011).

Ada beberapa instrumen pengkajian nyeri yang dapat digunakan untuk

menilai respon nyeri pada neonatus yang tertera pada tabel berikut :

Table 2.2 pengkajian nyeri neonatus

Dipakai pada Reliabilitas dan Variable Rentang skor


usia validitas
Neonatal pain ,Agitation , and sedation scale ( NPASS ) oleh Puchalski dan
hummel (2002)
Lahir ( usia gestasi Interrater reability Menangis (0-2) Pain score : 0 =
23 minggu ) dan menggunakan ICC: Behavior (0-2 ) no pain
full term bayi baru 0,95 CI untuk Ekspresi muka (0-2) 10 : sangat
lahir sampai 100 preintervensi dan pos Ekstremitas (0-2) nyeri
hari. intervensi sedations Tanda vital ( Sedation score
scale. Konsistensi nadi,pernafasan, : 0: tidak nyeri
internal: Preintervensi tekanan darah, SaO2 Sedation 10 :
skala nyeri , 0,75dan (0-2) nyeri berat
0,71 penilai 1 dan 2
Postintervensi skala
nyeri 0.25 dan 0,27
penilai 1 dan 2
Preintervensi sedation
scale 0.88 dan 0.81
penilai 1 dan 2
Postintervensi
sedation scale 0,86
dan 0.89 penilai 1
dan 2
Neonatal infant pain scale ( NIPS ) oleh laurance , Alcock, McGrath (1993)
Rata-rata usia Interrater reliability Ekspresi wajah 0-1 3 Tidak nyeri
Kehamilan 0,92-0,97. Lengan 0-1 > 3 Nyeri
33,5 minggu Validitas konstruk Menangis 0-1
menggunakan Kaki 0-1
ANOVA Pola nafas 0-1
25

between sebelum, Status jaga 0-1


selama dan sesudah
prosedur.
F=18,97, df=2,42,
p<0,001.
Concurrent validity
antara NIPS dan
Visual
Analog Scale (VAS)
menggunakan korelasi
pearson 0,53-0,84.
Internal consistency
menggunakan alpha
Cronbach 0,95, 0,87
dan
0,88 untuk skor
sebelum, selama dan
setelah prosedur.
CRIES oleh Krechel & Bildner (1995)
Usia gestasi Concurrent Validity Crying 0-2 0 Tidak nyeri
32-60 minggu Antara CRIES Dan Requires 10 Sangat
PIPS Increased Nyeri
= 0,72 (p<0,0001, oxygen
n=1,382). Spearmen 0-2
correlation antara Increased vital
laporan subjektif PIPS Sign
dan CRIES= 0,49 0-2
(p<0,0001, n=74). Expression 0-2
Interrater reliability Sle
menggunakan eplessness 0-2
Spearman
correlation coefficient
r=0,72 (p=0,0001,
n=680)
Scales for use in Newborn (SUN) oleh Blauer & Gerstmann (1989)
Tidak ada reliabilitas : Status CNS 0-4 0 Tidak nyeri
face validity, content Pergerakan 0-4 2 Sangat nyeri
validity, construct Pernafasan 0-4
validity menggunakan Tonus 0-4
kelompok ekstrim Denyutjantung 0-4
Wajah 0-4
Rata-rata
tekanan darah
0-4
26

Premature Infant Pain Profile (PIPP) oleh stevens, Johnson, Petryshen, dkk.,
(1996)
28-40 minggu Internal consistency Usia kehamilan 0-3 0 Tidak nyeri
menggunakan alpha Mata berkerut 0-3 21 Sangat
cronbach 0,75-0,59, Status tingkah Nyeri
standarisasi system laku
alpha untuk 6 item 0-3
0,71. Bibir melipat
Validitas konstruk kedalam
menggunakan 0-3
handling Denyut jantung 0-3
vs painful situation Saturasi oksigen 0-3
berbeda secara Alis menonjol 0-3
statistik
(paired t= 12,24, 3-
tailed
P<0,0001, Mann
Withney U=765,5,
p<0,00001) dan
menggunakan real vs
sham heel stick
procedures dengan
usia
bayi 28-30 minggu
(t=2,4, 2 tailed
p<0,002,
dan Mann withney
U=132, p<0,16) dan
dengan bayi laki-laki
cukup bulan dengan
sirkumsisi dengan
anastesi topikal vs
plasebo (t=2,6, 2-
tailed
p<0,02, atau non
parametrik equivalen
Mann withney U test=
145,7, 2-tailed
p<0,02)
Sumber : Wong, Wilson dan Hockenbery ( 2011)
27

Neonatal Infant Pain Scale (NIPS )

NIPS digunakan untuk menilai skala nyeri pada bayi prematur dan neonatus

cukup bulan. NIPS menilai indikator nyeri melalui ekspresi wajah, tangisan pola

nafas, pergerakan lengan dan kaki serta status istirahat/tidur. Perhitungan skala

nyeri NIPS dikategorikan menjadi nyeri dan tidak nyeri dengan total skor 7. Hasil

penilaian dikatakan tidak nyeri jika total skor 3 dan dikategorikan nyeri bila

total skor > 3 (Malarvizhi et al, 2012).

Table 2.3 parameter instrument neonatal infant pain scale

Parameter Respon neonatus Skor


Ekspresi wajah Relaksasi 0
Meringis 1
Tangisan Tidak menangis 0
Meringis 1
Menangis kuat 2
Gerakan lengan Relaksasi 0
Fleksi/ ekstensi 1
Gerakan tungkai Relaksasai 0
Fleksi/ekstensi 1
Status terjaga Tidur/bangun 0
Rewel 1
Pola nafas Relaksasi 0
Perubahan pola nafas 1
28

I. Manajemen nyeri neonatus

Dalam review jurnal yang berjudul Non-Pharmacological Pain Management

In Newborn dijelaskan tentang beberapa strategi nonfarmakologis untuk

mencegah atau mengurangi nyeri pada bayi baru lahir, yaitu :

1. Pengaturan Posisi

Perubahan atau pengaturan posisi bayi membuat bayi merasa lebih

nyaman. Posisi telungkup mengurangi nyeri dan stress setelah dilakukan

prosedur invasif dan mempertahankan stabilitas.

2. Stimulasi olfaktori dan multisensory

a. Kangaroo Care dan sentuhan ibu

Penelitian terhadap 74 neonatus preterm dengan masa gestasi lebih

dari 32 minggu menjelaskan bahwa kangaroo care menyebabkan

penurunan respon nyeri, yang diukur dengan menggunakan Prematur

Infant Pain profile (PIPP). Sebuah meta-analisis menggambarkan

bahwa efek pencegahan nyeri terbesar terjadi dengan adanya

ketenangan ibu jika dibandingkan dengan pelukan dan pengaturan

posisi.

b. Pijatan

Gerakan teratur dan berulang-ulang memiliki pengaruh dalam

menurunkan nyeri dengan cara menenangkan dan mengurangi

tangisan.
29

c. Non-nutritive dan nutritive sucking

Non-nutritive sucking adalah meletakkan pacifier pada mulut bayi

untuk meningkatkan perilaku penghisapan tanpa ASI atau susu

formula. Sebagai akibat dari non-nutritive sucking, mereka menjadi

lebih tenang dan perhatian, dan menangis berkurang. Penggunaan

metode penghisapan menyebabkan peningkatan pelepasan serotonin

yang secara langsung maupun tidak langsung menurunkan transmisi

stimulus nyeri. Non-nutritive .sucking pada pacifier atau pada kain

wool juga menghasilkan penurunan yang signifikan pada denyut

jantung.

d. Pemberian pemanis

Gula atau pemanis oral lainnya yang digunakan sendiri atau bersamaan

dengan pacifier menurunkan nyeri yang disebabkan oleh prosedur

yang menimbulkan nyeri pada bayi baru lahir. Penelitian yang

dilakukan oleh Huang et.al (2004) pada 32 bayi preterm menemukan

bahwa pemberian pemanis oral efektif untuk mengurangi nyeri, yang

diukur dengan instrument PIPP untuk bayi yang usia gestasinya kurang

dari 31 minggu.

e. Air susu ibu

ASI memiliki efek analgesik yang dapat mengurangi nyeri pada bayi

baru lahir.
30

f. Dextros 25% dan skin to skin contact

Dextrose 25% dan skin to skin contact adalah kolaborasi dua terapi

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri tindakan invasif. Penelitian

yang dilakukan oleh chermont et al (2009) mengkolaborasi 2 strategi.

Terapi tersebut telah teruji keefektifannya dalam mengurangi nyeri

pada bayi baru lahir selama dilakukan tindakan invasif.

3. Menurunkan stimulus lingkungan

Stimulus seperti cahaya yang terang dan suara bising dapat menyebabkan

peningkatan stimulasi pada bayi baru lahir. Untuk alasan ini, mengurangi

stimulus lingkungan dapat menenangkan bayi dan secara tidak langsung

mengurangi nyeri.

4. Musik

Tanpa mempertimbangkan tipe musik, efek positif terhadap respon nyeri

banyak sekali dipaparkan, seperti membuat denyut nadi lebih teratur dan

frekuensinya menurun, menenangkan secara psikologis, dan peningkatan

saturasi oksigen. Musik menurunkan respon nyeri jika dikombinasikan

dengan non-nutritive sucking yang ditunjukkan oleh Neonatal Infant Pain

Scale.

5. Menyelimuti bayi

Penelitian menjelaskan bahwa memfasilitasi untuk menyelimuti bayi

merupakan intervensi pencegahan/penurunan nyeri yang efektif. Dengan

menyelimuti bayi, maka akan menurunkan denyut nadi. Pada penelitian

terhadap 40 bayi preterm yang diinkubator dan terpasang ventilator


31

dengan usia gestasi antara 23 sampai 32 minggu, menyelimuti bayi selama

tindakan penghisapan endotrakeal dapat mencapai penurunan nyeri yang

signifikan.

J. Penggunaan Aplikasi Evidence Base dalam Penurunan Nyeri Pada

Bayi

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sajedi et.al (2007) berjudul

the effect of kangaroo care on physiologic responses to pain of an

intramuskular injection in neonates, peneliti menyimpulkan bahwa

kangaroo care yang diberikan sebelum dilakukan injeksi sangat efektif

untuk mengurangi nyeri karena injeksi. Hal ini merupakan analgesik yang

sederhana, aman, dan efektif dan harus dipertimbangkan untuk prosedur

invasif minor pada bayi baru lahir. Dengan metode kangaroo care (kontak

kulit) ini, denyut jantung selama prosedur dan 3 menit setelah injeksi pada

neonatus yang diberikan intervensi kangaroo care lebih rendah daripada

neonatus kelompok kontrol (P 0.001). Rata-rata saturasi oksigen darah

selama dan 3 menit setelah injeksi pada neonatus yang diberikan intervensi

kangaroo care secara signifikan lebih tinggi daripada neonatus kelompok

kontrol (P 0.001). Neonatus lebih sensitif terhadap stimulus melalui kulit

daripada orang dewasa dan penusukan kulit berulang mempengaruhi

persepsi nyeri mereka dan reaksi perilaku serta reaksi anatomis terhadap

nyeri. Kangaroo care memiliki kemampuan untuk deaktivasi aksis

hipotalamo-pituitari-adrenal (HPA) dan dapat menyebabkan perubahan


32

respon nyeri. Kangaroo care diduga sebagai sebuah bentuk sentuhan yang

meningkatkan kemampuan bayi untuk mengurangi efek dari faktor-faktor

yang menyebabkan nyeri karena kangaroo care meningkatkan sekresi

opioid peptid. Pada hewan, stimulasi non-noxious, seperti kontak kulit

dengan kulit, pijatan, dan temperatur hangat yang nyaman, menyebabkan

pelepasan oksitosin yang menghambat efek antinosiseptif pada tindakan

ini. Penggunaan metode kontak kulit ibu dengan kulit bayi memungkinkan

terjadinya kontak yang dekat secara simultan dan adanya menghisap

selama kontak dapat mencegah aktivasi jalur aferen ke otak, mencegah

aktivasi kortisol, kemudian mempengaruhi memori. Penelitian ini

merekomendasikan untuk memberikan kontak kulit dengan kulit 10 menit

sebelum dilakukan prosedur invasif dan selama prosedur dilakukan

sebagai metode nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri pada neonatus.

Penelitian Steven et.al yang dipublikasikan pada tahun 2010

berjudul Sucrose for analgesia in newborn infants undergoing painful

procedures, menjelaskan bahwa sukrosa aman dan efektif untuk

mengurangi nyeri karena prosedur dari satu jenis tindakan. Dosis yang

optimal tidak dapat diidentifikasi dengan jelas. Penggunaan sukrosa

berulang pada bayi baru lahir dan penggunaannya dengan kombinasi

antara sukrosa dengan intervensi nonfarmakologis lainnya (misalnya

intervensi perilaku, fisik) dan intervensi farmakologis dibutuhkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Chermont, A.G, et al. (2009) yang

berjudul skin to skin contact and/oral dextrose 25% for procedural pain
33

relief for term newborn infant. Kedua strategi nonfarmakologis tersebut

(kontak kulit dengan kulit dan pemberian dextrose 25% per oral) telah

teruji keefektifannya dalam mengurangi nyeri pada bayi baru lahir selama

dilakukan prosedur invasif. Kombinasi antara dua strategi

nonfarmakologis tersebut secara signifikan dapat menurunkan skor nyeri

pada bayi baru lahir. Hal ini disebabkan karena kombinasi tersebut lebih

efektif dalam merangsang pelepasan opioid endogen, sehingga jumlah

opioid endogen yang dikeluarkan oleh tubuh semakin banyak.

Anda mungkin juga menyukai