Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan
rahmat, hidayah dan karunia-Nya jugalah sehingga penulisan makalah tentang
Kelainan Kongenital pada Anak (Hipotiroidisme Kongenital) dapat terselesaikan
dengan baik sebagaimana yang diharapakan.

Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah ikut terlibat dalam penyusunan makalah ini terutama dosen mata kuliah
Keperawatan Anak yang telah membimbing serta mengarahkan penulis. Penulis
juga menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena
disamping keterbatasan pengetahuan, juga yang utama bahwa kita adalah manusia
biasa yang tak pernah luput dari salah dan dosa.

Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun penulis sangat
harapkan kepada semua pembaca sebagai media intropeksi sekaligus sebagai
pertimbangan pada penyusunan makalah selanjutnya. Akhir kata penulis ucapkan
wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Kendari, Januari 2013

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hipotiroidisme merupakan penyakit yang sering kali ditemukan dalam


masyarakat. Hipotiroidisme kongenital merupakan kelainan kelenjar tiroid yang
sudah ada pada waktu lahir atau sebelumnya. Penyakit ini disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu kelainan anatomis berupa tidak terbentuknya kelenjar tiroid
(agenesis/ atiroid), hipotrofi, atau kelenjar terletak tidak pada tempatnya (ektopik).
Selain itu kelainan genetik, kekurangan atau kelebihan iodium, serta gangguan
sintesis hormon tiroid atau dishormogenesis juga dapat menyebabkan
hipotiroidisme kongenital.

Penyakit ini akan memberikan dampak pada keterbelakangan individu, baik itu
fisik maupun mental. Jika hal ini dibiarkan dan tanpa ada usaha yang dilakukan
untuk meminimalkan jumlah penderita hipotiroidisme maka rakyat Indonesia akan
terus berada dalam keterbelakangan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk menjelaskan kelainan kongenital
pada anak yaitu hipotiroidisme kongenital.
2. Tujuan khusus:
a. Menjelaskan definisi hipotiroidisme kongenital.
b. Menjelaskan penyebab atau etiologi hipotiroidisme kongenital.
c. Menjelaskan tanda dan gejala hipotiroidisme kongenital.
d. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk hipotiroidisme kongenital.
e. Menjelaskan prognosis hipotiroidisme kongenital.
f. Menjelaskan penanganan hipotiroidisme kongenital.

C. Metode Penulisan
Data ini kami kumpulkan dengan menggunakan referensi buku dan mencari data
dari internet.

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini kami susun dengan membagi perbab.
Bab 1 menjelaskan tentang latar belakang, tujuan (umum dan khusus), metode
penulisan, sistematika penulisan.
Bab 2 menjelaskan tentang tinjauan teoritis mengenai patologi dan komplikasi
ibu postpartum.
Bab 3 menjelaskan tentang macam komplikasi ibu postpartum,
etiologi,patologi, menifestasi klinik, dan penanganannya.
Bab 4 menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hipotiroidisme Kongenital adalah penyakit bawaan akibat kekurangan hormon
tiroid. Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid yang mempunyai
peran penting dalam pertumbuhan, metabolisme, dan pengaturan cairan tubuh.
Hipotiroidisme kongentital dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Hipotiroidisme Kongenital menetap
2. Hipotiroidisme Kongenital transien
Hipotiroidisme kongenital dapat menyebabkan retardasi mental dan kegagalan
pertumbuhan. Disebabkan karena tidak adekuatnya produksi hormone tiroid pada
bayi baru lahir karena defek anatomik kelenjar tiroid, inborn error metabolism tiroid
atau defisiensi yodium. Kira kira satu dari 3000 bayi lahir dengan Hipotiroid
Kongenital, meskipun kelainan ini jarang tetapi mungkin saja terjadi pada bayi ibu.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa bayi dengan kelainan hipotiroid
kongenital yang diobati sebelum berusia tiga bulan mempunyai kemungkinan
mencapai tingkat intelegensil IQ > 90 (normal) yaitu berkisar antara 75 85%.
Sedangkan yang diobati setelah berusia tiga bulan, 75%nya tetap menderita
keterbelakangan mental atau dapat menjadi normal namun dengan beberapa
permasalahan antara lain kesulitan belajar, kelainan tingkah laku, atau kelainan
neurologist non spesifik.

B. Etiologi
Hipotiroidisme kongenital disebabkan oleh kekurangan iodium dan hormon
tiroid yang terjadi sebelum atau segera sesudah penderita dilahirkan. Hipotiroidisme
kongenital atau kretinisme ini mungkin sudah timbul sejak lahir atau menjadi nyata
dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Hipotiroidisme ini mempunyai gejala-
gejala yang sangat kompleks dan bermacam-macam manifestasinya.
Hormon tiroid yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok)
dibutuhkan sepanjang hidup manusia untuk mempertahankan metabolisme serta
fungsi organ dan peranannya sangat kritis pada bayi yang sedang tumbuh pesat.
Kekurangan hormon tiroid sejak lahir (hipotiroid kongenital) bila tidak diketahui dan
diobati sejak dini akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Hipotiroidisme kongenital bisa disebabkan oleh berbagai kelainan seperti misalnya
kelainan anatomis berupa tidak terbentuknya kelenjar tiroid (agenesis/ atiroid),
hipotrofi, atau kelenjar terletak tidak pada tempatnya (ektopik). Selain itu kelainan
genetik, kekurangan atau kelebihan iodium, serta gangguan sintesis hormon tiroid
atau dishormogenesis juga dapat menyebabkan hipotiroidisme kongenital.
C. Tanda dan Gejala
Klinisi semakin menjadi tergantung pada uji skrening neonatus unntuk
diagnosis hipotiroidisme congenital. Namun, kesalahan laboratorium terjadi, dan
menyadari tada-tanda dan gejala-gejala awal harus dipertahankan. Hipotiroidisme
congenital jarang dikenali pada bayi baru lahir karena tanda-tanda dan gejala-
gejalanya biasanya tidak cukup berkembang. Hipotiroidisme ini dapat dicurigai dan
diagnosis ditegakkan selama umur minggu-minggu awal jika terdapat manifestasi
awal tetapi kurang khas dikenali. Berat badan dan panjang lahir adalah normal,
tetapi ukuran kepala dapat sedikit meningkat karena miksidema otak. Ikterus
fisiologis yang berkepanjangan, yang disebabkan oleh maturasi koyogasi glukoronid
yang terlambat, mungkin merupakan tanda paling awaal. Kesulitan memberi makan,
terutama kelambanan, kurang minat, mengantuk dan serangan tersedat selama
menyusui, sering muncul sealam umur bulan pertma. Kesulitan pernapasan,
sebagian karena lidah yang besar, teramsuk episode apnea, pernapasan berisik,
dan hidung tersumbat. Sindrom distress pernapasan khas juga dapat terjadi. Bayi
sedikit terkena menangis, banyak tidur, tidak selera makan, dan biasanya lamban.
Mungkin aada konstipasi yang biasanya tidak berespons terhadap pengobatan.
Perut besar, dan hernia umblikalis biasanya ada. Suhu badan subnormal, sering di
bawah 350C, dan kulit, terutama tungkai, mungkin dingin dan burik. Edema genital
mungkin ada. Nadi lambat; bising jantung, kardiomegali, dan efusi pericardium tidak
bergejala adalah biasa. Anemia sering ada dan refrater terhadap pengobatan
dengan hematinik. Karena gejala-gejala muncul secara bertahap, diagnosis
seringkali terlamabat.
Maniffestasi ini berkembang; retardasi perkembangan fisik dan mental menjadi
lebih besar selama bulan-bulan berikutnya, pada usia 3-6 bulan, gambaran klinis
berkembang sepenuhnya. Bila hanya ada defisiensi hormone tiroid parsial,
gejalanya dapat lebih ringan, sindromnya tidak penuh, dan mulainya terlambat.
Meskipun air susu ibu mengandung sejumlah hormone tiroid, terutama T 3, hormone
ini tidak cukup melindungi bayi yang menyusu dengan hipotiroidisme congenital,
dan tidak mempunyai pengaruh pada uji skrining tiroid neonatus.
Pertumbuhan anak tersendat, tungkai pendek, dan ukuran kepala normal atau
bahkan meningkat. Fontanella anterior dan posterior terbuka lebar; pengamatan
tanda ini pada saat lahir dapat berperan sebagai pedoman awal untuk mengenali
awal hipotiroidisme congenital. Matanya namapak terpisah lebar, dan jembatan
hidung yang lebar adalah cekung. Fissure palpebra sempit dan klopak mata
membengkak. Mulut terbuka, dan lidah yang tebal serta lebar terjulur keluar.
Tumbuh gigi terlambat. Leher pendek dan tebal, dan dapat ada endapan lemak di
atas klavikula dan di antara leher dan bahu. Tangan lebar dan jari pendek. Kulit
kering dan bersisik, dan sedikit berkeringat. Miksedema Nampak, terutama pada
kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genetalia eksterna.
Perkembangan biasa terlamabatnya terlamabat. Bayi hipotiroidisme tampak
lesu dan lamaban dalam belajar duduk dan berdiri. Suaranya serak, dan bayi ini
tidak belajar berbicara. Tingkat retardasi fisik dan mental meningkat sejalan dengan
usianya. Maturasi seksual dapat terlambat atau tidak terjadi sama sekali.
Manifestasi Klinis pada Hipotiroidisme Didapat. Perlambatan pertumbuhan
biasanya merupakan manifestasi klinis pertama, tetapi tanda ini sering lewat tanpa
diketahui. Perubahan miksidematosa kulit, konstipasi, intoleransi dingin, energy
menurun, bertambahnya kebutuhan untuk tidur berkembang secara diam-diam.
Beberapa anak datang dengan nyeri kepala, masalah penglihatan, pubertas
prekoks, atau galaktorrea. Anak-anak ini biasanya mengalami pembesaran
hiperplastik kelenjar pituitaria, seringkali dengan perluasan suprasella, setelah
hipotiroidisme yang lama; keadaan ini dapat terkelirukan dengan tumor kelenjar
pituitaria
Semua perubahan ini kembali menjadi normal dengan pergantian T 4 yang
cukup, tetapi pada anak dengan hipotiroidisme yang berlangsung lama,
pertumbuhan susulan mungkin tidak sempurna. Selama 18 bulan pertama
pengobatan, maturasi skleton sering melebihi pertumbuhan linear yang diharapkan,
yang menyebabkan hilangnya sekitar 7 cm ketinggian dewasa yang diharapkan.
Penyebab hl ini belum diketahui.

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang yang mengalami
keterlambatan dalam pertumbuhan , disgenesis epifisis, dan keterlambatan
perkembangan gigi. Tes-tes laboratorium yang digunakan untuk memastikan
hipotiroidisme antara lain: kadar tiroksin dan triyodotironin serum yang rendah, BMR
yang rendah, dan peningkatan kolesterol serum.
1. Semua kasus yang diduga hipotiroid harus diperiksa: kadar T 4 serum rendah dan
ini menstimulasi sekresi TSH oleh hipofisis (meningkat pada hipotiroidisme
primer).
2. Anemia (normokromik atau makrositik).
3. EKG menunjukan denyut jantung yang lambat dan voltase rendah dengan
gelombang T mendatar atau terbalik.
4. Peningkatan titer antibody tiroid. NB; periksa penggunaan obat antitiroid,
misalnya litium, amiodaron. Amiodaron kaya akan iodium dan juga menghambat
konversi T4 menjadi T3 perifer, sehingga pemeriksaan tiroid sulit
diinterprestasikan. Sebelum memulai terapi dengan amiodaron, kadar T 3, T4, dan
TSH basal harus diperiksa untuk mengidentifikasi gangguan tiroid yang
mendasari/
Data Laboratrium pada Hipotiroidisme Kongenital.
Kebanyakan program skrening bayi lahir di amerika Utara mengukur adar T 4.
Ditambah dengan pengukuranTSH bila T 4 rendah. Pendekatan ini mengenali bayi
dan dengan hipotiroidisme primer, penderita dengan globulin penyakit tiroksin
(thyroxine-binding globulin (TBG)) yang rendah dan beberapa dengan
hipotiroidisme hipotalamus atau hipotuitaria dan bayi dengan hipertiroksinemia.
Program skrenong neonatus di Jepang dan Eropa didasarkan TSH primer;
pendekatan ini gagal mengenali bayi dengan hipotiroksinemia, TBG rendah, dan
hipotiroidisme hipotalamus atau hipotuitaria tetapi dapat mendeteksi bayi-bayi
edngan hipotiroidisme terkompensasi (T 4 normal, TSH meningkat). Dengan salah
satu dari pemeriksaan ini perawatan khusus perlu diberikan kisaran niai normal
menurut usia penderita, terutama pada umur minggu-minggu. Tanpa melihat
pendekatan yang digunakan pada skrening, beberapa bayi lolos dari deteksi karena
kesalahan manusia atau kesalahan teknis; klinisi harus tetap waspada pada
menifestasi klinis hipotiroidisme.
Kadar T4 serum rendah; kadar T4 serum dapat normal dan tidak bermanfaat
pada diagnosis. Jika efeknya terutama pada tiroid, kadar TSH meningkat, sering di
atas U/ml. kadar prolaktin serum meningkat, berkolerasi dengan kadar TSH serum.
Kadar Tg serum biasanya rendah pada bayi dengan disgenesis tiroid atau defek
sintesis atau sekresi Tg. Kadar Tg yang tidak dapat dideteksi biasanya
menunjukkan aplasia tiroid. Perhatian khusus harus diberikan pada kembar
monoaminon, karena setidaknya pada empat kasus skrening neonatus gagal
mendeteksi kembar yang tidak terkena, kadar T 4 dan TSH serum bayi kembar yang
terkena dinormaisasi pada skrining awal.
Retardasi perkembangan tulang dapat ditujukan dengan rontgenografi pada
saat lahir pada sekitar 60% bayi hipotiroid congenital dan menunjukkan beberapa
kehilangan hormone tiroid selama kehidupan intrauterine. Misalnya epifis femoris
distal, yang normalnya ada pada saat lahir, seringkali tidak ada. Pada penderita
yamg tidak diobati, ketidaksesuaian antara usia kronologis dan perkembangan
tulang bertambah. Roentgenogram tengkorak menunjukkan fontanella besar dan
sutura lebar; tulang tengkorak menunjukkan fontanella besar dan sutura lebar.
Pembesaran jantung atau efusi pericardium dapat ada.
Skitigrafi dapat membantu memperjelas penyebab yang mendasari pada bayi
dengan hipotiroidisme congenital, tetapi pengobatan tidak boleh teralu lambat
125 99m
karena penelitian ini. I-natrium yodida lebih unggul daripada Tc-natrium
pertehnat untuk tujuan ini. Pemeriksaan ultrasuara tiroid atau kadar Tg serum bukan
alternative yang dapat dipercaya untuk skening radionuklida. Peragaan jaringan
tiroid ektopik diagnostic tiroid dan membutuhkan pengobatan seumur hidup dengan
T4. Kegagalan memperagakan suatu jaringan tiroid menunjukkan adanya aplasia
tiroid tetapi juga terjadi pada neonatus dengan TRBAb dan pada bayi dengan defek
penangkapan-yodium. Kelenjar tiroid yang terletak normal menunjukkan defek pada
biosintesis hormone tiroid. Penderita hipotiroidisme gondo mungkin memerlukan
evaluasi yang luas, termassuk pemeriksaan radioyodium, uji cairan perkhlorat,
penelitian kinetic, khromatografi, dan pemeriksaan jaringan tiroid, bila harus
ditentukan sifat biokimia defek.
Elektrokardiogram dapat menunjukkan gelombang P dan T voltase rendah
dengan amplitude kompleks QRS yang menurun dan menunjukkan fungsi ventrikel
kiri jelek dan adanya efusi pericardium. Elektroensefalogram sering menunjukkan
voltase yang rendah. Pada anak di atas umur 2 tahun, kadar kolesterol serum
biasanya mningkat.
Temuan laboratorium diagnostic adalah penurunan T 4 serum disertai
penyerapan T3yang rendah.
Gambaran Radiologis. Ambilan iodium radioaktif dan sken tiroid biasanya tidak
banyak gunanya pada hipotiroidisme. Tetapi, sken harus dilakukan jika terdapat
keraguan mengenai nodularitas tiroid.

E. Prognosis
Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiroidisme
congenital, prognosis untuk bayi yang terkena telah baik secara dramatis. Diagnosis
awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama memungkinkaan
pertumbuhan linear yang normal dan intelegensianya setingkat dengan saudara
kandung yang tidak terkena. Beberapa program skrening melaporkan bahwa
kebanyakan bayi yang terkena berat, seperti yang terlihat pada kadar T 4 terendah
dan maturasi skeleton yang retardasi, mengalami sedikit pengurangan IQ dan
skuele neuropsikologis lain. Tanpa pengobatan, bayi yang terkena menjadi cebol
dengan defisiensi mental.hormon tiroid penting untuk perkembangan otak normal
pada ulan-bulan awal pasca lahir; diagnosis biokimia harus dibuat segera dimulai
untuk mencegah kerusakan otak irreversible. Penangguhan diagnosis, pengobatan
yang tidak cukup, dan ketaatan yang jelek mengakibatkan berbagai tingkat
kerusakan otak. Bila mulainya hipotiroidisme terjadi setelah umur 2 tahun, ramalan
untuk perkembangan normal juah lebih baik walaupun diagnosis dan
pengobatannya terlambat menunjukan betapa pentingnya hormone tiroid untuk
kecepatan perkembangan otak bayi.
F. Penatalaksanaan
Begitu diagnosis hipothyroid kongenital ditegakkan, dapat dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk menentukan etiologi dasar penyakit. Bila hal ini tidak
memungkinkan, treatment awal dengan L-thyroxine harus segera dilaksanakan.
Dosis awal pengobatan dengan L-thyroxine adalah 10-15 g/kgBB/hr yang
bertujuan segera mencapai kadar hormon tiroksin yang adekuat. Pada pasien
dengan derajat hipothyroidisme yang berat, ditandai dengan terbukanya fontanela
mayor, harus diberikan dosis yang lebih besar, yaitu lebih besar dari 15g/kgBB/hr.
Selanjutnya, diikuti dengan terapi maintenence dimana besar dosis mentenence
disesuaikan kondisi pasien. Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan kadar
hormon tiroksin dan free T4 dalam batas normal, yaitu 10-16 g/dL untuk hormon
tiroksin dan 1.4 - 2.3 ng/dl untuk free T4.4
Untuk hipothyroidisme kongenital, satu-satunya terapi adalah dengan
replacment hormon.
Dalam tatalaksananya, yang paling penting adalah follow up dan montoring
terapi untuk memepertahankan kadar TSH dan T4 plasma dalam ambang normal.
Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic
trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila ada
perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian +
100 g/m2/hari.
Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3,
T4, dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid.

BAB III
PEMBAHASAN

Di indonesia hipotiroidisme kongenital sangat sering terjadi yaitu disfungsi


hormon tiroid akibat kekurangan produksi hormon tiroid atau kekurangan iodium
bahkan bisa disebabkan karena dishormogenesis segera setelah dilahirkan. Hal ini
sangat berbahaya mengingat hormon tiroid berfungsi dalam proses proses
pertumbuhan dan metabolisme tubuh.
Jika kekurangan hormon tiroid maka anak akan mengalami keterbelakangan
mental atau jika tidak anak akan mengalami kesulitan belajar, kelainan tingkah laku,
atau kelainan neurologist non spesifik.

Tanda dan gejala yang lebih spesifik lagi dapat dilihat pada bayi yang baru
lahir. Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala dapat
sedikit meningkat karena miksidema otak. Ikterus fisiologis yang berkepanjangan,
yang disebabkan oleh maturasi koyogasi glukoronid yang terlambat. Kesulitan
memberi makan, terutama kelambanan, kurang minat, mengantuk dan serangan
tersedat selama menyusui, sering muncul sealam umur bulan pertama. Kesulitan
pernapasan, sebagian karena lidah yang besar, teramsuk episode apnea,
pernapasan berisik, dan hidung tersumbat. Sindrom distress pernapasan khas juga
dapat terjadi. Bayi sedikit terkena menangis, banyak tidur, tidak selera makan, dan
biasanya lamban. Suhu badan sering di bawah 35 0C. Nadi lambat; bising jantung,
kardiomegali, dan efusi pericardium tidak bergejala adalah biasa. Anemia sering
ada.

Manifestasi ini berkembang, yaitu dengan tejadinya pertumbuhan yang lambat


dan perkembangan mental yang terlambat pula serta terjadi kelinan pada jantung.
Meskipun air susu ibu mengandung sejumlah hormone tiroid, terutama T 3, hormone
ini tidak cukup melindungi bayi yang menyusu dengan hipotiroidisme congenital.

Bayi yang mengalami hipotiroiisme kongenital dalam pemeriksaan radiologi


akan memperlihatkan tulang yang pendek. Pada pemeriksaan laboratorium, anak
memiliki kadar triiodotironin serum yang rendah bahkan anak mengalai anemia.
Selain itu pada pemeriksaan jantung didapat denyut jantung yang lambat.

Pemeriksaan dan penentuan diagnosa untuk bayi yang terkena hipotiroid akan
mencegah terjadinya tanda dan gejala yang akan di alami penderita hipotiroid..
Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama
memungkinkaan pertumbuhan tulang yang normal dan intelegensianya setingkat
dengan saudara kandung yang tidak terkena.

Begitu diagnosis hipothyroid kongenital ditegakkan, dapat dilakukan


pemeriksaan tambahan untuk menentukan etiologi dasar penyakit. Kemudian
pemberian L-thyroxine harus segera dilaksanakan. Pada pasien dengan derajat
hipothyroidisme yang berat, ditandai dengan terbukanya fontanela mayor, harus
diberikan dosis yang lebih besar. Setelah itu, kadar tiroksin harus di pertahankan
dalam batas normal.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam tubuh, hormon tiroid berfungsi dalam proses pertumbuhan dan


metabolisme. Hipotiroidisme kongenital adalah disfungsi hormon tiroid akibat
kekurangan produksi hormon tiroid atau kekurangan iodium bahkan bisa
disebabkan karena dishormogenesis saat dilahirkan. Kekurangan hormon ini dapat
dilihat dengan tanda dan gejala yang paling nampak yaitu terjadi keterbelakangan
mental dan gangguan pada pertumbuhannya dan gejala lain yaitu terjadi sindrome
disstres pernapasan, suhu tubuh yang kurang dan gangguan pada jantung bayi.
Pada anak penderita hipotiroidisme kongenital, dapat di berikan hormon ini dan
harus tetap dijaga keseimbangannya dalam ambang normal dalam tubuh.

B. Saran
Selaku penyusun makalah ini. Saya berharap setelah membaca makalah ini, dapat
meningkatkat pemahaman para pembaca mengenai kelainan kongenital khususnya
hipotiroidisme sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat saat melihat kejadian
ini jika berlangsung dimasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Hassan, rusepno. 1985. Ilmu Kesehatan anak. Fakultas kedokteran universitas


indonesia: jakarta.
http://keperawatananak-dengan-kelainan-kongenital-hipotiroidismekongenital-mmgdcc.
20-01-2013.

Anda mungkin juga menyukai