Korosi atau secara awam lebih dikenal dengan istilah pengkaratan merupakan fenomena
kimia pada bahan-bahan logam di berbagai macam kondisi lingkungan. Penyelidikan tentang
sistim elektrokimia telah banyak membantu menjelaskan mengenai korosi ini, yaitu reaksi kimia
antara logam dengan zat-zat yang ada di sekitarnya atau dengan partikel-partikel lain yang ada di
dalam matrik logam itu sendiri. Jadi dilihat dari sudut pandang kimia, korosi pada dasarnya
merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang kontak langsung dengan
Korosi merupakan masalah teknis dan ilmiah yang serius. Di negara-negara maju
sekalipun, masalah ini secara ilmiah belum tuntas terjawab hingga saat ini. Selain merupakan
masalah ilmu permukaan yang merupakan kajian dan perlu ditangani secara fisika, korosi juga
menyangkut kinetika reaksi yang menjadi wilayah kajian para ahli kimia. Korosi juga menjadi
masalah yang serius dalam dunia konstruksi dan material karena sangat merugikan. Hal ini
dikarenakan korosi dapat mengurangi kemampuan suatu konstruksi dalam memikul beban. Usia
suatu konstruksi menjadi berkurang dari waktu yang sudah direncanakan. Tidak hanya itu
apabila tidak di antisipasi lebih awal maka akan mengakibatkan kerugian-kerugian yang lebih
robohnya suatu konstruksi, meledaknya suatu pipa/bejana bertekanan dan mungkin juga dapat
pada bahan logam di berbagai macam kondisi lingkungan. Jika dilihat dari sudut pandang kimia,
korosi merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan yang kontak langsung dengan
lingkungan air dan oksigen (Simposium Nasional, 2002). Sedangkan versi lain menyebutkan
korosi adalah proses alami yang terjadi pada material logam yang berakibat menurunnya
kekuatan dari material logam tersebut. Proses korosi yang terjadi secara alami sangat sulit
dihindari, usaha yang dilakukan hanya dapat menghambat laju korosi yang terjadi dengan cara
melakukan pencegahannya (preventif). Pada umumnya korosi yang paling banyak terjadi adalah
korosi oleh udara dan air. (Fontana, 1987). Selain itu, jenis korosi yang juga sering ditemui
dalam kehidupan sehari-hari adalah korosi atmosferik. Korosi atmosferik terjadi karena adanya
interaksi logam dengan lingkungan sekitar seperti pengaruh suhu, kelembapan, dan gas-gas
polutan di udara. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian mengenai kemampuan komposit
Korosi selalu menimbulkan kerugian baik kerugian yang bersifat langsung maupun yang
berdampak tidak langsung. Kerugian yang diakibatkan karena korosi dalam proses konstruksi
antara lain:
6. pencemaran lingkungan,
Semua kerugian tersebut tentu menimbulkan kerugian dalam hal ekonomi. Seperti
misalnya dengan kapasitas produksi yang menurun akibat korosi maka pemasukan dari produk
yang dihasilkan pun akan berkurang. Contoh lain misalnya korosi yang mengakibatkan suatu
produksi atau konstruksi berhenti atau bahkan shut down, tentunya dengan berhentinya produksi
tersebut maka biaya perawatan produk yang belum terselesaikan tersebut mengalami
pembengkakan. Lebih parah kerugiannya apabila produksi tersebut berhenti total (shut down)
akibat korosi, tentunya biaya yang telah diinvestasikan untuk proses produksi maupun kontruksi
tidak dapat dikembalikan akibat tidak adanya benefit yang diperoleh dari produksi tersebut
akibat proses produksinya berhenti total. Contoh lainnya apabila korosi menyebabkan gangguan
kesehatan dan keselamatan para pekerja di suatu proyek konstruksi, hal tersebut dapat merugikan
dari segi ekonomi karena adanya biaya kesehatan yang harus dibayarkan pada pekerja yang
mengalami gangguan kesehatan. Korosi juga merugikan dari segi ekonomi apabila menyangkut
umur, penyusutan dan efisiensi pemakaian suatu bahan maupun peralatan dalam kegiatan
industri. Milyaran Dolas AS telah dibelanjakan setiap tahunnya untuk merawat jembatan,
peralatan perkantoran, kendaraan bermotor, mesin-mesin industri, peralatan elektronik dan pipa
baja karbon pada penyulingan minyak bumi. Banyak negara telah berusaha menghitung biaya
korosi nasional dengan cara yang berbeda-beda, umumnya jatuh pada nilai yang berkisar antara
1,5-5,0 % dari GNP. Para praktisi saat ini cenderung sepakat untuk menetapkan biaya korosi
1. Manajemen Korosi
Untuk menangani permasalahan korosi maka perlu dilakukan suatu perangkat yang dapat
memberikan suatu solusi dan terintegrasi berbagai metode pengendalian dan penanggulangan
masalah korosi termasuk juga dengan memperhitungkan kepentingan perusahaan sehingga dapat
memperkecil resiko. Agar resiko tidak berkembang, maka dapat di atur supaya berada dalam
organisasi yang hanya mengelola beberapa aktifitas rutin terkait desain, inspeksi dan
sebuah metode yang memberikan keuntungan dan manfaat bagi lingkungan, keamanan,
produktifitas dan kualitas (Ikhsan, 2008). Manajemen korosi merupakan suatu pendekatan
komprehensif yang jarang diterapkan di Indonesia oleh departemen khusus. Agar manajemen
korosi dapat berjalan secara optimal dan efektif maka diperlukan suatu teknik yang dapat
memberikan masukan data dan pemecahan masalah kemudian. Salah satu alternatif untuk
mengoptimalkan manajemen korosi adalah Analisa Resiko. Analisa ini perlu dilakukan untuk
mengetahui bagaimana kriteria resiko yang diterima apabila struktur tersebut mengalami
kegagalan, baik kegagalan elemen maupun kegagalan struktur dan konsekuensi yang akan
terjadi. Pada dasarnya tujuan utama dari melakukan analisa resiko (risk assesment) adalah untuk
mengidentifikasi bahaya yang dapat menimbulkan dampak (consequence) yang besar pada
proses utama dan untuk mengembangkan usaha penyelamatan guna mencegah ataupun
mengurangi efek negatif (Yudhistira, 2008). Dalam penelitian ini analisa resiko lebih diutamakan
membahas permasalahan yang terjadi pada 4 suatu struktur yang disebabkan yang di sebabkan
Penggunaan polimer konduktif sebagai bahan pelindung korosi menjadi salah satu
alternatif yang sedang banyak diteliti dikarenakan polimer konduktif memiliki keistimewaan
dibanding jenis polimer yang lain. Polimer konduktif mampu menciptakan proteksi katodik
melawan lingkungan yang agresif dengan cara menghambat proses oksidasi logam pada
mekanisme terjadinya korosi. Salah satu jenis polimer konduktif yang banyak digemari adalah
polianilin. Di lain pihak, TiO2 yang merupakan semikonduktor tipe-n mampu menghambat
proses reduksi dari oksigen pada mekanisme terjadinya korosi. Berdasarkan kemampuan yang
dimiliki oleh polianilin dan TiO2, pembuatan komposit polianilin (PANi)-TiO2 diharapkan dapat
polianilin sebagai fasa matriks komposit dengan TiO2 sebagai fasa pengisi dapat memperlambat
Untuk menghambat terjadinya korosi pada baja karbon dibutuhkan suatu inhibitor korosi.
Inhibitor korosi, bisa berupa senyawa anorganik maupun organik. Inhibitor korosi organik lebih
ramah lingkungan, murah dan lebih luas penggunaannya dari pada inhibitor korosi anorganik.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia. Pipa baja karbon
sangat banyak digunakan dalam penyulingan minyak bumi. Salah satu titik permasalahan korosi
yang masih dicarikan solusinya adalah korosi pada pipa baja karbon, korosi bagian dalam pipa
baja karbon menyebabkan menurunnya kualitas dari minyak bumi tersebut. Senyawa turunan
imidazol atau yang lebih dikenal Imidazolin Oleic (IO) merupakan senyawa model yang telah
digunakan sebagai inhibitor korosi. Senyawa alam lain yang mempunyai potensi sebagai
inhibitor korosi adalah asam amino L-histidin. Dimana L-histidin mempunyai tiga jenis gugus
fungsi yaitu amina primer, asam karboksilat dan imidazol. Korelasi antara gugus fungsi pada
histidin dengan daya inhibsi korosinya telah dipelajari dengan mensintesis ester asetil histidin, N-
asetil histidin dan ester asetil N-asetil histidin. Dari ketiga senyawa tersebut menyimpulkan
bahwa gugus yang sangat berperan adalah gugus amina dan gugus imidazol3. Untuk
mendapatkan inhibitor korosi yang lebih potensial maka dilakukan sintesis lebih lanjut dari
turunan imidazol dengan melakukan transformasi gugus fungsi pada bagian asam karboksilat
dari histidin menjadi histidinol dan eter metil histidin dan hasil penelitian ini menunjukkan
adanya korelasi antara gugus fungsi yang terikat pada imidazol dengan daya inhibisi korosinya.
D. Referensi
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-30938-4308100088-chapter1.pdf
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17917-Chapter1-712311.pdf
http://old.analytical.chem.itb.ac.id/coursesdata/24/moddata/forumtt/6/115/makalah_sintes
is_EtMH.pdf