Anda di halaman 1dari 6

Korosifitas dalam Sektor Konstruksi

(Abdul Azhim, 1406533365, Kimia Lanjut)

A. Definisi dan Faktor Penyebab Korosi

Korosi atau secara awam lebih dikenal dengan istilah pengkaratan merupakan fenomena

kimia pada bahan-bahan logam di berbagai macam kondisi lingkungan. Penyelidikan tentang

sistim elektrokimia telah banyak membantu menjelaskan mengenai korosi ini, yaitu reaksi kimia

antara logam dengan zat-zat yang ada di sekitarnya atau dengan partikel-partikel lain yang ada di

dalam matrik logam itu sendiri. Jadi dilihat dari sudut pandang kimia, korosi pada dasarnya

merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang kontak langsung dengan

lingkungan berair, asam dan oksigen.

Korosi merupakan masalah teknis dan ilmiah yang serius. Di negara-negara maju

sekalipun, masalah ini secara ilmiah belum tuntas terjawab hingga saat ini. Selain merupakan

masalah ilmu permukaan yang merupakan kajian dan perlu ditangani secara fisika, korosi juga

menyangkut kinetika reaksi yang menjadi wilayah kajian para ahli kimia. Korosi juga menjadi

masalah yang serius dalam dunia konstruksi dan material karena sangat merugikan. Hal ini

dikarenakan korosi dapat mengurangi kemampuan suatu konstruksi dalam memikul beban. Usia

suatu konstruksi menjadi berkurang dari waktu yang sudah direncanakan. Tidak hanya itu

apabila tidak di antisipasi lebih awal maka akan mengakibatkan kerugian-kerugian yang lebih

besar antara lain biasa menimbulkan kebocoran, mengakibatkan berkurangnya ketangguhan,

robohnya suatu konstruksi, meledaknya suatu pipa/bejana bertekanan dan mungkin juga dapat

membuat pencemaran suatu produk. (Indahsari, 2009)


Korosi (dikenal dengan istilah pengkaratan) merupakan fenomena kimia yang terjadi

pada bahan logam di berbagai macam kondisi lingkungan. Jika dilihat dari sudut pandang kimia,

korosi merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan yang kontak langsung dengan

lingkungan air dan oksigen (Simposium Nasional, 2002). Sedangkan versi lain menyebutkan

korosi adalah proses alami yang terjadi pada material logam yang berakibat menurunnya

kekuatan dari material logam tersebut. Proses korosi yang terjadi secara alami sangat sulit

dihindari, usaha yang dilakukan hanya dapat menghambat laju korosi yang terjadi dengan cara

melakukan pencegahannya (preventif). Pada umumnya korosi yang paling banyak terjadi adalah

korosi oleh udara dan air. (Fontana, 1987). Selain itu, jenis korosi yang juga sering ditemui

dalam kehidupan sehari-hari adalah korosi atmosferik. Korosi atmosferik terjadi karena adanya

interaksi logam dengan lingkungan sekitar seperti pengaruh suhu, kelembapan, dan gas-gas

polutan di udara. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian mengenai kemampuan komposit

polianilin (PANi)-TiO2 sebagai bahan pelindung korosi pada korosi atmosferik.

B. Potensi Kerugian akibat korosi

Korosi selalu menimbulkan kerugian baik kerugian yang bersifat langsung maupun yang

berdampak tidak langsung. Kerugian yang diakibatkan karena korosi dalam proses konstruksi

antara lain:

1. biaya pemeliharaan membengkak,

2. kapasitas produksi menurun,

3. produksi berhenti atau total shutdown,


4. menimbulkan kontaminasi pada produk,

5. mengakibatkan klaim akibat delivery yang tidak tepat jadwal,

6. pencemaran lingkungan,

7. gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,

8. serta kerugian-kerugian non-wujud lainnya.

Semua kerugian tersebut tentu menimbulkan kerugian dalam hal ekonomi. Seperti

misalnya dengan kapasitas produksi yang menurun akibat korosi maka pemasukan dari produk

yang dihasilkan pun akan berkurang. Contoh lain misalnya korosi yang mengakibatkan suatu

produksi atau konstruksi berhenti atau bahkan shut down, tentunya dengan berhentinya produksi

tersebut maka biaya perawatan produk yang belum terselesaikan tersebut mengalami

pembengkakan. Lebih parah kerugiannya apabila produksi tersebut berhenti total (shut down)

akibat korosi, tentunya biaya yang telah diinvestasikan untuk proses produksi maupun kontruksi

tidak dapat dikembalikan akibat tidak adanya benefit yang diperoleh dari produksi tersebut

akibat proses produksinya berhenti total. Contoh lainnya apabila korosi menyebabkan gangguan

kesehatan dan keselamatan para pekerja di suatu proyek konstruksi, hal tersebut dapat merugikan

dari segi ekonomi karena adanya biaya kesehatan yang harus dibayarkan pada pekerja yang

mengalami gangguan kesehatan. Korosi juga merugikan dari segi ekonomi apabila menyangkut

umur, penyusutan dan efisiensi pemakaian suatu bahan maupun peralatan dalam kegiatan

industri. Milyaran Dolas AS telah dibelanjakan setiap tahunnya untuk merawat jembatan,

peralatan perkantoran, kendaraan bermotor, mesin-mesin industri, peralatan elektronik dan pipa

baja karbon pada penyulingan minyak bumi. Banyak negara telah berusaha menghitung biaya

korosi nasional dengan cara yang berbeda-beda, umumnya jatuh pada nilai yang berkisar antara
1,5-5,0 % dari GNP. Para praktisi saat ini cenderung sepakat untuk menetapkan biaya korosi

sekitar 3,5 % dari GNP.

C. Solusi Penanganan Masalah Korosi

1. Manajemen Korosi

Untuk menangani permasalahan korosi maka perlu dilakukan suatu perangkat yang dapat

memberikan suatu solusi dan terintegrasi berbagai metode pengendalian dan penanggulangan

masalah korosi termasuk juga dengan memperhitungkan kepentingan perusahaan sehingga dapat

memperkecil resiko. Agar resiko tidak berkembang, maka dapat di atur supaya berada dalam

tingkatan yang terkendali. Perangkat penanganan permasalahan tersebut adalah dengan

menerapkan manajemen korosi. Manajemen korosi terkadang dipandang sebagai bagian

organisasi yang hanya mengelola beberapa aktifitas rutin terkait desain, inspeksi dan

pemeliharaan peralatan industri. Padahal sistem manajemen seharusnya dipandang sebagai

sebuah metode yang memberikan keuntungan dan manfaat bagi lingkungan, keamanan,

produktifitas dan kualitas (Ikhsan, 2008). Manajemen korosi merupakan suatu pendekatan

komprehensif yang jarang diterapkan di Indonesia oleh departemen khusus. Agar manajemen

korosi dapat berjalan secara optimal dan efektif maka diperlukan suatu teknik yang dapat

memberikan masukan data dan pemecahan masalah kemudian. Salah satu alternatif untuk

mengoptimalkan manajemen korosi adalah Analisa Resiko. Analisa ini perlu dilakukan untuk

mengetahui bagaimana kriteria resiko yang diterima apabila struktur tersebut mengalami

kegagalan, baik kegagalan elemen maupun kegagalan struktur dan konsekuensi yang akan

terjadi. Pada dasarnya tujuan utama dari melakukan analisa resiko (risk assesment) adalah untuk
mengidentifikasi bahaya yang dapat menimbulkan dampak (consequence) yang besar pada

proses utama dan untuk mengembangkan usaha penyelamatan guna mencegah ataupun

mengurangi efek negatif (Yudhistira, 2008). Dalam penelitian ini analisa resiko lebih diutamakan

membahas permasalahan yang terjadi pada 4 suatu struktur yang disebabkan yang di sebabkan

oleh korosi, dimana penelitian ditujukan pada pipa penyalur gas.

2. Penggunaan polimer konduktif

Penggunaan polimer konduktif sebagai bahan pelindung korosi menjadi salah satu

alternatif yang sedang banyak diteliti dikarenakan polimer konduktif memiliki keistimewaan

dibanding jenis polimer yang lain. Polimer konduktif mampu menciptakan proteksi katodik

melawan lingkungan yang agresif dengan cara menghambat proses oksidasi logam pada

mekanisme terjadinya korosi. Salah satu jenis polimer konduktif yang banyak digemari adalah

polianilin. Di lain pihak, TiO2 yang merupakan semikonduktor tipe-n mampu menghambat

proses reduksi dari oksigen pada mekanisme terjadinya korosi. Berdasarkan kemampuan yang

dimiliki oleh polianilin dan TiO2, pembuatan komposit polianilin (PANi)-TiO2 diharapkan dapat

menjadi alternatif bahan pelindung korosi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, penggunaan

polianilin sebagai fasa matriks komposit dengan TiO2 sebagai fasa pengisi dapat memperlambat

laju korosi logam dengan HCl sebagai media pengkorosi.

3. Inhibitor Korosi pada Baja

Untuk menghambat terjadinya korosi pada baja karbon dibutuhkan suatu inhibitor korosi.

Inhibitor korosi, bisa berupa senyawa anorganik maupun organik. Inhibitor korosi organik lebih

ramah lingkungan, murah dan lebih luas penggunaannya dari pada inhibitor korosi anorganik.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia. Pipa baja karbon
sangat banyak digunakan dalam penyulingan minyak bumi. Salah satu titik permasalahan korosi

yang masih dicarikan solusinya adalah korosi pada pipa baja karbon, korosi bagian dalam pipa

baja karbon menyebabkan menurunnya kualitas dari minyak bumi tersebut. Senyawa turunan

imidazol atau yang lebih dikenal Imidazolin Oleic (IO) merupakan senyawa model yang telah

digunakan sebagai inhibitor korosi. Senyawa alam lain yang mempunyai potensi sebagai

inhibitor korosi adalah asam amino L-histidin. Dimana L-histidin mempunyai tiga jenis gugus

fungsi yaitu amina primer, asam karboksilat dan imidazol. Korelasi antara gugus fungsi pada

histidin dengan daya inhibsi korosinya telah dipelajari dengan mensintesis ester asetil histidin, N-

asetil histidin dan ester asetil N-asetil histidin. Dari ketiga senyawa tersebut menyimpulkan

bahwa gugus yang sangat berperan adalah gugus amina dan gugus imidazol3. Untuk

mendapatkan inhibitor korosi yang lebih potensial maka dilakukan sintesis lebih lanjut dari

turunan imidazol dengan melakukan transformasi gugus fungsi pada bagian asam karboksilat

dari histidin menjadi histidinol dan eter metil histidin dan hasil penelitian ini menunjukkan

adanya korelasi antara gugus fungsi yang terikat pada imidazol dengan daya inhibisi korosinya.

D. Referensi

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-30938-4308100088-chapter1.pdf

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17917-Chapter1-712311.pdf

http://old.analytical.chem.itb.ac.id/coursesdata/24/moddata/forumtt/6/115/makalah_sintes

is_EtMH.pdf

Anda mungkin juga menyukai