Malformasi pembuluh darah otak terbagi dalam dua sub kelompok termasuk malformasi
arteriovenosa (AVM); anomali perkembangan vena; malfomasi kavernosus; telangiaktasis
kapiler dan malformasi campuran (lesi yang terdiri dari lebih dari satu malformasi). Lesi
campuran yang sering terjadi biasanya adalah anomali perkembaangan vena dengan
telangiektasis kapiler. Memahami hubungan dengan gambaran radiologi dan komplikasi
potensial dari lesi ini dapat membantu dalam menetukan tatalaksana yang tepat.
Malformasi arteriovenosus (AVM) terjadi karena aliran pintas yang tinggi antara sistem
arteri dan vena tanpa halangan dari kapiler. Lesi-lesi ini dibagi kedalam malformasi
arterivenosus klasik dan fistula arteriovenosus.
Gambar 1: AVM dengan nidus glomerular. Foto pada spesimen menunjukkan inti yang padat yang berdekatan pada
lateral kiri ventrikel pada otak yang tidak normal. Perhatikan bahwa hemisfer kiri lebih kecil dari kanan. Penemuan
ini menunjukkan hasil dari iskemik kronik karena kelainan vaskular
Malformasi Aretriovenosus Klasik
AVM klasik (atau pial AVM) merupakan bentuk hubungan abnormal antara arteri yang
secara normal menyuplai parenkim otak dan vena yang akan memperdarahi region tersebut.
Gambaran radiologi dan patologi menunjukkan sebuah pelebaran pada arteri, sebuah nidus yang
mengandung pintasan arteriovena yang banyak dan pembuluh darah displastik dan pelebaran
aliran vena.
Gambar 2: CAMS. FLAIR Axial (A) dan T1 sagital (B) menunjukkan aliran kosong multipel menetap dengan AVM
difus dan meluas pada hemisfer kiri juga oada jaringan lunak wajah dan kulit kepala
Nidus (titik / fokus lesi) dapat dikarakteristikkan sebagai glomerular (padat dan otak yang
berkaitan tidak normal) atau difus (otak normal yang diselingi dengan pembuluh darah yang
tidak normal). Bentuk glomerular adalah bentuk yang paling sering ditemukan dimana bentuk
difus jarang terjadi tapi dapat ditemukan pada sindroma metamerik arteriovenosus serebrofasial
(CAMS). CAMS jarang terjadi, merupakan gangguan herediter yang terdiri dari angiomatosis
otak-retina-fasial yang menyebabkan AVM multipel pada wajah, mata dan otak. (Gambar 2).
AVM dapat terjadi dimana saja pada otak dan medulla spinalis, tapi kebanyakan di
supratentorial. 98% dari lesi ini merupakan lesi soliter. Jika AVM multiple ditemukan, sindroma
seperti telangiektasis hemoragik herediter (HHT) atau CAMS perlu dipertimbangkan.
Usia puncak terjadinya pada kelompok usia 20-40 tahun (rata-rata usia kira-kira 30
tahun). Lima puluh persen dari pasien ini muncul dengan perdarahan dan resiko perdarahan
adalah 2-4% pertahun.4,5 Bila telah terjadi perdarahan terdapat 6-18% resiko perdarahan dalam
satu tahun pertama.4 Nilai ini secara perlahan berubah menjadi 2-4% pertahun. Angka mortalitas
pada perdarahan pertama sekitar 10%. Setiap perdarahan yang berturut-turut memiliki angka
mortalitas yang semakin meningkat dan pada saat pasien mengalami perdarahan yang ketiga
angka mortalitas mencapai 20%.6 dua puluh empat-30% pasien muncul dengan kejang yang tidak
berkaitan dengan perdarahan.3,7 manifestasi non perdarahan lainnya mencakup sakit kepala dan
defisit neurologis fokal.
Etiologi yang mendasari AVM masih belum dapat diketahui, tapi berbagai macam
hipotesis seperti kelainan kongenital dan hasil dari retensi dari hubungan awal pembuluh darah
embrionik, perubahan dari hubungan pembuluh darah ini atau perubahan proses remodeling
pembuluh darah embrionik di kombinasi dengan angiogenesis atau disgenesis dari sistem
kapiler.8,9 hipotesis terbaru menyatakan kelainan congenital dan menyatakan bahwa lesi-lesi ini
dapat berakibat dari respon angiogenik dan respon inflamasi pada saat post natal dan beberapa
10,11
laporan kasus menggambarkan perkembangan AVM secara de no vo. AVM menunjukkan
angiogenesis yang tidak teratur dan mengalami remodeling vascular lanjutan. Vascular
endothelial growth factor (VEGF) yang memediasi proliferasi endotel ditemukan meningkat
pada pasien-pasien ini.
Pada bentuk glomerular, jaringan neural biasanya ditemukan diantara pembuluh darah
displastik pada nidus (Gambar 3). Jaringan ini sering atrofi dan gliotik dan dapat ditemukan
kalsifikasi. Jaringan otak disekitar dapat berkembang menjadi gliosis yang merupakan hasil dari
pembuluh darah yang menyempit yang berkaitan dengan AVM.
Gambaran radiologi menunjukkan variasi AVM tergantung pada luas lesi dan ada atau
tidaknya perdarahan atau kalsifikasi. Pada CT scan kalsifikasi bisa terlihat pada hampir 30%
kasus. CT dan MRI dapat digunakan untuk menunjukkan arteri dan aliran vena. Lesi yang lebih
kecil mungkin sulit untuk dilihat pada CT non kontras karena diisi dengan aliran darah yang
menyerupai pada jaringan otak normal. Pada MRI aliran yang kosong terlhat di dalam lesi,
memberikan gambaran kantung cacing (bag of worms). T2 GRE dapat menujukkan gambaran
hipointense (lebih hitam) jika terdapat perdarahan atau kalsifikasi. Pada beberapa kasus,
hiperintensitas T2 di identifikasi pada parenkim otak yang berdekatan yang menetap pada area
gliosis. (Gambar 4). Angiografi konvensional masih dipertimbangkan sebagai Gold standar
untuk menunjukkan angioarsitektur internal. Arteri karotid internal, carotid ekternal dan sirkulasi
vertebral harus dieavaluasi, karena sekitar 27% dari AVM memiliki suplai arteri ganda. 14
Angiografi konvensional dipertimbangkan menjadi metode yang terbaik untuk mendeteksi nidus
aneurisma intranidal.
Gambar 3: AVM . fotomikrograf dari pewarnaan hematoxylin-eosin (H-E) AVM tipe glomerular.
Dinding pembuluh darah bersifat displastik dengan derajat ketebalan yang bervariasi (panah).
Ada jaringan otak yang bersifat gliotik (bintang)
Ada beberapa karateristik dari AVM yang berkaitan dengan resiko perdarahan yang lebih
besar. Satu dari faktor resiko yang paling besar untuk perdarahan adalah adanya bukti perdarahan
sebelumnya. Penggunana gambaran echo gradient dapat membantu menemukan bukti
perdarahan sebelumnya. Lokasi dari lesi memiliki peranan penting. AVM di region
periventrikular, di ganglion basal atau bagian thalamus berisiko lebih besar. Area-area ini di
suplai oleh arteri yang berperforasi kecil yang tidak terbentuk untuk mengatasi peningkatan
aliran darah akibat AVM. Lesi pada fosa posterior juga memiliki risiko yang lebih besar untuk
perdarahan. Penanganan untuk aneurisma pedunkulus atau aneurisma intranidal merupakan hal
yang penting karena bisa menjadi sumber perdarahan. (gambar 5). Faktor risiko penting lainnya
adalah obstruksi aliran balik vena, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan. Aliran sentral
vena cenderung untuk menjadi stenosis. Adanya satu aliran vena juga berkaitan dengan
peningkatan resiko.
Gambar 4. AVM degan gliosis yang berdekatan. T2 FLAIR koronal menunjukkan aliran kosong yang berkaitan dengan AVM di
periventrikuler kiri. Terdapat peningkatan sinyal T2 yang berdekatan dengan gliosis (Panah)
Resiko lain dari AVM termasuk defisit neurologis nonhemoragik. Gambaran radiologi
menunjukkan risiko defisit neurologi yang lebih tinggi termasuk bukti adanya arteri yang
menyempit, aliran pintas yang tinggi, efek masa atau hidrosefalus, kongesti vena atau obstruksi
aliran balik vena dan aliran vena yang menyempit.
Gambar 5. AVM dengan perdarahan dan aneurisma pedikulus, (A) ct scan non kontras menunjukkan perdarahan intraventrikuler
di dalam ventrikel ke empat. Ada kaitan terhadap hidrosefalus. (B) angiografi substraksi digital (DSA) lateral dari injeksi arteri
vertebralis kanan menunjukkan aneurisma di sepanjang arteri serebelaris posterior inferior yang menyuplai serebelar kanan
AVM. Gambaran paruh pada aeurisma menunjukkan bahwa aneurisma telah rupture dan merupakan sumber perdarahan
Fistula Arterio venous dibedakan dari AVMs dengan adanya aliran tinggi fistula antara
arteri dan vena, tidak ada campuran nidus. Ini meliputi fistula arterovenosus dura (dAVF), fistula
karotis kavernosus (CCF) dan malformasi Vena Galen (VOG)
dAFV terdiri dari pintasan arteriovenosa di dalam dura. Suplai arterial dari cabang
meningeal dan aliran balik melalui sinus atau vena mningeal atau subaraknoid, mencakup 10-
15% dari malformasi pembuluh darah intrakranial.17
Ada dua jenis dAVF dewasa dan infantile. 18 tipe infantile adalah kondisi yang jarang
dengan pintasan multipel arteriovenosus dengan aliran tinggi terjadi pada beberapa thrombosis
sinus dura. USG janin menunjukkan lesi hipoekoik heterogen pada torkuler. MRI fetus
mengkofirmasi lokasi masa pada dura. gambaran T1 menunjukkan sinyal heterogen dengan area
hiperintesitas, hipointesitas terlihat pada gambaran T2 (Gambar 6). Pada satu penelitian dengan
evaluasi patologis, hematom dura yang luas dicatat pada fosa posterior sesuai denga thrombus
pada vena serebri yang melebar. Etiologi tipe infantile diduga akibat obstrusi vena pada masa
janin.
Gambar 6. Fistula sinus dura fetalis. (A) Gambaran SSFSE T2 dari janin usia 22 minggu menunjukkan massa yang
besar dan hipointense pada ruang dura terpusat pada torkuler.(B) T1 koronal pos kontras dilakukan pada hari
pertama kehidupan menunjukkan sinus sagital yang melebar dengan trombosis
Tipe dewasa muncul pada usia pertengahan sampai usia tua dan diduga sebagai akibat
sekunder dari trombosis sinus dura akibat trauma atau inflamasi tapi etiologi masih belum
sepenuhnya dimengerti.20 satu dari etiologi yang diajukan mencakup 3 step: 1) thrombosis inisial
dari sinus dura yang berakibat pada kerusakan aliran vena dan peningkatan tekanan sinus;
2)dilatasi sekunder dari pintasan fisiologis antara sinus thrombosis dan struktur arteri (khas
ekstrakranial); 3) rekanalisasi dai sinus thrombosis yang menyebabkan pintasan arteri ke dalam
sinus. Lesi-lesi ini mengandung pembuluh-pembuluh darah kecil di dalam dinding trombus sinus
venosus dura. Lokasi yang paling sering terlibat sinus tranversus-sigmoid dan sinus kavernosus.21
manifestasi klinis bervariasi dari keluhan ringan seperti sakit kepala, vertigo, tinnitus sampai
defisit neurologis dan perdarahan. Pada umumnya gejala berkaitan terhadap lokasi dan jenis
aliran.
Terdapat sistem klasifikasi yang berbeda dari dAFV, salah satunya klasifikasi Cognard
(Tabel 2). Aliran kortikal muncul lebih banyak, resiko lebih besar pada perdarahan. Devies, et al
mengkategorikan sebagai lesi jinak sampai agresif tergantung pada ada atau tidaknya aliran balik
vena leptomeningeal (RLVD). Pada tipe IV dAVF pada klasifikasi Cognard, terdapat aliran
23
kortikal langsung dan ektasia vena. Terdapat perdarahan pada 2/3 kasus. Munculnya RLVD
pada angiografi mengindikasikan lesi agresif secara klinis dan ada indikasi untuk tatalaksana
secara aktif yang dapat mencakup embolisasi endovascular, reseksi bedah dan radiosurgery.
Gambar 7. daVF tipe agresif. (A) angiogram menunjukkan aliran vena kortikal multipel (panah). (B) terdapat
perdarahan pada region temporoparietal kiri (panah)
Gambar 8. daVF. Gambar T2 aksial menunjukkan aliran yang berdekatan pada region sinus transversus. Torkuler
berdilatasi. Hiperintensitas T2 dan volume yang hilang terlihat pada region daVF sesuai dengan gliosis akibat
sejunder dari penyempitan pembulkuh darah.
Gambar 9. dAFV tipe agresif. DSA lateral pada fase akhir vena dari injeksi arteri karotis menunjukkan beberapa
vena pial yang membengkak pola pseudoplebitis
Fistula carotid komunis
Fistula carotid komunis (CCF) memiliki hubungan abnormal antara a. carotid komunis
(ICA) dan sinus kavernosus yang menyebabkan pelebaran dari sinus kavernosus. Vena oftalmika
superior (SOV) secara khas melebar; bagaimanpun pada beberapa kasus SOV yang melebar
kontraleateral terhadap CCF. Sistem Barrow mengklasifikasikan CCF dari suplai arterial dan
aliran vena. (Tabel 3) Baik aliran langsung dan tinggi akibat hubungan antara ICA dan sinus
kavernosus, atau aliran tak langsung dan rendah akibat hubungan antara sinus kavernosus dan
ICA atau cabang arteri karotis ekterna (ECA). CCF direk biasanya akibat trauma atau ruptur
intrakavernosus dari aneurisma ICA. Tipe indirek terjadi secara spontan dan jarang terjadi akibat
sekunder dari trauma.24 Pasien datang dengan gejala okuler- eksoftalmus berdenyut, bruit orbital,
kemosis- akibat aliran vena anterior. Gejala yang lebih agresif seperti perdarahan intrakranial
namun jarang.
Malformasi vena Galen (VOGM) adalah fistula arterivenosus yang akibat dilatasi dari
26
vema prosensefalon media (MPV), yang merupakan precusor embrionik dari vena Galen.
Etiologi pasti dari malformasi ini tidak diketahui. Tapi, pintasan arterivenosus dengan MPV
diperkirakan terjadi selama masa gestasi 6-11 minggu.26 Aliran yang meningkat melalui MPV
mencegah aliran vena fetal transien. Pada 50% kasus sinus rektus tidak membentuk dan aliran
vena melalui sinus falk (Gambar 12). Lesi ini paling banyak menyebabkan gagal jantung
kongesitf non-kardiak pada masa bayi. Pasien dapat mengalami kerusakan iskemik yang
27
melibatkan parenkim otak karena penyempitan pembuluh darah. Biasanya geaja awal muncul
pada masa bayi dan jarang muncul pada masa dewasa. Bayi yang lebih besar biasanya muncul
dengan gejala kardiak yang lebih ringan, paling sering datang dan membutuhkan pertolongan
medis karena hidrosefalus akibat tekanan dari ventikel.3 posterior atau akuaduktus serebri.
Kejang dapat terjadi.26 Anak-anak dan dewasa dapat mengalami sakit kepala atau perdarahan
subaraknoid. Pasien neonatus memiliki prognosis yang lebih buruk. Rasio kejadian laki-laki dan
perempuan 2:1
Gambar 11. Fistula carotid kavernosus. Intensitas maksimum dari MRA 3D menunjukkan peningkatan sinyal pada sinus
kavernosus kanan dan vena oftalmikus superior kanan terlihat (panah)
VOGM diklasifikasikan sebagai bentuk koroidal atau mural. Pada bentuk koroidal
terdapat beberapa pembuluh darah dari perikalosal, koroid dan arteri thalamus yang perforasi
pada jaringan arteri yang meluas antara arteri dan vena yang melebar. (Gambar 13) . Pada bentuk
mural, terdapat beberapa pembuluh darah membentuk arteri koroid posterior atau kolikular yang
berkakhir secara langsung pada dinding MPV. Sekitar 90% lesi ini merupakan bentuk koroidal
dan biasanya muncul pada neonatus. Bentuk mural biasanya muncul pada bayi.
Gambar 12. Malformasi vena Galen. Gambar T1 sagital menunjukkan aliran kosong abnormal yang berhubungan dengan
pembesaran sinus falk (panah)
Gambar 13. Vena koroidal dari malformasi Galen. Gambar lateral DSA setelah injeksi karotis interna menunjukkan pembuluh
darah multipel yang didominasi oleh arteri koroid dan perikalosal. Pengisian awal dari vena yang melebar ditunjukkan.
Gambaran CT menunjukkan vena yang berdilatasi. Efek masa dari vena yang melebar
berakibat hidrosefalus karena penekanan dari akuaduktus sylvii. Atrofi parenkim dapat terlihat
karena penyempitan pembuluh darah , dan kalsifikasi dapat terlihat akibat kerusakan jaringan
otak iskemik. Perdarahan intraventrikuler jrang terjadi. CT angiografi masih menjadi gold
standar untuk evaluasi struktur pembuluh darah dari VOGM. Pada MRI, hiperintesitas T1 dapat
terlihat jika terdapat thrombus. Hiperintensitas T1 dapat juga terlihat pada parenkim otak jika
terdapat iskemia atau kalsifikasi. Penyebaran dapat terlihat pada infark akut. Pada kasus yang
lebih berat, kerusakan otak difus mengacu pada otak yang mencair.
Gambar 14. Malformasi vena galen. (A) CT aksial pos kontras menunjukkan enhancenment dari vena yang membesar.
Encefalomalasio dengan dilatasi ex vacuo dari ventrikel lateral kiri diperhatikan. (B) Foto dari jaringan menunjukkan serebral
atrofi karena penyempitan vaskuler denga pelebaran pembuluh darah vena
Waktu untuk penatalaksanaan endovaskuler ditentukan oleh keadaan klinis pasien. Jika
gagal jantung kongestif sulit diatasi dengan terapi medis pada saat bayi, embolisasi segera
merupakan hal yang penting. 27 Jika pasien tidak mengalami gagal jantung embolisasi dapat
ditunda 5-6 bulan, mengurangi resiko yang berefek pada pematangan otak.29 Embolisasi dapat
dilakukan melalui jalur arteri atau vena.30,31
Malformasi kavernosus
Malformasi kavernosus (CM) adalah lesi aliran rendah yang sebelumnya merujuk pada
malformasi tersembunyi atau samat, karena tidak tampak pada kateter angiografi. Terjadi sekitar
0,4-0.8% dari populasi dan terjadi 10-15% dari lesi vaskuler sistem saraf pusat (CNS) dan
merupakan malformasi vaskular kedua yang paling sering terjadi setelah anomali perkembangan
33-34
vena (DVA). lesi ini merupakan kelainan bawaan autosomal dan mencapai 20% kasus dan
50% kasus merupakan lesi multipel.34-35 Sisanya masih jarang dan pada kasus ini hanya 10-20%
yang memiliki lesi multipel. Usia pasien terbanyak pada dekade ketiga dan keempat tapi
seperempat kasus terjadi pada masa bayi dan anak-anak. 26 Gejala pada pasien dapat berupa
kejang, defisit neurologis atau perdarahan intrakranial akut, tapi banyak yang tidak bergejala saat
didiagnosis.34 Lokasi lesi penting berdasarkan gejala. Lesi infratentorial cenderung muncul
dengan perdarahan, sementara supratentorial sering muncul dengan kejang.37,38
Gambar 15. Malformasi kavernosus. Gambar dari jaringan menunjukkan massa yang padat dari pembuluh darah berdinding tipis
tanpa keterlibatan jaringan otak
CM dapat terjadi bersamaan dengan DVA, dan terdapat bukti yang menyatakan hubunagn
antara keduanya. Dan Millan Ruiz, et al melaporlan adanya hemosiderin yang mengandung
makrofag pada regio DVA.40 Etiologi yang dinyatakan atas penemuan tersebut mencakup
41-42
diapedesis darah melalui dinding vena DVA atau ruptur vena. Dihipotesiskan bahwa
mikrohemoragis berulang mengaktifkan angiogenik growth faktor yang berakibat pada
pembentukan CM.43
Pada gambaran radiologi, lesi ini memiliki sedikit bahkan tidak ada efek masa jika tidak
35-44
terdapat komplikasi perdarahan. Resiko perdarahan mencapai 0,25-0,6% per tahun. Telah
dilaporkan bahwa CM yang berkaitan denga DVA cenderung mengalami perdarahan lebih sering.
45
Sekali perdarahan terjadi risiko terjadiya perdarahan ulangan meningkat 4,5%.44
Bagaimanapun telah dilaporkan bahwa peningkatan resiko hanya meningkat pada 2-3 tahun
pertama setelah perdarahan awal. 46
Gambaran CT biasanya negatif, terutama jika lesi kecil dari 1 cm, atau tidak adanya
kalsifikasi atau perdarahan.34 Kalsifikasi dapat terlihat sampai 60 %. Pada gambaran T2,
hemosiderin perifer dapat menyebabkan halo hitam di sekitar lesi. (Gambar 16) Parenkim otak
yang berdekatan dapat normal dan edema vasogenik disekitar mungkin tidak ada kecuali jika
lesi berkomplikasi dari perdarahan.(Gambar 17) lesi ini dapat memiliki ruangan internal berupa
thrombosis atau perdarahan dan kandungan darah bervariasi seusai waktu. Terdapatnya
methemoglobin menyebabkan hiperintensitas pada gambaran T1. Penemuan pada gambaran pos
kontras bervariasi dengan tingkat enhancement dari tidak ada sampai moderate. Penting untuk
mencari DVA pada gambaran pos kontras, karena lokasi dari DVA penting jika tatalaksana bedah
direncanakan untuk mencegah kerusakan yang tidak diinginkan terhadap aliran vena.
Gambar 16. Malformasi kavernosus. Gambar T2 aksial menunjukkan malformasi kavernosus di lobus temporal kanan. Sinyal
rendah berhubungan dengan deposisi hemosiderin
Tatalaksana untuk lesi tersebut mencakup observasi pada kasus dimana lesi tidak
bergejala atau reseksi bedah. Pada pasien dengan gejala kejang, tatalaksana bedah harus
dilakukan jika kejang meningkat dan tidak respon terhadap obat-obat antiepilepsi. Pada pasien
denga perdarahan, tatalaksana konservatif dapat dilakukan pada awal tapi jika perdarahan
menyebabkan gejala neurologis yang lebih berat, tindakan bedah harus dipertimbangkan.
Radiosurgery dapat dipertimbangkan sebagai alternatif untuk lesi yang bergejala secara cepat
namun tidak dapat dilakukan tindakan pembedahan.34
Gambar 17. Perdarahan malformasi kavernosus. (A) Gamabar T2 aksial menunjukkan malformasi kavernosus dengan efek
massa yang ringan dan dikelilingi oleh edema vasogenik akibat dari perdarahan. Level cairan terlihat pada lesi dan hemosiderin
parsial tampak di dalam lesi . (B) Gambar T1 aksial tanpa kontras menunjukkan lesi popocorn dengan area hiperintensitas di
dalam malformasi kavernosus (CM) berkaitan dengan methemoglobin.
Anomali perkembangan vena (DVA) merupakan malformasi pembuluh darah otak yang
paling sering dijumpai. Pada 4069 otopsi, ditemui sekitar 2,6% kasus.47 Mereka menunjukkan
variasi anatomi yang muncul dari kelainan perkembangan aliran vena kortikal semasa janin,
paling sering hasil dari pembentukan vena parenkim yang berkompensasi dari kehilangan atau
tidak adanya bagian dari sistem vena serebral. 42 DVA terdiri dari vena medularis yang melebar
yang mengait ke dalam trunkus venosus yang mengalir ke dalam sinus dura atau vena ependim
yang menyebabkan bentukan palm tree atau gambaran kaput medusa. (Gambar 18) Lesi ini
biasanya soliter meskipun dua atau lebih aliran dari region otak terpisah telah dilaporkan pada
1.2-16% kasus . 42,48
Gambar 18. Anomali perkembangan vena (A) T1 aksial pos kontras menunjukkan gambaran pohon palem pada anomali
perkembangan vena di lobus kiri frontal yang mengalir ke dalam vena ependimal. (B) T1 aksial pos kontras menunjukkan
hubungan malformasi kavernosus (panah)
Pasien biasanya tidak bergejala, DVA ditemukan secara kebetulan pada gambaran
radiologi, tetapi thrombosis akut dari kumpulan vena dapat berakibat perdarahan atau infark. 42
Hubungan dengan malformasi kavernosus yang telah dilaporkan pada 13-40% kasus dapat
menjadi etiologi dari perdarahan dan kejang.49-50
Gambaran klasik dari caput medusa memudahkan diagnosis pada CT dengan kontras atau
MRI. Pad CT non kontras, aliran vena akan muncul sebagai gambaran isoattenuate sampai
gambaran sedikit hiper attenuate pada korteks, tapi jika thrombosis akut vena dengan gambaran
hiperattenuate dapat terlihat. MRI dapat menunjukkan aliran pada region vena medularis dan
aliran vena tergantung pada ukuran. Pada MRI biasanya, hiperintensitas T2 dapat terlihat pada
daerah DVA. Hal ini dapat terjadi pada pasien tanpa gejala tapi dapat mengacu pada edema akut
dari thrombosis, atau gliosis dari obstruksi aliran kronik, pada penelitian dari 84 DVA oleh San
Mullan Ruiz et al, penggunaan CT dan MRI, kelainan parenkim otak dapat ditemukan pada dua
pertiga kasus. Penemuan ini mencakup daerah atrofi otak sebanyak 29.7%, lesi substansia alba
sebanyak 28.3% dan kalsifikasi distrofik sebanyak 9.6%. Telah dilaporkan kemungkinan
perdarahan intraparenkim yang berkaitan dengan DVA sebanyak 2.4 % dan stenosis pada vena
sebanyak 13.1 %.50 Kateter angiografi dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hemodinamik anomali
vena developmental pada pasien dengan perdarahan atau komplikasi iskemik pada daerah aliran
DVA.42
Telangiektasia kapiler
Gambar 19. Telanngiektasis kapiler. Foto pada specimen menunjukkan kapiler yang berdilatasi di pertengahan pons
Gambar 20. Telangiektasia kapiler. (A) Gambar T2 aksial menunjukkan area gelap hiperintensitas pada thalamus kiri (panah).
(B) T1 aksial pos kontras menunjukkan gambaran titik-titik (panah). (C)T2 menunjukkan area gelap dari sinyal rendah di
dalam lesi (panah)
Ringkasan
Terdapat variasi malformasi pembuluh darah dari sistem saraf pusat. Beberapa bersifat
agresif, lesi aliran tinggi dan memiliki resiko perdarahan dan komplikasi lainnnya; yang lainnya
bersifat lebih jinak. Pengetahuan mengenai temuan pada gambaran radiologi dari lesi-lesi
tersebut, penemuan tersebut mungkin dapat mengindikasikan lesi yang dapat mengalami
perdarahan atau lesi lain yang berkaitan dengan hasil yang buruk, dapat menolong dalam
memutuskan tatalaksana.