Kelompok B-13
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016
DAFTAR ISI
Skenario....2
Kata sulit...........3
Pertanyaan.........4
Jawaban.....5
Hipotesis........................................................................................................................6
Sasaran belajar.......7
Daftar pustaka........58
1
I. SKENARIO 1
Seorang bayi berumur 2 bulan mendapatkan vaksinasi BCG di lengan kanan atas
untuk mencegah penyakit dan mendapatkan kekebalan. Empat minggu kemudian bayi
tersebut dibawa kembali ke RS karena timbul benjolan di ketiak kanan. Setelah dokter
melakukan pemeriksaan didapatkan pembesaran nodus limfatikus di regio axilaris dekstra.
Hal ini disebabkan adanya reaksi terhadap antigen yang terdapat dalam vaksin tersebut dan
menimbulkan repon imun tubuh.
2
II. BRAINSTORMING
KATA SULIT
1. Antigen : zat yang mampu menginduksi respon imun spesifik dan bereaksi
dengan produk-produk respon tersebut yaitu antibody spesifik atau limfosit.
3
PERTANYAAN
4
JAWABAN
1. Pemberian di lengan kanan dekat dengan nodus limfatikus karena ada untuk perlawanan
dari antigen terhadap vaksin yang di berikan maka terjadi benjolan pada region axillaris
dextra.
2. Karena menurut WHO di paha banyak lemaknya sehingga sulit untuk di lakukan
vaksinasi.
3. Vaksin mengandung virus yang di lemahkan yang bertujuan merangsang tubuh
membentuk antibody untuk kekebalan tubuh
4. Normal karena pemberian di lengan kanan dekat dengan nodus limfatikus karena ada
untuk perlawanan dari antigen terhadap vaksin yang di berikan maka terjadi benjolan
pada region axillaris dextra.
5. Alergi,demam,pembenjolan di axilla
6. a. Antigen Epitope : unideterminan univalent, determinan
multivalent, multideterminan univalent, multideterminan multivalent
b. Antigen Spesifik : heteroantigen, xenoantigen, antigen organ
spesifik, autoantigen
c. Antigen Ketergantungan : T dependen, T independen
d. Antigen Kimiawi : protein,lipid, asam nukleat
7. Respon natural (non spesifik) :
mekanik (batuk,bersin,kulit,saliva)
larutan ( asam lambung, interferon)
seluller (makrofag, sel NK)
Respon adaptif (spesifik) :
humoral ( sel B)
seluller ( sel T )
8. Bone marrow, kelenjar timus, MALT, tonsil
9. Orang yang sudah pernah kea TBC, bayi yang immunodefisiensi, ibu hamil
10. .Karena untuk kemaslahatan atau kebaikan bersama maka hukumnya halal selagi
kandugan vakinnnya juga halal.
5
Hipotesis
Bayi berumur 2 bulan diberikan vaksin BCG (antigen) yang bertujuan untuk mencegah
penyakit TB menyebabkan aktifnya respon imun. Respons imun tubuh terbagi menjadi dua
yaitu respon imun spesifik dan non spesifik. Terjadinya respons imun yang spesifik
menyebabkan proliferasi limfosit B dan limfosit T sehingga menimbulakan pembesaran pada
limfonodus di bagian regio axilaris dekstra.
6
SASARAN BELAJAR
7
LI 1 Menjelaskan dan Memahami Organ Sistem Limfoid
LO 1.1 Definisi
Sistem limfatik adalah sebuah sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan
limfa atau getah bening dalam tubuh yang berasal dari cairan atau protein yang hilang,
sistem ini dianggap juga sebagai sistem pelengkap dari sisitem imunitas tubuh.
Sistem limfatik terdiri atas limfe, pembuluh limfe, dan sekumpulan massa kecil jaringan
limfoid yang disebut nodus limfe, dan tiga organ yaitu tonsil, timus, dan limpa. Bagian
penting lain dari penelitian meliputi peran organ limfatik dalam pembentukan antibodi,
respons imun, reaksi alergi, dan dasar penolakan terhadap transplantasi, teknik
imunosupresif, dan penyakit autoimun.
LO 1.2 Makroskopis
1. Timus
Timus tumbuh terus hingga pubertas. Setelah mulai
pubertas, timus akan mengalami involusi dan mengecil seiring
umur kadang sampai tidak ditemukan. akan tetapi masih
berfungsi untuk menghasilkan limfosit T yang baru dan darah.
Mempunyai 2 buah lobus, mempunyai bagian cortex dan
medulla, berbentuk segitiga, gepeng dan kemerahan. Timus
mempunyai 2 batasan, yaitu :
i. Batasan anterior : manubrium sterni dan rawan
costae IV
ii. Batasan atas : Regio colli inferior (trachea). Leher
terkadang sampai lobus inferior kelenjar tiroid.
Letak timus berada diantara sternum dan pericardium
dalam mediastinum superior, dorsal terhadap sternum, dan
anterior-inferior (cavum thorax). Dasar timus bersandar pada
perikardium, ventral dari arteri pulmonalis, aorta, dan trakea.
Perdarahan berasal dari arteri thymica cabang dari arteri
thyroidea inferior dan mammaria interna. Kembali melalui vena
thyroidea inferior dan vena mammaria interna.
8
2. Sumsum Tulang
Terdapat pada sternum, vertebra, tulang iliaka, dan
tulang iga. Sel stem hematopoetik akan membentuk sel-sel
darah. Proliferasi dan diferensiasi dirangsang sitokin.
Terdapat juga sel lemak, fibroblas dan sel plasma. Sel stem
hematopoetik akan menjadi progenitor limfoid yang
kemudian mejadi prolimfosit B dan menjadi prelimfosit B
yang selanjutnya menjadi limfosit B dengan imunoglobulin
D dan imunoglobulin M (B Cell Receptor) yang kemudian
mengalami seleksi negatif sehingga menjadi sel B naive
yang kemudian keluar dan mengikuti aliran darah menuju ke
organ limfoid sekunder. Sel stem hematopoetik menjadi
progenitor limfoid juga berubah menjadi prolimfosit T dan
selanjutnya menjadi prelimfosit T yang akhirnya menuju
timus.
1. Limfonodus
Terletak disekitar pembuluh darah yang berfungsi untuk
memproduksi limfosit dan anti bodi untuk mencegah penyebaran
infeksi lanjutan, menyaring aliran limfatik sekurang-kurangnya
oleh satu nodus sebelum dikembalikan kedalam aliran darah
melalui duktus torasikus, sehingga dapat mencegah penyebaran
infeksi lebih luas. Terdapat permukaan cembung dan bagian
hillus (cekung) yang merupakan tempat masuknya pembuluh
9
darah dan saluran limfe eferen yang membawa aliran limfe
keluar dari limfonodus. Saluran afferen memasuki limfonodus
pada daerah sepanjang permukaan cembung.
Identifikasi:
a. Bentuk
Oval seperti kacang tanah atau kacang merah
dengan pinggiran cekung (hillus).
b. Ukuran
Sebesar kepala peniti atau buah kenari, dapat
diraba pada daerah leher, axilla, dan inguinal dalam
keadaan infeksi.
10
2. Lien
Merupakan organ limfoid yang terbesar, lunak, rapuh,
vaskular berwarna kemerahan karena banyak mengandung darah
dan berbentuk oval. Pembesaran limpa disebut dengan
splenomegali. Pembesaran ini terdapat pada keaadan leukimia,
cirrosis hepatis, dan anemia berat.
Identifikasi:
a.Letak
Regio hipochondrium sinistra intra peritoneal.
Pada proyeksi costae 9, 10, dan 11. Setinggi
vertebrae thoracalis 11-12. Batas anterior yaitu
gaster, ren sinistra, dan flexura colli sinistra. Batas
posterior yaitu diafragma, dan costae 9-12.
b.Ukuran
Sebesar kepalan tangan masing-masing individu.
c.Aliran darah
Aliran darah akan masuk kedaerah hillus lienalis
yaitu arteri lienalis dan keluar melalui vena lienalis
ke vena porta menuju hati.
3. Tonsil
Tonsil termaksud salah satu dari organ limfoid yang
terdiri atas 3 buah tonsila yaitu Tonsilla Palatina, Tonsilla
Lingualis, Tonsilla Pharyngea. Ketiga tonsil tersebut
membentuk cincin pada saluran limfe yang dikenal dengan
Ring of Waldeyer hal ini yang menyebabkan jika salah satu
dari ketiga tonsila ini terinfeksi dua tonsila yang lain juga ikut
meradang. Organ limfoid yang terdiri atas 3 buah tonsila, yaitu :
a. Tonsilla Palatina
Terletak pada dinding lateralis, orofaring dekstra
dan sinistra
Terletak dalam satu lekukan yang dikenal dengan
fossa tonsilaris, dasar dari lekukan itu adalah tonsil
bed
Tonsil membuka ke cavum oris terdiri dari 12-15
crypta tonsilaris
Permukaan lateral ditutupi selapis jaringan ikat
fibrosa yang berbentuk capsula
Permukaan medial menonjol bebas ke dalam faring
Persyarafan tonsil oleh N IX (Glossopharyngues)
dan N palatinus (NV2)
Pendarahan berasal dari arteria tonsilaris cabang
a.maxillaris externa(facialis) dan arteria tonsilaris
cabang a.pharyngica ascendens lingualis
b. Tonsila lingualis
11
Terletak dibelakang lidah, 1/3 bagian posterior,
tidak mempunya papilla sehingga terlihat
permukaan berbenjol-benjol (folikel).
Pendarahan tonsil berasal dari arteria dorsalis
lingue (cabang arterialingualis), arteria carotis
eksterna
c. Tonsila pharyngea
Terdapat di daerah nasofaring dibelakang pintu
hidung belakang
Bila membesar disebut adenoid, dapat
menyebabkan sesak nafaskarena dapat menyumbat
pintu nares posterior (choanae), terletak didaerah
nasopharynx, tepatnya diatas torus tobarius dan
OPTATonsila lingualis
Perdarahan berasal dari arteri tonsillaris yang
merupakan cabang dari arteri maxillaris externa
(fascialis) dan arteri pharyngica ascendens
lingualis.
LO 1.3 Mikroskopis
12
KELENJAR LIMFE
Terdapat (7) pembuluh limfe aferen dengan katup yang berjalan di kapsul jaringan ikat (2)
kelenjar limfe dan pada interval-interval tertentu, menembus kapsul untuk masuk ke suatu
ruang sempit yang disebut (3,15) sinus subskapularis darisini, sinus (sinus korteks) meluas
disepanjang (6) trabekula untuk masuk ke dalam (11) sinus medularis.
korteks kelenjar limfe mengandung banyak agregat limfosit yang disebut (16) nodulus limfatik.
Jika nodulus limfatik dipotong melalui bagian tengahnya, terlihat daerah-daerah yang lebih
terang yaitu (17) sentrum germinativum nodulus limfatik dan mencerminkan tempat aktif
proliferasi limfosit.
13
Di medulla kelenjar limfe, limfosit tersusun sebagai tali-tali ireguler jaringan limfe yang
disebut (14) korga medulla (medullary cords) dimana mengandung makrofag, sel plasma, dan
limfosit kecil. Sinus medularis yang melebar mengalisrkan limfe dari daerah korteks kelenjar
limfe dan berjalan di antara korda medulla menuju (12) hilus kelenjar limfe.
Sifat konkaf kelenjar limfe menunjukkan adanya hilus. Saraf, pembuluh darah, dan vena yang
menuju dan keluarr dari kelenjar limfe terletak di hilus. (13) pembuluh limfe eferen menerima
limfe dari sinus medularis dan keluar dari kelenjar limfe di hilus.
Gambar 1.3.2 kelenjar limfe: kapsul, korteks, dan medulla (pandangan potongan)
Tampak potongan kecil daerah korteks sebuah kelenjar limfe pada pembesaran kuat.
Satu lapisan (1) jaringan ikat dengan (11) venula dan arteriol membungkus (3) kapsul kelenjar
limfe. Di jaringan ikat terlihat sebuah (2) pembuluh limfe aferen yang dilapisi oleh endotel dan
memiliki (2) katup. Dari permukaan dalam krteks, muncul (5, 14) trabekula jaringan ikat yang
meluas melalui korteks dan medulla. Terlihat banyak (16) pembuluh darah trabekulla di
trabekula jaringan ikat tersebut.
Korteks kelenjar limfe dipisahkandari kapsul jaringan ikat oleh (4, 12) sinus subskapularis
(marginalis). Korteks terdiri dari (13) nodulus limfatik yang terletak saling berdekatan tetapi
secara inkomplit dipisahkan oleh trabekula jaringan ikat intranodulus dan (6) sinus trabekulla
(kortikal). Dalam ilustrasi ini, terlihat dua nodulus limfatik lengkap, jika terpotong melalui
garis tengah, nodulis limfatikmemperlihatkan (7, 15) sentrum germinativum di tengah yang
berwarna lebih terang dikelilingi oleh bagian perifer nodulud yang lebih gelap. Di sentrum
germinativum nodulus limfatik, sel-sel berkumpul secara lebih longgar dan limfosit yang
sedang berkembang memiliki nucleus yang lebih besar dan berwarna lebih muda dengan lebih
banyak sitoplasma.
Bagian korteks kelenjar limfe yang lebih dalam disebut (8, 17) parakorteks. Bagian ini adalah
zona dependen-timus dan terutama ditemoati oleh sel T. ini juga merupakan daerah transisi
14
dari nodulus limfatik ke (9, 19) korda medularis medulla kelenjar limfe. Medulla terdiri dari
korda-korda anastomosis jaringan limfe, korda medularis, diselingi oleh (10, 18) sinus-sinus
medularis yang menerima limfe dari kelenjar limfe untuk dialirkan ke pembuluh limfe eferen
yang terlerak di hilus.
Regio sentral kelenjar limfe adalah (9) medulla yang berwarna terang. bagian ini ditandai oleh
(12) korda medularis berwarna gelap dan saluran limfe berwarna terang, (11) sinus medularis
mengalirkan limfe yang masuk ke kelenjar limfe melalui pembuluh limfe aferen di kapsul dan
menyatu kea rah hilus kelenjar limfe. Di hilus terdapat banyak (8) arteri dan vena. Limfe
meninggalkan kelenjar limfe melalui (10) pembuluh limfe eferen dengan katup di hillus.
15
Gambar 1.3.4 Kelejar Limfe : Sinus Subkorteks dan Nodulus Limfatik
Jarngan ikat reticular kelenjar limfe, (8, 11) sel reticular terlihat di berbagai region di kelenjar.
Sel reticular terlihat di (1) sinus subskapularis, (12) sinus trabekularis, dan (9) sentrum
germinativum, (14) nodulus limfatik). Banyak (2, 6, 16) makrofag) bebas juga terlihat di sinus
subskapularis, sinus trabekularis dan sentrum germinativum nodulus limfatik.
Juga terlihat sebuah nodulus limfatik dengan sebagian dari (14) zona perifernya dan sentrus
germinativum dengan limfosit-limfosit yang tengah berkembang. (5, 13) sel endotel melapisi
sinus dan membentuk suatu pembungkus inkomplit di atas permukaan nodulus limfatik.
Zona perifer nodulus limfatik terpulas pekat karena akumulasi (7) limfosit kecil. Limfosit kecil
ditandai oleh nukleusberwarna gelap, kromatin padat, dan sitoplasma sedikit atau tidak ada.
Limfosit kecil juga terdapat di sinus subskapularis dan sinus trabekularis.
Sentrum germinativum nodulus limfatik mengandung (10) limfosit ukuran sedang. Sel-sel ini
ditandai oleh nucleus yang lebih besar dan lebih terang dan lebih bayak memperluhatkan
variasi dalam ukuran dan densitas kromatinnya. Sel terbesar, dengan krmatin sentrum
germinativum, nodulus limfatik sebagai sel besar bundar dengan sitoplasma lebar dan nucleus
vesicular besar berisi satu atau lebih nucleolus. (17) limfoblas mengasilkan limfoblas lain dan
limfosit berukuran sedang. Dengan pembelahan-pembelahan mitotik pada limfoblas, kromatin
memadat dan sel mengecil, untuk kemudian menghasilkan limfosit kecil.
16
Gambar1.3.5 Kelenjar Limfe: High Endothelial Venule (Venula Althoendothelialis) di
Parakorteks (Korteks dalam) Kelenjar limfe
Region parakorteks kelenjar limfe megandung venula-venula pasca kapiler. Venula ini
memiliki morfologi tak lazim untuk mempermudah migrasi limfosit dari darah ke dalam
kelenjar limfe. Gambar ini memperlihatkan (2) high endothelial venule yang dilapisi oleh
endothel kuboid tinggi, dan bukan endothel skuamosa biasa. Beberapa limfosit tapak
bermigrasi melalui dinding venula antara endotel tinggi ke dalam parakorteks kelenjar limfe.
High endothelial venule dikelilingi oleh limfosit di parakorteks, (1) sinus medularis dan (4)
venula dengan sel darah.
Kelenjar Limfe: Sinus Subskapsularis, Sinus Trabekularis, dan Serat Retikular Penunjang
Gambar 1.3.6 Kelenjar Limfe: Sinus Subskapsularis, Sinus Trabekularis, dan Serat Retikular
Penunjang
Potongan kelenjar limfe diwarnai dengan metode perak untuk memperlihatkan susunan rumit
(6, 9) serat reticular penunjang pada sebuah kelenjar limfe. Serat kolagen yang lebih tebal dan
padat di (3) kapsul jaringan ikat berwarna merah muda. Kapsul dan bagian kelenjar limfe
lainnya ditunjang oleh serat reticular halus yang berwarna hitam dan membentuk anyaman
halus di seluruh organ.
Berbagai zona yang diperlihatkan gambar 1.3.6 dengan hematoksilin dan eosin mudah dikenali
dengan pulasan perak. (4) Trabekula jaringan ikat dari kapsul menembus bagian interior
kelenjar limfe antara dua (8, 12) nodulus limfatik. Dibawah kapsul terdapat (1, 7) sinus
subkapularis (marginalis) yang berlanjut di kedua sisi trabekula sebagai (2,5) sinus trabekularis
ke dalam medulla kelenjar dan akhirnya keluar melalui pembuluh limfe eferen di hilus. Juga
17
terlihat (10) korda medularis dan (11) sinus medularis.
KELENJAR TIMUS
Korteks setiap lobules mengandung limfosit yang terkemas rapat yang tidak membentuk
nodulus limfatik. Sebaliknya meduka mengandung lebih sedikit limfosit tetapi lebih banyak
sel reticular epitel. Medulla juga mengandung banyak (6, 9) korpuskel timus (Hassall) yang
khas untuk kelenjar timus.
Histologi kelenjar timus bervariasi sesuai usia individu. Kelenjar timus mencapai
pekembangan terbesarnya segera setelah lahir. Padasaat pubertas, kelenjar timus mulai
mengecil atau menunjukkan tanda-tanda regresi dan degenerasi gradual. Sebagai akibatnya,
produksi limfosit berkurang, dan korpuskel timus (Hassall) menjadi lebih mencolok. Selain itu,
parenkim atau bagian selular kelenjar secara bertahap diganti oleh (10) jaringan ikat longgar
18
dan (7, 11) sel adipose. Kelenjar timus yang diperlihatkan di gambar ini menunjukkan
akumulasi jaringan lemak dan tanda-tanda awal involusi yang berkaitan dengan pertambahan
usia.
(8,9) Korpuskel timus (Hassall) adalah struktur oval yang terdiri dari agregat bulat atau sferis
sel-sel epitel gepeng. Korpuskel timus ini juga memperlihatkan kalsifikasi atau (9) pusat
degenerasi yang berwarna merah muda atau eosinofilik.
LIMPA
19
Limpa dibungkus oleh suatu (1) kapsul jaringan ikat tempat munculnya (3, 5, 11) trabekula
jaringan ikat yang meluas jauh ke dalam interior limpa. Trabekula-trabekula utama masuk ke
limpa di hilus dan meluas ke seluruh organ. Di dalam trabekula terdapat arteri (5b) trabekularis
dan (5a) Vena trabekularis. Trabekula yang terpotong pada bidang transversal tapak bundar
atau nodular dan mungkin mengandung pembuluh darah.
Limpa ditandai oleh banyak agregat (4,6) nodulus limfatik. Nodulus-nodulus ini membentuk
(4,6) pulpa putih. Nodulus limfatik juga mengandung (8,9) sentrum germinativus pembuluh
darah yang dinamai (2,7,10) arteri sentralis yang terletak di bagian perifer nodulus limfatik.
Arteri sentralis adalah cabang dari arteri trabekularis yang menjadi terbungkus oleh jaringan
limfe sewaktu arteri ini meninggalkan trabekula jaringan ikat. Seluung limfe periarteri ini jufa
membenruk nodulus limfatik yang merupakan pulpa putih limpa.
Jaringan selular yang membentuk sebagian besar dari organ ini mengelilingi nodulus limfatik
dan bercampus dengan trabekula jaringan ikat. Jaringan ini secara kolektif membentuk pulpa
merat atau pulpa limpa (12, 13). Pulpa merah juga mengandung (14) arteri pulpa, (13) sinus
vena, dan (12) korda limpa (Billroth). Korda limpa tampak sebagai korda difus jaringan limfe
antara sinus-sinus vena dan membentuk suatu anyaman jaringan ikat reticular mirip spons yang
biasanya tersamar oleh kepadatan jaringan lain.
Limpa tidak memperlihatkan korteks dan medulla yang jelas, seperti yang ditemukan pada
kelenjar limfe. Namun, nodulus limfatik ditemukan di seluruh limpa. Selain itu, limpa
mengandung sinus vena, berbeda dari sinus limfe yng ditemukan di kelenjar limfe. Limpa juga
tidak memperlihatkan sinus subskapsularis atau trabekularis. Kapsul dan trabekula di limpa
lebih tebal daripada yang mengelilingi kelenjar limfe dan mengandung beberapa sel otot polos.
20
Nodulus limfatik(3) besar mencerminkan pulpa putih limpa. Setiap nodulus normalnya
memperlihatkan suatu zona perifer dengan limfosit kecil yang terkemas rapat. Arteri sentralis
(4) di nodulus limfe memiliki posisi perifer atau eksentrik. Karena menempati bagian tengah
selubung limfe periarteri, arteri tersebut dinamai arteri sentralis. Sel-sel yang ditemukan di
selubung limfe periarteri terutama adalah sel T. sentrum germinativum (5) tidak selalu ada.
Pada sentrum germinativum yang berwarna lebih terang dijumpai sel B, banyak limfosit ukuran
sedang, beberapa limfosit kecil dan limfoblast.
Pulpa merah mengandung korda limpa (Billroth) (1,8) dan sinus vena (2,9) yang berjalan di
antara korda-korda. Korda limpa (1,8) adalah agregat tipis jaringan limfe yang mengandung
limfosit kecil, sel-sel terkait, dan berbagai sel darah. Sinus vena adalah pembuluh yang melebar
dan dilapisi oleh endotel modifikasi berupa sel-sel memanjang yang tampak kuboid pada
potongan transversal.
Di pulpa merah juga terdapat arteri pulpa (10). Embuluh ini adalah cabang dari arteri sentralis
setelah arteri ini meninggalkan nodulus limfatik. Kapiler dan vena pulpa juga ditemukan.
Tampak trabekula jaringan ikat dengan arteri trabekularis (6) dan vena trabekularis (7).
Pembuluh-pembuluh ini memiliki tunika intima dengan endotel dan tunika media yang berotot.
Tunika adventisia tidak terlihat, karena jaringan ikat trabekula megelilingi tunika media
21
putih dan pulpa merah. Pulpa putih (2) terdiri dari limfosit dan agregat nodulus limfatik (2a).
di dalam nodulus limfatik ditemukan sentrum germinativum (2b) dan arteri sentralis (2c) yang
terletak tdak di tengah. Nodulus limfatik pulpa putih dikelilingi oleh pulpa merah (4). Pulpa ini
terutama terdiri dari sinus vena (4a) dan korda limpa (4b).
TONSILA PALATINA
Sepasang tonsil palatine ini terdiri dari agregat nodulus limfatik yang terletak di rongga mulut.
Tonsil palatine tidak dibungkus oleh kapsul jaringan ikat. Karenanya, permukaan tonsil ini
dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis tak-berkeratin (1,6) yang menutupi bagian rongga kriptus
tonsil (3, 9) yang juga dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis tak berkeratin.
Dibawah epitel di dalam jaringan ikat terdapat banyak nodulus limfatik (2) yang tersebar di
sepanjang kriptus tonsil. Nodus limfatik sering menyatu sat sama lain dan biasanya
memperlihatkan sentrum germinativum (7) yang berwarna lebih terang.
Terdapat jaringan ikat padat di bawah tonsil palatine dan membentuk kapsul (4, 10). Trabekula
jaringan ikat, sebagian mengandung pembuluh darah (8), terbentuk dari kapsul dan berjalan
kea rah permukaan tonsil di antara nodulus-nodulus limfatik. Di bawah kapsul jaringan ikat,
terdapat potongan serat otot rangka(5).
.
LO 2.1 Definisi
22
Gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi
disebut sistem imun. Sedangkan, reaksi yang dikoordinasi sel sel, molekul molekul
terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respons imun. Sistem imun dibutuhkan
tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang ditimbulkan berbagai
bahan dalam lingkungan hidup.
Imunitas adalah ketahanan tubuh kita atau resistensi tubuh terhadap penyakit. Imunitas
didefinisikan sebagai pertahanan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi.
LO 2.2 Klasifikasi
Sistem Imun
Non-Spesifik Spesifik
Respon imun adalah bentuk reaksi pertahanan tubuh terhadap antigen. Sedangkan
imunitas lebih mengarah kepada darimana pertahanan itu kita dapatkan. Respon imun
dapat dibagi menjadi respon imun alamiah atau nonspesifik / natural / innate /
nonadaptif dan didapat atau spesifik / adaptif / acquired
23
Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan
siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan
asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut
dalam mengahadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons
langsung.
1) Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan
terdepan terhadap infeksi.
2) Pertahanan Biokimia
PH asam keringat dan sekresi kelenjar sebaseus, berbagai asam lemak yang
dilepas kulit mempunyai efek denaturasi terhadap protein membran sel
sehingga dapat mencegah infeksi melalui kulit
Lisosom dalam keringat, ludah, air mata, ASI dapat melindungi tubuh dari
kuman gram (+) dengan cara menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding
bakteri.
ASI, ludah juga mengandung laktooksidase. Pada asi mempunyai sifat
antibacterial terhadap E.Coli dan stafilokok. Pada saliva dapat merusak dinding
sel mikroba dan menimbulkan kebocoran sitoplasma
3) Pertahanan Humoral
menggunakan berbagai molekul larut yang diproduksi di tempat infeksi atau cedera dan
berfungsi lokal. Molekulnya berupa peptida antimkroba seperti defensin, katelisidin
dan IFN dengan efek antiviral.
Komplemen : terdiri atas sejumlah besar protein yang bila di aktifkan akan
memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respons inflamasi,
spectrum yang luas diproduksi hepatosit dan monosit. Berperan sebagai opsonin
yang meningkatkan fagositosis, sebagai factor kematoktik dan menimbulkan
destruksi / lisis bakteri dan parasite
Aktivasi komplemenmerupakan usaha tubuh untuk menghancurkan antigen
asing, namun sering pula menimbulkan kerusakan jaringan sehingga merugikan
tubuh sendiri. Komplemen sangat sensitif terhadap sinyal kecil.
CRP ( C-reactive protein ) : salah satu PFA, termasuk golongan protein yang
kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas
nonspesifik. Pengukuran CRP digunakan untuk menilai aktivitas penyakit
inflamasi. Dengan bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul antara lain
fosforikolin yang ditemukan pada permukaan bakteri / jamur.
4) Pertahanan Selular
Komplemen
24
Terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi
terhadap infeksi dan berperan dalam respons inflamasi. Spectrum yang luas diproduksi
hepatosit dan monosit. Komplemen dapat rusak oleh pemanasan pada 56C selama 30
menit. Komplemen mempunyai beberapa fungsi, yaitu
Sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis oleh makrofag (C3b,
C4b)
Sebagai faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag menuju tempat
bakteri
Menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit dengan cara
menghancurkan sel membrannya.
Interferon
Merupakan sitokin berupa glikoprotein yang
diproduksi makrofag yang diaktifkan, sel NK, dan
berbagai sel tubuh yang mengandung nucleus dan
dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus.
Mempunyai sifat antivirus dan dapat menginduksi
sel sel disekitar sel yang terinfeksi virus menjadi
resisten terhadap virus.
Mengaktivasi sel NK
Dibagi menjadi
i. IFN tipe I
a. IFN-; disekresi makrofag dan leukosit
b. IFN-; disekresi fibroblas
ii. IFN tipe II
IFN- dikenal juga sebagai IFN imun, disekresi
oleh sel T setelah dirangsang antigen spesifik
Kolektin
Protein yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat hidrat arang pada
permukaan kuman. Kompleks yang terbentuk diikat reseptor fagosit untuk dimakan.
Selanjutnya komplemen juga diaktifkan.
25
Fagosit
Makrofag
Sel NK (LGL)
Anggota dari limfosit (Sel T, sel B , sel NK)
Berfungsi sebagai imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor
Secara morfologis:
- Granul besar - Pseudopodia
- Banyak sitoplasma - Nukleus eksentris
- Granul sitoplasma azurofilik
Berfungsi
- Mencegah penyebaran infeksi virus
- Mengontrol keganasan dan sel terinfeksi yang kehilangan
molekulMHC-1 (Major Histocompability Complex - 1)
Sel Mast
Berperan dalam reaksi alergi
Jika terjadi imunodefisiensi maka jumlahnya menurun
26
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap
asing bagi dirinya. Benda asing pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh
sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang
sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian
dihancurkan. Oleh karena itu, sistem tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurjan
benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa
bantuan sistem imun non spesifik.
LO 2.3 Mekanisme
27
berkembang, respons yang diterima seseorang yaitu sakit. Lalu gejala tersebut
hilang ketikan antibodi membersihkan antigen tersebut. Jika individu terserang
antigen yang sama, maka respons yang akan terjadi lebih cepat sekitar 2-7 hari.
Respons ini dinamakan respons kekebalan sekunder.
Jika antigen yang diterima lebih banyak, maka antibodi yang akan dihasilkan
dalam respons skunder memiliki afinitas yang lebih besar terhadap antigen.
Kemampuan sistem kekebalan dalam sekunder disebut juga memori
imunologis. Sel memori disiapkan untuk berpoliferasi atau memperbanyakdiri
dan berdiferensiasi ketika sel limfosit akan berkontak dengan antigen yang
sama.
Limfosit berasal dari sel induk pluripoten di sumsum tulang. Semua limfosit itu
sama lalu akan berkembang menjadi sel B dan sel T tergantung lokasi proses
pematangannya. Limfosit yang bermigrasi dari sumsum tulang belakang menju
Timus akan menjadi sel T, sedangkan limfosit yang tetap berada di sumsum
tulang akan menjadi sel B.
Limfosit tidak akan bereaksi terhadap antigen tetapi sel T berinteraksi dengan
molekul. Molekul ini merpakan glikoprotein yang berikatan pada permukaan
sel yang dinamakan MHC (Major Hsitocompability Complex). Glikoprotein
MHc disebut juga HMA (Human Leukocyte Antigen). MHC terdiri dari MHC
kelas I dan MHC kelas II. MHC kelas I ditemukan di semua sel tubuh yang
bernukleus. MHC kelas II terletak di makrofaga; sel B; sel T yang dikatifkan
dan sel yang menyusun bagian inferior timus. Tugas moleku MHC yaitu
mengikatkan antigen. Masing-masing molekul MHC mengikatkan fragmen
antigen protein dalam lekukan yang berbentuk ayunan dan mengikatkannya
pada sel T.
Sel T terdiri dari 2 jenis yaitu sel T sitotoksik dan sel T helper. Sel T sittotoksik
memiliki reseptor antigen yang berikatan dengan fragmen antigen yang
mengandung MHC kelas I terletak pada sel sel tubuh bernukleus. Sel T helper
memiliki reseptor yang berikatan dengan fragmen antigen yang mengandung
MHC kelas II . Sel T yang berkembang di dalam timus yang memiliki reseptor
afinitasnya menjadi sel T sitotoksik. Sel T yang mempunyai reseptor afinitas
terhadap MHC kelas II menjadi sel Helper. Respons kekebalan limfosit B dan
T memiliki ciri khas yakni spesifitas, keanekaragaman, memori dan mampu
membedakan diri sendiri dan bukan diri sendiri.
Aktivasi dari respon imun pada umumnya berawal dari masuknya patogen ke dalam tubuh.
Kemudian makrofag akan mencerna(memakan), memproses, dan membuat fragmen antigen
pada tubuh mereka. Makrofag dengan pengenalan fragmen pada tubuhnya disebut Antigent
Presenting Cell (APC). Kemudian sel T helper akan mendeteksi fragmen tersebut dan
28
membentuk interaksi dengan fragmen di permukaan APC. Saat proses interaksi, APC akan
menegeluarkan sinyal kimia dalam bentuk Interleukin-1 yang merangsang sel T helper untuk
melepas Interleukin-2. Zat kimia Interleukin ini akan merangsang proliferasi dari sel T efektor
jenis sel T sitotoksin dan sel B. Respon imun dalam poin ini kemudian akan terbagi menjadi
dua jalur, yaitu
1. Sel T Sitotoksin
Sel normal yang terinfeksi juga dapat mencerna serta membuat fragmen antigen pada
permukaan tubuh mereka. Tubuh kita membuat berjuta-juta sel T sitotoksin dengan tipe yang
berbeda untuk setiap jenis antigen yang berbeda. Sel T sitotoksin dapat berinteraksi dengan
fragmen antigen pada sel terinfeksi, dengan cara berikatan dengan fragmen tersebut. Ikatan
tersebut akan merangsang sel T sitotoksin untuk mengeluarkan zat kimia toksik yang dapat
membunuh sel terinfeksi beserta dengan antigen di dalamnya.
2. Sel B
Sel B juga terdiri dari berjuta-juta tipe yang dimana setiap jenisnya berfungsi untuk mengenali
antigen berbeda. Sel B ini akan teraktivasi oleh sel T helper yang memiliki pasangan struktur
fragmen antigen. Kemudian sel B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma ini
menjadi pabrik utama sumber antibodi yang akan ikut mengalir bersama aliran darah. Antibodi
yang sudah spesifik akan mengikat antigen tertentu sehingga tidak bisa berikatan dengan sel
lainnya. Pengikatan ini sebagai marker bagi makrofag untuk menghancurkan patogen tersebut.
Sistem imun alami merupakan pertahanan tubuh yang pertama kali bekerja saat terdapat
invasi. Sistem ini umumnya aktif sampai 12 jam pertama sejak invasi organisme. Sel yang
berperan dalam sistem imun alami di antaranya adalah makrofag dan natural killer cell. Sel-sel
tersebut dinamakan fagosit karena akan melawan invasi dengan cara fagositosis (penelanan
organisme asing). Selain fagositosis, salah satu mekanisme lain dalam sistem imun alami
adalah dengan produksi antibiotik alami berupa interferon dan lysozyme.
Interferon berperan dalam mengeblok replikasi dari virus yang masuk ke dalam tubuh,
sedangkan lysozyme berperan dalam menyerang dinding sel bakteri. Proses fagositosis bakteri.
Luka yang menyebabkan bakteri masuk menembus barrier kulit akan direspon langsung oleh
fagosit yang bermigrasi dari pembuluh darah. Kemudian membran sel fagosit akan membentuk
cekungan agar bakteri bisa masuk. Dari situ bakteri akan masuk ke dalam sel di dalam vacuola
berbungkus membran (disebut Fagosom). Lalu fagosom akan bergabung bersama lisosom
untuk proses digesti bakteri.
Salah satu contoh respon imun non-spesifik adalah Natural Killer (NK). Dimana sel
tersebut merupakan jenis pertahanan selular. Mereka membuat sekitar 5% sampai 15% dari
total populasi limfosit beredar. Mereka menargetkan sel tumor dan melindungi terhadap
berbagai mikroba menular. Natural Killer Sel adalah faktor yang sangat penting dalam
memerangi kanker. Stimulasi imun adalah kunci untuk menjaga jumlah sel darah putih yang
tinggi dan memberikan Sel Natural Killer kesempatan untuk melawan kanker dan penyakit
lainnya.
Natural Killer ikut mengalir bersama peredaran darah. Ketika terjadi viremia, virus
akan melekat pada sel tersebut dan melakukan penetrasi genom. Pada saat inilah sel natural
killer mendapatkan identitas gen mengenai virus. Sel ini selanjutnya akan mencari sel terinfeksi
yang memiliki identitas yang sama seperti virus lalu membunuhnya dengan mengeluarkan
toksin.
29
LI 3 Menjelaskan dan Memahami Antigen
LO 3.1 Definisi
Antigen adalah molekul asing besar yang unik yang memicu respon imun spesifik
terhadap dirinya jika masuk ke dalam tubuh.
Antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respons imun yang dirangsang
oleh imunogen spesifik seperti antibody dan atau TCR / T Cell Receptor.
Istilah antigen mengandung dua arti. Pertama, molekul yang memacu respons imun
(imunogen) dan kedua, molekul yang dapat bereaksi dengan antibodi atau sel T yang
sudah disensitasi.
LO 3.2 Sifat
Antigen adalah bagian luar kapsul atau dinding sel bakteri. Antigen disebut juga imunogen.
Antigen memiliki dua ciri penting, yaitu sebagai berikut:
Selain antigen terdapat juga molekul yang disebut hapten. Hapten adalah substansi kimiawi
sederhana atau sebuah bagian dari antigen yang tidak menimbulkan respons kekebalan, tetapi
jika hapten berikatan dengan protein tubuh, sistem kekebalan tubuh akan mengenalinya sebagai
substansi berbahaya.
LO 3.3 Fungsi
30
Antigen yang ditemukan pada beberapa spesies tertentu antara lain bahan golongan darah
pada eritrosit dan antigen histokompatibel dalam jaringan tandur yang merangsang respon
imun pada resipien yang tidak punya
7. Toksin
Toksin merupakan racun yang biasanya berupa imunogen merangsang pembentukan antibody
yang disebut antitoksin dengan kemampuan untuk menetralkan efek merugikan dari toksin
dengan menggunakan sintesanya.
LO 3.4 Jenis
1. Menurut Epitop
a. Unideterminan, univalent
Satu jenis determinan (epitop) dalam satu molekul
b. Unideterminan, multivalen
Satu jenis determinan tetapi terdapat lebih dari satu di dalam satu molekul
c. Multideterminan, univalen
Beberapa determinan tetapi hanya satu dari setiap macamnya. (kebanyakan protein)
d. Multideterminan , multivalent
Beberapa determinan dan banyak dari setiap macamnya.
2. Menurut spesifisitas
a. Heteroantigen
Dimiliki banyak spesies
b. Xenoantigen
Dimiliki spesies tertentu
31
c. Aloantigen (isoantigen)
Spesifik untuk individu dalam satu spesies
d. Antigen
Hanya dimiliki orang tertentu
e. Autoantigen
Dimiliki alat tubuh sendiri
a. T dependen
Membutuhkan pengenalan oleh sel T sebelum menimbulkan respons antibodi. Umumya
antigen protein termasuk dalam golongan ini
b. T independen
Tidak membutuhkan pengenalan oleh sel T, dapat langusng merangsang sel B. Kebanyakan
golongan berupa molekul besar polimerik.
1. Sifat Kimiawi
b. Lipid
- Tidak imunogenik (imunogenik bila di ikat protein pembawa)
- Dianggap hapten; sfingolipid
c. Asam Nukleat
- Tidak imunogenik (imunogenik bila di ikat protein pembawa)
- Contoh: Pada respon imun penderita Lupus Eritmatosus Sistemik (LES)
d. Protein
- Imunogenik
- Umumnya multideterminan-univalen
Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan antigen spesifik yang
menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang sama; digolongkan menurut cara
kerja seperti agglutinin, bakteriolisin, hemolisin, opsonin, atau presipitin. Antibodi
disintesis oleh limfosit B yang telah diaktifkan dengan pengikatan antigen pada reseptor
permukaan sel. Antibodi biasanya disingkat penulisannya menjadi Ab.
32
LO 4.2 Struktur Molekul
Dari struktur umumnya antibodi mempunyai total tiga fragmen yang terbadi
atas dua fragmen tetap yang memiliki sifat antibodi yag dapat mengikat antigen
secara spesifik, bereaksi dengan determinan antigen disebut Fab (Fragmen
antigen binding) dan fragmen ketiga yang dapat dikristalkan dari larutan yaitu
Fc (Fragmen crystallizable). Fc menunjukkan fungsi biologis sesudah antigen
berikatan dengan Fab.
Semua molekul globulin mempunyai 4 rantai polipeptida dasar, yaitu
a. 2 rantai berat (heavy chain)
Berat molekul: 50.000 - 77.000 dalton
Terdapat lima jenis, IgM , IgG, IgE, IgA, dan IgD
Terdiri 450-600 asam amino
Berat dan panjangnya sebesar dua kali rantai ringan
b. 2 rantai ringan identik (light chain)
Berat molekul: 25.000 dalton
Dibagi menjadi rantai kappa dan lamba
Diikat menjadi satu oleh ikatan disulfida
Terdiri dari 230 asam amino
A. Imunogobulin G
33
Ditemukan dalam cairan seperti darah, CSS , dan juga urin
Dapat menembus plasenta menuju janin. Imunitas bayi 6 - 9 bulan
IgG dan komplemen saling membantu sebagai opsonin untuk pemusnah antigen
IgG berperan dalam imunitas selular dengan efek sitolitik sel NK, eusinofil, neutrofil
B. Imunogobulin A
Fungsi:
a. sIgA mencegah adherens dan kolonisasi patogen pada hospes
b. Netralisasi toksin
c. Memudahkan opsonisasi
d. Dapat mengaktifkan kompelemen dengan jalur alternatif
e. Pertahanan permukaan mukosa
C. Imunogobulin M (Macroglobulin)
D. Imunogobulin D
E. Imunogobulin E
34
Kadar IgE tinggi ditemukan pada infeksi cacing, skistomiasis, hidatid, dan
trikinosis
Berperan pada imunitas parasit
F. Antibodi Monoklonal
Merupaka antibodi yang diproduksi oleh sel-sel yang berasal dari satu klon sel. Klon
adalah segolongan sel yang berasal dari satu sel dan karenanya identik secara genetik. Kloning
dilakukan dengan mengencerkan satu larutan sel sedemikian rupa sehingga diperoleh biakan
sel dengan satu sel murni. Protein myeloma adalah protein/imunoglobulin yang diproduksi
neoplasma sel plasma. Tumor ini tumbuh tanpa control dan ditemukan pada pasien dengan
myeloma. Bilas sel B tunggal menjadi ganas, semua antibodi adalah identik. Satu sel plasma
dan sel myeloma akan membentuk hibridoma, dimana mempunyai sifat dari kedua sel asalnya
dan akan membentuk antibodi monoclonal. Dalam antibodi monoclonal semua molekulnya
dalah identik.Anitbodi ini banyak digunakan untuk mengidentifikasi jenis sel, typing darah,
dan penegakkan diagnosis penyakit.
G. Imunitas Neonatal
Dilindungi dari infeksi oleh antibodi yang diproduksi ibu dan diangkut dalam darah
melalui plasenta ke sirkulasi janin. Dan juga dapat melalui ASI. Transpor IgG maternal melalui
plasenta terjadi melalui Fc-Rn (n = neonatal)
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, umumnya dengan pemberian vaksin sehingga tubuh dapat
menstimulasi sistem imun agar penyakit itu tidak terjadi berulang ulang (WHO 2016).
35
Kemudian menurut Kamus Kedokteran Dorland, hanya berarti untuk menyuntikkan
"suspensi mikroorganisme dilemahkan atau dibunuh, diberikan untuk pencegahan atau
pengobatan penyakit menular.
LO 5.2 Tujuan
Tujuan imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.
Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B,
campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, TBC, dan lain
sebagainya.
LO 5.3 Klasifikasi
36
Imunisasi pasif, terjadi bila seseorang menerima antibodi
atau produk sel dari orang lain yang telah mendapat imnisasi
aktif. Imunitas pasif dapat diperoleh melalui antibodi dari ibu
atau dari globulin gama homolog yang dikumpulkan.
iii. Serum asal hewan: Serum asal hewan seperti anti bisa
ular tertentu, laba-laba, kalajengking yang beracun
digunakan untuk mengobati mereka yang digigit.
Bahayanya ialah penyakit serum.
37
v. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian
globulin serum: Biasanya preparat globulin diberikan
IM mengingat pemberian IV dapat menimbulkan
reaksi anafilaksis. Preparat baru adalah aman untuk
pemberian IV. Keunikan kontraindikasi pemberian
Immunoglobulin yaitu pada defisiensi IgA
kongenital.
2) Imunisasi aktif
Untuk mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin
hidup/dilemahkan atau yang dimatikan. Keuntungan dari pemberian
vaksin hidup/dilemahkan ialah terjadinya replikasi mikroba
sehingga menimbulkan pajanan dengan dosis lebih besar dan
respons imun di tempat infeksi alamiah. Risiko vaksin yang
dilemahkan ialah oleh karena dapat menjadi virulen kembali dan
merupakan hal yang berbahaya untuk subyek imunokompromais.
Vaksin dapat dibagi menjadi vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin hidup
dibuat dalam pejamu, dapat menimbulkan penyakit ringan, dan menimbulkan
respons imun seperti yang terjadi pada infeksi alamiah. Vaksin mati merupakan
bahan (seluruh sel atau komponen spesifik) asal patogen seperti toksoid yang
diinaktifkan tetapi tetap imunogen.
38
Klasifikasi vaksin
Hidup - diatenuasikan Mati - diinaktifkan
Patogen Komponen
Bakteri Virus Rekayas Seluruh Toksoi Subunit Rekaya Rekombina
a Agens d dimurnikan subunit n
BCG Adeno Influenza Antraks Difteri Petusis Hib Hepatitis B
Campa (intranas Kolera USP Tetanus (aselular) konjugat (antigen
k al) (parenteral) Hib Pneumoko permukaan
Mumps Kolera Kolera (polisakarida) k konjugat )
Polio Virus WC/rBS Kolera EC/rBS Meningok Penyakit
Rubell Rota (oral) (oral) ok lyme
a Tifoid Hepatitis A Influenza konjugat (OspA)
Yellow (Ty21- Hepatitis B (vaksin slit)
fever oral) (asal Menigokok
plasma) (polisakarida)
Influenza Pneumokok
(seluruh (polisakarida)
virus) Tifoid Vi
Pes (polisakarida)
Polio (IPV)
Rabies
Tifoid
(parenteral)
Jenis Vaksin :
1) BCG
Diberikan 1 kali. Sebelum 2 bulan.
BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC).
BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak
dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. Apabila pemberian vaksin
lewat dari 2 bulan, dibutuhkan uji tuberkulin, apabila didapatkan uji
tuberkulin (+) , maka vaksinasi tidak dianjurkan dan segera dilaksanakan
skoring TB pada anak.
Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur
kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur
lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL.
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang
dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis.
Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem
kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani
pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). Reaksi yang
mungkin terjadi:
39
i. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat
penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba
keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung
berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka
ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu
dengan meninggalkan jaringan parut.
ii. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau
leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan
menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah
i. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan
karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang
secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah
matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan
menggunakan jarum) dan bukan disayat.
ii. Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu
dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik
dalam waktu 2-6 bulan.
2) DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap
difteri, pertusis dan tetanus.
Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan 100 hari) adalah inteksi bakteri pada saluran udara
yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan
yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat
menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas,
makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius,
seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada
rahang serta kejang.
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang
berumur kurang dari 7 tahun.Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2
bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak
kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT
III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi
terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan
booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena
vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun
perlu diberikan booster). Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3
kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh
perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan
atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping
tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:
40
i. demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius)
ii. kejang
iii. kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya
pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam
keluarganya)
iv. syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan,
imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah
mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal,
penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau
kejangnya bisa dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam
ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan.
Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan
asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat
penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering
menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan
3) DT
memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman
penyebab difteri dan tetanus.
Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak
boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu
menerima imunisasi difteri dan tetanus.
Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi
DPT. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL.
Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau
menderita demam inggi. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang
biasanya berlangsung selama 1-2 hari.
4) TT
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat
digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan
penyakit tetanus.
Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada
saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada
otot paha atau lengan sebanyak 0,5 mL. Efek samping dari tetanus toksoid
adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan,
pembengkakan dan rasa nyeri.
5) Polio
Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa
menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua
lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot
pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio :
i. IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus
polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan
41
ii. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin
hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau
cairan (ditetes). Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua
bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis
polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1
tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6
tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan
sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan
menggunakan sendok yang berisi air gula.
Kontraindikasi pemberian vaksin polio:
i. Diare berat
ii. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi,
kortikosteroid)
iii. Kehamilan
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-
kejang.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon
kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk
meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertinggi.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa
tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia
hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan.
Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio
dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada
orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah
pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh
diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan
sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia,
kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan
kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker,
kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang
menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi
ditunda sampai mereka benar-benar pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan,
yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.
6) Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak
(tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak
berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada
umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara
subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak :
i. infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 Celsius
ii. gangguan sistem kekebalan
iii. pemakaian obat imunosupresan
42
iv. alergi terhadap protein telur
v. hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
vi. wanita hamil
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare,
konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).
7) MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan
campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali.
Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata
berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia.
Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti
pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan
demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua
kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan
meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan
pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan
pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak
Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan
pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa
menyebakban pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.
Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau
kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat
dugaan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian
membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan
pemberian vaksin MMR.
Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap
campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap
komponen MMR hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika
dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12
bulan.
Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan.
Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup
yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak
berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-
13 tahun (sebelum masuk SMP).
Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18
tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status
imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk
SD.
Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga
telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang telah
menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak. Pada 90-98% orang
yang menerimanya, suntikan MMR akan memberikan perlindungan
seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan
kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak
dapat dipenuhi oleh suntikan pertama.
Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen
vaksin:
43
i. Komponen campak 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi,
mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5%
anak-anak yang menerima suntikan MMR. Demam 39,50 Celsius
atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang
menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam
waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama
1-2 hari. Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR
kedua.
ii. Komponen gondongan. Pembengkakan ringan pada kelenjar di
pipi dan dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari
dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima suntikan
MMR.
iii. Komponen campak Jerman, Pembengkakan kelenjar getah bening
dan atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul
dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini
terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri
atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul
dalam waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal
ini hanya ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan
MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa yang menerima
suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus
berlangsung selama beberapa bulan (hilang- timbul).
iv. Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1
minggu dan terjadi pada kurang dari 1% anak-anak tetapi
ditemukan pada 10% orang dewasa yang menerima suntikan
MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini. Nyeri atau
mati rasa pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering
ditemukan pada orang dewasa. Meskipun jarang, setelah
menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6
tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya kedutan). Hal ini
biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan
diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi.
Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek
samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman
merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat
serius.
Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi
MMR sebaiknya tidak diberikan kepada:
i. anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin
ii. anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
iii. anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker,
leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison, steroid,
kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan.
iv. wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.
8) Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza
tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan
infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak.
44
Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak
berumur 2, 4 dan 6 bulan.
9) Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar
air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian
secara perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan
mengelupas.
Anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air
dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang
mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya
memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun
atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum
pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan
selang waktu 4-8 minggu.
Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular.
Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada
sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya
harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal. Cacar
air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih
serius.
Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat
sejumlah kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah
mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya
menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya
menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya
biasanya lebih cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan
selama 10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup.
Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa :
i. Demam
ii. nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
iii. ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.
Efek samping yang lebih berat adalah :
i. kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah
penyuntikan
ii. pneumonia
iii. reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan
pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing
dan perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa
menit sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat
jarang terjadi.
iv. Ensefalitis
v. penurunan koordinasi otot.
Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada :
i. Wanita hamil atau wanita menyusui
ii. Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan
yang lemah atau yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan
imunosupresif bawaan
45
iii. Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik
neomisin atau gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil
kedua bahan tersebut
iv. Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius,
kanker atau gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
v. Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi
kortikosteroid
vi. Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau
komponen darah lainnya
vii. Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima
suntikan immunoglobulin.
10) HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B
adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan
kematian.
Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya
memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan.
Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan
antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara
suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun
setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan
dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot
lengan atau paha.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin
HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin)
pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua
diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada
saat anak berumur 6 bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui,
diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan,
contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika
positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1
minggu). Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya
ditunda sampai anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan
kepada ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat
suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada
saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.
46
LO 5.4 Syarat
47
4. Mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah
diterima,
5. Meneliti jenis vaksin yang diberikan, memberikan dosis yang akan diberikan,
6. Mencatat nomor batch pada buku anak atau kartu imunisasi serta memberikan
informed consent kepada orang tua atau keluarga sebelum melakukan tindakan
imunisasi yang sebelumnya telah dijelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan
efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah
pemberian imunisasi.
LO 5.5 Prosedur
Mekanisme proteksi dipengaruhi berbagai faktor. Keadaan nutrisi, penyakit yang menyertai dan usia
akan mempengaruhi kadar globulin atau CMI. In utero, janin biasanya terhindar dari antigen asing
dan infeksi mikroorganisme, meskipun pathogen tertentu (rubella) dapat menginfeksi ibu dan merusak
janin. Imunitas ibu melindungi janin dengan jalan mengeliminasi mikroba sebelum memasuki uterus,
atau melindungi bayi baru lahir melalui antibody transplasental atau air susu ibu.
Janin dan neonates belum mempunyai kelenjar getah bening kecuali timus yang ukurannya sangat
besar disbanding dengan badan. Janin dapat membentuk IgM pada gestasi 6 bulan. Kadar IgM
kemudian perlahan-lahan meningkat samapi sekitar 0,1 mg/ml serum waktu lahir yang berarti sekitar
10% dari kadar IgM orang dewasa.
IgG didapatkan dalam janin pada sekitar gestasi bulan ke 2 yang berasal dari ibu. Kadar IgG
meningkat dan mencapai puncaknya pada sekitar gestasi bulan ke 4. Jadi janin mendapatkan
persediaan IgG dari ibu yang bersifat antitoksik, antivirus dan antibacterial. Kadar Ig asal ibu ini
kemudian perlahan-lahan menurun bila bayi mulai membuat antibody sendiri, sehingga IgG total pada
usia 2-3 bulan hanya 50% dari kadar waktu lahir.
Pada umumnya bayi baru lahir menunjukkan respon imun yang lemah dan meningkat efektif dengan
usia. Bayi baru lahir sudah siap membentuk IgM dan dapat memberikan respons terhadap toksoid,
virus polio yang dilemahkan dan diberikan oral. Pemberian vaksin pertussis (bakteri dimatikan)
segera setelah lahir, tidak memberikan respons protektif, bahkan dapat menimbulkan toleransi
terhadap vaksin sama yang diberikan di kemudian hari.
Antibodi ibu selain memberi perlindungan kepada bayi terhadap berbagai infeksi atau toksinnya,
dapat pula mengurangi respons terhadap antigen. Misalnya antibody anti-campak asal ibu yang ada
dalam kadar cukup pada bayi sampai usia 1 tahun akan menghalangi respons bayi terhadap vaksin.
Maka vaksinasi campak sekarang dianjurkan untuk diberikan kepada bayi usia 15bulan (tidak lagi
bayi usia 12 bulan). Pemberian vaksinasi campak melalui pernapasan tetap menimbulkan peningkatan
kadar antibody, meskipun bayi masih mengandung antibody asal ibu, jadi hambatan produksi
antibody hanya terjadi bila rute pemberian adalah parenteral.
48
Imunisasi pada anak
Imunisasi biasanya dimulai pada anak dengan memberikan toksoid difetri dan tetanus, kuman B.
pertussis yang dimatikan dan polio (sabin) tipe 1,2,3, oral. Adanya sel 1012 sel limfosit dalam tubuh
diduga tidak akan berkompetisi dan akan memberikan respons imun yang baik terhadap semua
antigen. Meskipun ada dugaan bahwa virus hidup akan mencegah respon imun terhadap vaksin virus
hidup yang diberikan beberapa hari kemudian, tetapi dalam praktek hal ini tidaklah begitu berarti. Jadi
pemberian vaksin campak dan rubella secara berurutan akan memberikan respons protektif terhadap
virus tersebut.
Anak usia di bawah umur dua tahun menujukkan ketidakmampuan imun untuk membentuk antibody
terhadap pemberian parenteral polisakarida kapsul bakteri seperti H. influenza tipe B, berbagai N.
meningitidis dan S. pneumoni. Hal ini diberikan karena bayi tidak memberikan respons terhadap
antigen T independen, meskipun mampu membentuk IgM cukup dini. Dengan jalan menyatukan
antigen tersebut dengan antigen yang T dependen seperti toksoid difteri atau tetanus, diharapkan akan
dapat meningkatkan respons terhadap polisakarida.
Jadwal imunisasi tidaklah sama untuk semua Negara. Hal itu disesuaikan dengan keadaan Negara
masing-masing. Ikatan Dokter Anak Indonesia pada tahun 2011 telah merekomendasikan Jadwal
imunisasi pada anak seperti gambar dibawah ini.
49
Imunisasi pada usia dewasa dapat diberikan sebagai imunisasi ulang atau pertama. Perhimpunan Ahli
Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) merekomendasikan imunisasi pada orang dewasa seperti gambar
5.5.2 dan 5.5.3
50
Gambar 5.5.3 Imunisasi dewasa pada kondisi khusus: rekomendasi PAPDI 2013
51
Tabel 5.5.4 imunisasi dasar yang dianjurkan pada golongan khusus
3. Risiko Pekerjaan
a. imunisasi terhadap berbagai infeksi seperti hepatitis B, Q fever, pes, tularemia dan tifoid
dianjurkan untuk diberikn kepada karyawan laboratorium dan petugas kesehatan.
Imunoglobulis hepatitis B dengan titer tinggi dapat memberikan proteksi pasif sementara
pada karyawan yang mendapat luka kulit yang berhubungan dengan bahaya transmisi
hepatitis B. imunisasi profilaksis dilakukan dengan antigen sintesis atau yang diperoleh
dengan teknik rekombinan DNA dianjurkan untuk petugas kesehatan, petugas berbagai
lembaga (kontak dengan kelompok berisiko tinggi, narapidana) dan penderita yang sering
menerima transfuse darah.
b. Vaksin antraks dianjurkan untuk mereka yang berkerja dengan kulit dan tulang binatang.
Vaksinasi serupa diberikan terhadap ruselosis dan leptospirosis meskipun nilai
proteksinya terhadap kedua penyakit yang akhir belum terbukti.
c. Vaksin rabies diberikan kepada dokter hewan, mahasiswa calon dokter hewan.
4. Rubela seronegatif
52
Kepada mereka dengan rubella seronegatif perlu diberikan imunisasi sebelum pubertas
dengan vaksin yang dilemahkan. Pada golongan dengan imunokompromais (HIV, penderita
transplantasi sumsum tulang) dan kanker dianjurkan untuk diberikan vaksin pneumokok,
influenza, hepatitis A dan B, Hemofilus influenza B dan varisela.
5. Golongan risiko lain
Golongan dengan aktivitas seksual yang tinggi, penyalahgunaan obat suntik adiktif bayi lahir
dari ibu pengidap penyakit hepatitis/AIDS, keluarga yang kontak pengan penderita infeksi
hepatitis akut atau kronis, memerlukan vaksinasi yang sesuai.
6. Imunisasi dalam perjalanan
Wisatawan yang terpajan dengan bahaya infeksi perlu mengetahui peraturan-peraturan
nasional dan internasional. Vaksinasi terhadap kolera dan yellow fever diperlukan untuk
mereka yang akan mengunjungi Negara dengan endemic atau epidemic. Penyakit-penyakit
seperti poliomyelitis, difteri, tetanus, tifoid, hepatitis A, tuerkulosis masih merupakan
penyakit penting diberbagai Negara sedang berkembang. Sertifikat internasional untuk yellow
fever berlaku untuk 10 tahun dan mulai berlaku 10 harisesudah tanggal vaksinasi. Sebaliknya
serifikat vaksinasi kolera hanya berlaku untuk 6 bulan yang dimulai berlaku 6 hari sesudah
vaksinasi primer. Vaksinasi yang diperlukan bagi mereka yang melakukan ibadah haji/umroh
sudah dijelaskan terlebih dahulu.
table 5.5.5 penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi (bagi mereka yang berpergian)
53
7. Vaksin/kontrasepsis imunologis
Kontrasepsis imunologis merupakan cara untuk mencegah kehamilan. Vaksin yang
menginduksi antibody dan respon imun humoral terhadap hormone atau antigen gamet yang
berperan pada reproduksi telah dikembangkan. Vaksin tersebut dapat mengontrol fertilitas
pada hewan eksperimental. Vaksin ini masih dalam tahap pengembangan
8. Vaksin pada penderita dengan tandur
Pada subyek dengan imunokompromais, berbagai mikroba menimbulkan infeksi yang lebih
berat disbanding dengan individu normal. Oleh karena itu bila memugkinkan imunisasi
diberikan kepada golongan imunokompromais. Imunisasi dengan virus yang hidup dapat
menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan vaksin tersebut dan karenanya vaksin
tersebut tidak diberikan. Subyek/anak yang belum diimunisasi sebelum dilakukan
transplantasi. Vaksin mati tidak bereplikasi dan karenanya tidak menimbulkan penyakit yang
berhubungan dengan vaksin. Oleh pengunaan imunosupresan, respon imun menadi tidak
adekuat sehingga memerlukan booster yang multiple.
9. Wanita hamil dan yang menyusui
Meskipun secara teoritis, pemberian vaksin kepada wanita hamil dapat berisiko, sebetulnya
tidak terbukti adanya hubungan direk antara vaksinv(bahkan vaksin hidup) dengan defek pada
bayi. Namun demikian, wanita hamil hendaknya hanya mendapat vaksinasi bila vaksin diduga
tidak akan menimbulkan efek samping, risiko untuk oenyakit tinggi dan infeksi merupakan
risiko untuk ibu dan bayi. Menunggu pemberian vaksin sampai trimester ke 2 atau ke 3, bila
mungkin dapat mengurangi keresahan teratogenisitas. Sanagt sedikit vaksin yang sudah diuji
pada wanita hamil.
Sekitar 2% bayi yang dilahirkan menderita cacat, dan beberapa ibunya pernah mendapatkan
vaksinasi selama hamil. Vaksin hidup dianjurkan untuk tidak diberikan kepada ibu hamil. Ibu
yang mendapatkan vaksin MMR atau varisela, hendaknya menunggu satu bulan untuk hamil.
Tidak diketahui ada risiko untuk pemberian vaksinasi pasif. Pemberian vaksinasi termasuk
vaksin hidup tidak merupakan kontraindikasi untuk ibu yang sedang menyusui, kecuali
variola. Vaksnasi tetanus dan influenza mati banyak dianjurkan untuk diberikan kepada ibu
hamil.
10. Lain-lain
Risiko lain pada golongan tertentu terlihat pada table dibawah ini
54
LI 6 Menjelaskan dan Memahami Vaksin Menurut Pandangan Islam
6.1. Dalil
Boleh dalam kondisi darurat :
55
Kemudahan Saat Kesempitan
Sesungguhnya syariat islam ini dibangun di atas kemudahan. Banyak
sekali dalil-dalil yang mendasari hal ini, bahkan Imam asy-Syathibi
mengatakan: Dalil-dalil tentang kemudahan bagi umat ini telah mencapai
derajat yang pasti.
Semua syariat itu mudah. Namun, apabila ada kesulitan maka akan ada
tambahan kemudahan lagi. Alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafii
tatkala berkata:
Kaidah syariat itu dibangun (di atas dasar) bahwa segala sesuatu apabila
sempit maka menjadi luas.
Haram secara mutlak
Ini adalah madzhab Malikiyyah dan Hanabillah. Di antara dalil
mereka adalah hadits Nabi: Sesungguhnya allah menciptakan penyakit dan
obatnya, maka berobatlah dan jangan berobat dengan benda haram (Ash-
Shohihah: 4/174). Alasan lainnya karena berobat hukumnya tidak wajib
menurut jumhur ulama, dan karena sembuh dengan berobat bukanlah
perkara yang yakin.
1. Boleh dalam kondisi darurat. Ini pendapat Hanafiyyah, Syafiiyyah, dan Ibnu Hazm.
Di antara dalil mereka adalah keumuman firman Allah: Sesungguhnya Allah telah menjelaskan
kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya.... (QS. Al- Anam [6]:119)
Demikian juga Nabi membolehkan sutera bagi orang yang terkena penyakit kulit, Nabi
membolehkan emas bagi sahabat arfajah untuk menutupi aibnya, dan bolehnya orang yang
sedang ihrom untuk mencukur rambutnya apabila ada penyakit di rambutnya. Imunisasi
hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari penyakit sebelum
terjadi. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang memakan tujuh
butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar sehari itu dari racun dan sihir(HR. Bukhari : 5768,
Muslim : 4702).
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyariatkannya mengambil sebab untuk
membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan terjadi
wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh berobat tatkala terkena
penyakit.
2. Tidak boleh secara mutlak. Ini adalah madzab Malikiyyah dan Hanabillah.
Di antara dalil mereka adalah sabda Nabi: Sesungguhnya allah menciptakan penyakit dan
obatnya, maka berobatlah dan jangan berobat dengan benda haram (ash-Shohihah:4/174).
Alasan lainnya karena berobat hukumnya tidak wajib menurut jumhur ulama, dan karena
sembuh dengan berobat bukanlah perkara yang yakin.
56
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC
Baratawidjaja, Karnen Garna. 2014. Imunologi Dasar. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Dorland, W.A Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Ed.31 (Alih Bahasa : Albertus
Agung Mahode ). Jakarta : EGC
Koesnoe, Sukanto, Djauzi S. Imunisasi. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiyohadi B, Syam AF, penyunting. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6.
Jakarta: Interna Publishing.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC
57