Kelompok Teori Kognitif
Kelompok Teori Kognitif
Disusun Oleh:
1. Ahmad Subari (A1C415011)
2. Delia Tsuraya M.N (A1C415003)
3. Husdanora (A1C415041)
4. Sifa Fauziah (A1C415026)
Dosen Pengampu:
1. Desfaur Natalia, S.Pd, M.Pd
2. Ali Sadikin, S.Pd, M.Pd
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala karunia dan hidayah-Nya
sehingga Makalah yang berjudul Teori-Teori Kognitif dapat diselesaikan
dengan baik dan lancar. Shalawat senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman jahiliyyah ke
zaman islamiyah.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Belajar Dan
Pembelajaran yang di dalamnya membahas Pemrosesan Informasi, Metakognitif,
dan Sibernetik.
Penulis sadar bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan dari pembaca. Dan
penyusun berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
i
BAB I
PENDAHULUAN
4
melakukan (how to do). Pengetahuan ini dicirikan oleh adanya praktik
atau implementasi dari suatu konsep.
3. Pengetahuan kondisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa
(when and why) suatu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
procedural digunakan. Pengetahuan ini terkait dengan bagaimana
mengimplementasikan baik pengetahuan deklaratif, maupun procedural.
Pengetahuan ini amat penting karena menentukan kapan penggunaan
konsep dan prosedur yang tepat dalam pemecahan masalah.
Dalam konteks kognivisme yang dianggap pengembanagan teori
pemrosesan informasi yang justru Robert M. Gagne, yang kemudian
dikembangkan oleh Geoerge Miller. Menurut Gangne, dalam pembelajaran
terjadi proses peerimaan informasi yang selanjutnya diolah sehingga
menghasilkan keluaran berupa hasil belajar.
SENSORY
INFORMATION RECEPTORS RECEPTORS
LONGTERMS SHORTERMS
MEMORY MEMORY
4
5. Secara ideal pembelajar akan mampu mengelolah informasi baru dengan
cara mengevaluasi atau melakukan modifikasi terhadap skema miliknya.
4
(1) kesadaran mengenal informasi,
(2) memonitor apa yang mereka ketahui dan bagaimana mengerjakannya
dengan mempertanyakan diri sendiri dan menguraikan dengan kata-kata
sendiri untuk simulasi mengerti,
(3) regulasi, membandingkan dan membedakan solusi yang lebih
memungkinkan.
Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Borkwoski;
Borkwoski, Johnson, & Reid; Pressley et al., 1987; Torgosen; Wong (Jacob, 2003:
17-18), bahwa dosen mengajar mahasiswa untuk merancang, memonitor, dan
merevisi kerja mereka sendiri mencakup tidak hanya membuat mahasiswa sadar
tentang apa yang mereka perlukan untuk mengerjakan apabila mereka gagal untuk
memahami.
konsep metakognitif Marzano dengan meliputi 3 (tiga) tahapan strategi
sebagai berikut:
1. Tahap proses sadar belajar (awareness), merupakan komponen yang paling
dasar dari metakognisi. Kewaspadaan ini termasuk dua cara apakah siswa
biasanya melakukan pendekatan pada tugas dan cara alternatif yang
mungkin mereka lakukan. Pelajar yang baik waspada akan bagaimana
mereka berpikir dan dapat membuat pilihan yang cerdas megenai strategi
yang efektif.meliputi proses untuk menetapkan tujuan belajar,
mempertimbangkan sumber belajar yang akan dan dapat diakses (contoh:
menggunakan buku teks, mencari buku sumber di perpustakaan, mengakses
internet di lab. komputer, atau belajar di tempat sunyi), menentukan
bagaimana kinerja terbaik siswa akan dievaluasi, mempertimbangkan
tingkat motivasi belajar, menentukan tingkat kesulitan belajar siswa.
2. Tahap merencanakan belajar (Planning), merupakan komponen rencana
dari metakognisi adalah bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan
mengaktifkan kemampuan, taktik, dan proses tertentu yang akan digunakan
dalam mencapai cita-cita (Marzano, 1998, h. 60). Siswa pada tahap ini
memiliki dialog dalam dirinya mengenai apa yang dapat ia lakukan dan apa
yang paling efektif dalam situasi ini. Jika tugasnya sederhana, orang
mungkin tidak waspada akan pilihan apa yang ia buat. Dengan tugas yang
kompleks, bagaimana pun, proses metakognitif lebih terbuka saat siswa
memilih pilihan yang lain di dalam pikirannyameliputi proses
memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas belajar,
merencanakan waktu belajar dalam bentuk jadwal serta menentukan skala
prioritas dalam belajar, mengorganisasikan materi pelajaran, mengambil
langkah-langkah yang sesuai untuk belajar dengan menggunakan berbagai
strategi belajar (outlining, mind mapping, speed reading, dan strategi belajar
lainnya).
3. Tahap monitoring dan refleksi belajar (monitoring and reflection),
merupakan komponen akhir dari metakognisi adalah pemantauan. Fungsi ini
bekerja pada keefektifan rencana dan strategi yang digunakan. Sebagai
contoh, siswa kelas biologi tahun kedua memutuskan untuk membuat peta
dalam komputer untuk meninjau bab untuk sebuah tes. Setelah beberapa
menit, ia menyadari bahwa ia menghabiskan waktu yang lebih mencari tahu
tentang software daripada berpikir mengenai konten dan memutuskan untuk
menggambar peta di atas kertas. Seorang siswa kelas lima yang
mengumpulkan data mengenai temperatur dan kelembaban mulai
menambahkan daftar angka yang panjang lalu menyadari bahwa pekerjaan
akan menjadi lebih cepat dan akurat jika ia menggunkan program lembar
kerja. Pemantauan proses pemikiran yang konsisten dan membuat
perubahan yang diperlukan adalah komponenyang penting dari metakognisi.
Meliputi proses merefleksikan proses belajar, memantau proses belajar
melalui pertanyaan dan tes diri (self-testing, seperti mengajukan pertanyaan,
apakah materi ini bermakna dan bermanfaat bagi saya?, bagaimana
pengetahuan pada materi ini dapat saya kuasai?, mengapa saya mudah/sukar
menguasai materi ini?), menjaga konsentrasi dan motivasi tinggi dalam
belajar.
4
2.4 Teori Belajar Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori
ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori
sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses
yang akan dipelajari siswa (Budiningsih, 2008: 81).
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajar pun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa.
Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi
mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar,
dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses
belajar yang berbeda.
Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik
adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara
efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur
pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi.
Proses pengolahan informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang
mengutamakan berfungsinya memory. Model proses pengolahan informasi
memandang memori manusia seperti komputer yang mengambil atau
mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi,
kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada saat
dibutuhkan.
Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran)
diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta
dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model
pemrosesan informasi oleh Snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989).
Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada asumsi:
a. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan
informasi dimana pada masing-masing tahapan dibutuhkan waktu tertentu.
b. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami
perubahan bentuk ataupun isinya.
c. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas
(Budiningsih, 2005: 82)
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen
struktural dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol) antara lain:
a) Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima
dari luar. Didalam SR informasi ditangkap dalam bentuk asli, informasi
hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi
mudah terganggu atau berganti.
b) Working Memory (WM)
Working Memory(WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang
diberikan perhatian (attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini
dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakter WM adalah bahwa:
1) Ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi
didalamnya hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa
pengulangan.
2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
c) Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang
telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3)
bahwa sekali informasi disimpan dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus
atau hilang. Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau
kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika
informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan
pemunculan kembali informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard
(1983) bahwa informasi disimpan didalam LTM dalam dalam bentuk
prototipe, yaitu suatu struktur representasi pengetahuan yang telah dimiliki
yang berfungsi sebagai kerangka untuk mengkaitkan pengetahuan baru.
Dengan ungkapan lain, Tennyson (1989) mengemukakan bahwa proses
penyimpanan informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan
4
baru pada pengetahuan yang dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai
dasar pengetahuan (Budiningsih, 2005: 84).
Menurut Ausubel (dalam Budiningsih, 2005:84) sejalan dengan teori
pemrosesan informasi, perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur
kognitif yang telah dimiliki individu. Reigeluth dan Stein juga mengatakan bahwa
pengetahuan ditata didalam struktur kognitif secara hirarkis. Ini berarti,
pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh
individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci.
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif
yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat
diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada
situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang
terbatas, oleh karena itu untuk mengurangi muatan memori kerja, perlu
memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian
atau urutan pembelajaran. Belajar bukan sesuatu yang bersifat alamiah, namun
terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi internal dan kondisi
eksternal. Sehubungan hal tersebut, maka pengelolaan pembelajaran dalam teori
belajar sibernetik, menuntut pembelajaran untuk diorganisir dengan baik yang
memperhatikan kondisi internal dan kondisi eksternal.
Menurut Suciati dan Irawan (dalam Budiningsih, 2008: 92) aplikasi teori
belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2. Menentukan materi pembelajaran.
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi
tersebut.
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem
informasinya.
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang
sesuai dengan urutan materi pelajaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori belajar kognitif lebih menekankan bahwa perilaku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori ini lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar. Tokoh dalam teori belajar kognitivisme dari
Gestalt yang memandang bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang
sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi.
Metakognitif adalah metode belajar yang megasah kemampuan
siswa untuk mengembangkan diri mereka dengan memberi kebebasan untuk
mengatur waktu belajar sesuai kebutuhan.dan keberhasilan seseorang dalam
belajar dipengaruhi oleh kemampuan metakognisinya. Jika setiap kegiatan
belajar dilakukan dengan mengacu pada indikator dari learning how to learn
maka hasil optimal akan mudah dicapai.
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua
siswa.
4
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1.PENDAHULUAN
BAB 2. PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA