Anda di halaman 1dari 10

TEORI PERKEMBANGAN KARIR

TRAIT AND FACTORS


PENDAHULUAN
Sering kita dengan pendapat bijak dari orang tua yang menyampaikan bahwa dalam
perjalanan hidup manusia ada tiga hal keputusan penting yang harus kita buat. Pertama,
keputusan untuk memiliki bidang pendidikan yang akan kita tempuh. Kedua,keputusan untuk
memilih pasangan hidup kita dan ketiga keputusan untuk memilih karir (dalam arti sempit
sering diartikan memilih bidang pekerjaan). Ketiga hal tersebut sangat menentukan kualitas
kehidupan manusia baik untuk pemanfaatan pribadi maupun kepada keluarga dan
lingkungannya.
Memutuskan untuk memilih sebuah karir lebih dari sekedar menentukan apa yang akan
dilakukan seseorang untuk mencari nafkah. Pekerjaan mempengaruhi hidup seseorang secara
keseluruhan, termasuk kesehatan fisik dan mental. Imbimbo (1994) dalam buku Gladding
menyebutkan bahwa ada interkoneksi antara peran pekerjaan dan peranan lain dalam
kehidupan. Sejalan dengan hasil penelitian dari Herr, dkk yang menyimpulkan bahwa
penghasilan, stress, identitas sosial, arti, pendidikan, pakaian, hobi, minat, teman, gaya
hidup, tempat tinggal, dan bahkan karakteristik kepribadian terkait dengan kerja seseorang.

Peran pekerjaan yang berkontribusi terhadap peran lain kehidupan manusia seringkali
menjadikan pekerjaan menjadi prioritas yang penting dalam kehidupan manusia. Seperti
halnya fenomena yang sering dijumpai di sekeliling kita bahwasanya sebagian besar orang
dewasa yang rela menghabiskan sepertiga waktunya dalam sehari untuk bekerja dengan
rutin. Sebaliknya, banyak orang yang bingung dan gelisah jika tak memiliki pekerjaan yang
pasti dan orang yang menganggur akan merasa dirinya tak berdaya, frustasi, serta
kehilangan arah tujuan hidup.

Maka dari itu, menjadi sangat penting dalam memilih karir banyak orang yang berbondong-
bondong mencari pakar atau ahli yang dapat dipercaya memberikan solusi atau masukan
untuk masa depan karirnya. Kebutuhan manusia akan pentingnya karir mendorong para
ilmuwan berupaya untuk melakukan berbagai kajian maupun riset mengenai karir hingga bisa
menelurkan berbagai teori tentang karir. Adalah teori perkembangan karir yang mencoba
menjelaskan mengapa orang memilih suatu karir , selain itu juga berurusan dengan
penyesuaian karir yang dilakukan manusia sepanjang masa.

Salah satu tokoh dalam karir adalah Frank Parson yang berhasil mendobrak dunia dengan
mencetuskan teori tentang Trait and Factor. Parson diyakini merupakan tokoh terbesar
dalam merintis konseling karir. Dalam makalah ini, penulis ingin membahas mengenai Parson
dan perkembangan teorinya.

PEMBAHASAN
Sejarah Awal Mula Bimbingan Karir
Program bimbingan di Amerika pada mulannya merupakan bagian dari gerakan moral.
Sekolah mengembangkan program bimbingan untuk membantu peserta didik agar memiliki
pemahaman yang lebih baik tentang keadaan dirinya dan berkembang menjadi orang atau
pekerja yang bertanggung jawab. Pada masa abad ke-20 belum ada konselor di sekolah,
semua perkerjaan konselor masih ditangani oleh guru seperti dalam memberikan layanan
informasi, layanan bimbingan pribadi, social, belajar dan karir. Konsep bimbingan karier lahir
bersamaan dengan konsep bimbingan di Amerika Serikat pada awal abad keduapuluh, yang
dilatari oleh berbagai kondisi obyektif pada waktu itu (1850-1900), diantaranya : (1) keadaan
ekonomi; (2) keadaan sosial, seperti urbanisasi; (3) kondisi ideologis, seperti adanya
kegelisahan untuk membentuk kembali dan menyebarkan pemikiran tentang kemampuan
seseorang dalam rangka meningkatkan kemampuan diri dan statusnya; dan (4)
perkembangan ilmu (scientific), khususnya dalam bidang ilmu psiko-fisik dan psikologi
eksperimantal yang dipelopori oleh Freechner, Helmotz dan Wundt, psikometrik yang
dikembangkan oleh Cattel, Binnet dan yang lainnya Atas desakan kondisi tersebut, maka
muncullah gerakan bimbingan jabatan (vocational guidance) yang tersebar ke seluruh negara
(Crites, 1981 dalam Bahrul Falah, 1987).

Istilah vocational guidance pertama kali dipopulerkan oleh Frank Pearson pada tahun 1908
ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu anak-anak
muda dalam memperoleh pekerjaan. Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance
lebih merujuk pada usaha membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu
pekerjaan, termasuk didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan
untuk memasuki suatu pekerjaan. Frank Parson ini di kenal sebagai Father of the Guidance
Movement in American Education yang mendirikan biro pekerjaan pada tahun 1908 di
Boston, Masschussets, yang bertujuan untuk membantu pemuda untuk memilih karir yang
didasarkan atas proses seleksi secara ilmiah dan melatih para guru untuk memberikan
pelayanan sebagai konselor vokasional.
Frank Parson
Frank Parson dilahirkan pada tahun 1854 di Mount Holly. Pada usia 15 tahun dia belajar
matematika dan teknik di Cornell University, lulus dengan gelar B.C.E. kemudian bekerja di
kereta api. Setelah rel kereta api bangkrut, Parson beralih karir menjadi guru di beberapa
mata pelajaran, seperti matematika dan sejarah di sekolah umum di Perancis. Parson juga
belajar hukum kemudian pada tahun 1885 menjadi pegawai di sebuah firma hukum di Boston.
1885 merupakan tahun penting dalam karirnya, Parson mengajar hukum di Boston University.
Beragam bidang diraihnya seperti mendapatkan gelar professor sejarah dan ilmu politik,
professor sejarah dan ekonomi.

Pada tahun 1905, Parsons menjadi Direktur dari salah satu program layanan Civic House yang
disebut Institut pencari nafkah (Zunker, 2002). Faktor-faktor pendorong dari gerakan yang
dilakukan Parsons, antara lain :
1. Kemajuan industri di Amerika Serikat memunculkan
beragam jenis pekerjaan. Kegiatan-kegiatan industri yang
biasanya dikerjakan secara manual dengan tenaga
manusia berkembang menjadi kegiatan mesin sehingga
membutuhkan tenaga-tenaga yang terampil. Hal ini
menimbulkan konsekuensi banyaknya tenaga kerja kasar
yang harus di-phk sementara di sisi lain kebutuhan akan
tenaga ahli menjadi semakin besar.
2. Banyak siswa sekolah menengah yang mengikuti
pendidikan. Mereka memerlukan bimbingan pendidikan
atau konseling sekolah dengan tujuan supaya sukses
dalam pendidikan. Masalah yang dihadapi siswa pun
beragam mulai masalah pribadi, kesulitan belajar,
masalah dengan keluarga, masalah yang hubungan
dengan jenis kelamin, juga masalah lanjutan studi dan
karir di dunia kerja yang beragam dan penuh persaingan.
3. Banyak pemuda yang kembali dari medan perang untuk
mengikuti wajib militer. Mereka harus berkeluarga,
sehingga terjadi kelahiran bayi yang banyak (baby boom).
Di samping itu untuk menghidupi keluarga, mereka harus
memperoleh lapangan pekerjaan. Oleh karena itu
diperlukan penelusuran bakat, kemampuan, minat,
kepribadian, dan pelatihan kerja.
Dalam pergerakannya Parson memberi bantuan terhadap para pemuda dalam bidang
bimbingan pekerjaan dan bimbingan pendidikan, dengan jenis layanan antara lain:

1. Menelusuri aspek-aspek internal di dalam diri klien,


seperti minat, bakat, dan kemampuan
2. Menelusuri aspek-aspek eksternal klien, seperti faktor
sosial ekonomi, masalah keluarga, dan sebagainya.
3. Menggali upaya-upaya pengembangan pendidikan dan
karir klien ke masa depan dihubungkan dengan masalah
lapangan kerja dan pendidikan yang tersedia melalui
berbagai informasi.
Kegiatan Parson mendapat dukungan dari Bread Winners Institute (BWI ) yang merupakan
cabang dari Civic Service House ( CSH ) milik pemerintah. Kedua badan tersebut pulalah
yang akhirnya mendorong Parson untuk mengembangkan sebuah lembaga yang memberikan
layanan konseling individual yang bernama Vocational Bureau of Boston pada tahun 1908.
Organisasi ini mempunyai kegiatan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan dan
minat kerja klien, untuk kemudian menghubungkannya dengan pilihan pekerjaan yang
tersedia di lapangan. Selain itu, Parsons menggunakan Biro untuk melatih para muda agar
menjadi konselor dan manajer di sekolah, perguruan tinggi, dan bisnis.
September 1908 Parson meninggal dunia, pada saat itu ia bekerja sebagai insinyur, guru,
profesor, administrator, konselor kejuruan, kritik sosial, penulis, dan pengacara. Pada tahun
1909 buku karangan Frank Parsons Choosing a Vacation yang diterbitkan, tepat satu tahun
setelah meninggalnya. Dalam buku ini dia menjelaskan tentang peran konselor dan teknik-
teknik yang bisa digunakan dalam konseling pekerjaan. Buku ini begitu berpengaruh terutama
di Boston, sehingga beberapa kepala sekolah di Boston, Stratton Brooks, mengangkat 117
guru-guru sekolah dasar dan menengah sebagai konselor vokasional (Nugent, 1994, dalam
Gladding 2000, Wardhani 2008 ).
Gerakan bimbingan pekerjaan yang dipelopori Parsons ini mencapai gema di tingkat nasional
dan dikenal luas manfaatnya setelah diadakannya Konferensi Nasional I yang disponsori
oleh BCC (Boston Chamber of Commerce) pada bulan Maret 1910. Pada tahun 1913
berdiri asosiasi pertama yang berfungsi sebagai wadah bagi kegiatan bimbingan dan
konseling, yaitu The National Vocational Guidance Association ( NVGA).Organisasi ini
juga merupakan perkumpulan bagi orang-orang yang berminat dalam vokasional. Tujuan
badan ini adalah:
1. Memperbaiki pilihan pekerjaan dari generasi muda setelah
mereka diberi bimbingan
2. Mendekatkan kemampuan dan minat kerja dengan pilihan
pekerjaan yang tepat
3. Menjadikan bimbingan pekerjaan sebagai wahana layanan
profesional yang membutuhkan berbagai ahli termasuk
ekonomi, hukum, dan ilmu sosial
Teori Trait and Factors
Teori dari Parson disebut sebagai teori Trait and Factors atau sifat dan faktor. Yang
dimaksud dengan Trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berfikir,
berperasaan, dan berperilaku seperti intelegensi (berfikir), iba hati (berperasaan), dan agresif
(berperilaku). Beberapa ahli psikologi telah mencoba untuk menemukan seperangkat ciri
dasar yang terbatas jumlahnya, dengan menganalisis data hasil testing psikologis melalui
teknik statistik yang disebut Factor Analysis, sehingga ciri-ciri dasar yang mereka temukan
disebut factors.
Teori Trait and Factors adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang
dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan sejumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing
psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu.
Dalam intervensinya, biasanya Parson bertemu dengan siswa hanya sekali yang mungkin sulit
untuk menentukan karir seseorang. Dalam pemecahan masalah karir, Parson menjelaskan
tiga faktor kunci dalam membuat pilihan karir. Ketiga faktor kunci tersebut adalah:

1. Pemahaman yang jelas tentang dirinya sendiri


(pengentahuan diri). Parson beralasan bahwa jika individu
memiliki atribut ini, mereka tidak hanya akan membuat
pilihan yang tepat bagi diri mereka sendiri tetapi juga
fungsi produktif masyarakat akan lebih besar pada orang
yang memiliki kecocokan pekerjaan. Prinsip dasar
pertama dari model Parsons berkaitan dengan membantu
individu memperoleh pengetahuan diri melalui
pengukuran sifat dan faktor.
2. Pengetahuan tentang syarat-syarat dan prospek di
berbagai macam jalur pekerjaan (pengetahuan tentang
pekerjaan). Prinsip dasar kedua dari model Parsons adalah
pengetahuan pekerjaan. Sistem klasifikasi kerja
dikembangkan untuk memfasilitasi penyimpanan dan
pengambilan informasi tentang sifat dan karakteristik
pekerjaan.
3. Kemampuan untuk menarik hubungan antara keduanya
(pengambilan keputusan karir). Proses berpikir seorang
individu mengintegrasikan pengetahuan diri dan
pengetahuan kerja untuk sampai pada pilihan pekerjaan
dapat dilihat sebagai garis ketiga dari penyelidikan
perkembangan karir.Model model keputusan karir dapat
ditempuh melalui lima langkah menyeluruh, yaitu: (1)
mendefinisikan masalah; (2) memahami penyebabnya; (3)
merumuskan alternatif; (4) memprioritaskan alternatif dan
tiba di pilihan pertama; (5) melaksanakan solusi dan
mengevaluasi hasil (Peterson dkk., 2002).
Jadi,langkah pertama menggunakan analisis diri;langkah yang kedua memanfaatkan informasi
jabatan (vocational information); langkah yang ketiga menerapkan kemampuan untuk berpikir
rasional guna menemukan kecocokan antara ciri-ciri kepribadian, yang mempunyai relevansi
terhadap kesuksesan atau kegagalan suatu pekerjaan / jabatan, dengan tuntutan klasifikasi
dan kesempatan yang terkandung dalam suatu pekerjaan atau jabatan.Dengan demikian,
orang muda bukannya mencari pekerjaan demi asal punya pekerjaan (the hunt of a vocation).
Namun prosedur yang digunakan oleh Frank Parsons untuk menemukan fakta dalam rangka
langkah kerja yang pertama dan yang kedua ternyata tidak seluruhnya dapat
dipertanggungjawabkan dari segi analisis psikologi dan sosial secar ilmiah. Tekanan pada
studi psikologi terhadap masing-masing orang dalam suatu klinik psikologis, dengan
menggunakan alat-alat yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menjadi ciri khas
dari aliran konseling yang kemudian disebut Konseling Klinikal. Corak konseling yang
berpegang pada teori Trait and Factor berkembang dalam rangka konsepsi aliran Konseling
Klinikal. Oleh karena itu, pendekatan konseling Trait-Factor dalam beberapa buku dinamakan
Konseling Klinikal.
Pengaruh teori ini tersebar sangat luas pada masa Depresi Besar, ketika E.G. Williamson
mempelopori penggunaannya. Corak konseling ini juga dikenal dengan directive
counseling atau Counselor-Centered Counseling , karena konselor secara sadar mengadakan
strukturalisasi dalam proses konseling dan berusaha mempengaruhi arah perkembangan
konseli demi kebaikan konseling sendiri. Corak konseling ini menilai tinggi kemampuan
manusia untuk berpikir rasional dan memandang masalah konseli sebagaiproblem yang harus
dipecahkan dengan menggunakan kemampuan itu (problem-solving approach).
Williamson merumuskan sejumlah asumsi yang mendasari Konseling Trait and Factors dalam
suatu karangan yang dimuat dalam Theories of Counseling (1965), sebagai berikut :
1. Tiap individu mempunyai sejumlah kemmapuan dan
potensi, seperti taraf intelegensi umum, bakat khusus,
taraf kreativitas, wujud minat serta keterampilan dan
secara bersama-sama membentuk pola yang khas pada
individu itu. Hal tersebut merupakan ciri-ciri kepribadian
(traits), yang dapat diidentifikasi melalui tes psikologis.
2. Pola kemampuan dan potensi yang tampak pada
seseorang menunjukkan hubungan yang berlain-lainan
dengan kemampuan dan keterampilan yang dituntut pada
seorang pekerja di berbagai bidang pekerjaan. Minat yang
dimiliki seseorang juga menunjukkan hal yang berlainan
dengan pola minat yang ditemukan di berbagai bidang
pekerjaan. Maka, dibutuhkan informasi jabatan (vocational
information), yang tak hanya mendeskripsikan tugas-
tugas yang dilakukan, tetapi menggambarkan pula pola
kualifikasi dalam kepribadian pekerja. Hal ini bisa melalui
testing psikologis.
3. Informasi pendidikan yang dibutuhkan bukan hanya
mendeskripsikan isi dari suatu program studi, tetapi juga
menggambarkan pola kualifikasi yang ditutntut. Informasi
ini harus bersifat objektif berdasarkan hasil penelitian.
Penentuan kecocokan atau ketidakcocokan antara data
tentang tuntutan program studi dan data tentang individu
, lebih dapat diandalkan daripada hanya perkiraan
kecocokan atas dasar pandangan pribadi.
4. Tiap individu mampu, berkeinginan, dan
berkecenderungan untuk mengenal diri sendiri serta
memanfaatkan pemahaman diri itu dengan berfikir baik-
baik, sehingga dia akan menggunakan keseluruhan
kemampuannya dan dapat mengatur kehidupannya
sendiri secara memuaskan.
Williamson mengakui bahwa konfigurasi kualifikasi yang dituntut dari seorang pekerja yang
sudah bertugas sebenarnya bukan hanya meliputi kemampuan kognitif dan pola minat,
melainkan juga sifat-sifat kepribadian, sikap serta motivasi. Williamson mencoba
menguraikan data dan fakta yang dibutuhkan agar bisa menghasilkan sejumlah alternatif,
antara lain:

1. Data tentang diri sendiri, seperti kemmapuan intelektual,


bakat khusus, minat, harapan, bernagai perasaan, nilai-
nilai kehidupan, cita-cita, keterampilan, serta ciri-ciri
kepribadian yang lain yang bersifat non kognitif.
2. Fakta tentang keluarga dekat, seperti aneka harapan
keluarga, kewajiban moral sosial terhadap keluarga,
kemampuan ekonomi keluarga dan sebagainya.
3. Fakta tentang lingkungan hidup, seperti ciri/corak khas
dari setiap program studi atau bidang pekerjaan,
konstelasi kualifikasi yangs ecara minimal dituntut,
keadaan konkret masyarakat yang mempersempit atau
memperluas ruang gerak konseli yang menghadapi
keharusan untuk memilih.
Aplikasi Teori Trait And Factors dalam Konseling
Jika seorang konseli dengan bantuan dari konselor sudah mampu mengenali atau memahami
dirinya sendiri, maka konseli tersebut tidak akan mengalami kesulitan dalam memilih karir
yang sesuai dengan potensi atau kemampuan yang dimilikinya. Akan tetapi, pilihan karir tidak
hanya ditentukan oleh sifat diri/dimensi kepribadian dari konseli melainkan konselor juga
harus mampu memberikan data mengenai pengalaman kerja dan latar belakang individu
(konseli) pada umumnya. Proses konseling menurut Williamson dan Darley (1937) dalam
teori trait and factor ini dibagi ke dalam 5 tahapan, diantaranya:
1. Analisis, merupakan tahap yang terdiri dari pengumpulan
data atau informasi dari konseli.
2. Sintesis, merupakan tahap merangkum dan mengatur
data dari hasil analisis yang sedemikian rupa, sehingga
akan menunjukkan bakat konseli, kemampuan serta
kelemahannya, dan kemampuan dalam menyesuaikan
diri.
3. Diagnosis, merupakan tahap untuk menemukan
ketetapan dan pola yang mengarah pada permasalahan,
sebab-sebab, serta sifat-sifat konseli yang relevan, dan
akan berpengaruh pada proses penyesuaian diri.
4. Konseling, merupakan hubungan membantu konseli untuk
menemukan sumber diri sendiri dan sumber di luar
dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan
5. Evaluasi atau treatment, merupakan tindak lanjut dari
proses konseling.
Konseling bertujuan untuk mengajak klien berpikir mengenai dirinya dan menemukan
masalah dirinya serta mengembangkan cara-cara untuk keluar dari masalah tersebut. Untuk
itu secara umum konseling trait and factor dimaksud untuk membantu klien mengalami:

1. Klarifikasi diri (self clarification)


2. Pemahaman diri (self understanding)
3. Penerimaan diri (self acceptance)
4. Pengarahan diri (self direction)
5. Aktualisasi diri (self actualization)
Metode yang dapat digunakan oleh konselor menurut teori trait and factor ini adalah dengan
menggunakan teknik-teknik seperti wawancara, prosedur interpretasi tes, dan menggunakan
informasi jabatan atau pekerjaan yang selanjutnya akan disusun untuk membantu
menyelesaikan masalah karir yang dihadapi oleh konseli. Bimbingan dan konseling karir
menurut teori trait and factor ini bertujuan untuk mengajak konseli agar dapat berfikir
mengenai dirinya serta mampu mengembangkan cara-cara yang dilakukan agar dapat keluar
dari masalah karir yang dihadapi.
Bimbingan dan konseling karir menurut teori trait and factor dapat digunakan terhadap
semua kasus yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut, ragam konseling jabatan atau
konseling akademik (konseling karir), dimana konseli dihadapkan oleh keharusan untuk
memilih beberapa alternatif, konseli telah menyelesaikan minimal jenjang pendidikan SMP
dan sudah mulai tampak stabil dalam berbagai ciri kepribadian, konseli tidak menunjukkan
kelemahan yang serius dalam beberapa segi kepribadiannya, misalnya selalu ragu-ragu
dalam mengambil keputusan karirnya.
Teknik Konseling Trait and Factor
Dalam mengimplementasikan pemecahan masalah, Williamson dalam Fauzan (2004)
mengemukakan 5 macam stategi atau teknik utama (major technique), yaitu:
1. Forcing Conformity (memaksa penyesuaian). Dipilih
apabila lingkungan memang tidak dapat diubah. Seperti:
siswa harus mau mengikuti atau menerima pelajaran dari
guru matematika yang judes yang sebenarnya tidak
disenangi siswa.
2. Changing the Environment (mengubah lingkungan),
dipilih bila memang tidak memungkinkan, klien memiliki
kekuatan atau kemampuan melakukannya. Lingkungan ini
mencakup apa dan siapa. Contoh: ruang belajar yang
semula menghadap jendela dan jalan raya dibalik menjadi
membelakangi, tidak dapat konsentrasi belajar karena
tiap belajar ada anak ramai diluar, maka anak-anak itu
disuruh pindah atau diusir.
3. Selecting the Appropriate Environment (memilih
lingkungan yang cocok). Contoh: ada beberapa tempat
belajat yang dapat dimanfaatkan yaitu, di perpustakaan,
di rumah sendiri, dan di rumah teman.
4. Learning Needed Skills (belajar keterampilan-
keterampilan yang diperlukan). Contoh: belajar
keterampilan bergaul, membuat paper, dan sebagainya.
5. Changing Attitute (mengubah sikap), sikap
merupakan kecenderungan seseorang dalam menanggapi
sesuatu, dan arahnya juga pada siapa dan pada apa.
Beberapa sikap diri perlu diubah kalau memang tidak
menguntungkan, misalnya sikap segan untuk bertanya.
Ada beberapa teknik umum yang digunakan dalam pendekatan ini :

1. Attending (Melibatkan Diri)


Attending adalah perilaku konselor untuk melibatkan diri dalam proses konseling meliputi
kontak mata, kualitas suara, jejak verbal, dan bahasa tubuh. Tujuan menggunakan teknik ini
adalah.
1. Menunjukkan pada konseli bahwa proses konseling
konselor memperhatikan sepenuhnya kepada konseli.
2. Mengkomunikasikan penerimaan konselor terhadap
konseli.
3. Mengajak dan mengembangkan keterlibatan konseli
secara personal dalam melaksanakan sesi konseling.
4. Menangkap secara utuh pesan dan ungkapan yang
diberikan konseling baik dalam bentuk verbal maupun non
verbal.
5. Opening (Pembukaan)
Opening adalah membuka kegiatan wawancara. Tujuan pembukaan wawancara konseling
untuk :
1. Menciptakan rasa aman konseling selama mengikuti sesi
konseling.
2. Mengurangi kecemasan dalam proses konseling.
3. Menciptakan kondisi fasilitas dalam konseling.
4. Acceptance (Penerimaan)
Acceptance adalah penerimaan terhadap klien. Tujuan teknik penerimaan untuk :

1. Mengkomunikasikan sikap dasar konselor terutama ketika


membentuk suasana akrab.
2. Disadarinya oleh konseling bahwa konselor benar-benar
mendengarkan apa yang dikatakannya.
3. Terbentuknya suasana emosional klien.
4. Restatement and Pharaprasing (Pernyataan
Kembali dan Parafrase)
Restatement adalah mengulang atau menyatakan kembali sebagian pernyataan konseling
yang dianggap penting. Pharaprase adalah mengulang kalimat/ pernyataan singkat konseli
secara utuh, apa adanya tanpa merubah makna. Tujuan:

1. Diketahui oleh klien, bahwa konselor mendengarkan yang


dikatakannya.
2. Diperolehnya informasi penting.
3. Terujinya data yang diverbalissasikan klien.
4. Reflection of Feeling (Refleksi Perasaan)
Reflection of Feeling adalah pantualan perasaan yang dinyatakan dalam bentuk
pernyataan/sikap yang terkandung di balik pernyataan klien.

Tujuannya adalah :

1. Dirasakannya oleh klien bahwa dirinya dipahami oleh


konselor.
2. Terdorongnya konseli lebih mengekprsikan perasaan-
perasaannya terhadap situasi tertentu.
3. Clarification (Klarifikasi)
Clarification adalah mengungkapkan kembali isi pernyataan klien dengan menggunakan kata-
kata baru dan segar. Tujuannya :

1. Mengungkap isi pesan utama yang disampaiakn klien.


2. Memperjelas isi pesan yang diungkapkan klien.
3. Structuring (Strukturisasi)
Strukturing adalah penegasan tentang batas-batas konseling itu sesungghnya.
Tujuannya :

1. Diperolehnya kesamaan harapan konselor dan klien.


2. Diperolehnya kesepakatan dari konseling mengenai apa
terlibat dalam metode dan tujuan konseling.
3. Summary (Ringkasan)
Meringkas adalah suatu proses untuk memadu berbagai ide dan perasaan dalam satu
pernyataan pada akhir suatu unit wawancara konseling.
Tujuannya :

1. Memadukan unsur-unsur tema yang muncul dalam


pembicaraan.
2. Mengidentifikasi pola isi pembicaraan konseli.
3. Menghindari pembicara yang diulang-ulang dan bertele-
tele.
4. Merangkum kemajuan yang telah dicapai dalam proses
konseling
5. Keuntungan dan Kelemahan Teori Trait and Factors
Winkel (2004), dalam bukunya Bimbingan dan Konseling dalam Institusi pendidikan,
mengemukakan mengenai keuntungan dan kelemahan teori Trait and Factors.
Keuntungannya antara lain:
1. Penekanan pada penggunaan data tes objektif membawa
kepada upaya perbaikan dalam pengembangan tes dan
penggunanya, serta perbaikan dalam pengumpulan data
lingkungan.
2. Penekanan yang diberian pada diagnose mengandung
makna sebagai suatu perhatian terhadap masalah dan
sumbernya mengarahkan kepada upaya pengkreasian
teknik-teknik untuk mengarasinya.
3. Penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya
menyeimbangkan pandangan lain yang lebih
menekaankan afektif atau emosional.
Sedangkan kelemahan pendekatan Trait and Factors menyangkut pilihan bidang studi
dan/pekerjaan. Kelemahan tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Kurang diindahkan adanya pengaruh dari perasaan,
keinginan, dambaan aneka nilai budaya,nilai-nilai
kehidupan,dan cita-cita hidup, terhadap perkembangan
jabatan anak dan remaja serta pilihan program/bidang
studi dan bidang pekerjaan.
2. Diandalkan bahwa pilihan jabatan dan pilihan program
studi terjadi sekali saja da ini pun bersifat keputusan
terakhir atau definitif, dengan berfikir secara rasional.
3. Kurang diperhatiakn peranan keluarga dekat, yang ikut
mempengaruhi rangakaian pilihan anak dengan cara
mengungkapkan harapan,dambaan dan memberikan
pertimbangan untung-rugi sambil menunjuk tradisi
keluarga, tuntutan mengingat ekonomi keluarga, serta
keterbatasan yang konkret dalam kemampuan finansial
dan sebagainya.
4. Kurang diperhitungkan perubahan-perubahan dalam
kehidupan masyarakat, yang ikut memperluas atau
membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi seseorang.
5. Kurang disadari bahwa konstelasi kualifikasi yang dituntut
untuk mencapai sukses di suatu bidang pekerjaan atau
program studi dapat berubah selama bertahun-tahun
yang akan datang.
6. Pola ciri-ciri kepribadian tertentu belum pasti sangat
membatasi jumlah kesempatan yang terbuka bagi
seseorang,karena orang dari berbagai pola ciri
kepribadiab dapat mencapai sukses di bidang pekerjaan
yang sama.
KESIMPULAN
Frank Parson dikenal sebagai Father of the Guidance Movement in American Education.
Parson mencetuskan teori Trait dan Factors yang kemudian dikembangkan lagi oleh
beberapa penerusnya, yaitu E.G. Williamson. Teori Trait and Factors adalah pandangan yang
mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan
sejumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur masing-masing
dimensi kepribadian itu.
Dalam pemecahan masalah karir, Parson menjelaskan tiga faktor kunci dalam membuat
pilihan karir. Ketiga faktor kunci tersebut adalah pengetahuan diri, pengetahuan pekerjaan
dan kemampuan untuk menarik hubungan antara keduanya.

Menurut Williamson, ada 5 teknik utama (major technique) dalam teori ini, yaitu: Forcing
Conformity, Changing the Environment, Selecting the Appropiate Environment, Learning
Needed Skills, dan Changing Attitude. Adapun teknik umum yang digunakan antara
lain: Attending, Opening, Acceptance, Restatement and Pharaprasing, Reflestion of Feeling,
Clarification, Structuring, dan Summary.

DAFTAR PUSTAKA
Fauzan, L. (2004). Pendekatan Pendekatan Konseling Individual. Malang: Elang Mas.
Gladding, S. T. (2015). Konseling Profesi yang Menyeluruh Edisi Keenam. Jakarta: PT Indeks.
Latipun. (2001). Psikologi Konseling. Malang: Universitas MUhammadiyah Malang Press.
Munandir. (1996). Program Bimbingan Karier di Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Robert Nathan, L. H. (2012). Konseling Karier Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
W.S. Winkel, M. S. (2004). BImbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media
Abadi.
Williamson, E. (1965). Vocational Counseling: Some Historical, Philosophical, and Theoretical
Perspectives. New York: McGraw-Hill.
http://www.dickwhitney.net/FrankParsonsSouthbridgeConnection.pdf
http://wps.ablongman.com/wps/media/objects/208/213944/trait.pdf

Anda mungkin juga menyukai