Anda di halaman 1dari 38

Perlindungan Jaminan Sosial Terhadap Tenaga Kerja

Serta Penyimpangan Jam Kerja


Oleh :

Widowati

Abtraksi :

Meskipun telah ditetapkan adanya hubungan tenaga kerja dan majikan yang
merupakan hubungan bersifat timbal balik yang saling membutuhkan, demi
kelancaran dalam proses produksi dan penghasilan bahwa tenaga kerja dan majikan
selalu ditekankan adanya keterbukaan, sehingga apabila ada suatu perselisihan
diantara kedua pihak dapat diselesaikan secara musyawarah. Undang-Undang
Kerja Nomor 12 tahun 1948 di mana di dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 yang
menetapkan lamanya waktu kerja 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, tidak berjalan
sebagaimana mestinya sebab dalam prakteknya di perusahaan ini adalah tidak
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang tersebut. Di
mana peraturan perusahaan tersebut memberlakukan jam kerja lebih lama dari
waktu yang telah ditetapkan. Dalam hal jam kerja yang tidak sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku, selama ini pihak instansi yang berwenang
(dalam hal ini pihak Departemen Tenaga Kerja) belum pernah melakukan
pengawasan secara langsung dan memberikan teguran sebagaimana mestinya
terhadap perusahaan ini, karena pihak Departemen Tenaga Kerja selama ini
bersifat pasif yaitu hanya menunggu lapora dari masing-masing perusahaan.

A. Latar Belakang Permasalahan

Berbicara tenaga kerja, tidak bisa terlepas dari masalah kesejahteraan tenaga kerja,
baik yang berupa upah layak, perlindungan keselamatan kerja ataupun jaminan sosial.
Masalah kesejahteraan tenaga kerja di negara manapun selalu menjadi sumber yang
mengandung beih gejolak sosial bagi negara yang sedang membangun, yang sedang
mengejar ketinggalannya dalam pembangunan. Pemerintah menginginkan pembangunan
secara maksimal, untuk itu tidak bisa dilaksanakan hanya dengan alat-alat dan sarana-
sarana yang tersedia di dalam negara saja.
Dalam mensejahterakan rakyat, pemerintah tetap berpegang kepada kesanggupan
dan peningkatan kesempatan rakyat Indonesia sendiri untuk membangun ekonomi
sosialnya, tetapi juga memberikan kesempatan kepada modal dan teknologi modern untuk
turut serta memegang peranan sebagai pelengkap dalam pembangunan nasional.
Tidak bisa kita hindari bahwa dengan timbulnya perusahaan-perusahaan barsu yang
timbul akibat adaya kesempatan pemanfaatan modal dan teknologi yang ada akan membawa
pengaruh pula terhadap masalah ketenagakerjaan.

57 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 57
Di dalam masalah ketenagakerjaan ini, hubungan antara majikan dan tenaga kerja
kalau ditinjau dari segi sosiologisnya tenaga kerja memang tidak mempunyai kebebasan.
Sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup lain selain tenaga dan pikirannya, ia
terpaksa bekerja pada orang lain. Maka majikan inilah yang pada dasarnya menentukan
syarat-syarat kerja itu. Tenaga kerja yang terutama menjadi kepentingan majikan,
merupakan sesuatu yang sedemikian melekatnya pada pribadi tenaga kerja, sehingga
tenaga kerja itu harus selalu mengikuti tenaganya ke tempat dan pada saat majikan
memerlukan pada prinsipnya majikan itu bekuasa.
Akan tetapi apabila dilihat dari segi yuridisnya, kedudukan tenaga kerja adalah
bebas. Oleh karena prinsip di negara kita adalah: tidak seorangpun boleh diperbudak,
diperulur atau diperhamba. Perbudakan, perdagangan budak, dan perhambaan serta segala
perubuatan berupa apapun yang bertujuan kepada itu dilarang. Oleh sebab itu majikan
atau pengusaha harus menghormati hak-hak dan kebebasan tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaannya.
Selama segala sesuatu mengenai hubungan antara majikan dan tenaga kerja itu
diserahkan kepada kebijaksanaan kedua belah pihak yang langsung berkepentingan itu,
maka masih sukar tercapainya suatu keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak
yang sedikit banyak mempengaruhi rasa keadilan sosial yang juga merupakan tujuan
pokok ketenagakerjaan.
Karena itu pengusaha baik dengan maupun tidak dengan bantuan organisasi tenaga
kerja, mengadakan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan yang bertujuan melindungi
pihak yang lemah (menempatkan pada kedudukan yang layak bagi kemanusiaan). Tujuan
dari pada diadakannya peraturan-peraturan yang menyangkut masalah ketenagakerjaan itu
pada dasarnya adalah pelaksanaan keadilan sosial dalam ketenagakerjaan dan
pelaksanaan itu diselenggarakan dengan jalan melindungi tenaga kerja terhadap
kekuasaan yang tidak terbatas dari pihak majikan. Akan tetapi meskipun demikian pihak
tenaga kerja dan majikan diberi kebebasan untuk mengadakan peraturan-peraturan yang
tertentu (menurut kesepakatan mereka), akan tetapi tidak boleh bertentangan dengan
peraturan yang ada.
Senada dengan permasalahan di atas tentang hubungan tenaga kerja dan majikan,
dapat kita ambil suatu contoh permasalahan yang menyangkut jam kerja tenaga kerja dan
jaminan sosial yang diberikan terhadap tenaga kerja.

58 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 58
Mengenai jam kerja tenaga kerja ini di dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1948
tentang Kesehatan Kerja, dimana dalam pasal 10- ditentukan bahwa: Buruh tidak boleh

59 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 59
menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan tidak boleh lebih dari 40 jam dalam
seminggu. Setelah bekerja selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat
1
selama 30 menit. Di dalam setiap minggu harus diadakan sedikitnya satu hari istirahat
Mengenai waktu tenaga kerja yang harus diperhatikan oleh perusahaan diatur dalam pasal
77 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yaitu:
a) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau
b) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5
(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Selain mengenai jam kerja tenaga kerja yang tak kalah pentingnya adalah
mengenai jaminan sosial tenaga kerja, yang mana hal ini merupakan hak tenaga kerja
yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja. Di mana dalam Undang-Undang ditentukan bahwa dalam rangka memberikan
perlindungan tenaga kerja perlu diadakan jaminan sosial yang berbentuk santunan berupa
uang sebagai pengganti dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau kejadian yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.hal ini semua bertujuan untuk
lebih memberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan tenaga
kerja dan keluarganya, sehingga diharapkan tenaga kerja dapat bekerja dengan tenang dan
produktivitas perusahaan pun dapat meningkat, yang mana pada gilirannya nanti dapat
pula meningkatkan produktivitas nasional.
Bentuk perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan dimaksud
diselenggarakan dalam bentuk program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
yang bersifat dasar, dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan, dan gotong-royong
sebagaimana dimaksud dalam jiwa dan semangat Pancasilan dan Undang-Undang Dasar
1945. Oleh karena itu pengusaha atau majikan memikul tanggung jawab utama dan secara
moral pengusaha atau majikan ini mempunyai kewajiban untuk meningkatkan
perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerjanya. Di samping itu, sudah sewajarnya kalau
tenaga kerja turut berperan aktif di dalamnya.

1
Imam Soepomo, Undang-Undang No. 12 Tahun 1948, Cetakan ketigabelas, Penerbit Djambatan,

60 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 60
2003,hal.326.

61 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 61
B. Rumusan Masalah

Untuk merumuskan masalah yang menyangkut perlindungan tenaga kerja adalah


sebagai berikut: bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh perusahaan
terhadap jaminan sosial tenaga kerja dan penyimpangan jam kerja? Dan Bagaimana
tindakan Departemen Tenaga Kerja dalam menanggapi adanya suatu penyimpangan
mengenai jam kerja yang sudah ditetapkan?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan mencari penyelesaian masalah mengenai masalah
perlindungan jam kerja tenaga kerja dan jaminan sosial tenaga kerja.
2. Untuk mengetahui langkah dan upaya apa yang diambil oleh pihak Departemen
Tenaga Kerja dalam menghadapi masalah penyimpangan jam kerja yang sudah
ditetapkan.
3. Untuk melaksanakan Tri darma Perguruan Tinggi Pada Universitas Tulungagung

D. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Dalam penulisan ini, penulis mempergunakan pendekatan secara yuridis normatif
yaitu mempergunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dapat
memecahkan masalah-masalah yang terjadi. Kemudian pendekatan secara sosiologis
maksudnya hukum dalam pengertian tingkat laku manusia penelitiannya secara
empiris. Terutama yang ada hubungannya dengan masalah ini.

2. Sumber Data
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang obyektif, penulis menggunakan teknik:
a. Studi Keputstakaan ( library research )
Yaitu suatu cara untuk memperoleh data atau bahan keterangan dengan jalan
membaca dan mempelajari buku-buku literatur pada kepustakaan, pendapat para
ahli melalui buku ilmiah dan bahan-bahan tertulis lain yang relevan dengan pokok
bahasan.
b. Studi lapangan

62 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 62
Yaitu suatu cara kerja untuk mendapatkan data atau bahan keterangan dengan
jalan mengadakan pengamatan langsung pada obyek study untuk mendapatkan
data yang faktual.

63 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 63
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Interview
Yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan melakukan tanya jawab secara
langsung dengan responden.
b. Observasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan melakukan pengamatan langsung
atas gejala-gejala yang diteliti.

4. Penggolongan dan Analisis Data


Dalam penggolongan data, penulis terlebihy dahulu mengumpulkan, meneliti data
yang diperoleh untuk mengetahui tentang benar atau tidaknya data tersebut.
Kemudian data yang sudah diteliti tersebut diklasifikasikan sehingga dapat
mempermudah penelitian.

E. Pengertian Ketenagakerjaan
Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan
masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah
kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana
pembangunan harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya
gunanya. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian
tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib
mengikuti program jaminan social tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan.
Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di laksanakan oleh
setiap pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan orang untuk bekerja pada
perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan
peningkatan kesejahteraan di maksud diselenggarakan dalam bentuk jaminan social
tenaga kerja yang bersifat umum untuk dilaksanakan atau bersifat
dasar, dengan bersaskan usaha bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai
mana yang tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.

64 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 64
Jaminan pemeliharaan kesehatan merupakan jaminan sebagai upaya
penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pemeliharaan
kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat
melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang
penyembuhan. Oleh karena itu upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit
dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya
diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan social
tenaga kerja. Para pekerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat, dengan
resiko dan tanggung jawab serta tantangan yang dihadapinya. Oleh karena itu kepada
mereka dirasakan perlu untuk diberikan perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan
kesejahteraannya sehingga menimbulkan rasa aman dalam bekerja.
Adapun syarat-syarat keselamatan kerja antara lain :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. Memberikan kesempatan atau jalan penyelamatan diri waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya
e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja
g. Memperoleh penerangan yang cukp dan sesuai
h. Menyelanggarakan suhu dan lembab udara yang baik
i. Memeliharaan kebersihan, kesehatan dan ketertiban
Syarat-syarat keselamatan kerja seperti tersebut diatas menandakan bahwa setiam
perusahaan wajib untuk memperhatikan keselamatan kerja bagi setiap pekerjanya.

F. Jenis Perlindungan Kerja


Secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja yaitu sebagai berikut :
1. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh mengenyam
dan mengembangkan kehidupannya sebagaimana manusia pada umumnya, dan
khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial
disebut juga dengan kesehatan kerja.
2. Perlindungan teknis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha
untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan

65 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 65
oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini lebih sering disebut
sebagai keselamatan kerja.
3. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-
usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup guna
memnuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal
pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan
2
jenis ini biasanya disebut dengan jaminan sosial.

Ketiga jenis perlindungan di atas akan di uraikan sebagai berikut :


i. Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja sebagaimana telah dikemukakan di atas termasuk jenis
perlindungan sosial karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan
dengan sosial kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan
pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan
pekerja/buruh semaunya tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan
tidak memandang pekerja/buruh sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai hak asasi.
Karena sifatnya yang hendak mengadakan pembatasan ketentuan-ketentuan
perlindungan sosial dalam UU No. 13 Tahun 2003, Bab X Pasal 68 dan seterusnya
bersifat memaksa, bukan mengatur. Akibat adanya sifat memaksa dalam ketentuan
perlindunga sosial UU No. 13 Tahun 2003 ini, pembentuk undang-undang memandang
perlu untuk menjelaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan sosial ini
merupakan hukum umum (Publiek-rechtelijk) dengan sanksi pidana. Hal ini disebabkan
3
beberapa alasan berikut :
1. Aturan-aturan yang termuat di dalamnya bukan bermaksud melindungi kepentingan
seorang saja, melainkan bersifat aturan bermasyarakat.
2. Pekerja/buruhIndonesia umumnya belum mempunyai pengertian atau kemampuan
untuk melindungi hak-haknya sendiri.
Jadi, jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja/buruh
dari kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya
dalam hal pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Adanya penekanan dalam suatu
hubungan kerja menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak melakukan

2
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2007, hal 78
3
Ibid, hal 80

66 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 66
hubungan kerja dengan pengusaha tidak mendapatkan perlindungan sosial sebagaimana
ditentukan dalam Bab X UU No 13 Tahun 2003.
ii. Perlindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis, yaitu
perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan
oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan.
Berbeda dengan perlindungan kerja lain yang umumnya ditentukan untuk
kepentingan pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan
perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan pemerintah.
Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan
menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat memusatkan
perhatian pda pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan
tertimpa kecelakaan kerja.
Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam perusahaannya akan
dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus
memberikan jaminan sosial.
Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan
keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan
masyrakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas
4
maupun kuantitas.

Dasar pembicaraan masalah keselamatan kerja ini sampai sekarang adalah UU No


1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Namun, sebagian besar peraturan pelaksanaan
undang-undang ini belum ada sehingga beberapa peraturan warisan Hindia Belanda masih
dijadikan pedoman dalam pelaksanaan keselamatan kerja di perusahaan. Peraturan
warisan Hindia Belanda itu dalah sebagai berikut :
a. Veiligheidsreglement, S 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah, terakhir
dengan S. 1931 No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka diberlakukan
dengan Peraturan Pemerintah No. 208 Tahun 1974. Peraturan ini menatur tentang
keselamatan dan keamanan di dalam pabrik atau tempat bekerja.
b. Stoom Ordonantie, S 1931 No. 225, lebih dikenal dengan peraturan Uap 1930.
c. Loodwit Ordonantie, 1931 No. 509 yaitu peraturan tentang pencegahan pemakaian
5
timah putih kering.

iii. Perlindungan ekonomis atau Jaminan Sosial


Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan
kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat.

4
Ibid, hal 84
5
Ibid, hal 84

67 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 67
Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai
Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan
funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas
pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Jaminan sosial tenaga kerja dalam pasal 10 Undang-undang Jaminan
SosialTenagakerja, No, 3 Tahun 1992 adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam
bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau
berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga
kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
Dari pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah
merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang ( jaminan
kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua ), dan pelyanan kesehatan yakni
jaminan pemeliharaan kesehatan.
Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang Undang Nomor. 3 Tahun
1992 adalah : Merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban
dari majikan. Pada hakikatnya program jaminan soisal tenaga kerja dimaksud untuk
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga yang
sebagian yang hilang.
Disamping itu program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek
antara lain : Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhanhidup minimal
bagi tenaga kerja beserta keluarganya dan merupakan penghargaan kepada tenaga kerja
mendidik kemandirian pekerja sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang
lain jika dalam hubungan kerja terjadi resiko resiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari
tua dan lainnya.

G. Perlindungan Terhadap Jam Kerja dan Tenaga Kerja


Dalam berbagai tulisan tentang ketenagakerjaan seringkali dijumpai kalimat yang
berbunyi Pekerja atau tenaga kerja adalah tulang punggung Perusahaan. Kalimat ini
nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh
akan kelihatan kebenarannya. Pekerja atau tenaga kerja dikatakan sebagai tulang
punggung, karena memang dia mempunyai peranan yang sangat penting.

68 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 68
Tanpa adanya pekerja atau tenaga kerja tidaka akan mungkin perusahaan itu bisa
berjalan, dan berpartisipasi dalam pembangunan. Menyadari akan pentingnya pekerja
atau tenaga kerja ini bagi perusahaan, pemerintah dan masyarakat, maka perlu dilakukan

69 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 69
pemikiran agar tenaga kerja dapat menjaga keselamatannya dalam menjalankan tugasnya.
Demikian pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang
dihadapinya dalam bekerja dapat diperhatikan semaksimal mungkin, sehingga
kewaspadaan dalam menjalankan pekerja itu tetap terjamin.
Pemikiran-pemikiran itu merupakan program perlindungan pekerja, yang dalam
praktek sehari-hari berguna untuk perlindungan pekerja. Perlindungan pekerja ini dapat
dilakukan, baik dengan jalan memberikan tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan
pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi
melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian maka
perlindungan pekerja ini menurut Kartasapoetra, G. dan Rience Indraningsih akan
mencakup :
a. Norma Keselataman Kerja
Norma keselamatan kerja ini meliputi kesempatan kerja bahan dan proses
pengerjaannya, keadaan tempat kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat,
alat-alat kerja, bahan, dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan
lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.

b. Norma Kesehatan Kerja dan Higiene Kesehatan Perusahaan


Meliputi pemeliharan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan
dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit.
Mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja yang memenuhi higiene
kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah penyakit, baik
sebagai akibat bekerja atau penyakit umum serta menetapkan syarat kesehatan
bagi perumahan pekerja.

c. Norma Kerja
Yang meliputi perlindungan tenaga kerja yang bertalian dengan waktu kerja,
sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah
menurut agama keyakinan masing-masing yang diakui oleh
pemerintah,kewjiban sosial kemasyarakatan dan sebagainya guna memelihara
kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta
menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral.

d. Kepada tenaga kerja yang mendapatkan kecelakaan dan atau menderita sakit
akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan rahabilitai akibat
kecelakaan dan ahli waris berhak mendapat ganti rugi apabila pekerja atau
5
buruh itu meninggal dunia.

5
Zainil Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuan, Edisi Satu, Cetakan ke 2, Penerbit PT. Raja Grafindo

70 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 70
Persada, Jakarta, 1984. Hal.76.

71 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 71
Berkaitan dengan hal tersebut di atas dan sesuai dengan sub judul dari bab ini
yaitu mengenai perlindungan jam kerja, maka penuilis akan menguraikannya sesuai
dengan bahan yang ada.
Perlindungan jam kerja terhadap tenaga kerja ini dimaksudkan untuk melindungi
tenaga kerja terhadap pemerasan tenaga kerja oleh majikan, misalnya untuk mendapatkan
tenaga kerja murah, mempekerjakan budak, dan pekerja rodi.
Mengenai jam kerja tenaga kerja ini di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1948
tentang Kesehatan Kerja, di mana dalam pasal 10 ditentukan bahwa : Buruh tidak boleh
menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan tidak boleh lebih dari 40 jam dalam
seminggu. Setelah bekerja selama 4 jam terus menerus, harus diadakan waktu istirahat
6
selama 30 menit. Di dalam setiap minggu harus diadakan sedikitnya satu hari istirahat.
Ketentuan waktu kerja ini tidak berlaku bagi tenaga kerja di tempat pekerjaan yang bukan
bersifat perusahaan.
Akan tetapi demi pembangunan nasional atau negara, majikan atau pengusaha
dapat juga mengadakan aturan yang menyimpang dari ketentuan pasal 10 Undang-
Undang No. 12 tentang kesehatan kerja. Hal ini ditegaskan dalam pasal 77 ayat 2
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mengenai waktu kerja. Terhadap peraturan
perusahaan yang bersifat menyimpang dari Undang-Undang Tenaga Kerja sebagaimana
yang diatur pasal 77 ayat 2, pihak perusahaan berkewajiban memberitahukan kepada
pihak Departemen Tenaga Kerja selaku instansi yang berwenang.
Juga dengan seijin pihak Departemen Tenaga Kerja dalam hal dimana suatu waktu
atau biasanya pada tiap waktu atau dalam masa tertentu ada pekerjaan yang bertimbun-
timbun yang harus segera diselesaikan, pihak perusahan boleh melakukan aturan yang
menyimpang dari ketentuan jam kerja tersebut, dengan syarat bahwa waktu kerja itu
tidak boleh melebihi dari 54 jam seminggu. Sedangkan peraturan yang mengatur jamkerja
khusus bagi pengemudi kendaraan bermotor, sebagai dimuat dalam Voorschriften omtret
de diesnt en rusttijden van Bestuurders van Motorrijtuigen (peraturan tentang jam kerja
dan waktu istirahat bagi pengmudi kendaraan bermotor) harus disesuaikan dengan waktu
kerja menurut Undang-Undang Kerja. Peraturan khusus tersebut menetapkan :
1. Jam kerja para pengemudi bus dan truk tidak boleh lebih dari 12 jam, termasuk
waktu istirahat sedikit-dikitnya 1jam untuk makan.

6
Imam Soepomo, Undang-Undang No. 12 Tahun 1948, Cetakan Ketigabela, Penerbit Djambatan,

72 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 72
Jakarta, 1992, hal.326.

73 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 73
2. Dalam kerja itu seorang pengemudi dilarang mengemudikan bus lebih dari 8
jam dan truk lebih dari 10 jam.
3. Setelah mengemudikan terus-menerus selama 4 jam harus dapat istirahat
sedikit-dikitnya setengah jam.
4. Larangan mengemudikan terus menerus lebih dari 4 jam, tidak berlaku
7
terhadap pengemudi truck yang semata-mata bekerja di lingkungan kota.

Ketentuan-ketentuan tentang jam kerja seperti tersebut di atas sering kali


kurang diperhatikan oleh pihak perusahaan, di mana mereka membuat ketentun jam kerja
melebihi dari ketentuan yang berlaku ataupun mengenai waktu kerja pada malam hari
dan sebagainya, ketentuan yang bersifat menyimpang ini kadangkala tidak dilaporkan
pihak perusahaan kepada instansi yang berwenang oleh karena itu mereka menganggap
bahwa hal itu merupakan wewenang intern perusahaan. Ketentuan perusahaan yang
demikian itu yang sering kali menimbulkan masalah antara tenaga kerja dan pihak
perusahaan sebagai majikan. Di mana ketentuan tentang jam kerja yang melebihi dari
ketentuan pasal 10 Undang-Undang No. 12 Tahun 1948 harus disesuaikan dengan upah
yang akan diterima oleh tenaga kerja.

H. Pemberian Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)


1. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Jaminan sosial tenaga kerja yang pada prinsipnya menanggulangi resiko-resiko
kerja sekaligus aka menciptakan ketenangan kerja yang pada gilirannya akan
membantu meningkatkan produktivitas kerja. Ketenangan kerja dapat tercapai karena
jaminan sosial tenaga kerja mendukung kemandirian dan harga diri manusia dalam
menghadapi berbagai resiko sosial ekonomi. Sebagaimana yang disebutkan dalam
pasal 1 (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992, mengenai pengertian dari
JAMSOSTEK adalah:
Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga
8
kerja berupa kecelakaan kerja, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

7
Imam Soepomo, Pengantar Ilmu Hukum Perburuan, Cetakan Kedelapan, Penerbit Djambatan,
Jakarta, 2003, hal.111.
8
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Undang-Undang No. 3 Tahun 1992), Edisi Kedua, Penerbit Sinar

74 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 74
Grafika, Jakarta, 1994, hal. 32

75 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 75
Jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia diselenggarakan oleh PT. ASTEK,
selain itu program asuransi sosial pegawai sipil di selenggarakan oleh PT. TASPEN,
sedangkan asuransi sosial ABRI diselenggarakan oleh Perum ASABRI.

2. Maksud dan Tujuan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Maksud dari diselenggarakannya program jaminan sosial tenaga kerja ini
adalah untuk menumbuhkan kemandirian dan menjaga harkat dan martabat serta
harga diri tenaga kerja dalam menghadapi resiko-resiko sosial ekonomi. sedangkan
tujuannya adalah mengurai ketidakpastian masa depan tenaga kerja yang akan
menunjang ketenangan kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

3. Peranan Pengusaha dan Pekerja dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Program jaminan sosial tenaga kerja hanya akan dapat berjalan dengan baik
jika pengusaha mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Apabila dalam
menyampaikan data ketenagakerjaan dan perusahaan pengusaha terbukti tidak
melakukan secara tidak benar, sehingga mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak
terdaftar sebagai peserta program jaminan sosial tenaga kerja, maka pengusaha harus
memberikan hak-hak tenaga kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian
pula jika mengakibatkan kekurangan pembayaran tunjangan kepada tenaga kerja,
maka pengusaha perlu mematuhi kekurangan jaminan yang diterima oleh tenaga
kerjanya sebagai akibat laporan yang kurang akurat yang diberikan kepada
penyelenggara jaminan sosial.
Program jaminan sosial tenaga kerja hanya dapat diselenggarakan dengan
baik apabila sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam pasal 22 (1) Undang-
Undang Nomor 3 Tahunm 1992 yaitu : Pengusaha membayar iuran dan melakukan
pemungutan iuran yang menjadi kewajiban tenaga kerja melalui pemotongan upah
atau gaji tenaga kerja serta menyetorkannya ke badan pelaksana jaminan sosial tenaga
8
kerja dalam waktu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan tentang dasar iuran yang harus dibayar oleh pihak pengusaha itu
diatur oleh Peraturan Pemerintah. Bagi pengusaha yang tidak mengikutsertakan para
pekerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja ini yang mana bertentangan

8
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Undang-Undang No. 3 Tahun 1992), Op. Cit, hal. 39

69 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 69
dengan pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 akan dikenakan ancaman pasal
20 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, yaitu dengan hukuman kurungan selama-
lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah). sedangkan bagi perusahaan yang mengulangi pelanggaran yang sama
akan diancam hukuman kurungan selama-lamanya 8 bulan.

4. Jenis-Jenis Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan
kepasatian berlangsungnya arus penerima penghasilan keluarga sebagai pengganti
sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang. Jaminan sosial tenaga kerja
mempunyai beberapa aspek, antara lain:
1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya.
2. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat
9
mereka bekerja.

Penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan dalam Undang-


Undang Nomor 40 Tahun 9004 ini adalah sebagai pelaksanaan pasal 8 sampai dengan
16 Undang-Undang Sistem Pengajuan sosial, nasional yang meliputi jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematihan, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan
kesehatan. Akan tetapi mengingat obyek yang mendapat jaminan sosial tenaga kerja
yang diatur dalam Undang-Undang ini diprioritaskan bagi tenaga kerja yang bekerja
pada perusahaan, perorangan dengan menerima upah maka kepada tenaga kerja di
luar hubungan kerja atau dengan kata lain tidak bekerja pada perusahaan, peraturan
tentang jaminan sosial tenaga kerjanya akan diatur tersendiri dengan Peraturan
Pemerintah.

I. Pelaksanaan Perlindungan Jam Kerja dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


1. Perlindungan Jam Kerja
Manusia (tenaga kerja) itu bukan mesin. Mereka adalah organisasi yang
dinamis, yang dapat merasakan perasaan-perasaan cinta dan benci, suka dan duka dan

70 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 70
Ibid, hal. 45

71 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 71
perasaan lainnya. Kadangkala mereka merasakan saat-saat yang penuh dengan
kegembiraan, di lain waktu mereka merasakan perasaan duka yang mendalam .
Salah satu upaya untuk mempertahankan serta mempertinggi produktivitas
dari para tenaga kerja itu adalah memberikan atau membina kesejahteraan tenaga
kerja yang dapat berupa upah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang serta
insentif-insentif lainnya yang dapat berupa jaminan-jaminan sosial yang memuaskan
seperti cukup sandang perumahan, pendidikan untuk anak-anak, rekreasi berupa
tempat-tempat hiburan dan tempat peristirahatan serta pemeliharaan bagi tenaga kerja
dan keluarga, pemeliharaan yang dimaksud di sini adalah pemeliharaan secara
keseluruhan mengenai kesejahteraan tenaga kerja maupun keluarga si tenaga kerja.
Bila kita bandingkan dengan bunyi pasal 10 Undang-Undang Kerja No. 12
tahun 1948, bahwa tenaga kerja tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam
sehari atau 40 jam seminggu, dengan sistem pengaturan jam kerja yang dipakai, jelas
aturan kerjanya menyimpang, karena mempergunakan jam kerja 45 jam seminggu
walaupun tetap 7 jam seharinya.
Akan tetapi bila kita pelajari ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 13
tahun 1950 pada pasal 2 bahwa :
Dengan ijin dari Kepala Jawatan Pengawasan Perburuhan atau pegawai yang
ditunjuk olehnya, bagi perusahaan yang penting untuk pembangunan negara
majikan dapat mengadakan aturan kerja yang menyimpanng dari pasal 10
ayat (1) kalimat pertama, ayat 2 dan (3) Undang-Undang Kerja tahun
10
1948.

Pada pasal 29 ayat (1) peraturan perusahaan menyebutkan bahwa perusahaan


akan memberikan hak istirahat kepada para tenaga kerja dan karyawan, yaitu hak cuti
tahunan yang menyebutkan: Karyawan yang bekerja terus-menerus dengan tidak
terputus selama 12 (dua belas) bulan berhak atas cuti tahunan selama 2 (dua) minggu
11
dengan mendapat upah penuh.
Artinya pemberian cuti pada perusahaan ini tetap berpegang pada kepada
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 paal 14.

10
Imam Soepomo, Hukum Perburuan Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan, Penerbit
Djambatan, Cetakan ketiga belas, jakarta, 1992, hal. 334.
11

72 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 72
Peraturan Perusahaan PT. Filma Utama Soap Suranaya, Pasal 29 ayat (1)

73 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 73
Hak cuti tahunan ini menjadi gugur apabila dalam waktu 6 bulan setelah
lahirnya hak cuti itu tidak dipergunakan oleh yang bersangkutan, bukan karena alasan
12
yang diberikan oleh perusahaan.
Di perusahaan ini juga memberikan cuti haid dan cuti hamil bagi karyawan
wanita sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 32 peraturan perusahaan yang
berbunyi:
Karyawan wanita berhak mendapatkan cuti dengan upah penuh selama :
1. 2 (dua) hari: yakni hari pertama dan hari kedua waktu haid melalui
pemeriksaan dokter/poliklinik perusahaan.
2. 3(tiga) bulan bagi yang akan melahirkan, dengan ketentuan cuti diambil
1 bulan sebelum, dan 1 bulan sesudah melahirkan.
13
3. 1 bulan bagi yang mengalami gugur kandungan

Selain cuti tahunan, cuti haid dan cuti hamil di perusahaan ini juga
memberikan cuti besar. Adapun yang dimaksud dengan cuti besar ini adalah cuti yang
diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama 5 tahun terus-menerus dan
14
tidak terputus, berhak mendapatkan cuti panjang selama 1 bulan.

2. Perlindungan Upah, Pemberian Tunjangan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Pada perlindungan upah dan jaminan sosial tenaga kerja,di sini yang perlu
dibahas adalah mengenai perlindungan upah, keselamatan kerja dan jaminan sosial
tenaga kerja, yang data-datanya diambil dari hasil penelitian di Perusahaan.

a. Perlindungan Upah
Besar kecilnya gaji atau upah yang diterima para karyawan ditentukan
oleh beberapa faktor yaitu:
1. Dari tingkat pendidikan
2. Lamanya bekerja di perusahaan tersebut
3. Keahlian
15
4. Dan pertimbangan penilaian prestasi karyawan.

12
Ibid. ayat (3)
13
ibid
14
Wawancara, dengan Bp.I Wayan Dendra, Bagian Personal & G.A. Manager, tanggal 20 Juni 2010
15
Ibid, pasal 6 ayat (5)

74 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 74
Pada pasal 6 peraturan perusahaan tersebut di atas menentukan bahwa,
upah atau penghasilan utama tenaga kerja ialah imbalan jasa atau upah diberikan
dalam bentuk uang serta dibayarkan sesudah dipotong pajak penghasilan, belum
termasuk upah lembur dan premi kerja malam, bagi karyawan yang berhak untuk
itu.
Pembayaran gaji atau upah baik itu untuk pegawai yang ada di kantor
maupun pegawai yang ada di pabrik, menggunakan dua cara pembayaran yaitu :
1. Gaji atau upah yang dibayarkan per bulan
Untuk gaji atau upah karyawan kantor yang dibayar bulanan,
perusahaan mempunyai standart tersendiri, berdasarkan jabatan dan
besarnya tanggung jawab. Gaji atau upah karyawan tersebut
dibayarkan antara tanggal 25 27 akhir bulan.

2. Gaji atau upah yang dibayarkan secara harian (Mingguan)


Sedangkan gaji atau upah karyawan pabrik (harian atau minguan)
perusahaan memberikan gaji atau upah di atas gaji atau upah minimum
berdasarkan peraturan pemerintah.
Masing-masing karyawan akan menerima Gaji atau upah yang
berbeda-beda dengan dengan prestasinya.
Bagi mereka yang berprestasi tinggi, tentu saja akan menerima gaji
atau upah lebih besar dari pada mereka yang berprestasi rendah. Gaji
atau upah mereka pada dasarnya sama, akan tetapi karena prestasi
kerjanya berbeda, misalnya seorang karyawan bekerja di atas waktu
standart yang telah ditapkan oleh perusahaan sehingga terjadi
overtimes atau lembur, maka perusahaan akan memberikan bonus atau
premi berdasarkan waktu standart yang dicapai oleh karyawan
16
tersebut.

Pada pasal 7 peraturan perusahaan ditentukan adanya upah lembur yang


besarnya ditetapkan menurut peraturan yang berlaku dari instansi yang
berwenang, dan kerja lembur pada dasarnya bersifat sukarela bagi tenaga kerja.
b. Pemberian Tunjangan

Tunjangan-tunjangan yang diberikan oleh pihak perusahaan yang


ditentukan dalam pasal 8 Peraturan perusahaan yang menyatakan bahwa di
samping upah seperti dimaksud dalam bab IV pasal 6 ayat (2) dan (3) sepanjang

16
Wawancara, dengan Bp. I Wayan Dendra, Bagian Personal & G.A. Manager, tanggal 20 Juni 2010

75 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 75
kesanggupan perusahaan memungkinkan, karyawan akan memperoleh tunjangan-
tunjangan sebagai berikut:
a. Tunjangan transport
b. Tunjangan keluarga
c. Tunjangan Hari Raya.
Pengertian dari ketiga bentuk tunjangan yang diberikan oleh perusahaan
tersebut dijelaskan pada pasal 9, pasal 10 dan pasal 11 sebagai berikut:
Pasal 9 menerangkan :
Pada dasarnya perusahaan tidak memberikan tunjangan berupa uang
transport kepada karyawan, namun karyawan/pejabat tertentu
sehubungan dengan fungsi dan tugasnya, diberikan untuk digunakan
sebagaimana mestinya kendaraan dinas yang pelaksanaannya diatur
tersendiri secara khusus dengan Surat Keputusan Perusahaan.

Pasal 10 menerangkan :
Karyawan yang melakukan pekerjaan dinas ke daerah-daerah atau
keluar daerah di samping mendapat biaya transport dan biaya
perjalanan Dinas yang besarnya ditentukan

Pasal 11 menerangkan :
Jika keadaan keuangan perusahaan memungkinkan, karyawan akan
mendapat tunjangan hari raya yang dijumlahnya ditetapkan oleh
17
perusahaan.

c. Keselamatan Kerja

Berdasarkan pertimbangan bahwa bisa terjadi kemungkinan adanya


kecelakaan, perusahaan menentukan dalam pasal 18 Peraturan Perusahaan bahwa:
Untuk melindungi dan menghindari dan setidak-tidaknya mengurangi
terjadi kecelakaan dalam menjalankan pekerjaan atau dalam menjaga
kesehatan karyawan dari penyakit pekerjaan, maka untuk jenis dan
tempat-tempat pekerjaan tertentu:
1. Perusahaan menyediakan alat-alat keselamatan kerja yang harus
dipakai dalam waktu kerja.
2. Karyawan wajib memakai dan mempergunakan serta memelihara alat-
alat keselamatan,.begitu pula wajib mematuhi peraturan-peraturan
keselamatan kerja.
3. Karyawan yang dengan sengaja menghilangkan atau merusak alat-alat
perlengkapan kerja akan di PHK seketika menurut perundanng-
18
undangan yang berlaku

17
Ibid
18

76 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 76
ibid

77 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 77
Juga dalam pasal 19 dan 20 menyatakan :

Pasal 19

1. Jika sewaktu menunaikan tugasnya dan karena jenis, tempat dan


lingkungan pekerjaan karyawan memerlukan perlindungan untuk dari
dan kesehatannya, kepadanya akan diberikan perlengkapan
keselamatan kerja.
2. Selama menunaikan tugasnya perlengkapan alat keselamatan kerja
tersebut harus selalu dipakai
3. Karyawan yang dengan sengaja mengabaikan ketentuan ayat 2 di atas
dapat diberikan surat peringatan.

Pasal 20:

1. Karyawan yang menurut sifat pekerjaannya memerlukan pakaian


kerja, maka kepada mereka setiap tahun diberikan pakaian /seragam
kerja.
2. Pakaian kerja ini harus dipelihara dan dipakai sewaktu menhalnkan
tugas dan pada waktu jam kerja.
3. Tidak dipakaianya pakaian kerja mengakibatkan :
a. dicabutnya kembali pakaian tersebut
19
b. tidak diberikan pakaian kerja lagi untuk selanjutnya.

Hal tersebut di atas bisa dilihat dari sarana-sarana yang disediakan oleh
perusahaan, dengan banyaknya hal-hal yang memungkinkan terjadinya kecelakaan
seperti, dengan kipas, bunyi mesin serta zat-zat kimia, dan alat pencegah
terjadinya bahaya atau kecelakaan tersebut adalah, masker bagi para tenaga kerja
yang bekerja di bagian finishing, processing, penutup bising di bagian weaving,
juga pakaian kerja khusus untuk tenaga kerja yang bekerja di bagian laboratorium,
engeneering dan pemeriksaan kesehatan secara rutin satu bulan sekali bagi setiap
tenaga kerja untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak dikehendaki.
Selain tersedianya sarana-sarana tadi, ruang kerja para karyawan ternyata
lingkungan kerjanya baik dan rapi, karena adanya pertukaran udara yang baik,
ruang tanpak bersih dan rapi, penerangan yang cukup dan sebagainya, jadi lokasi
atau keadaan gedung di dalam komplek pabrik memungkinkan mencegah
terjadinya bahaya-bahaya ataupun penyakit yang ditimbulkan dari pekerjaan
mereka yang akan mengganggu kesehatan.
19

78 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 78
ibid

79 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 79
Perusahaan telah membentuk suatu panitia keselamatan yang bertugas
memberikan penerangan-penerangan tentang pentingnya mematuhi peraturan
20
keselamatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan.

d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Pada bab VII pasal 21 peraturn perusahaan, buruh oleh perusahaan telah

dimasukkan asuransi yaitu ASTEK berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 14

tahun 1993.

Dari hasil survey dan wawancara yang penulis jelas terlihat bahwa

perusahaan ini benar-benar memperhatikan masalah kesejahteraan para karyawan

atau tenaga kerjanya.ini dapat dilihat dari tersedianya sebuah poliklinik yang

buka setiap hari kerjanya, jaminan pengobatan bagi karyawan yang sakit

ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan baik berobat jalan maupun memerlukan

perawatan di rumah sakit.

Untuk lebih jelasnya mengenai masalah jaminan sosial ini, berikut akan

penulis uraikan sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak I. Wayan Dendra

mengenai program jaminan sosial yang ada di PT. Filma Utama Soap yaitu :

1. Tersedianya unit toko murah bagi karyawan, yang mana harga setiap
barangnya dibawah nilaio harga pasar.
2. Tersedianya poliklinik, jaminan pengobatan bagi karyawan yang sakit
ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan baik berobat jalan maupu
memerlukan perawatan rumah sakit (disesuaikan dengan peraturan
perusahaan).
3. Perusahaan telah memberikan fasilitas tempat olah raga atau menyewa
sarana dan fasilitas-fasilitas tersebut berupa, tenis meja, sepak bola,
bulu tangkis, tenis lapangan, volly.
Kegiatan olah raga ini diselenggarakan dengan volume satu kali
seminggu.
4. Jaminan makan satu kali
5. Diberikan tunjangan hari raya ( THR) dua klai setahun yaitu sebulan
menjelang hari raya Idul fitri dan sebulan menjalang Natal (jika
keadaan keuangan perusahaan memungkinkan).

20

80 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 80
Wawancara, dengan Bp. I Wayan Dendra, Bagian Personal & G.A. Manager, tanggal 20 Juni 2010

81 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 81
6. Diadakannya rekreasi untuk keluarga para karyawan pada setiap
tahun.
7. Dibentuknya suatu ikatan keluarga karyawan, yang mana funsginya
adalah untuk mempererat tali persaudaraan antar keluarga para
karyawan.
8. Adanya mushola di lingkungan kerja sebagai tempat ibadah bagi para
21
karyawan.

Selain dari ketujuh point di atas dalam melaksanakan program jaminan


sosial yang pada akhirnya bertujuan menjaga atau memelihara kesejahteraan para
karyawannya, juga memberikan kebebasan bagi para karyawan untuk
menjalankan ibadah agama, sebagai contoh perusahaan akan memberikan ijin bagi
karyawannya untuk menunaikan ibadah haji dan selama menunaikan ibadah haji
tersebut karyawan yang bersangkutan tetap diberikan gaji penuh.
Kalau kita pelajari, penulis menemukan kenyataan bahwa, walaupun pada
prinsipnya pengusaha telah memberikan usaha-usaha perlindungan kerja yang
baik, akan tetapi pengusaha belum secara terbuka mengajak tenaga kerja
berdialog dalam arti menganggap tenaga kerja sebagai partner pengusaha dalam
berproduksi.
Bila kita lihat isi dari peraturan perusahaan yang relatif hanya berisikan
tanggung jawab para tenaga kerja, peraturan tersebut sedikit sekali memuat hal-
hal yang menyangkut kesejahteraan tenaga kerja, hak-hak tenaga kerja, pihak
tenaga kerja sendiri kurang menyadari akan peranannya dalam perusahaan,bukan
hanya semata-mata penjual tenaga kerja.
Suasana yang baik antara pengusaha dan tenaga kerja dalam proses
produksi hanyalah bisa dicapai apabila terjadi komunikasi yang baik antar kedua
belah pihak dan sarana yang paling tepat untuk menjalin komunikasi tersebut ialah
dengan melalui serikat pekerja.
Jika kita lihat perhitungan jam kerja di atas, berarti kelebihan 5 jam kerja
dalam setiap minggunya tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12
tahun 1948, meskipun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1950 yang
mengatur kelebihan jam kerja diperbolehkan bagi perusahaan yang penting demi
pembangunan negara, tapi pada dasarnya kelebihan waktu tersebut adalah
merupakan hak-hak tenaga kerja yang harus diperhitungkan dan alangkah baik

21

77 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 77
Wawancara, dengan Bp. I Wayan Dendra, Bagian Personal & G.A. Manager, tanggal 20 Juni 2010

78 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 78
bagi tenaga kerja bila kelebihan jam 5 jam kerja tersebut dimasukkan juga pada
jam kerja lembur.

J. Tindakan Departemen Tenaga Kerja Adanya Penyimpangan Mengenai Jam Kerja


Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

1. Pengawasan yang Dilakukan Depnaker


Upaya yang dilakukan Departemen Tenaga Kerja sebagai instansi yang
berwenang untuk mencegah terjadinya penyimpangan jam kerja dan kesejahteraan
tenaga kerja sering juga disebut dengan upaya preventif, yaitu merupakan tindakan
atau upaya Departemen Tenaga Kerja untuk mencegah atau menghindari kerugian
yang dapat diderita oleh pihak tenaga kerja.
Adanya tindakan atau upaya pihak Departemen Tenaga Kerja dalam
menangani adanya suatu penyimpangan terhadap jam kerja dan jaminan sosial tenaga
kerja secara umum terdapat dua mekanisme pengawasan, yaitu :
1. Pengawasan Secara Langsung
Pengawasan langsung ini maksudnya adalah pengawasan yang dilakukan oleh
pihak Departemen Tenaga Kerja yang mana pelaksanaannya dilakukan secara
terjun langsung atau kunjungan rutinitas ke perusahaan-perusahaan yang ada, dan
menerima laporan yang masuk dari masyarakat.
2. Pengawasan Secara Tidak Langsung
Dalam pengawasan tidak langsung ini pihak Departemen Tenaga Kerja membuat
atau mengadakan:
a. Rencana pemeriksaan pada perusahaan
b. Diadakannya pemeriksaan ke perusahaan
Pemeriksaan ke perusahaan ini dibagi dua yaitu:
1. Pemeriksaan umum secara keseluruhan, maksudnya pihak
Departemen Tenaga Kerja akan memeriksa secara keseluruhan
struktur organisasi yang ada di perusaah baik itu dari surat izinnya
sampai pada penetapan upah minimum dan penetapan upah lembur
yang diberikan kepada tenaga kerja.
2. Pemeriksana khusus, maksudnya pemeriksaan pihak Departemen
Tenaga Kerja secara khusus hanya memeriksa mengenai :
a. Pengupahan

79 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 79
b. Jamsostek
c. Jam Kerja
d. Kerja malam wanita
22
e. Perhitungan upah lembur dan sebagainya.

2. Upaya atau Tindakan yang Diambil oleh Depnaker


1. Dari apa yang di laksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja dalam pengawasan
ini apabila terdapat suatu penyimpangn maka, hasil pemeriksaan ini dituangkan di
dalam Nota Pemeriksaan, dengan jangka waktu tertentu untuk pemenuhannya.
2. Dan apabila jangka waktu yang telah diberikan kepda pihak perusahaan untuk
pemenuhan tersebut tidak dipenuhi, maka akan diberikan Nota Peringatan ke II.
3. Nota Peringatan ke II juga tidak dipenuhi, maka akan diberikan Nota Peringatan
ke III.
4. Nota Peringatan ke III masih tidak dipenuhi juga, perusahaan membuat berita
acara pemeriksaan untuk diajukan ke Pengadilan.
Dengan adanya pengawasan terhadap perusahaan berkaitan dengan jaminan sosial
tenaga kerja diharapkan antara tenaga kerja dengan majikan atau perusahaan tidak
terdapat sengketa atau perselihan.

K. Kesimpulan

Dari pembahasan-pembahasan yang penulis uraikan pada bab terdahulu mengenai


masalah perlindungan jam kerja dan jaminan sosial tenaga kerja, maka bisa diambil suatu
kesimpulan sebagai berikut:
1. Meskipun telah ditetapkan adanya hubungan tenaga kerja dan majikan yang
merupakan hubungan bersifat timbal balik yang saling membutuhkan, demi
kelancaran dalam proses produksi dan penghasilan bahwa tenaga kerja dan
majikan selalu ditekankan adanya keterbukaan, sehingga apabila ada suatu
perselisihan diantara kedua pihak dapat diselesaikan secara musyawarah.
Di samping itu adanya usaha-usaha yang positif dari pihak pengusaha untuk
mendirikan Serikat Pekerja dalam menciptakan suasana yang baik dalam

22
Wawancara dengan Kabag Pengawasan Lapangan Depnaker Kabupaten Tulungagung, Tanggal 22
Juni 2010

80 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 80
kelancaran berproduksi, juga adanya fasilitas-fasilitas latihan bagi
peningkatan ketrampilan dan kemampuan tenaga kerja.
2. Undang-Undang Kerja Nomor 12 tahun 1948 di mana di dalam pasal 10 ayat
1 dan 2 yang menetapkan lamanya waktu kerja 7 jam sehari dan 40 jam
seminggu, tidak berjalan sebagaimana mestinya sebab dalam prakteknya di
perusahaan ini adalah tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada
dalam Undang-Undang tersebut. Di mana peraturan perusahaan tersebut
memberlakukan jam kerja lebih lama dari waktu yang telah ditetapkan.
Dalam hal jam kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku, selama ini pihak instansi yang berwenang (dalam hal ini pihak
Departemen Tenaga Kerja) belum pernah melakukan pengawasan secara
langsung dan memberikan teguran sebagaimana mestinya terhadap
perusahaan ini, karena pihak Departemen Tenaga Kerja selama ini bersifat
pasif yaitu hanya menunggu lapora dari masing-masing perusahaan.

81 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 81
DAFTAR PUSTAKA

Brosur Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Penerbit PT. ASTEK, Jakarta, 1993.

Garis-Garis Besar Haluan Negara, (GBHN) Republik Indonesia Tap MPR No. II/MPR/1983,
Cetakan UIP,Jakarta, 1985.

Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,


Penerbit PT. ASTEK, Jakarta, 1993.

Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djmbatan, Cetakan ke delapan,


Jakarta, 2003.

Imam Soepomo, Hukum Perburuhan (Undang-Undang dan Peraturan), Penerbit Djmbatan,


Cetakan ke tigabelas, Jakarta, 1992.

Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Edisi Satu Cetakan kedua, Penerbit PT.
Raja Grafindo Persada,Jakarta, 1994.

Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

82 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 82

Anda mungkin juga menyukai