Globalisasi telah menciptakan babak baru dalam perekonomian dunia.
Salah satu yang kentara adalah semakin banyak bermunculan Perusahaan Multinasional. Dengan lini bisnis yang tersebar di berbagai negara, perusahaan-perusahaan multinasional menghadapi berbagai peraturan hukum yang berbeda di tiap negara. Selain itu, perusahaan multinasional akan berupaya melakukan efisiensi semaksimal mungkin demi menjaga eksistensi bisnisnya, salah satunya dengan menekan pajak yang harus dibayarkan. Kombinasi keduanya memunculkan sebuah yang momok menakutkan bagi semua negara. Secara tidak langsung, globalisasi telah menciptakan penghindaran pajak.
Salah satu karakteristik dari perusahaan multinasional adalah sifat
bisnisnya yang ekspansif yang mengakibatkan adanya kebutuhan pendanaan yang besar. Kebutuhan pendanaan ini dapat tersedia melalui modal dan pinjaman. Terkait sumber pendanaannya, perusahaan harus mampu mengelola struktur modalnya dengan baik agar mampu menampilkan profil risiko perusahaan yang kredibel. Salah satunya dengan membatasi utang. Namun utang, sampai level tertentu, sebenarnya diperlukan. Sebab, jika perusahaan hanya mengandalkan modal saja, upaya ekspansi untuk mengembangkan usaha pastilah terbatas. Selain itu, biaya pinjaman berupa beban bunga merupakan salah satu deductible expense. Oleh karenanya perusahaan multinasional lebih suka menggunakan pinjaman sebagai sumber pendanaan.
Penggunaan pinjaman sebagai sumber utama pendanaan dan beban
bunga yang merupakan deductible expense membuat perusahaan dapat melakukan penghindaran pajak, yaitu melalui thin capitalization. Menurut OECD, thin capitalization didefinisikan sebagai kondisi dimana sebuah perusahaan lebih banyak menggunakan utang dibanding modal sebagai sumber pendanaannya. Namun liciknya pinjaman ini merupakan internal debt yang diberikan oleh perusahaan induk kepada anak perusahaannya. Dengan kata lain pinjaman tersebut sebenarnya adalah modal terselubung dengan maksud mengurangi pembayaran pajak.
Pemerintah di berbagai negara telah melakukan berpbagai upaya untuk
menghadapi thin capitalization. Cara pertama adalah dengan menurunkan tarif pajak (Fuest dan Hemmelgarn, 2003). Upaya ini juga ditempuh dalam rangka mencegah larinya investasi asing ke negara lain..yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkan pembatasan debt to-equity ratio (DER) (Buttner et al., 2012). Pengaturan mengenai batasan bunga utang yang diperbolehkan dikurangkan dari pajak ini biasanya diterapkan untuk pembiayaan induk kepada anak perusahaan di negara lain. Hal ini telah dilakukan oleh beberapa negara maju seperti Jerman, Denmark, dan Italia. Cara ketiga adalah dengan koordinasi regulasi perpajakan internasional. Hal tersebut sejalan dengan rekomendasi OECD pada tahun 2015 mengenai rencana aksi BEPS (Base Erosion and Profit Shifting).
Meski merupakan salah satu jenis penghindaran pajak, penanganan thin
capitalization harus dilakukan secara hati-hati. Penetapan thin capitalization restriction merupakan cara mencegah hilangnya potensi pajak yang disebabkan deductible expense yang kurang tepat, namun hal tersebut dapat berefek pada penurunan minat perusahaan multinasional untuk menanamkan modal di Indonesia lewat foreign direct investment. Langkah paling bijaksana adalah dengan melakukan harmonisasi regulasi perpajakan internasional. Dengan peraturan pajak yang sama di berbagai negara diharapkan mengurangi praktek thin capitalization dalam tax planning yang ada.