Anda di halaman 1dari 3

Ulkus peptikum

1. Definisi
Ulkus di definisikan sebagai hilangnya lapisan epitelial mukosa hingga
submukosa dengan kedalaman >5mm. penyakit ulkus peptikum terdiri dari ulkus
gaster dan ulkus duodenum.
Secara anatomis, kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, submukosa sampai
lapisan otot dari SCBA
Secara klinis, hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dgn diameter >
5 mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis

2. Epidemiologi
Ulkus duodenum lebih sering ditemui disbanding ulkus gaster dan terjadi pada usia lebih
muda. Prevalensinya berkisar antara 6-15% di negara-negara barat.
Ulkus gaster lebih jarang ditemui, namun dibeberapa negara, seperti jepang menunjukan
prevalensi ulkus gaster yang lebih tinggi. Ulkus gaster cenderung terjadi pada usia >50
tahun terutama berkaitan dengan penggunaan OAINS pada lansia. Sedikit lebih sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.

3. Etiologi
Ulkus pepticum paling sering disebabkan infeksi H. pylori dan penggunaan OAINS.
Etiologi lain adalah infeksi herpes simpleks, cytomegalovirus atau tuberculosis; obat-
obatan seperti kortikosteroid, bifosfonat, klopidogrel, kokain dan KCI; penyakit seperti
serosis hepatis, penyakit crohn, gagal ginjal kronis, sarcoidosis atau kelainan
mioproliferatif; trauma/stress akibat bedah, syok hypovolemia, sindrom zollinger-ellison
atau penyakit kritis lain. Stress psikologis juga diperkirakan dapat memicu timbulnya
ulkus peptikum. Merokok menyebabkan defek proses penyembuhan mukosa lambung
dan menciptakan suasana yang nyaman untuk infeksi H. pylori.
Pasien dengan ulkus gaster memiliki kadar sekresi asam normal atau rendah sehingga
dihipotesiskan bahwa gangguan terletak pada mekanisme defensif mukosa lambung atau
karena refluks empedu dan enzim pankreas dari duodenum yang merusak mukosa gaster.

4. Patofisiologi
Ulkus dapat terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan factor defensive dengan factor
ofensif. Factor defensive mukosa terdiri dari 3 lapis pertahanan, yaitu:
i) Pre-epitel
Pertahanan pre-epitel terdiri dari mucus dan bikarbonat. Mucus membentuk lapisan
hidrofobik sehingga tidak dapat ditembus oleh ion-ion hydrogen dan pepsin.
Bikarbonat berfungsi untuk menetralisir asam lambung dan mempertahankan pH
lumen lambung sekitar 1-2
ii) Epitel
Sel-sel epitel mukosa lambung memproduksi mucus, mentranspor ion dan bikarbonat
ke ekstraseluler dan menjaga pH intraseluler. Selain itu, terdapat tautan erat antar sel
(intercellular tight junction) yang mencegah difusi ion H+ dan enzim. Sel-sel epitel
juga menghasilkan heat shock protein. Trefoil factor family peptides dan cathelicidins
yang berfungsi memproteksi sel dari stress oksidatif, agen sitotoksik dan kenaikan
temperature, serta menstimulasi regenerasi bila terjadi kerusakan
iii) Post/subepitel
Dibawah lapisan epitel mukosa, terdapat jaringan pembuluh darah yang ekstensif dan
berperan penting menstimulasi nutrisi. Oksigen dan bikarbonat sekaligus mengangkut
hasil metabolic sampah yang berdifat toksik
Factor ofensif adalah sebagai berikut:
Eksogen: obat-obatan, alcohol, infeksi bakteri (terutama H.Pylori), rokok
Endogen: asam lambung, pepsin, enzim pancreas, empedu
Infeksi helicobacter pylori
Angka prevalensi infeksi H.Pylori di negara berkembang mencapai 80%.
Sementara di negara maju antara 20-50%. Sekitar 10-15% populasi yang
terinfeksi mengidap penyakit ulkus peptikum. Ulkus duodenum lebih sering
diasosiasikan dengan infeksi H.Pylori dibandingkan ulkus gaster.
H.Pylori adalah bakteri gram negative berbentuk s-shaped yang ditularkan secara
fekal oral dan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam suasana asam
lambung, lalu melakukan penetrasi dan berkoloni. H.Pylori menghasilkan urease
yang memecah urea menjadi ammonia membuat daerah sekitarnya basa.
Ammonia bersama dengan protein pro-inflamasi, sitotoksin serta enzim protease
dan lipase yang dihasilkan oleh bakteri bersifat destruktif terhadap mukosa.
H.Pylori juga memiliki kemampuan menyebabkan disfungsi sel-sel imun,
meningkatkan produksi gastrin serta menurunkan produksi mucus dan
bikarbonat, yang berkontribusi terhadap terjadinya ulkus dilambung. Juga
diperkirakan terdapat pengaruh genetic terhadap kerentanan terinfeksi H.Pylori.
Obat-obatan anti-inflamasi non-steroid (OAINS)
Mekanisme AOINS menyebabkan penyakit ulkus peptikum terdiri dari efek
langsung terhadap mukosa dapat menyebabkan kerusakan epitel. Efek sistemik
OAINS adalah melalui inhibisi sintesis prostaglandin. Prostaglandin memegang
peranan penting dalam pertahanan dan regenerasi sel epitel mukosa karena
menstimulasi produksi mucus dan bikarbonat, menghambat produksi asam
lambung oleh sel parietal dan mempertahankan sirkulasi dan regenerasi.
OAINS bekerja menghambat enzim cyclooxygenase (COX) secara non-selektif
sehingga menghilangkan efek protektif COX-1 di jaringan lambung, ginjal, sel-sel
endotel dan trombosit. Belakangan telah banyak dikembangkan golongan
penghambat selektif terhadap COX-2 yang menurunkan risiko kerusakan mukosa
saluran cerna, namun golongan ini ternyata menimbulkan efek samping
kardiovaskular dan serebrovaskular.
Penggunaan anti agregasi trombosit seperti klopidogrel meskipun tidak
menyebabkan kerusakan secara langsung, namun dapat memperlambat proses
angiogenesis dan penyembuhan luka erosi atau ulseratif sehingga berefk buruk
bila bersamaan dengan infeksi H.Pylori, penggunaan OAINS dan asam lambung
tinggi.
Asam lambung dan pepsin
Beberapa individu memiliki sel-sel parietal yang lebih besar dan mensekresi HCl
dalam jumlah lebih banyak. HCl akan mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin
dan keduanya secara bersama-sama bersifat sangat erosive terhadap pertahanan
mukosa lambung. Bila pertahanan mukosa lambung rusak, ion H+ dan pepsin
akan dapat berdifusi masuk ke dalam parenkim menyebabkan inflamasi dan
kerusakan jaringan.

Anda mungkin juga menyukai