Anda di halaman 1dari 4

FILSAFAT ILMU FARMASI

Menurut Verhaak, Filsafat sebagai upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan


pengembaraan manusia di dunianya menuju akhirat secara mendasar.
Filsafat ilmu farmasi perlu mendapat pengkajian yang lebih khusus lagi sehingga
akan dapat mengarahkan ke arah perkembangan yang lebih tepat dan manusiawi.
TINJAUAN ONTOLOGIS
Ilmu farmasi dapat dikatakan sebagai ilmu terapan dari ilmu kimia.
Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari sifat, komposisi, struktur, dan
perubahan-perubahan zat serta energy yang dihasilkan/yang digunakan oleh zat
tersebut selama terjadinya perubahan (Encyclopedia Americana, 1976).
Ilmu farmasi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana memanfaatkan sifat,
komposisi dan struktur serta energi yang dihasilkan zat tersebut untuk
kepentingan dan kesejahteraan manusia. Zat yang dimaksud adalah obat atau
bahan obat.
Secara luas, obat adalah senyawa kimia yang digunakan secara terapeutik untuk
menyembuhkan dan mendiagnosa penyakit, mempromosi kesehatan, dan
mencegah terjadinya penyakit (Tanu, Ian, 1972)

First the word
Then the herb
Then the synthetic drug
And last the knife

Secara ontologis, bahwa objek material dari ilmu farmasi adalah obat dan bahan
obat. Obat dan bahan obat ini diperoleh dari senyawa kimia baik yang terdapat
dalam hewan ataupun dalam tanaman maupun senyawa kimia yang diperoleh
secara sintesis, digunakan untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia
dan mencegah penyakit yang dapat mengganggu kesejahteraan manusia.
Ilmu farmasi adalah ilmu yang menjelaskan tentang bagaimana memperoleh bahan
yang dapat digunakan sebagai obat serta bagaimana meramu dan
memformulasikannya, sehingga bahan-bahan tersebut bila digunakan sesuai
petunjuk yang diberikan dapat menghasilkan kesembuhan bagi penyakit yang
diderita seseorang, ataupun mampu mencegah seseorang menderita sakit (tentunya
atas izin Allah), bahan yang digunakan inilah yang disebut obat dan merupakan
objek materi dari ilmu farmasi.
Dalam UU No. 7 tahun 1963 tentang farmasi, dikatakan bahwa pekerjaan
kefarmasiaan adalah pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat dan bahan obat. Sehingga untuk
dapat mengembangkan ilmu farmasi ini tidak terlepas dari ilmu lainnya. Berdasarkan
hal tersebut diatas, maka mulai pembuatan obat sampai dengan penyerahan obat
memerlukan kerjasama yang erat sampai dengan disiplin ilmu lainnya. Kerjasama
yang erat ini sangat diperlukan, misalnya dalam membuat suatu bahan obat yang
berasal dari tumbuhan, maka pengetahuan biologi seorang farmasis sangat
menunjang, sehingga dapat mengetahui dengan baik jenis tumbuhan mana yang
diperlukan serta bagian tumbuhan mana yang mengandung secara optimal bahan
obat yang diperlukan.
Pengetahuan fisika dan kimia agar untuk dapat memisahkan senyawa obat
tersebut dari bagian tumbuhan yang mengandungnya.
Pengetahuan matematika agar hasil olahan obat dapat menyembuhkan
penyakit, dihitung dosisnya yang tepat sehingga dapat digunakan oleh manusia
untuk proses.
Dalam mengembangkan obat-obatan secara sintesis, diperlukan berbagai informasi
mengenai bahan yang akan disintesa baik informasi sifat-sifat biologis, kimia, dan
fisis dari bahan tersebut. Setelah bahan obat diperoleh, makan bahan obat tersebut
harus dapat diprediksi baik tentang kemampuan pengobatannya maupun
kemungkinan efek samping yang ditimbulkan.

Sejarah perkembangan ilmu farmasi menggambarkan bagaimana manusia


memperoleh pengetahuan yang benar untuk dapat memelihara dan
mempromosikan kesehatannya serta mencegahnya dari sakit melalui penggunaan
bahan obat. Sehingga dapat dikatakan bahwa objek formal ilmu farmasi adalah
kesehatan manusia.
Dengan makin bertambahnya jumlah penduduk, maka makin bertambah pulalah
masalah di bidang pemeliharaan dan promosi kesehatan manusia, karena sumber
daya alam yang ada selama ini, yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat
juga semakin terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan obat-obatan,
dikembangkan penelitian dan pemanfaatan bahan-bahan sintetis sebagai bahan
obat.
Semula teori kebenaran yang digunakan dalam pengembangan ilmu farmasi yaitu :
Teori kebenaran pragmatisme, artinya pengembangan ilmu farmasi didasarkan
pada pemanfaatan pengetahuan kefarmasian untuk memelihara dan
mempromosikan kesehatan manusia, ternyata dengan teori ini perkembangan
ilmu farmasi sangat lambat, yang berkembang adalah seni meracik dan
mencampur obat saja (the art of compounding and dispensing). Hal ini sangat
jelas pada pengembangan obat-obat tradisional.
Menurut Yuyun, bahwa pengetahuan tentang obat-obatan tradisional, umpamanya
yang kemanjuran memang terbukti, tidak menjurus kearah berkembangnya
farmakologi, sebab tidak ada usaha untuk lebih jauh mengajukan penjelasan teoritis
yang asasi mengenai proses yang terjadi. Dengan demikian maka pengetahuan
yang satu terpisah dari pengetahuan yang lain tanpa diikat oleh suatu konsep yang
mampu menjelaskan secara menyeluruh.
Setelah ilmu farmasi lebih terbuka dan lebih kaliatif, dimana persentuhannya dengan
ilmu lain makin intens, maka mulailah dikembangkan konsep-konsep teoritis yang
bersifat lebih mendasar.
Dengan makin beragamnya jenis penyakit yang ditemukan, maka makin beragam
pula jenis obat yang diperlukan. Dengan makin pluralisnya jumlah dan jenis obat
yang diperlukan manusia, maka produksi obat juga perlu ditangani secara plural,
artinya ilmu farmasi yang semula bersifat fisis dan tertutup secara epistemology,
sekarang harus lebih kualitatif dan terbuka dalam mengembangkan ilmu farmasi.
Dengan berkembangnya teknologi kelistrikan, maka produksi obat yang semula
berskala industri RT saja mulai beranjak ke industri berskala besar. Produksi obat
secara besar-besaran mulai dilaksanakan oaring, baik jumlah maupun jenisnya,
karena produksi massal ini memerlukan efisiensi yang tinggi, maka secara ekonomi
jumlah produksi harus dapat mencapai Break Even Point.
Break Even Point yaitu suatu jumlah produksi yang minimal harus dicapai agar
hasil penjualan produk dapat mengembalikan investasi sambil menghasilkan
keuntungan produk bagi pemilik modal.

Anda mungkin juga menyukai