102013049 A6
Pendahuluan
Gagal nafas adalah suatu sindrom dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan
pertukaran gas yaitu oksigenasi dan pengeluaran karbondioksida. Gagal napas dapat terjadi
secara akut atau kronis. Gagal nafas akut adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa dimana
analisa gas darah arterial dan status asam basa berada dalam batas yang membahayakan.
Sedangkan gagal nafas kronik terjadi secara perlahan dan gejalanya kurang jelas.
Primary Survey
1. Airway
Penyebab obstruksi :
Darah, muntah, benda asing, Penurunan kesadaran,Trauma langsung, Infeksi, Inflamasi
dan laryngospasme.
Look : cyanosis, perubahan pola respirasi dan rate, penggunaan otot
pernafasan, penurunan kesadaran.
Listen : Suara pernafasan yang berisik (grunting, stridor, wheezing, gurgling), obstruksi
total tidak menimbulkan suara.
1|Page
Feel : Penurunan atau tidak terdapatnya hembusan nafas
2. Breathing
Penyebab :
- Depresi SSP
- Kelumpuhan otot, kerusakan MS, Nyeri pada dinding dada.
- Gangguan pada Paru-paru : Pneumo/Haemothorax, Asthma, COPD, Emboli,
contusio paru, edema paru, ARDS
Look : cyanosis, perubahan RR dan polanya, berkeringat, Peningkatan JVP,
penggunaan otot pernafasan, penurunan kesadaran, penurunan saturasi O2
Listen : Dispneu, kemampuan bicara, nafas yang berisik, perkusi dan auskultasi
Feel : Gerak dan bentuk dada yang asimetris, posisi trachea, distensi abdomen.
3. Circulation
Penyebab :
- Primer : Iskemia, Gangguan konduksi, gangguan katup, cardiomyopathy
- Sekunder : Obat-obatan, Hypoksia, Perubahan elektrolit, Sepsis
Look : Penurunan perfusi perifer (pucat, dingin), perdarahan, penurunan kesadaran,
dispneu, penurunan out put urin
Listen : Perubahan bunyi jantung, Carotid Bruit
Feel : Perubahan pulsasi jantung prekordial, nadi perifer atau sentral, rate, kualitas,
regularitas dan simetrisitas.
4. Observasi Dan Dokumentasi
Perubahan-perubahan fisiologi pada pasien kritis harus selalu di dokumentasikan
dengan baik.
Keberhasilan dalam monitoring pasien tergantung pada kemampuan untuk
membaca data-data tersebut.
Pencatatan yang baik, akurat dan sering sangat penting dalam penatalaksanaan pasien
kritis
5. Pemeriksaan Penunjang
Pada primary survey pemeriksaan yang penting adalah AGD dan GDS.
Asidosis Metabolik atau Respiratorik adalah indikator yang penting pada keadaan
yang kritis.
Pemeriksaan selanjutnya tergantung differensial diagnosa yang akan ditegakkan.
Dapat berupa Laboratorium Darah, EKG, Radiologi, Mikrobiologi, USG dll.
2|Page
6. Treatment
Segera dilakukan begitu menemukan kelainan-kelainan fisiologis
Oksigen
IVFD
Persiapan Resusitasi
Segera hubungi orang yang lebih berpengalaman
Secondary Survey
Pada fase ini, terutama untuk menentukan penyebab utama kegawatan dan
dilakukan setelah keadaan pasien stabil.
Anamnesa, Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lebih teliti.
Penatalaksanaan lebih spesifik termasuk di dalamnya :
- Penggunaan alat-alat bantu seperti ventilator, hemodialisa dll.
- Menentukan jenis perawatan yang tepat mis; ICCU, IMCU, Isolasi dll.
- Konsul ke spesialis yang tepat.
1. Anamnesis
Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau
terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai.
a. Identitas Pasien
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal sebagai gambaran
kondisi lingkungan dan keluarga dan keterangan lain mengenai identitas
pasien.
b. Keluhan Utama
Pada skenario didapatkan adanya keluhan sesak napas dan penurunan
kesadaran. Sejak kapan?
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Bagaimana keadaan pasien sebelum ada keluhan tersebut?
Ada ada keluhan yang memperberat?
Ada demam? Mual? Muntah?
Sebelum dibawa ke IGD apakah sudah ada penanganan?
d. Riwayat Penyakit dahulu
Apakah pernah seperti ini sebelumnya?
3|Page
Riwayat trauma?
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluhan serupa pada keluarga?
f. Riwayat Obat
Apakah ada obat yang rutin dikonsumsi?
Ada alergi obat atau alergi lain?
g. Riwayat Pribadi
Apakah pasien merokok? Kalau iya berapa bungkus sehari?
Ada konsumsi alkohol?
2. Pemeriksaan Fisik
Tanda dan gejala pada gagal napas akut tidak spesifik, tergantung dari
penyakit yang mendasarinya dan termasuk tipe hipoksemi atau hiperkapni. Gejala
lokal pada paru-paru yang menyebabkan hipoksemi akut seperti pnemonia, edema
pulmoner, asma atau PPOK dapat muncul. Gejala neurologis dapat muncul seperti
gelisah, lelah, bingung, kejang, bahkan koma. Pasien akan bernapas dengan cepat dan
nadi yang cepat. Penyakit paru dapat menimbulkan suara yang berbeda pada saat
auskultasi, pada asma terdapat wheezing dan pada penyakit paru obstruktif akan
terdapat wheezing dan ronki.
Pada pasien gagal napas karena ganguan ventilasi terjadi gasping dan
penggunaan otot leher pada saat bernapas untuk membantu pengembangan dada.
Takikardi dan aritmia terjadi karena hipoksemi dan asidosis. Sianosis, warna kebiruan
pada kulit dan membran mukosa, menujukkan terjadi hipoksemi. Dyspneu, rasa sakit
bila bernapas, dapat terjadi karena usaha bernapas yang berlebihan, reflek vagal atau
rangsangan kimia (hipoksemi atau hiperkapni). Bingung dan somnolen dapat terjadi
pada gagal napas. Kejang mioklonik dapat terjadi pada hipoksemi berat. Polisitemia
dapat terjadi sebagai komplikasi jika terjadi hipoksemi yang lama.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Analisa Gas Darah
Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika
gejala klinis gagal napas sudah terjadi maka analisis gas darah harus dilakukan
untuk memastikan diagnosis, membedakan gagal napas akut atau kronik. Hal
ini penting untuk menilai berat-ringannya gagal napas dan mempermudahkan
pemberian terapi. Analisa gas darah dilakukan untuk patokan terapi oksigen
4|Page
dan penilaian obyektif dari berat-ringan gagal nafas. Indikator klinis yang
paling sensitif untuk peningkatan kesulitan respirasi ialah peningkatan laju
pernafasan.
5|Page
Diagnosis
Diagnosis gagal napas akut atau kronik dimulai jika ada gejala klinik yang muncul.
Gejala klinis pada gagal napas terdiri dari tanda kompensasi pernapasan yaitu takipneu,
penggunaan otot pernapasan tambahan, restriksi intrakostal, suprasternal dan supraklavikular.
Gejala peningkatan tonus simpatis seperti takikardi, hipertensi dan berkeringat. Gejala
hipoksia yaitu perubahan status mental misalnya bingung atau koma, bradikardi dan
hipotensi. Gejala desaturasi hemoglobin yaitu sianosis.
Tanda dan gejala mungkin tidak khas dan sangat tidak sesuai dengan beratnya
gangguan pernafasan sampai keadaan menjadi sangat gawat. Sikap yang sangat waspada
diperlukan untuk mengenali setiap kasus kegagalan pernafasan. Dengan demikian klinisi
perlu utnuk sangat mencurigai adanya kegagalan pernafasan dan siap untuk melakukan
analisa gas-gas darah arteria (AGD) merupakan satu-satunya jalan untuk membuat diagnosis
pasti. Pada umumnya, PaCO2 yang mencapai 50 mmHg atau lebih atau PaO2 mencapai 50
sampai 60 mmHg atau kurang pada ketinggian permukaan laut diterima sebagai petunjuk
adanya kegagalan pernafasan.
1. Penyebab umum
- Emfisema dan bronkitis kronis (PPOK)
- Pneumonia
- Edema pulmoner
- Asma
- Pneumothorak
- Sindrom distres pernapasan akut
- Trauma kepala dan servikal
- Hipoventilasi alveolar primer
- Penyakit jantung kongenital sianosis
2. Gangguan sistem saraf pusat (SSP)
- Berbagai gangguan farmakologi, struktur dan metabolik pada SSP dapat
mendepresi dorongan untuk bernapas
- Hal ini dapat menyebabkan gagal napas hipoksemi atau hiperkapni yang akut
maupun kronis
6|Page
- Contohnya adalah tumor atau kelainan pembuluh darah di otak, overdosis
narkotik atau sedatif, gangguan metabolik seperti miksedema atau alkalosis
metabolik kronis
3. Gangguan sistem saraf perifer, otot pernapasan dan dinding dada
- Gangguan pada kelompok ini adalah ketidakmampuan untuk menjaga tingkat
ventilasi per menit sesuai dengan produksi CO2
- Dapat meyebabkan hipoksemi dan hiperkapni
- Contohnya sindrom Guillan-Barre, distropi otot, miastenia gravis, kiposkoliosis
berat dan obesitas
4. Abnormalitas jalan napas
- Obstruksi jalan napas yang berat adlah penyebab umum hiperkapni akut dan
kronis
- Contonhnya epiglotitis, tumor yang menenai trakea, penyakit paru obstruktif
kronis, asma dan kistik fibrosis
5. Abnormalitas alveoli
- penyakit yang ditandai oleh hipoksemi walaupun kompliksi hiperkapni dapat
terjadi
- contohnya adalah edema pulmoner kardiogenik dan nonkardiogenik, pneumonia
aspirasi, perdarahan paru yang masif
- gangguan ini berhubungan dengan shunt intrapulmoner dan peningkatan kerja
pernapasan
Manifestasi Klinis
7|Page
Penurunan kesadaran
Tidak dapat berbicara, keengganan untuk berbaring terlentang
Gejala
Tanda dan gejala hipoksemia merupakan akibat langsung dari hipoksia jaringan.
Tanda dan gejala yang sering dicari untuk menentukan adanya hipoksemia seringkali baru
timbul setelah PaO2 mencapai 40 sampai 50 mmHg. Jaringan yang sangat peka terhadap
penurunan oksigen diantaranya adalah otak, jantung, dan paru-paru. Tanda dan gejala yang
paling menonjol adalah gejala neurologis, berupa sakit kepala, kekacauan mental, gangguan
dalam penilaian, bicara kacau, gangguan fungsi motorik, agitasi dan gelisah yang dapat
berlanjut menjadi delirium dan menjadi tidak sadar. Respons kardiovaskular yang mula-mula
tehadap hipoksemia adalah takikardi dan peningkatan curah jantung serta tekanan darah. Jika
hipoksia menetap, bradikardi, hipotensi, penurunan curah jantung dan aritmia dapat terjadi.
Hipoksemia dapat menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah paru-paru. Efek
metabolik dari hipoksia jaringan metabolisme anaerobik yang mengakibatkan asidosis
metabolik. Hiperkapnea yang tejadi dalam ruangan selalu disertai hipoksemia. Akibatnya
tanda dan gejala dari kegagalan pernafasan mencerminkan efek-efek hiperkapnea dan
hipoksemia. Efek utama dari PaCO2 yang meningkat adalah penekanan sistem saraf pusat.
Itulah sebabnya mengapa hiperkapnea yang berat kadang-kadang disebut sebagai narkosis
CO2. Hiperkapnea mengakibatkan vasodilatasi serebral, peningkatan aliran darah serebral,
dan peningkatan tekanan intrakranial. Akibatnya timbulnya gejala yang khas, berupa sakit
kepala, yang bertambah berat sewaktu bangun tidur pada pagi hari karena PaCO2 sedikit
menigkat pada waktu tidur. Tabda dan gejala lain adalah edema papil, iritabilitas
neuromuskular, alam perasan yang berubah-ubah, dan rasa mengantuk yang terus bertambah,
yang akhirnya akan menuju koma. Meskipun peningkatan PaCO2 merupakan rangsangan
yang paling kuat untuk bernafas, tetapi juga mempunyai efek menekan pernafasan jika
kadarnya melebihi 70 mmHg. Selain itu, orang dengan PPOK dan hiperkapnea kronik akan
menjadi tidak peka terhadap peningkatan PaCO2 dan menjadi tergantung pada dorongan
hipoksia. Hiperkapnea menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah paru-paru, sehingga
dapat memperberat hipertensi arteri pulmonalis. Jika retensi CO2 sangat berat, maka dapat
terjadi penurunan kontraktilitas miokardium, vasodilatasi sistemik, gagal jantung, dan
8|Page
hipotensi. Hiperkapnea menyebabkan asidosis respiratorik yang sering bercampur dengan
asidosis metabolik jika terjadi hiposia. Campuran ini dapat mengakibatkan penurunan yang
serius dari pH darah. Respon kompensasi ginjal terhadap asidosis respiratorik adalah
reabsorpsi bikarbonat untuk mempertahankan pH darah tetap normal. Respon ini memerlukan
waktus ekitar 3 hari, sehingga asidosis respiratorik akan jauh lebih berat jika awitannya cepat.
Kadar oksigen yang rendah dalam darah dapat menyebabkan sianosis. Kadar
karbondioksida yang tinggi dan penurunan dari pH darah dapat menyebabkan gangguan
kesadaran, antara lain bingung dan mengantuk. Kompensasi dari tubuh untuk mengatasi hal
ini dengan cara bernafas dengan dalam dan cepat. Namun bila keadaan paru tidak baik, usaha
ini tidak akan dapat mengatasi. Pada akhirnya keadaan kadar oksigen yang rendah
menyebabkan malfungsi otak dan jantung. Akibatnya terjadi penurunan kesadaran dan
gangguan pada irama jantung yang dapat menyebabkan kematian.
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas
yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum
awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan
penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara).
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal
nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi
jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang
otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor
otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan
pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
9|Page
Penanganan gagal nafas
1. Terapi medis
Prognosis
Hasil akhir pada pasien gagal napas sangat tergantung dari etiologi/penyakit yang
mendasarinya, serta penanganan yang cepat dan adekuat. Jika penyakit tersebut diterapi
dengan benar maka hasilnya akan baik. Jika gagal napas berkembang dengan perlahan maka
dapat timbul hipertensi pulmoner, hal ini akan lebih memperberat keadaan hipoksemi.
Adanya penyakit ginjal dan infeksi paru akan memperburuk prognosis. Terkadang
transplantasi paru diperlukan.
10 | P a g e
Pencegahan
Karena gagal napas bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan hasil akhir
dari suatu penyakit maka tindakan pencegahannya adalah terapi pada penyakit yang
mendasarinya. Pasien yang telah mempunyai kelainan paru perlu menghindari terpapar oleh
polutan agar tidak terjadi infeksi. Jika telah terjadi gagal napas maka pasien harus dirawat di
ruang intensif.
Manifestasi Klinik
Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya memburuk,
rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan
koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika pernafasan sangat
terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu terganggu. Ginjal berusaha
untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan bikarbonat, namun proses ini memerlukan
waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.
1) Pada keadaan hipoventilasi CO2 tertahan dan akan berikatan H2O menyebabkan
meningkatnya HCO3.
2) H2CO3 akan berdisosiasi enjadi H+ dan HOO sehingga dalam analisa gas darah
didapatkan PaCO2 meningkat dan PH turun.
3) pH yang rendah disertai meningkat 2.3 DPG intra seluler sel darah sehingga
mempermudah pelepasan O2 ke jaringan sehingga saturasi turun.
4) PCO2 meningkat, CO2 jaringan dan otak juga meningkat. CO2 akan bereaksi dengan
H2O membentuk H2CO3.
11 | P a g e
5) Meningkatnya PaCO2 dan H+ akan menstimulasi pusat pernafasan di medulla Oblongata
sehingga timbul hiperventilasi. Secara klinis akan tampak respirasi cepat dan dalam
Analisa Gas Darah (AGD): PaCO2 turun.
6) Pusing, bingung, letargi, muntah sebagai akibat dari penurunan CO2 dan H+ akan
mengakibatkan pembuluh darah cerebral.
7) Aliran darah cerebral meningkat sehingga terjadi oedema otak dan mendepresi Susunan
Saraf Pusat
10) Ketidakseimbangan elektrolit dan asidosis yang kritis akan mendepresi otak dan fungsi
jantung. Secara klinis akan tampak: PaCO2 menurun, pH turun, hiperkalemia, penurunan
kesadaran dan aritmia.
Kesimpulan
Penanganan gagal nafas merupakan tindakan gawat darurat kerana karsus ini sering
menimbulkan kematian. Penyebab gagal nafas selalunya disebabkan oleh ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Terdapat 2 macam gagal nafas yaitu gagal
nafas akut dan gagal nafas kronik. Manakala secara etiologinya, gagal nafas dapat di
klasifisikan kepada dua macam yaiutu intrapulmonari (edema paru, pneumothorax,
hematothorak PPOK, emphysema ,dan sebagainya) dan ekstrapulmonari (trauma kepala, mati
batang otak dan sebagainya). Penanganan gagal nafas dapat dilakukan dengan terapi medis
(pemberian 02, pemakaian ventilator dengan ETT), terapi cairan dan elektrolit, pemberian
medikamentosa ( bronkodilator, agen simpatomemtik, antikolinergik, dan kortikosteroid).
Penanganan gagal nafas pada pasien yang diadiagnosa sebagai end-stage respiratory failure
dapat dilakukan transplantasi paru.
12 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong, William F, Buku Ajar Fisiologi kedokteran, editor edisi bahasa indonesia:
H.M. Djauhari widjajakusumah. edisi 20.Jakarta : EGC,2002.
2. Hess DR,Kacmarek RM.Adult respiratory distress syndrome.In:Navrozov M,Hefta
T,eds.Essen tials of mechanical ventilation.New York:McGraw-Hill;2006:h83-7.
3. Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC
4. Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan,. Kapita Selekta Kedokteran edisi
2. Jakarta: EGC;2011.
5. Rai, Ida BN. 1999. Gagal Napas Akut. Dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
EGC.
6. Sylia A,Price,Wilson LM.Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit.Ed
IV.Jakarta: EGC;2005:739-40
13 | P a g e