Anda di halaman 1dari 104

PEMBERIAN TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT

TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA


ASUHAN KEPERAWATAN Ny.T DENGAN
HIPERTENSI DI PANTI SASANA TRESNA
WREDHA DHARMA BAKTI
WONOGIRI

DI SUSUN OLEH:

ENGGAR MAYNING RIAWATI


NIM. P.13021

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. T DENGAN
HIPERTENSI DI PANTI SASANA TRESNA
WREDHA DHARMA BAKTI
WONOGIRI

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DISUSUN OLEH :

ENGGAR MAYNING RIAWATI


NIM.P.13021

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Allhamdulillah dan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Pemberian Terapi Rendam Kaki Air Hangat
Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Asuhan Keperawatan Ny.T dengan
Hipertensi di Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bakti Wonogiri. Karya Tulis
Ilmiah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu
syarat kelulusan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran, dan petunjuk
dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku ketua STIKes Kusuma
Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta
3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta serta sebagai dosen pembimbing yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini dan sekaligus selaku dosen penguji II yang membimbing dengan
cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini
4. Ibu Alfyana Nadya R, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi
DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta

iv
5. Ibu Wahyuningsih Safitri, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku dosen penguji I yang
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat
7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, 11 Mei 2016

Enggar Mayning Riawati

v
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan .................................................................... 5
C. Manfaat Penulisan .................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ........................................................................ 8
1. Hipertensi ........................................................................ 8
2. Lanjut usia (lansia) .......................................................... 29
3. Tekanan darah ................................................................. 30
4. Terapi rendam kaki air hangat ......................................... 32
B. Kerangka teori ........................................................................ 35
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset ................................................................ 36
B. Tempat dan waktu .................................................................. 36
C. Media dan alat yang digunakan .............................................. 36
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ......................... 37
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset ... 38

vi
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ........................................................................ 39
B. Pengkajian ............................................................................. 39
C. Perumusan masalah keperawatan ........................................... 45
D. Perencanaan ........................................................................... 46
E. Implementasi .......................................................................... 48
F. Evaluasi ................................................................................. 54
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................... 59
B. Perumusan masalah keperawatan ............................................ 70
C. Intervensi ................................................................................. 75
D. Implementasi ........................................................................... 78
E. Evaluasi ................................................................................... 83
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................. 87
B. Saran........................................................................................ 89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.2 Klasifikasi Hipertensi .......................................................... 12


Tabel 3.1 Prosedur Tindakan Pemberian Terapi Rendam Kaki Air
Hangat ................................................................................. 37
Tabel 3.2 Alat Ukur Dengan Spignomanometer .................................. 38

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2 Kerangka Teori .................................................................... 35


Gambar 4.1 Genogram ............................................................................ 40

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Usulan Judul

Lampiran 2 Lembar Konsultasi

Lampiran 3 Surat Pernyataan

Lampiran 4 Jurnal

Lampiran 5 Asuhan Keperawatan

Lampiran 6 Log Book

Lampiran 7 Lembar Pendelegasian

Lampiran 8 Lembar Observasi

Lampiran 9 SOP Prosedur Tindakan Pemberian Terapi Rendam Kaki Air Hangat

Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hipertensi atau sering disebut dengan darah tinggi adalah suatu keadaan

dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada

suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke

(terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit

jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta

penyempitan ventrikel kiri atau bilik kiri (terjadi pada otot jantung)

(Dinkesprov Jateng, 2009). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan

darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan

tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Seseorang dinyatakan mengidap

hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmHg (Fauci, et al, 2012).

Pada saat ini hipertensi adalah faktor resiko ketiga terbesar yang

menyebabkan kematian dini, hipertensi berakibat terjadinya gagal jantung

serta penyakit gangguan otak. Penyakit ini dipengaruhi oleh cara kebiasaan

hidup seseorang, sering disebut sebagai the killer disease karena merupakan

penyakit pembunuh (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular,

2006). Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

di Indonesia dan beberapa negara di dunia ( Elsanti, 2009).

Proporsi penderita hipertensi di seluruh dunia tahun 2008 pada laki-laki

sebesar 29,2% dan wanita sebesar 24,8% (WHO, 2013). Berdasarkan data

1
2

Kemenkes RI (2012) prevalensi hipertensi di Indonesia sendiri sebesar 26,5%

dan cakupan diagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan mencapai 36,8%.

Prevalensi kasus hipertensi primer di Provinsi Jawa Tengah mengalami

peningkatandari 1,87% pada tahun 2006 menjadi 2,02% pada tahun 2007 dan

3,03% pada tahun 2008. Di kabupaten Wonogiri sendiri juga mengalami

peningkatan. Pada tahun 2005 jumlah kasusnya sebanyak 18,23%, tahun 2006

sebanyak 18,26% kasus, tahun 2007 sebanyak 19,61% kasus, tahun 2008

sebanyak 12,64 kasus, dan pada tahun 2009 sebanyak 31,25% kasus, dimana

selama kurun waktu 5 tahun tersebut terjadi peningkatan jumlah kasus

sebesar 71,45% (Dinkesprov Jateng, 2009).

Menurut Jani (2011) bahwa tekanan darah tinggi dianggap sebagai

faktor resiko utama bagi berkembangnya penyakit jantung dan berbagai

penyakit vaskuler pada orang-orang yang telah lanjut usia, hal ini disebabkan

ketegangan yang lebih tinggi dalam arteri sehingga menyebabkan hipertensi.

Masalah yang sering muncul pada pasien hipertensi itu sendiri adalah

penurunan curah jantung yang berhubungan dengan adanya peningkatan

afterload, vasokontriksi, iskemia miokard, hipertrofi ventrikuler, nyeri akut

yang berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral juga akan

mengganggu kualitas tidur, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer :

serebral, ginjal, jantung yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah

dan yang terakhir defisiensi pengetahuan karena kurangnya informasi tentang

proses penyakit dan perawatan diri (Wijaya dan Putri, 2013).


3

Hipertensi salah satunya dapat mengakibatkan ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer : serebral, ginjal, jantung yang berhubungan dengan

gangguan sirkulasi darah. Pada umumnya peningkatan tekanan darah didalam

arteri terjadi karena beberapa sebab pertama, jantung memompa lebih kuat

sehingga mengalirkan lebih banyak cairan setiap detiknya. Kedua, arteri besar

kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga tidak dapat

mengembang saat jantung memompa darah melalui arteri. Oleh karena itu,

setiap jantung berdenyut, darah dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang

sempit sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah menjadi naik (M

Adib, 2011).

Oleh karena itu, pengobatan awal pada hipertensi sangatlah penting

karena dapat mencegah timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh

seperti jantung, ginjal dan otak. Untuk pengobatan hipertensi tidak hanya

menggunakan obat-obatan, karena menimbulkan efek samping yang sangat

berat, selain itu menimbulkan ketergantungan apabila penggunaan obat

dihentikan dapat menyebabkan peningkatan resiko terkena serangan jantung

atau stroke (Surendra, 2007). Pengobatan untuk pasien hipertensi bisa

dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis. Secara non-

farmakologis dapat dilakukan dengan mengubah gaya hidup yang lebih sehat

dan melakukan terapi rendam kaki menggunakan air hangat yang mudah

dilakukan setiap saat (Kusumaastuti,2008 dalam Santoso, dkk , 2014).

Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh

sehingga rendam kaki air hangat dapat digunakan sebagai salah satu terapi
4

yang dapat memulihkan otot sendi yang kaku serta menyembuhkan stroke

apabila dilakukan melalui kesadaran dan kedisiplinan. Hangatnya air

membuat sirkulasi darah menjadi lancar. Oleh karena itu, penderita hipertensi

dalam pengobatannya tidak hanya menggunakan obat-obatan, tetapi bisa

menggunakan alternatif non-farmakologis dengan menggunakan metode yang

lebih mudah dan murah yaitu dengan menggunakan terapi rendam kaki air

hangat yang bisa dilakukan di rumah (Kusumaastuti, 2008 dalam Santoso,

dkk , 2014).

Manfaat terapi rendam kaki air hangat ini adalah efek fisik panas/hangat

yang dapat menyebabkan zat cair, padat, dan gas mengalami pemuaian ke

segala arah dan dapat meningkatkaan reaksi kimia. Pada jaringan akan terjadi

metabolisme seiring dengan peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh

dengan cairan tubuh. Efek biologis panas/hangat dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara

fisiologis respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran

pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan

otot, meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas

kapiler. Respon dari hangat inilah yang dipergunakan untuk keperluan terapi

ada berbagai kondisi dan keadaan dalam tubuh (Destia, dkk, 2014 dalam

Santoso, dkk, 2014).

Menurut Destia, dkk (2014) dalam Santoso, dkk, (2014), prinsip kerja

terapi rendam kaki air hangat dengan mempergunakan air hangat yaitu secara

konduksi dimana terjadi perpindahan panas/hangat dari air hangat ke dalam


5

tubuh akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan penurunan

ketegangan otot sehingga dapat melancarkan peredaran darah yang akan

mempengaruhi tekanan arteri oleh baroreseptor pada sinus kortikus dan arkus

aorta yang akan menyampaikan impuls yang dibawa serabut saraf yang

membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada

otak perihal tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ

ke pusat saraf simpatis ke medulla sehingga akan merangsang tekanan sistolik

yaitu regangan otot ventrikel untuk segera berkontraksi. Berdasarkan latar

belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana terapi

rendam kaki menggunakan air hangat terhadap penurunan tekanan darah pada

penderita hipertensi.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan tindakan pemberian terapi rendam kaki air hangat

terhadap penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi di Panti

Sasana Tresna Wredha Dharma Bakti Wonogiri

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan hipertensi

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

dengan hipertensi

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien

dengan hipertensi
6

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan

hipertensi

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan hipertensi

f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi rendam kaki air

hangat terhadap penurunan tekanan darah pada pasien dengan

hipertensi di Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bakti Wonogiri

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Institusi Rumah Sakit

Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit dalam menjalankan

asuhan keperawatan dengan hipertensi

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan dalam

melakukan asuhan keperawatan khususnya terapi komplementer dan

dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran

3. Bagi Pasien dan Keluarga

Dapat dijadikan salah satu solusi yang dapat digunakan dalam mengatasi

hipertensi yang dialami dengan menggunakan terapi rendam kaki air

hangat yang dapat menurunkan tekanan darah dan sebagai terapi

komplementer yang murah dan mudah dilakukan secara mandiri

4. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan pengalaman dalam memberikan asuhan

keperawatan dengan hipertensi khusunya keperawatansecara


7

komplementer pemberian rendam kaki air hangat untuk menurunkan

tekanan darah
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Hipertensi

a. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

kelompok penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah dapat mengakibatkan

terjadinya stroke, serangan jantung, gagal jantung dan gagal ginjal.

Tekanan darah tinggi yang menetap tersebut dapat mempengaruhi

otak, mata, tulang dan fungsi seksual. Selain itu juga hipertensi

merupakan penyebab kematian ke tiga di dunia (Spark, 2007)

Menurut WHO (World Health Organization), batas normal

adalah 120 140 mmHg sistolik dan 80 90 mmHg diastolik. Jadi

seseorang disebut mengidap hipertensi jika tekanan darah sistolik

>160 mmHg dan tekanan darah diastolik >95 mmHg. Tekanan darah

perbatasan bila tekanan darah sistolik antara 140 mmHg 160

mmHg dan tekanan darah diastolik antara 90 mmHg 95 mmHg

(Poerwati, 2008).

8
9

b. Menurut Smeltzer (2005), etiologi hipertensi yaitu :

1) Diit

Diit yang meningkatkan prevalensi hipertensi, diantaranya

asupan garam yang berlebihan dan asupan asam lemak jenuh

tinggi yang banyak mengandung kolesterol.

Menurut Sunita (2006), macam diet rendah garam :

a) Diet rendah garam I (200-400)

Pada pengelohan makanannya tidak ditambahkan garam

dapur, dihindari makanan tinggi natrium dan diet ini

diberikan pada pasien dengan oedema, asitesis dan

hipertensi berat.

b) Diet rendah garam II (600-800)

Dalam pengolahan makanannya boleh menggumakan

sendok teh garam dapur (2gr) dan diet berlaku kepada

pasien odema, asitesis dan hipertensi tidak terlalu berat

c) Diet rendah garam III (1000-1200 mg Na)

Dalam pengolahan makanannya boleh menggunakan

garam 1 sendok teh (4 gr) garam dapur dan diet ini

diberikan pada pasien dengan odema atau hipertensi

ringan .
10

2) Faktor stress

Hubugan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivitas

saraf simpatik yang meningkatkan secara intermiten. Apabila

stress berkepanjangan akan berakibat tekanan darah tetap tinggi.

3) Obesitas atau kegemukan

Ciri khas penderita hipertensi adalah kegemukan , curah jantung

dan sirkulasi volume darah meningkat. Penderita obesitas

dengan hipertensi lebih tinggi dibanding dengan penderita yang

berat badannya normal.

4) Merokok

Secara pasti belum diketahui hubungan antara rokok dengan

hipertensi. Seorang yang merokok lebih dari satu bungkus sehari

menjadi dua kali lebih rentan dari pada mereka yang tidak

merokok.

5) Alkohol

Peminum alkohol berat cederung terkena hipertensi walaupun

mekanisme timbulnya belum diketahui secara pasti.

6) Konsumsi kopi yang berlebihan

Kopi mengandung cafein, apabila tubuh banyak mengkonsumsi

cafein maka dapat merangsang kerja jantung semakin cepat

sehingga meningkatkan sirkulasi darah dan menyebabkan

tekanan darah meningkat.


11

7) Genetik atau keturunan

Peran faktor genetik terhadap hipertensi dibuktikan bahwa

kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita

kembar monozygot daripada heterozygot, apabila salah satu

diantaranya menderita hipertensi juga.

8) Asupan natrium meningkat

Asupan garam meningkatkan volume plasma, curah jantung dan

tekanan darah. Asupan garam 5 15 gram per hari dapat

meningkatkan prevalensi hipertensi hingga mencapai 5-20%.

c. Klasifikasi hipertensi

1) Menurut Wijaya dan Putri (2013) klasifikasi hipertensi

berdasarkan etiologi :

a) Hipertensi Esensial (Primer)

Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi.

Dimana sampai saat ini belum diketahui penyebabnya

secara pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam

terjadinya hipertensi esensial, seperti : faktor genetik, stres

dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet

(peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan

kalium atau kalsium).

Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-

satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru


12

terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti

ginjal, mata, otak, dan jantung.

b) Hipertensi sekunder

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi

dapat diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk

dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi

sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperi tumor,

diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin

lainnya seperti.obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme,

dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan

kortikosteroid

2) Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi

a) Berdasarkan JNC VII :

Tabel 1.1
Klasifikasi Hipertensi
Derajat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Pre-hipertensi 120 139 Atau 80 89
Hipertensi derajat I 140- 159 Atau 90 99

Hipertensi derajat II 160 Atau 100


Sumber : ( JNC VII, 2013)
13

b) Menurut European Society of Crdiology :

Tabel 1.2
Klasifikasi Hipertensi
Kategori Tekanan Tekanan
Sistolik Diatolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal 120 129 Dan/atau 80 84
Normal tinggi 130 139 Dan/atau 85 89

Hipertensi derajat I 140 159 Dan/atau 90 99

Hipertensi derajat II 160 179 Dan/atau 100 109


Hipertensi derajat III 180 Dan/atau 110
Hipertensi Sistolik 190 Dan < 90
terisolasi
Sumber : (ESC, 2007)

d. Manifestasi Klinis

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain

tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan

pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan),

penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil

(edema pada diskus optikus) (Brunner & Suddarth, 2005).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan

gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya

kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem

organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.

Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai

nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma

(peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan


14

pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan

iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralysis sementara

pada satu sisi (hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan (Brunner

& Suddarth, 2005).

Crowin (2007) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala

klinis timbul :

1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan

muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakanial

2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi

3) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan

saraf pusat

4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerulus

5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan

tekanan kapiler

e. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah

ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke

ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,


15

neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang

serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi (Brunner & Suddarth, 2005).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal

juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.

Medulla adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang

dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokontriksi yang mengakibatakan penurunan aliran darah ke

ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor

tersebut cenderung pencetus keadaan hipertensi (Brunner &

Suddarth, 2005).
16

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh

darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang

terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi

otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung

(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Muttaqin, 2009).

f. Pemeriksaan penunjang

Menurut padila (2013) bahwa pemeriksaan penunjang hipertensi

yaitu :

1) Riwayat dan pemeriksaan secara menyeluruh

2) Pemeriksaan retina

3) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ

seperti ginjal dan paru

4) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

5) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah glukosa

6) Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal,

pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin

7) Foto thorax dan CT-scan


17

g. Komplikasi

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi,

maka dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arterin

didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri

tersebut. Menurut Yahya (2005) komplikasi hipertensi dapat terjadi

pada organ-organ sebagai tersebut :

1) Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal

jantung dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi,

beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan

mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut

dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa

sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun jaringan tubuh

lain yang dapat menyebabkan sesak napas atau oedema. Kondisi

ini disebut gagal jantung.

2) Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke,

apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

3) Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal,

tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan system

penyaringan di dalam ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak

mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang


18

masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam

darah.

4) Mata

Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati

hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan.

h. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Non-farmakologi

Penatalaksanaan non-farmakologi dengan modifikasi gaya hidup

sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati

tekanan darah tinggi (Ridwanamiruddin, 2007). Penatalaksanaan

hipertensi dengan non-farmakologis terdiri dari berbagai macam

cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah

yaitu :

a) Mempertahankan berat badan ideal

Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index

(BMI) dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2 (Kaplan, 2006).

BMI dapat diketahui dengan membagi berat badan anda

dengan tinggi badan anda yang telah dikuadratkan dalam

satuan meter. Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat

dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun

kaya dengan serat dan protein, dan jika berhasil

menurunkan berat badan 2,5 5 kg maka tekanan darah


19

diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg (Radmarssy,

2007).

b) Kurangi asupan natrium (sodium)

Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara

diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari

(kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari) (Kaplan, 2006).

Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam sampai

kurang dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari.

Pengurangan konsumsi garam menjadi sendok teh/hari,

dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan

tekanan diastolik sekitar 2,5 mmHg (Radmarssy, 2007).

c) Batasi konsumsi alkohol

Radmarssy (2007) mengatakan bahwa konsumsi alkohol

harus dibatasi karena konsumsi alkohol berlebihan dapat

meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat

mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih

besar daripada mereka yang tidak minum minuman

beralkohol.

d) Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500

mg)/hari) dengan cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur

dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi asupan

lemak jenuh dan lemak total (Kaplan, 2006). Kalium dapat


20

menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah

natrium yang terbuang bersama air kencing. Dengan

setidaknya mengkonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali

dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium

yang cukup (Radmarssy, 2007).

e) Menghindari merokok

Merokok memang tidak berhubungan secara langsung

dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat

meningkatkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi

seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari

mengkonsumsi tembakau (rokok) karena dapat

memperberat hipertensi (Dalimartha, 2008).

Nikotin dalam tembakau membuat jantung bekerja lebih

keras karena menyempitkan pembuluh darah dan

meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah.

Maka pada penderita hipertensi dianjurkan untuk

menghentikan kebiasaan merokok (Sheps, 2005).

f) Penurunan stress

Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap

namun jika episode stress sering terjadi dapat menyebabkan

kenaikan sementara yang sangat tinggi. Menghindari stress

dengan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi

penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode


21

relaksasi seperti yoga atau meditasi yang dapat mengontrol

sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah

(Sheps, 2005).

g) Terapi massase (pijat)

Menurut Dalimartha (2008), pada prinsipnya pijat yang

dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk

memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan

hipertensi dan komplikasinya dapat diminamilisir, ketika

semua jalur energi terbuka dan aliran energi tidak lagi

terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka

resiko hipertensi dapat ditekan.

2) Pengobatan Farmakologi

Menurut Padila (2013), pengobatan farmakologi pada pasien

hipertensi yaitu :

a) Diuretik (Hidroklorotiazid)

Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh

berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi

lebih ringan.

b) Penghambat Simpatetik (Metildopa, Klonidin, dan Reserpin)

Menghambat aktivitas saraf simpatis

c) Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)

- Menurunkan daya pompa jantung


22

- Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui

mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.

- Pada penderita diabetes melitus: dapat menutupi gejala

hipoglikemia

d) Vasodilator (Praposin, Hidralasin)

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi

otot polos pembuluh darah .

e) ACE inhibitor (Captopril)

- Menghambat pembentukan zat Angiotensin II

- Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala dan

lemas.

f) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor

sehingga memperingan daya pompa jantung.

g) Antagonis kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas)

i. Asuhan keperawatan

1) Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan

yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data

tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-

masalah kebutuhan kesehatan keperawatan klien, baik fisik,


23

mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Pengkajian

hipertensi menurut Wijaya dan Putri, 2013:

a) Data biografi : Nama, alamat, umur, tanggal MRS, diagnose

medis, penanggung jawab, catatan kedatangan

b) Riwayat kesehatan

(1) Keluhan utama : Biasanya pasien datang ke RS dengan

keluhan kepala terasa pusing dan bagian kuduk terasa

berat, tidak bisa tidur.

(2) Riwayat kesehatan sekarang : Biasanya pada saat

dilakukan pengkajan pasien masih mengeluh kepala

terasa sakit dan berat, penglihatan berkunang-kunang,

tidak bisa tidur.

(3) Riwayat kesehatan dahulu : Biasanya penyakit

hipertensi ini adalah penyakit yang menahun yang

sudah lama dialami oleh pasien dan biasanya pasien

mengkonsumsi obat rutin seperti Captopril.

(4) Riwayat kesehatan keluarga : Biasanya penyakit

hipertensi ini adalah penyakit keturunan.

c) Data dasar pengkajian

(1) Aktivitas/istirahat

Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup

monoton
24

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama

jantung, takipnea

(2) Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit

jantung koroner, penyakit serebrovaskuler

Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi,

perubahan warna kulit, suhu dingin.

(3) Integritas Ego

Gejala : Riwayat perubahan kepibradian, ansietas,

depresi, euphoria, faktor stress multipel

Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan

kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka

tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.

(4) Eliminasi

Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu

(5) Makanan / Cairan

Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup

makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol

Tanda : BB normalatau obesitas, adanya edema

(6) Neurosensori

Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala,

berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis


25

Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan

genggaman, perubahan retinal optic.

(7) Nyeri /ketidaknyamanan

Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit

kepala oksipital berat, nyeri abdomen.

(8) Pernapasan

Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas,

takipnea, ortopnea, dispnea noctural proksimal, batuk

dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok

(9) Keamanan

Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi

postural

(10) Pembelajaran/Penyuluhan

Gejala : faktor resiko keluarga ; hipertensi,

asterosklerosis, penyakit jantung, diabetes melitus,

penyakit ginjal, faktor resiko etnik, penggunaan pil KB

atau hormon.

2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan singkat, jelas dan pasti

tentang masalah klien yang nyata atau potensial serta

penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan

keperawatan (Dermawan, 2012). Maka diagnosa keperawatan


26

yang muncul pada klien dengan hipertensi menurut Wijaya dan

Putri, 2013 yaitu :

a) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan

dengan hipertensi

b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

(adanya peningkatan tekanan darah)

c) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

d) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri

3) Rencana Asuhan Keperawatan

Rencana keperawatan adalah suatu proses didalam pemecahan

masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa

yang dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa

yang melakukan dari semua tindakan keperawtan (Dermawan,

2013). Maka rencana asuhan keperawatan pada pasien hipertensi

menurut Wijaya dan Putri, (2013) yaitu:

a) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan

dengan hipertensi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapakan sirkulasi tubuh tidak terganggu

Hasil yang diharapkan :

(1) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang

diharapkan
27

(2) Tidak ada ortostatik hipertensi

(3) Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakanial

(tidak lebih 15 mmHg)

Intervensi keperawatan :

(1) Monitor adanya perubahan tekanan darah

(2) Berikan terapi rendam kaki air hangat

(3) Anjurkan pasien untuk mempertahankan tirah baring,

tinggikan kepala tempat tidur

(4) Kolaborasi pemberian analgetik

b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

(adanya peningkatan tekanan darah)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapakan nyeri berkurang

Hasil yang diharapakan :

Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan

tampak nyaman

Intervensi keperawatan :

(1) Kaji skala nyeri P,Q,R,S,T

(2) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

(3) Anjurkan untuk mempertahankan tirah baring

(4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

analgetik
28

c) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapakan aktivitas klien maksimal dapat tercapai

Hasil yang diharapkan :

(1) Memperlihatkan peningkatan aktivitas secara mandiri

(2) Tidak ada tanda-tanda hipoksia

(3) Tekanan darah dalam rentang normal

Intervensi keperwatan :

(1) Monitor tanda-tanda vital

(2) Kaji respon klien terhadap aktivitas

(3) Anjurkan teknik penghemat tenaga saat beraktivitas

d) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan klien terpenuhi dalm informasi tentang

informasi

Hasil yang diharapakan :

(1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang

penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan

(2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur

yang dijelaskan secara benar

(3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa

yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya


29

Intervensi keperawatan :

(1) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang

tepat

(2) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien

tentang proses penyakit yang spesifik

(3) Jelaskaan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak

penuh dengan stress

(4) Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu

pemberian, tujuan dan efek sampingatau efek toksik

2. Lansia

Lanjut usia atau yang biasa disebut dengan lansia merupakan

bagian dari proses tumbuh kembang (Azizah, 2010). Menurut Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I Pasal 1 ayat 2, lanjut usia

adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas (Nugroho, 2009).

Dalam perkembangan lansia, penurunan fungsi tubuh pada lansia

diakibatkan karena proses penuaan. Proses penuaan merupakan proses

yang mengakibatkan perubahan-perubahan meliputi perubahan fisik,

psikologis, dan psikososial. Pada perubahan fisiologis terjadi penurunan

sistem kekebalan tubuh dalam menghadapi gangguan dari dalam maupun

luar tubuh. Salah satu gangguan kesehatan yang paling banyak dialami

oleh lansia adalah pada sistem kardiovaskuler (Maryam, dkk, 2008).

Secara ilmiah lansia akan mengalami penurunan fungsi organ dan

mengalami perubahan tekanan darah. Oleh sebab itu, lansia dianjurkan


30

untuk selalu memeriksakan tekanan darah secara terartur agar dapat

mencegah penyakit kardiovaskuler khususnya hipertensi (Martono &

Pranaka, 2009).

Semakin tua seseorang pengaturan metabolisme zat kapur

(kalsium) terganggu, sehingga banyak zat kapur yang beredar bersama

darah. Banyak kalsium dalam darah (hiperkalsemia) menyebabkan darah

semakin lebih padat, sehingga tekanan darah menjadi meningkat.

Endapan kalsium di dinding pembuluh darah (arteriosclerosis)

menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah

menjadi terganggu. Hal ini dapat memicu peningkatan tekanan darah.

Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas arteri berkurang. Arteri

tidak dapat lentur dan cenderng kaku, sehingga volume darah yang

mengalir sedikit kurang lancar. Agar kebutuhan darah di jaringan

tercukupi, maka jantung harus memompa darah lebih kuat lagi. Keadaan

ini di perburuk lagi dengan adanya arteriosclerosis, sehingga tekanan

darah semakin meningkat (Muhammadun, 2010).

3. Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamika

yang sederhana dan mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan darah

menggambarkan situasi hemodinamika seseorang saat itu.

Hemodinamika adalah suatu keadaan dimana tekanan darah dan aliran

darah dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di jaringan

tubuh (Mutaqqin, 2009).


31

Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan oleh darah terhadap

dinding pembuluh darah akibat kontraksi jantung dan dipengaruhi oleh

elastisitas dinding pembuluh. Secara klinis, pengukuran tekanan dalam

arteri adalah pada saat sistol ventrikel dan diastol ventrikel. Tekanan

darah merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh dinding arteri. Tekanan

ini sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung,

ketegangan arteri dan volume, laju serta kekentalan (viskositas) darah

(Tortora & Derrickson, 2009).

Pada umumnya peningkatan tekanan darah didalam arteri terjadi

karena beberapa sebab pertama, jantung memompa lebih kuat sehingga

mengalirkan lebih banyak cairan setiap detiknya. Kedua, arteri besar

kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga tidak dapat

mengembang saat jantung memompa darah melalui arteri. Oleh karena

itu, setiap jantung berdenyut, darah dipaksa untuk melalui pembuluh

darah yang sempit sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah

menjadi naik dan mengakibatkan ketidakefektifan perfusi jaringan

perifer:serebral, ginjal, jantung yang berhubungan dengan gangguan

sirkulasi darah (M Adib, 2011).

Mekanisme terjadinya penyempitan pembuluh darah adalah

penebalan pada intima dan penumpukan lemak yang menimbulkan

atheroma. Pada lesi awal dijumpai adanya lemak. Penyempitan pembuluh

darah terdiri dari lesi focal yang diawali dari lapisan intima, yang

mempunyai celah lipid yang lunak, kuning dan ditutupi oleh fibrous cap
32

yang lunak dan putih, disebut juga fibrofatty lipid ataupun fibrolipid

plaque. Lesi pada penyempitan pembuluh darah biasanya mengenai

dinding arteri hanya sebagian saja dari lumen (eccentric lesion). Hal

tersebut bisa terjadi peningkatan tekanan darah systole maupun diastole,

yang merangsang peningkatan resiko arteriosclerosis (Muhammadun,

2010).

Menurut Corwin (2009) bahwa batas normal tekanan darah adalah

120-140 mmHg tekanan sistolik dan 80-90 mmHg tekanan diastolik. Alat

pengukur tekanan darah disebut sphygmomanometer. Pengukuran

tekanan darah pada seseorang tidak dapat diukur dengan adekuat melalui

satu kali pengukuran saja. Tekanan darah berubah dengan cepat bahkan

pada kondisi kesehatan yang optimal. Perubahan tekanan darah bisa

terjadi pada seseorang, hal ini dipengaruhi oleh usia, stres, etnik, jenis

kelamin, variasi harian, obat-obatan, merokok, aktivitas dan berat badan.

Kemungkinan seseorang mengalami hipertensi akan semakin tinggi saat

usia semakin bertambah (Perry & Potter, 2010).

4. Terapi Rendam Kaki Air Hangat

Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh

sehingga rendam kaki air hangat dapat digunakan sebagai salah satu

terapi yang dapat memulihkan otot sendi yang kaku serta menyembuhkan

stroke apabila dilakukan melalui kesadaran dan kedisiplinan. Hangatnya

air membuat sirkulasi darah menjadi lancar. Oleh karena itu, penderita

hipertensi dalam pengobatannya tidak hanya menggunakan obat-obatan,


33

tetapi bisa menggunakan alternatif non-farmakologis dengan

menggunakan metode yang lebih mudah dan murah yaitu dengan

menggunakan terapi rendam kaki air hangat yang bisa dilakukan di

rumah (Kusumaastuti,2008).

Manfaat terapi rendam kaki air hangat ini adalah efek fisik

panas/hangat yang dapat menyebabkan zat cair, padat, dan gas

mengalami pemuaian ke segala arah dan dapat meningkatkaan reaksi

kimia. Pada jaringan akanterjadi metabolisme seiring dengan

peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan tubuh. Efek

biologis panas/hangat dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang

mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis respon

tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah,

menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot,

meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas

kapiler. Respon dari hangat inilah yang dipergunakan untuk keperluan

terapi ada berbagai kondisi dan keadaan dalam tubuh (Destia, dkk,2014

dalam Santoso, dkk, 2015).

Menurut Destia, dkk, (2014) dalam Santoso, dkk, (2015), prinsip

kerja terapi rendam kaki air hangat dengan mempergunakan air hangat

yaitu secara konduksi dimana terjadi perpindahan panas/hangat dari air

hangat ke dalam tubuh akan menyebabakan pelebaran pembuluh darah

dan penurunan ketegangan otot sehingga dapat melancarkan peredaran

darah yang akan mempengaruhi tekanan arteri oleh baroreseptor pada


34

sinus kortikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan impuls yang

dibawa serabut saraf yang membawa isyarat dari semua bagian tubuh

untuk menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah, volume

darah dan kebutuhan khusus semua organ ke pusat saraf simpatis ke

medulla sehingga akan merangsang tekanan sistolik yaitu regangan otot

ventrikel untuk segera berkontraksi.

Pada awal kontraksi, katup aorta dan katup semilunar blum

terbuka. Untuk membuka katup aorta, tekanan di dalm ventrikel harus

melebihi tekanan katup aorta. Keadaan dimana kontraksi ventrikel mulai

terjadi sehingga dengan adanya pelebaran pembuluh darah, aliran darah

akan lancar sehingga akan mudah mendorong darah masuk ke jantung

sehingga menurunkan tekanan sistoliknya. Pada tekanan diastolik

keadaan relaksasi ventrikel isovolemik saat ventrikel berelaksasi, tekanan

di dalam ventrikel turun drastis, aliran darah lancar dengan adanya

pelebaran pembuluh darah sehingga akan menurunkan tekanan diastolik.

Maka dinyatakan ada hubungan yang signifikan antara terapi rendam

kaki air hangat dengan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik

(Perry & Potter, 2006 dalam Santoso, dkk, 2015).


35

B. Kerangka Teori

Etiologi Hipertensi :
1. Asupan garam yang berlebihan
2. Faktor stress
3. Obesitas atau kegemukan
4. Merokok
5. Alkohol
6. Konsumsi kopi yang berlebihan
7. Genetik atau keturunan
8. Asupan natrium meningkat

Hipertensi

Ketidakefektifan Nyeri akut Intoleransi Defisiensi


perfusi jaringan perifer berhubungan aktivitas pengetahuan
berhubungan dengan dengan agen berhubungan berhubungan
hipertensi cidera biologis dengan dengan
(adanya kelemahan umum kurangnya
peningkatan informasi
tekanan darah) tentang proses
penyakit dan
perawatan diri

Pengobatan Pengobatan non-


Farmakologi farmakologi :Terapi
: Obat- rendam kaki air
obatan hangat

Gambar 2.2 Keranga Teori

Sumber : (Padila, 2013)


BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subjek Aplikasi Riset

Pasien yang menderita Hipertensi di ruang rawat inap di Panti Sasana Tresna

Wredha Dharma Bakti Wonogiri

B. Tempat dan Waktu

1. Tempat aplikasi riset

Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap di Panti Sasana Tresna

Wredha Dharma Bakti Wonogiri

2. Waktu aplikasi riset

Aplikasi Riset ini dilakukan pada tanggal 04 16 Januari 2015

C. Media dan alat yang digunakan

1. Spignomanometer

2. Air hangat

3. Baskom

4. Suhu air

5. Handuk bersih

36
37

D. Prosedur tindakan berdasarkan Aplikasi Riset

Tabel 3.1
Prosedur Tindakan Pemberian Terapi Rendam Kaki Air Hangat
No. TINDAKAN YANG DILAKUKAN
A. Fase Orientasi
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan prosedur
4. Menanyakan kesiapan Klien
B. Fase Kerja
1. Menjaga privasi Klien
2. Mengatur posisi Klien
3. Mengukur tekanan darah Klien sebelum dilakukan terapi rendam
kaki air hangat
4. Memasukan air hangat di baskom tempat merendam kaki
5. Membantu masukan kaki Klien ke dalam baskom setinggi
pergelangan kaki
6. Rendam kaki selama 30 menit dengan suhu 40C
7. Mengangkat kaki dari air hangat dan keringkan dengan handuk
Bersih
8. Mengukur tekanan darah Klien sesudah dilakukan terapi rendam
kaki air hangat
E. Fase Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut
3. Berpamitan
Sumber : (Kusumaastuti, 2008)
38

E. Alat Ukur Evaluasi

Alat ukur observasi dilakukan dengan cara observasi menggunakan

lembar evaluasi dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan terapi rendam kaki

air hangat selama 30 menit.

Tabel 3.2
Alat Ukur Dengan Spignomanometer
Ttd
No. Hari/Tanggal Waktu TD sebelum Waktu TD sesudah
Pasien

Keterangan : Pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum dan sesudah terapi

rendam kaki air hangat selama 30 menit.


BAB IV

LAPORAN KASUS

A. Identitas Klien

Asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 04 Januari 2016

sampai tanggal 07 Januari 2016 dengan metode pengkajian autoanamnesa dan

alloanamnesa. Didapatkan data sebagai berikut : identitas pasien Ny.T, umur

83 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam, pendidikan terakhir - ,

pekerjaan buruh, alamat Batu, nomor registrasi - . Masuk pada tanggal 26

Juli 2015 jam 09.00 WIB. Dengan diagnosa medis hipertensi, yang

bertanggung jawab atas pasien adalah saudaranya bernama Ny.L, umur 70

tahun, pendidikan SI, pekerjaan kepala panti dan alamat Kajen.

B. Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan Klien

Dari hasil pengkajian yang dilakukan dengan metode alloanamnesa

dan autoanamnesa pada tanggal 04 Januari 2015 pukul 09.00 WIB

keluhan utama yang dirasakan pasien adalah pusing dan kepalanya

cengeng. Adapun riwayat pengkajian saat ini pasien mengatakan sejak 2

hari yang lalu kepalanya pusing dan terasa cekot-cekot di kepala. Pasien

mengatakan pusing bila digunakan untuk beraktivitas dan lehernya terasa

cengeng. Kepalanya pusing seperti ditusuk-tusuk pada bagian belakang,

nyeri hilang timbul saat bergerak, pasien mengatakan setelah beraktivitas

39
40

berdebar-debar dan merasa letih ketika beraktivitas. Pada saat

pemeriksaan fisik tekanan darah 180/100 mmHg, frekuansi nadi 71 kali

per menit, frekuensi pernafasan 20 kali per menit, suhu 37 derajat

celcius. Pasien tampak lemah di tempat tidur, pasien mengatakan dalam

beraktivitas tidak bisa sendiri dan harus dibantu oleh orang lain. Warna

kulit pasien tampak pucat. Capilary refile 4 detik kembali.

Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan pernah memiliki

riwayat penyakit stroke 1 tahun yang lalu tidak bisa jalan dan bicaranya

pelo. Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan ataupun

hal lainnya. Pasien mengatakan imunisasi yng diberikan dulu lengkap.

Kebiasaan pasien sehari-hari dahulu sebagai asisten rumah

tangga.Riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan tidak mempunyai

penyakit keturunan seperti hipertensi, jantung dan diabetes melitus.

Riwayat kesehatan lingkungan pasien mengatakan lingkungan

disekitarnya bersih, aman dan baunya sedap.

Genogram

th883 th
41

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: pasien

: Meninggal dunia

2. Pola pengkajian pola kesehatan fungsional

Pola persepsi dan emeliharaan kesehatan pasien mengatakan

kesehatan sangat penting bagi dirinya sehingga pasien jika sedang sakit

selalu konsul dengan dokter di Panti. Pasien sangat memperhatikan

kesehatannya dengan selalu makan tepat waktu dan minum obat secara

teratur.

Pola Nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien mengatakan

makan 3 kali per hari, jenis nasi , sayur , lauk dan air putih, porsinya

sekali makan habis, tidak mempunyai keluhan. Selama sakit pasien

mengatakan makan 3 kali per hari, jenis nasi, lauk dan air putih, porsinya

porsi habis.

Pola eliminasi sebelum sakit pasien mengatakan BAK 4 kali per

hari, jumlah urine kurang lebih 1200cc, warna kuning dan tidak ada

keluhan. Pasien mengatakan BAB 2 kali per hari, warna kuning dan tidak

ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan BAK 4 kali per hari,

jumlah urine kurang lebih 1200cc, warna kuning dan tidak ada keluhan.
42

Pasien mengatakan BAB 2 kali per hari, warna kuning dan tidak ada

keluhan.

Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit kemampuan perawatan diri

seperti makan/minum, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur,

berpindah, ambulasi/ROM selalu dilakukan sendiri tanpa bantuan orang

lain. Selama sakit kemampuan perawatan diri seperti makan/minum,

toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah,

ambulasi/ROM selalu dilakukan dengan bantuan orang lain.

Pola istirahat tidur sebelum sakit pasien mengatakan biasanya tidur

siang 1 jam dan tidur malam 7 jam, tidur dengan nyenyak dan perasaan

setelah bangun terlihat segar. Selama sakit pasien mengatakan biasanya

tidur siang hanya 45 menit, tidur malam 6 ajm, tidur dengan sering

terbangun, tidak nyenyak dan perasaan setelah bangun biasa.

Pola kognitif perseptual sebelum sakit pasien dapat berbicara

dengan lancar, indera pengecapan tidak ada gangguan tetapi pandangan

sedikit kabur dan pendengaran sedikit berkurang. Selama sakit pasien

mengatakan kepalanya pusing (cengeng) di bagian leher dan terasa nyeri,

promotif pasien mengatakan pusing saat beraktivitas, quator pusingnya

cengeng (pegel-pegel), region nyeri di bagian leher dan kepala belakang,

skala nyeri 6, Time nyeri hilang timbul saat bergerak dan beraktivitas.

Pola persepsi konsep diri gambaran diri pasien memandang dirinya

seorang perempuan, berkulit sawo matang, rambutnya sudah beruban dan

bergelombang. Pasien juga mengetahui kalau dirinya sedang sakit dan


43

membutuhkan pengobatan agar cepat sembuh. Ideal diri pasien

mengatakan merasa diperlakukan dengan baik oleh pengurus panti,

perawat dan dokter di panti. Pasien juga mendapat perhatian yang baik

dari teman sekamarnya. Harga diri pasien mengatakan ingin cepat

sembuh dan tetap mensyukuri. Peran diri pasien mengatakan melakukan

kegiatan sehari-hari sebagai asisten rumah tangga. Identitas diri pasien

bernama Ny.T dengan umur 83 tahun dan tinggal di Baty, Wonogiri.

Pola hubungan peran pasien mengatakan mempunyai hubungan

yang baik dengan keluarga, tetangga, ,aupun penghuni panti jompo

lainnya.

Pola seksualitas reproduksi pasien mengatakan seorang perempuan

dan belum menikah.

Pola mekanisme koping sebelum sakit pasien mengatakan jika ada

masalah selalu berdiskusi dengan keluarga. Selama sakit pasien

mengatakan jika ada masalah selalu berdiskusi dengan pengurus panti.

Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan seorang

yang beragama islam, sholat 5 waktu tepat waktu, mengaji dan berdoa.

Selama sakit pasien mengatakan masih rajin sholat 5 waktu tepat waktu.

3. Hasil pemeriksaan fisik

Keadaan kepala/pemampilan umum kesadaran composmentis,

tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 37

derajad celcius, frekuensi pernafasan 20 kali per menit.


44

Kepala bentuk kepala bulat, tidak ada lesi, kulit kepala bersih,

rambut berwarna putih dan mulai rontok. Pada mata palbebra tampak

hitam dan tidak ada udem, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

pupil isokor, diameter kanan kiri simetris, reflek terhadap cahaya baik,

pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung bersih tidak

ada secret, mulut tidak ada stomatitis kebersihan cukup. Gigi sudah tidak

lengkap banyak yang sudah ompong. Telinga bersih tidak ada serumen.

Leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.

Dari pemeriksaan paru didapatkan hasil inspeksi pengembangan

dada kanan kiri sama, palpasi vokal fremitus kanan dan kiri sama pada

paru, perkusi sonor di semua lapang paru, auskultasi suara nafas

vesikuler. Pemeriksaan jantung didapatkan hasil inspeksi ictus cordis

tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di intercosta 5 mid clavikula

sinistra, perkusi hasilnya pekak dan auskultasi bunyi jantung I dan bunyi

jntung II murni tidak terdengar suara tambahan. Pada pemeriksaan

abdomen hasil inspeksi tidak ada jejas bentuk simetris, auskultasi

hasilnya peristaltik usus 18 kali per menit, perkusi hasilnya kuadran I

redup, kuadran II, III, IV timpani, dan palpasi tidak terdapat nyeri tekan

pada uku hati. Pemeriksaan genetalia didapatkan hasil bersih tidak

terpasang kateter. Rektum bersih, tidak ada luka, tidak ada benjolan

hemoroid.

Ekstremitas atas kekuatan otot kanan kiri bisa digerakkan, ROM

kanan kiri bisa bergerak dengan normal tidak ada udem, capilary refile 4
45

detik kembali, perubahan bentuk tulang tidak ada perubahan bentuk

tulang, perabaan akral hangat. Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan

kiri bisa digerakkan tetapi memakai alat bantu, ROM kanan kiri kaki

kanan bengkok sedangkan kaki kiri normal, capilary refile 4 detik

kembali, perubahan bentuk tulang ada perubahan bentuk tulang pada kaki

kanan , perabaan akral hangat.

C. Daftar Perumusan Masalah

Dari pengkajian dan observasi di atas yang diperoleh pada tanggal 04

Januari 2015, jam 09.00 WIB penulis melakukan analisa data dan kemudian

merumuskan diagnosa keperawatan yang pertama ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi. Didapat data subyektif

pasien mengatakan pusing, merasakan nyeri kepala terus-menerus, terkadang

terasa berdebar-debar dan punggungnya terasa pegal. Data obyektif pasien

terlihat lemas, warna kulit pasien tampak pucat, pasien tampak memijat

punggung sebelah kanan, capilary refile 4 detik kembali. Tekanan darah

180/100 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 37 derajad celcius,

frekuensi pernafasan 20 kali per menit.

Diagnosa kedua intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

umum. Didapat data subyektif pasien mengatakan setelah beraktivitas

berdebar-debar dan merasa letih ketika beraktivitas, pasien mengatakan tidak

dapat melakukan aktivitas sendirian harus dibantu oleh orang lain. Data

obyektif pasien tampak lesu dan lemah, pasien tampak terbaring lemah di
46

tempat tidur, tampak orang lain membantu pasien dalam makan, toileting dan

berpakaian. Tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit,

suhu 37 derajad celcius, frekuensi pernafasan 20 kali per menit.

Diagnosa ketiga nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

(Adanya peningkatan tekanan darah). Didapat data subyektif pasien

mengatakan kepalanya cengeng dibagian leher dan terasa nyeri. Pengkajian P

(Provocate) didapatkan hasil pasien mengatakan pusing saat beraktivitas,

hasil pengkajian Q (Quality) pasien mengatakan nyeri seperti tertimpa benda

berat, R (Region) didapatkan hasil pasien mengatakan nyeri di bagian leher

dan kepala belakang, S (Scale) didapatkan hasil skalanya 6 dan T (Time)

didapatkan hasil nyeri hilang timbul. Data objektif pasien tampak menahan

nyeri, pasien tampak terlihat memegang kepala. Tekanan darah 180/100

mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 37 derajad celcius, frekuensi

pernafasan 20 kali per menit.

D. Perencanaan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

sirkulasi darah dalam tubuh tidak terganggu dengan kriteriahasil tekanan

systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan, tidak ada ortostatik

hipertensi. Intervensi monitor adanya perubahan tekanan darah untuk

mengetahui perubahan vital sign, berikan terapi non-farmakologi dengan

terapi rendam kaki air hangat selama 30 menit untuk melancarkan peredaran

pembuluh darah dan penurunan ketegangan otot, anjurkan pasien untuk


47

mempertahankan tirah baring agar pasien selalu istirahat yang cukup,

kolaborasi dalam pemberian analgetik untuk mempercepat kesembuhan

pasien.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapakan

aktivitas pasien maksimal dapat tercapai dengan kriteria hasil

memperlihatkan peningkatan aktivitas secara mandiri, tidak ada tanda-tanda

hipoksia, tekanan darah dalam rentang normal. Intervensi monitor tanda-

tanda vital untuk mengetahui peningkatan tekanan darah, kaji respon paien

terhadap aktivitas untuk mengindikasi tanda dan gejala, anjurkan teknik

penghemat tenaga saat beraktivitas untuk menghemat energi, anjurkan

pengurus panti untuk memenuhi ADL untuk membantu dan mempermudah

pemenuhan ADL.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil melaporkan nyeri berkurang,

tanda-tanda vital dalam batas normal, pasien mengatakan nyeri terkontrol,

pasien mampu menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi

nyeri. Intervensi kaji karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T) untuk mengetahui

karakteristik nyeri, berikan posisi nyaman untuk memberikan kenyamanan,

ajarkan teknik non-farmakologi (misal: relaksasi nafas dalam, distraksi,terapi

musik) untuk mengurangi rasa nyeri, kolaborasi dengan tim medic untuk

pemberian analgetik untuk mengobati rasa nyeri secara tepat.


48

E. Implementasi

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada

tanggal 05 Januari 2016 untuk diagnosa pertama pukul 08.00 WIB memonitor

tekanan darah sebelum dilakukan terapi rendam kaki air hangat, respon

subyektif pasien mengatakan bersedia diukur tekanan darahnya, data obyektif

pasien tampak kooperatif Tekanan darah 180/100 mmHg. Pukul 08.30 WIB

memberikan terapi non-farmakologi dengan terapi rendam kaki air hangat

selama 30 menit, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diberi terapi

rendam kaki air hangat, data obyektif pasien tampak melakukan terapi

rendam kaki air hangat selama 30 menit. Pukul 09.00 WIB memonitor

tekanan darah sesudah dilakukan terapi rendam kaki ai hangat, respon

subyektif pasien mengatakan bersedia diukur tekanan darahnya, data obyektif

pasien tampak kooperatif Tekanan darah 170/90 mmHg. Pukul 09.15

menganjurkan pasien untuk mempertahankan tirah baring, respon subyektif

pasien mengatakan bersedia untuk istirahat, data obyektif pasien tampak

istirahat di tempat tidur.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada

tanggal 06 Januari 2016 untuk diagnosa pertama pukul 08.00 WIB memonitor

tekanan darah sebelum dilakukan terapi rendam kaki air hangat selama 30

menit, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diukur tekanan darahnya,

data obyektif pasien tampak kooperatif Tekanan darah 170/100 mmHg. Pukul

08.30 WIB memberikan terapi non-farmakologi dengan terapi rendam kaki

air hangat selama 30 menit, respon subyektif pasien mengatakan


49

perasaannnya lebih tenang dan pusingnya sudah sedikit berkurang setelah

dilakukan terapi rendam kaki air hangat, data obyektif pasien tampak

kooperatif dalam melakukan terapi rendam kaki air hangat selama 30 menit.

Pukul 09.00 WIB memonitor tekanan darah sesudah dilakukan terapi rendam

kaki air hangat selama 30 menit, respon subyektif pasien mengatakan

pusingnya sudah sedikit berkurang dan tidak kliyengan, data obyektif pasien

tampak lebih rileks Tekanan darah 160/90 mmHg. Pukul 09.15 WIB

menganjurkan pasien untuk mempertahankan tirah baring, respon subyektif

pasien mengatakan bersedia untuk istirahat, data obyektif pasien tampak

istirahat di tempat tidur.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada

tanggal 07 Januari 2016 untuk diagnosa pertama pada pukul 08.00 WIB

memonitor tekanan darah sebelum dilakukan terapi rendam kaki air hangat

selama 30 menit, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diukur

tekanan darahnya, data obyektif pasien tampak kooperatif Tekanan darah

150/90 mmHg. Pukul 08.30 memberikan terapi non-farmakalogi dengan

terapi rendam kaki air hangat selama 30 menit, respon subyektif pasien

mengatakan sudah tidak terasa pusing kepala lagi setelah dilakukan terapi

rendam kaki air hangat, data obyektif pasien tampak lebih rileks. Pukul 09.00

WIB memonitor tekanan darah sesudah dilakukan terapi rendam kaki air

hangat selama 30 menit, respon subyektif pasien mengatakan sudah tidak

terasa pusing dan lebih rileks, data obyektif pasien tampak lebih tenang dan

rileks setelah dilakukan terapi rendam kaki air hangat Tekanan darah 140/90
50

mmHg. Pukul 09.15 menganjurkan pasien untuk mempertahankan tirah

baring, respon subyektif pasien mengatakan badannya sudah segar lagi dan

sudah tidak terasa pusing lagi, data obyektif pasien sudah tampak bugar dan

mengikuti kegiatan TAK.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada

tanggal 05 Januari 2016 untuk diagnosa kedua pukul 09.30 WIB memonitor

tanda-tanda vital, respon subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diukur

tanda-tanda vitalnya, data obyektif pasien tampak kooperatif Tekanan darah

170/90 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 37 derajad celcius,

frekuensi pernafasan 20 kali per menit. Pukul 09.50 WIB mengkaji respon

klien terhadap aktivitas, respon subyektif pasien mengatakan merasa letih

setelah beraktivitas, data obyektif pasien tampak lemah dan lesu. Pukul 10.15

menganjurkan teknik penghemat tenaga saat beraktivitas, respon subyektif

pasien mengatakan bersedia untuk tidak terlalu melakukan aktivitas

berlebihan, data obyektif pasien tampak tidak melakukan aktivitas berlebihan.

Pukul 10.30 WIB menganjurkan pengurus panti untuk memenuhi ADL,

respon subyektif pengurus panti mengatakan bersedia untuk memenuhi ADL

pasien, data obyektif pengurus panti tampak kooperatif dengan saran perawat.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada

tanggal 06 Januari 2016 untuk diagnosa kedua Pukul 09.30 WIB memonitor

tanda-tanda vital, respon subyektif pasien mengatakan bersedia diukur tanda-

tanda vitalnya, data obyektif pasien tampak kooperatif tekanan darah 160/90

mmHg, frekuensi nadi 72 kali per menit, suhu 36, 7 derajad celcius, frekuensi
51

pernafasan 22 kali per menit. Pukul 09.50 WIBmengkaji respon klien

terhadap aktivitas, respons subyektif pasien mengatakan setelah beraktivitas

sudah sedikit tidak merasakan letih lagi, data obyektif pasien sudah sedikit

tampak segar dan bugar. Pukul 10.15 WIB menganjurkan teknik penghemat

tenaga saat beraktivitas, respon subyektif pasien mengatakan sudah bisa

melakukan aktivitas seperti makan, mandi, berpakaian secara sediki-sedikit,

data obyektif pasien sudah tampak melakukan aktivitas secara mandiri sedikit

demi sedikit.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada

tanggal 07 Januari 2016 untuk diagnosa kedua pada pukul 09.30 WIB

mengkaji respon klien terhadap aktivitas, respon subyektif pasien mengatakan

setelah beraktivitas sudah tidak merasa letih lagi, data obyektf pasien tampak

lebih segar dan bugar. Pukul 09.50 WIB menganjurkan teknik penghemat

tenaga saat beraktivitas, respon subyektif pasien mengatakan sudah bisa

melakukan aktivitas seperti makan, mandi, berpakaian secara mandiri, respon

obyektif pasien sudah tampak melakukan aktivitas sendiri secara mandiri dan

sudah mengikuti kegiatan TAK dan setelah itu langsung istirahat.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada

tanggal 05 Januari 2016 untuk diagnosa ketiga pukul 10.45 mengkaji

karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T), respon subyektif pasien mengatakan

kepalanya cengeng dibagian leher dan terasa nyeri. Pengkajian P (Provocate)

didapatkan hasil pasien mengatakan pusing saat beraktivitas, hasil pengkajian

Q (Quality) pasien mengatakan nyeri seperti tertimpa benda berat, R


52

(Region)didapatkan hasil pasien mengatakan nyeri di bagian leher dan kepala

belakang, S (Scale) didapatkan hasil skalanya 6 dan T (Time) didapatkan hasil

nyeri hilang timbul, data obyektif pasien tampak menahan nyeri, pasien

tampak terlihat memegang kepala, tekanan darah 170/90 mmHg, frekuensi

nadi 71 kali per menit, suhu 37 derajad celcius, frekuensi pernafasan 20 kali

per menit. Pukul 11.00 WIB memberikan posisi nyaman, respon subyektif

pasien mengatakan lebih nyaman duduk dengan bersandar di kursi, data

obyektif pasien tampak nyaman dan lebih rileks setelah duduk bersandar di

kursi. Pukul 11.15 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, respon

subyektif pasien mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas dalam,

data obyektif pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada

tanggal 06 Januari 2016 untuk diagnosa ketiga pada pukul 10.30 WIB

mengkaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T), respon subyektif pasien

mengatakan kepalanya sudah sedikit tidak pusing dan sedikit merasakan

nyeri. Pengkajian P (Provocate) didapatkan hasil pasien mengatakan pusing

saat beraktivitas, hasil pengkajian Q (Quality) pasien mengatakan nyeri

seperti tertimpa benda berat, R (Region) didapatkan hasil pasien mengatakan

nyeri di bagian leher dan kepala belakang, S (Scale) didapatkan hasil skalanya

5 dan T (Time) didapatkan hasil nyeri hilang timbul, data obyektif pasien

tampak menahan nyeri, pasien tampak terlihat memegang kepala, tekanan

darah 160/90 mmHg, frekuensi nadi 72 kali per menit, suhu 36,7 derajad

celcius, frekuensi pernafasan 22 kali per menit. Pukul 10.45 WIB


53

memberikan posisi nyaman, respon subyektif pasien mengatakan lebih

nyaman jika tiduran di atas tempat tidur dengan posisi setengah duduk, data

obyektif pasien tampak nyaman tiduran di atas tempat tidur dengan posisi

setengah duduk. Pukul 11.15 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam,

respon subyektif pasien mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas

dalam, data obyektif pasien sudah melakukan relaksasi nafas dalam.

Tindakan kepeawatan yang dilakukan penulis kepada pasien pada

tanggal 07 Januari 2016 untuk diagnosa ketiga pada pukul 10.15 WIB

mengkaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S,T), respon subyektif pasien

mengatakan kepalanya sudah sedikit tidak pusing dan sedikit tidak merasakan

nyeri. Pengkajian P (Provocate) didapatkan hasil pasien mengatakan pusing

saat beraktivitas, hasil pengkajian Q (Quality) pasien mengatakan nyeri

seperti tertimpa benda berat, R (Region) didapatkan hasil pasien mengatakan

nyeri di bagian leher dan kepala belakang, S (Scale) didapatkan hasil skalanya

4 dan T (Time) didapatkan hasil nyeri hilang timbul, data obyektif pasien

tampak lebih rileks tekanan darah 140/90 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per

menit, suhu 36,5 derajad celcius, frekuensi pernafasan 20 kali per menit.

Pukul 10.30 WIB memberikan posisi nyaman, respon subyektif pasien

mengatakan sudah lebih nyaman dan rileks setelah diberikan posisi yang

nyaman, data obyektif pasien tampak lebih rileks dan nyaman. Pukul 11.00

WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, respon subyektif pasien

mengatakan bersedia diajari teknik relaksasi nafas dalam ketika nyeri muncul,
54

data obyektif pasien tampak lebih rileks setelah melakukan teknik relaksasi

nafas dalam.

F. Evaluasi

Pada tanggal 05 Januari 2016, pukul 11.15 untuk diagnosa pertama

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi

diperoleh data subyektif pasien mengatakan pusing, merasakan nyeri kepala

secara terus-menerus, terkadang punggungnya terasa pegal, data obyektif

pasien terlihat lemas, warna kulit pasien tampak pucat, pasien tampak memiat

punggung sebelah kanan, capilary refile 4 detik kembali, tekanan darah

180/100 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 37 derajad celcius,

frekuensi pernafasan 20 kali per menit, maka dapat disimpulkan masalah

belum teratasi, lanjutkan intervensi monitor adanya perubahan tekanan darah,

berikan terapi rendam kaki air hangat selama 30 menit, monitor tekanan darah

sesudah diberikan terapi rendam kaki air hangat, anjurkan pasien untuk

mempertahankan tirah baring.

Pada tanggal 06 Januari 2016, pukul 11.00 WIB untuk diagnosa

pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

hipertensi diperoleh data subyektif pasien mengatakan masih merasa pegal

pada punggung, masih berdebar-debar dan masih merasakan nyeri kepala

terus-menerus, data obyektif pasien masih terlihat sedikit lemas, warna kulit

pasien sudah tidak sedikit pucat lagi, capilary refile 4 detik kembali, tekanan

darah 160/90 mmHg, frekuensi nadi 72 kali per menit, suhu 36,7 derajad
55

celcius, frekuensi pernafasan 22 kali per menit, maka dapat disimpilkan

masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi monitor adanya perubahan

tekanan darah, berikan terapi rendam kaki air hangat selama 30 menit,

monitor tekanan darah sesudah diberikan terapi rendam kaki air hangat,

anjurkan pasien untuk mempertahankan tirah baring.

Pada tanggal 07 Januari 2016, pukul 11.00 WIB untuk diagnosa

pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

hipertensi diperoleh data subyektif pasien mengatakan masih sedikit

merasakan pegal pada punggung dan sedikit merasakan nyeri di kepala, data

obyektif pasien tampak sedikit lebih segar, warna kulit pasien sudah sedikit

tidak pucat lagi, capilary refile 4 detik kembali, tekanan darah 140/90 mmHg,

frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 36,5 derajad celcius, frekuensi

pernafasan 20 kali per menit, maka dapat disimpulkan masalah teratasi

sebagian, lanjutkan intervensi monitor adanya perubahan tekanan darah,

berikan terapi rendam kaki air hangat selama 30 menit, monitor tekanan darah

sesudah diberikan terapi rendam kaki air hangat, anjurkan pasien untuk

mempertahankan tirah baring.

Pada tanggal 05 Januari 2016, pukul 11.30 untuk diagnosa kedua

intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum diperoleh data

subyektif pasien mengatakan setelah beraktivitas, berdebar-debar dan merasa

letih ketika beraktivitas. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas

sendirian harus dibantu oleh orang lain, data obyektif pasien tampak lesu dan

lemah, pasien tampak terbaring lemah di tempat tidur dan tampak oramg lain
56

membantu pasien dalam makan, mandi dan berpakaian, Tekanan darah

180/100 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 37 derajad celcius,

frekuensi pernafasan 20 kali per menit, maka dapat disimpulkan masalah

belum teratasi, lanjutkan intervensi monitor tanda-tanda vital, kaji respon

pasien terhadap aktivitas, anjurkan teknik penghemat tenaga saat beraktivitas.

Pada tanggal 06 Januari, pukul 11.15 WIB untuk diagnosa kedua

intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum diperoleh data

subyektif pasien mengatakan setelah beraktivitas masih sedikit berdebar-

debar dan masih merasakan sedikit letih ketika beraktivitas dan pasien

mengatakan sudah sedikit demi sedikit melakukan aktivitas sendirian, data

obyektif pasien tampak sedikit lebih segar, pasien masih sedikit tampak

lemah, tekanan darah 160/90 mmHg, frekuensi nadi 72 kali per menit, suhu

36,7 derajad celcius, frekuensi pernafasan 22 kali per menit, maka dapat

disimpulkan masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi monitor tanda-

tanda vital, kaji respon klien terhadap aktivitas, anjurkan teknik penghemat

tenaga saat beraktivitas.

Pada tanggal 07 Januari 2016, pukul 11.15 untuk diagnosa kedua

intoleransi aktivitas berhubngan dengan kelemahan umum dapat diperoleh

data subyektif pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktivitas secara

mandiri seperti makan, mandi dan berpakaian. Pasien mengatakan sudah lebih

rileks dan tenang, data obyektif pasien tampak lebih segar dan bugar tekanan

darah 140/90 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 36,5 derajad

celcius, frekuensi pernafasan 20 kali per menit, maka dapat disimpulkan


57

masalah sudah teratasi, hentikan intervensi discharge planning anjurkan

teknik penghemat tenaga saat berkativitas.

Pada tanggal 05 Januari 2016, pukul 11.45 WIB untuk diagnosa ketiga

nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (Adanya peningkatan

tekanan darah) diperoleh data subyektif pasien mengatakan kepalanya

cengeng dibagian leher dan terasa nyeri. Pengkajian P (Provocate)

didapatkan hasil pasien mengatakan pusing saat beraktivitas, hasil pengkajian

Q (Quality) pasien mengatakan nyeri seperti tertimpa benda berat, R (Region)

didapatkan hasil pasien mengatakan nyeri di bagian leher dan kepala

belakang, S (Scale) didapatkan hasil skalanya 6 dan T (Time) didapatkan hasil

nyeri hilang timbul, data obyektif pasien tampak menahan nyeri, pasien

tampak terlihat memegang kepala, tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi

nadi 71 kali per menit, suhu 37 derajad celcius, frekuensi pernafasan 20 kali

per menit maka dapat disimpulkan masalah belum teratasi, lanjutkan

intervensi kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T), beri posisi nyaman, ajarkan

teknik relaksasi nafas dalam ketika nyeri muncul.

Pada tanggal 06 Januari 2016, pukul 11.30 WIB untuk diagnosa ketiga

nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (Adanya peningkatan

tekanan darah) diperoleh data subyektif pasien mengatakan kepalanya sudah

sedikit tidak pusing dan sedikit merasakan nyeri. Pengkajian P (Provocate)

didapatkan hasil pasien mengatakan pusing saat beraktivitas, hasil pengkajian

Q (Quality) pasien mengatakan nyeri seperti tertimpa benda berat, R (Region)

didapatkan hasil pasien mengatakan nyeri di bagian leher dan kepala


58

belakang, S (Scale) didapatkan hasil skalanya 5 dan T (Time) didapatkan hasil

nyeri hilang timbul, data obyektif pasien tampak menahan nyeri, pasien

tampak terlihat memegang kepala, tekanan darah 160/90 mmHg, frekuensi

nadi 72 kali per menit, suhu 36,7 derajad celcius, frekuensi pernafasan 22 kali

per menit, maka dapat disimpulkan masalah teratasi sebagian, lanjutkan

intervensi kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T), beri posisi nyaman, ajarkan

teknik relaksasi nafas dalam ketika nyeri muncul.

Pada tanggal 07 Januari 2016, pukul 11.30 WIB untuk diagnosa ketiga

nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ( Adanya peningkatan

tekanan darah) diperoleh data subyektif pasien mengatakan kepalanya sudah

sedikit tidak pusing dan sedikit tidak merasakan nyeri. Pengkajian P

(Provocate) didapatkan hasil pasien mengatakan pusing saat beraktivitas,

hasil pengkajian Q (Quality) pasien mengatakan nyeri seperti tertimpa benda

berat, R (Region) didapatkan hasil pasien mengatakan nyeri di bagian leher

dan kepala belakang, S (Scale) didapatkan hasil skalanya 4 dan T (Time)

didapatkan hasil nyeri hilang timbul, data obyektif pasien tampak lebih rileks

tekanan darah 140/90 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 36,5

derajad celcius, frekuensi pernafasan 20 kali per menit, maka dapat

disimpulkan masalah teratasi sebagian, lanjutkan intervensi kaji karakteristik

nyeri (P, Q, R, S, T), beri posisi nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

ketika nyeri muncul.


BAB V

PEMBAHASAN

Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun

kesenjangan antara teori dengan kasus. Asuhan keperawatan memfokuskan pada

pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

Pada bab ini penulis akan membahas tentang Pemberian terapi rendam kaki

air hangat terhadap penurunan tekanan darah pada asuhan keperawatan Ny.T

dengan Hipertensi di Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bhakti Wonogiri.

A. Pengkajian

Dalam pengkajian penulis terhadap Ny.T didapatkan data bahwa pasien

datang dengan keluhan utama yang dirasakan pasien adalah pusing dan

bagian kuduk terasa berat. Seperti yang telah disebutkan menurut Wjaya dan

Putri (2013), keluhan utama pada pasien hipertensi adalah biasanya pasien

datang ke RS dengan keluhan kepala terasa pusing dan bagian kuduk terasa

berat.Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny.T dengan kasus hipertensi telah

sesuai dengan teori yang ditemukan oleh penulis berupa kepala terasa pusing

dan bagian kuduk terasa berat, sehingga tidak ada kesenjangan dengan teori

yang ada.

Dalam pengkajian keperawatan Ny.T didapatkan data pasien

mengatakan sejak 2 hari yang lalu kepalanya pusing dan terasa cekot-cekot di

59
60

kepala dan bagian kuduk terasa berat. Pasien mengatakan pusing bila

digunakan untuk beraktivitas dan lehernya terasa cengeng. Kepalanya pusing

seperti ditusuk-tusuk pada bagian belakang, nyeri hilang timbul saat bergerak,

pasien mengatakan setelah beraktivitas berdebar-debar dan merasa letih

ketika beraktivitas. Pada saat pemeriksaan fisik tekanan darah 180/100

mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, frekuensi pernafasan 20 kali per

menit, suhu 37 derajat celcius. Pasien tampak lemah di tempat tidur, pasien

mengatakan dalam beraktivitas tidak bisa sendiri dan harus dibantu oleh

orang lain. Warna kulit pasien tampak pucat. Capilary refile 4 detik

kembali.Menurut Wijaya dan Putri (2013) Riwayat kesehatan sekarang

biasanya pada saat dilakukan pengkajan pasien masih mengeluh kepala terasa

sakit dan berat, setelah beraktivitas berdebar-debar dan merasa letih,

penglihatan berkunang-kunang, tidak bisa tidur.Berdasarkan hasil dari

pengkajian pada Ny. T dengan hipertensi telah sesuai dengan teori dengan

yang ditemukan oleh penulis.

Riwayat penyakit dahulu, Pasien mengatakan pernah memiliki riwayat

penyakit stroke 1 tahun yang lalu tidak bisa jalan dan bicaranya pelo. Pasien

mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan ataupun hal lainnya.

Pasien mengatakan imunisasi yang diberikan dulu lengkap. Dalam anggota

keluarga tidak ada yang memiliki penyakit keturunan atau menular lainnya.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi bukan penyakit yang menular tetapi

hipertensi adalah penyakit keturunan jika dalam anggota keluarganya ada

yang menderita penyakit hipertensi tetapi penyakit hipertensi bukan hanya


61

karena penyakit keturunan saja tapi juga karena faktor gaya hidup yang tidak

baik dan sehat (Corwin, 2009). Berdasarkan hasil dari pengkajian pada Ny. T

dengan hipertensi telah sesuai dengan teori dengan yang ditemukan oleh

penulis.

Model pengkajian keperawatan dengan 11 pola kesehatan fungsional

dari Gordon berguna untuk mengatur riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik,

dan mengelompokkan diagnosa keperawatan (Allen,2005). Pengkajian

sebelas pola gordon yang didapat dari wawancara dan observasi Ny.T

diantaranya, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan. Jika Ny.T sakit,

keluarga segera berobat ke pelayanan kesehatan terdekat, yaitu puskesmas.

Pada pola persepsi dan tata laksana hidup sehat menggambarkan persepsi,

pemeliharaan, dan penanganan kesehatan (Aspiani, 2012). Sehingga antara

fakta atau kenyataan dengan teori tidak ada kesenjangan yang didapat.

Pada pengkajian pada Ny.T dalam pola nutrisi dan cairan, Pola nutrisi

dan cairan pasien, sebelum sakit pasien mengatakan makan 3x sehari dengan

nasi, sayur, lauk seperti tempe, tahu maupun ayam dan minumnya air putih

dengan satu porsi habis dan tidak ada keluhan. Selama sakit pasien

mengatakan makan 3x sehari dengan nasi, sayur, lauk seperti tempe, tahu

maupun ayam dan mengurangi garam dan minumnya air putih dengan

setengah porsi habis dan tidak ada keluhan. Pola nutrisi pasien mendapatkan

diit rendah garam. Diit rendah garam mempunyai tujuan yaitu menghilangkan

retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan untuk menurunkan tekanan

darah pada pasien hipertensi (Almatsier 2005 dalam Novika 2013). Dari data
62

pengkajian nutrisi dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan yang terjadi

pada pemenuhan nutrisi pasien.

Pengkajian pola eliminasi, pasien mengatakan sebelum sakit BAK 4

kali per hari, jumlah urine kurang lebih 1200cc, warna kuning dan tidak ada

keluhan. Pasien mengatakan BAB 2 kali per hari, warna kuning dan tidak ada

keluhan. Selama sakit pasien mengatakan BAK 4 kali per hari, jumlah urine

kurang lebih 1200cc, warna kuning dan tidak ada keluhan. Pasien

mengatakan BAB 2 kali per hari, warna kuning dan tidak ada

keluhan.Pengkajian pola eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang

essensial dan berperan penting dalam menentukan kelangsungan kehidupan

manusia. Menurut teori eliminasi terbagi dua bagian utama pula, yaitu

eliminasi fekal (buang air besar) dan eliminasi urine (buang air kecil)

(Asmadi,2008). Pengkajian pola eliminasi, hal-hal yang perlu dikaji antara

lain : pola defekasi, perilaku defekasi, deskripsi feses, diet, cairan, jumlah dan

jenis minuman yang dikonsumsi (Mubarak, 2007). Dari kesimpulan

pengkajian eliminasi fekal dan urine Ny.T tidak ada masalah keperawatan

yang muncul karena dalam teori menggambarkan efisiensi dalam

pembuangan zat sisa metabolisme (Davey, 2005).Karakteristik feses

abnormal konsistensi dikatakan abnormal bila bentuknya cairatau keras.

Warna abnormal sangat pucat (penyakit pada organ empedu), merah

(perdarahan pada rektum dan anus). Ciri urine normal baik, kejernihan

normal jernih bila dibiarkan lama akan menjadi keruh. Warna kuning, bau
63

seperti amonia (Asmadi, 2008). Berdasarkan teori diatas tidak ada

kesenjangan dalam pengkajian eliminasi, eliminasi Ny.T dalam batas normal.

Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit kemampuan perawatan diri

seperti makan/minum, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur,

berpindah, ambulasi/ROM selalu dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Selama sakit kemampuan perawatan diri seperti makan/minum, toileting,

berpakaian, mobilitas di tempat tidur. Menurut Tarwoto (2011) dalam

Ambarwati (2013) nyeri kepala pada pasien hipertensi menimbulkan perasaan

yang tidak nyaman dan hal ini dapat berpengaruh pada aktivitasnya, tidak

terpenuhi kebutuhan dasarnya, bahkan dapat berdampak pada kebutuhan

psikologisnya seperti, menarik diri, menghindari percakapan, dan

menghindari kontak dengan orang lain. Menurut Doenges (2007) dalam

aktivitas atau istirahat pada pasien hipertensi kelemahan, letih, nafas pendek,

gaya hidup monoton.Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama

jantung,takipnea. Berdasarkan teori tersebut hasil data yang didapat adalah

sesuai karena pada pasien hipertensi aktivitasnya terganggu, Sehingga antara

fakta atau kenyataan dengan teori tidak ada kesenjangan yang terjadi dan

muncul masalah keperawatan intoleransi aktivitas.

Kebutuhan istirahat tidur pada individu yang sakit sangat diperlukan

untuk mempercepat proses penyembuhan. Kebutuhan istirahat tidur pada

individu yang sakit sangat diperlukan untuk mempercepat proses

penyembuhan (Asmadi,2008).Sebelum sakit pasien mengatakan biasanya

tidur siang 1 jam dan tidur malam 7 jam, tidur dengan nyenyak dan perasaan
64

setelah bangun terlihat segar. Selama sakit pasien mengatakan biasanya tidur

siang hanya 45 menit, tidur malam 6 jam, tidur dengan sering terbangun,

tidak nyenyak dan perasaan setelah bangun biasa. Pada pasien hipertensi

biasanya pada saat tidur sering terbangun karena merasakan nyeri kepala dan

kuduk terasa berat (Wijaya dan Putri, 2013).Sehingga antara fakta atau

kenyataan dengan teori tidak ada kesenjangan yang terjadi

Pola kognitif perseptual pasien, menjelaskan persepsi sensori dan

kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan,

pendengaran, perabaan, pembau, dan kompensasinya terhadap tubuh

(Muttaqin, 2008). Pasien mengatakan sebelum sakit pasien dapat berbicara

dengan lancar, indera pengecapan tidak ada gangguan tetapi pandangan

sedikit kabur dan pendengaran sedikit berkurang. Selama sakit pasien

mengatakan kepalanya pusing (cengeng) di bagian leher dan terasa nyeri, P

(Provocat) pasien mengatakan pusing saat beraktivitas, Q (Quality)pusingnya

cengeng (pegel-pegel), R (Region) nyeri di bagian leher dan kepala belakang,

S (Scale) nyeri 6, T (Time)nyeri hilang timbul saat bergerak dan

beraktivitas.Menurut (Udjianti, 2010; dalam Ambarwati, 2013) bahwa

penyebab nyeri kepala pada kasus hipertensi berat gejala yang dialami oleh

penderita hipertensi antara lain palpitasi, kelelahan, ansietas, keringat

berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur atau ganda,

sulit tidur, dan gejala paling umum adalah nyeri kepala (rasa berat di

tengkuk). Berdasarkan teori tersebut menyebutkan bahwa pada pasien

hipertensi mengalami gejala umum yaitu nyeri kepala (rasa berat ditengkuk),
65

sehingga antara fakta atau kenyataan dengan teori tidak ada kesenjangan yang

terjadi dan muncul masalah keperawatan nyeri akut.

Pola persepsi konsep diri gambaran diri pasien memandang dirinya

seorang perempuan, berkulit sawo matang, rambutnya sudah beruban dan

bergelombang. Pasien juga mengetahui kalau dirinya sedang sakit dan

membutuhkan pengobatan agar cepat sembuh. Ideal diri pasien mengatakan

merasa diperlakukan dengan baik oleh pengurus panti, perawat dan dokter di

panti. Pasien juga mendapat perhatian yang baik dari teman sekamarnya.

Harga diri pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan tetap mensyukuri.

Peran diri pasien mengatakan melakukan kegiatan sehari-hari sebagai asisten

rumah tangga. Identitas diri pasien bernama Ny.T dengan umur 83 tahun dan

tinggal di Batu, Wonogiri. Menurut (Aspiani, 2012) pola persepsi konsep diri

menjelaskan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan

konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran,

identitas diri. Manusia sebagai system terbuka dan makhluk bio-psiko-sosio-

kultural-spiritual, kecemasan, ketakutan, dan dampak terhadap sakit.

Sehingga antara fakta/kenyataan yang didapat dengan teori tidak ada

kesenjangan yang terjadi.

Pola hubungan peran pasien mengatakan mempunyai hubungan yang

baik dengan keluarga, tetangga, ataupun penghuni panti jompo lainnya. Pola

hubungan peran pasien menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran

klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal pasien


66

(Nurlaila,2009). Sehingga antara fakta atau kenyataan dengan teori tidak ada

kesenjangan yang terjadi.

Pola seksualitas reproduksi pasien mengatakan seorang perempuan dan

belum menikah. Pola seksualitas dan reproduksi menjelaskan kepuasan atau

masalah tarhadap seksualitas (Aspiani, 2012). Sehingga antara fakta atau

kenyataan dengan teori tidak ada kesenjangan yang terjadi.

Pola mekanisme koping, sebelum sakit pasien mengatakan jika ada

masalah selalu berdiskusi dengan keluarga. Selama sakit pasien mengatakan

jika ada masalah selalu berdiskusi dengan pengurus panti. Berdasarkan teori

mekanisme koping pada setiap orang memiliki kemampuan adaptasi terhadap

setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, namun dalam kapasitas

yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya. Mekanisme koping adalah

upaya yang dilakukan secara sadar untuk mengatur emosi, kognisi, perilaku,

fisiologis, dan lingkungan yang dapat menimbulkan stres (Tiurlan,

2011).Sehingga antara fakta atau kenyataan dengan teori tidak ada

kesenjangan yang terjadi.

Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan seorang

yang beragama islam, sholat 5 waktu tepat waktu, mengaji dan berdoa.

Selama sakit pasien mengatakan masih rajin sholat 5 waktu tepat waktu.

Berdasarkan teori pola nilai dan keyakinan adalah menggambarkan dan

menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan

keyakinan pasien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan


67

konsekuensinya (Nurlaila, 2009). Sehingga antara fakta atau kenyataan

dengan teori tidak ada kesenjangan yang terjadi.

Gejala yang munculpadahipertensiadalah pada pemeriksaan fisik, tidak

dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula

ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan

cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil

(edema pada diskus optikus) (Brunner & Suddarth, 2005). Dari data

pengkajian dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan

kenyataan yang terjadi pada gejala hipertensi yang dialami oleh Ny.T.

Pada pemeriksaan fisik Ny.T didapatkan hasil keadaan umum pasien

composmentis. Setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan

tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 37

derajad celcius, frekuensi pernafasan 20 kali per menit. Hipertensi akan

mengalami peningkatan yang abnormal pada tekanan darah dalam pembuluh

darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode. Menurut WHO

batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90mmHg,

sedangkan tekanan darah lebih dari 160/95mmHg dinyatakan dalam

hipertensi (Udjianti, 2010; dalam Ambarwati, 2013).Daridata pemeriksaan

fisik dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan

kenyataan yang terjadi pada gejala hipertensi yang dialami oleh Ny.T.

Pada pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada Ny. T dari

pemeriksaan head to toe didapatkan hasil sebagai berikut. Kepala Ny. T

berbentuk bulat, tidak ada lesi, kulit kepala bersih, rambut berwarna putih dan
68

mulai rontok. Pada mata palbebra tampak hitam dan tidak ada udem,

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kanan

kiri simetris, reflek terhadap cahaya baik, pasien tidak menggunakan alat

bantu penglihatan. Hidung bersih tidak ada secret, mulut tidak ada stomatitis

kebersihan cukup. Gigi sudah tidak lengkap banyak yang sudah ompong.

Telinga bersih tidak ada serumen. Leher tidak ada pembesaran kelenjar

tyroid. Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh secara keseluruhan atau

hanya beberapa bagian saja yang dianggap perlu oleh dokter yang

bersangkutan (Mubarak, 2007). Dalam pengkajian fisik, hal yang perlu

diperhatikan oleh tenaga kesehatan adalah mencoba untuk melakukan

pemeriksaan secara menyeluruh dimulai dari kepala sampai ujung kaki (head

to toe) (Mubarak, 2007).Daridata pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa

tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada gejala

hipertensi yang dialami oleh Ny.T.

Pada pemeriksaan dada dilakukan dengan metode dan langkah inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi (Mubarak, 2007).Pada pemeriksaan dada,

paru-paru inspeksi pengembangan dada kanan kiri sama, palpasi vokal

fremitus kanan dan kiri sama pada paru, perkusi sonor di semua lapang paru,

auskultasi suara nafas vesikuler. Pemeriksaan paru normal menurut Debora

(2012) adalah inspeksi pengembangan dada kanan kiri sama, palpasi vokal

fremitus kanan dan kiri sama pada paru, perkusi sonor di semua lapang paru,

auskultasi suara nafas vesikuler. Dalam pemeriksaan fisik paru tidak ada

perubahan yang dialami oleh Ny.T. Pemeriksaan jantung didapatkan hasil


69

inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di intercosta 5

mid clavikula sinistra, perkusi hasilnya pekak dan auskultasi bunyi jantung I

dan bunyi jntung II murni tidak terdengar suara tambahan. Pemeriksaan

jantung normal menurut Debora (2012) adalah inspeksi bentuk dada simetris,

palpasi ictus cordis teraba di intercosta 5 mid clavikula sinistra, perkusi bunyi

jantung normal pekak, auskultasi bunyi jantung I dan bunyi jantung II murni.

Dalam pemeriksaan fisik jantung tidak ada perubahan yang dialami oleh

Ny.T. Pada pemeriksaan abdomen hasil inspeksi tidak ada jejas bentuk

simetris, auskultasi hasilnya peristaltik usus 18 kali per menit, perkusi

hasilnya kuadran I redup, kuadran II, III, IV timpani, dan palpasi tidak

terdapat nyeri tekan pada ulu hati.Pemeriksaan abdomen normal menurut

Debora (2012) adalah inspeksi bentuk simetris, tidak ada jejas, auskultasi

terdengar suara bising usus5-30 x/menit, perkusi kuadran I redup, II, III, IV

timpani, palpasi tidak ada nyeri tekan di semua kuadran. Dari hasil

pemeriksaan abdomen tidak ada perubahan yang dialami oleh

Ny.T.Pemeriksaan genetalia bertujuan untuk mengetahui adanya lesi, untuk

mengetahui adnya infeksi dan untuk mengetahui kebersihan genetalia

(Fauziah, 2008). Genetalia Ny. T didapatkan hasil bersih tidak terpasang

kateter. Rektum bersih, tidak ada luka, tidak ada benjolan hemoroid.

Pada pengkajian ekstremitas atas kekuatan otot kanan kiri bisa

digerakkan, ROM kanan kiri bisa bergerak dengan normal tidak ada udem,

capilary refile 4 detik kembali, perubahan bentuk tulang tidak ada perubahan

bentuk tulang, perabaan akral hangat. Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan
70

kiri bisa digerakkan tetapi memakai alat bantu, ROM kanan kiri kaki kanan

bengkok sedangkan kaki kiri normal, capilary refile 4 detik kembali,

perubahan bentuk tulang ada perubahan bentuk tulang pada kaki kanan ,

perabaan akral hangat. Menurut Corwin (2009); dalam Kristmas, et al (2013)

menyatakan bahwa ada beberapa tanda dan gejala yang sering muncul pada

penderita hipertensi bertahun-tahun, yaitu seperti sakit kepala saat terjaga

(terkadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan intrakranium),

penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina, cara berjalan

mulai terganggu karena mulai adanya kerusakan susunan saraf pusat, nokturia

yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,

edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara fakta/kenyataan yang didapat

dengan teori tidak terjadi kesenjangan dan muncul masalah keperawatan

intoleransi aktivitas.

B. Perumusan Masalah Keperawatan

Pada teori yang didapatkan penulis, masalah keperawatan yang sering

muncul pada penyakit hipertensi adalah nyeri akut, ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer, intoleransi aktivitas, defisiensi pengetahuan (Wijaya dan

Putri, 2013).

Sedangkan diagnosa yang muncul dari hasil pengkajian adalah

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi,

intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, nyeri akut


71

berhubungan dengan agen cidera biologis (adanya peningkatan tekanan

darah) dan diagnosa defisiensi pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi

berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan

perawatan diri, tidak dimunculkan oleh perawat dalam masalah keperawatan

karena tidak sesuai dengan batasan karakteristik menurut Herdman (2012)

yaitu perilaku hiperbola, ketidakakuratan mengikuti perintah, ketidakakuratan

melakukan tes, perilaku tidak tepat (misal : histeria, bermusuhan, agitasi,

apatis, pengungkapan masalah karena saat dikaji pasien sudah paham tentang

penyakit hipertensi.

Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

hipertensi muncul pada Ny.T berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 04

Januari 2016 didapatkan hasil untuk diagnosa pertama bahwa pasien

mengatakan pusing, merasakan nyeri kepala terus-menerus, terkadang terasa

berdebar-debar dan punggungnya terasa pegal. Data obyektif pasien terlihat

lemas, warna kulit pasien tampak pucat, pasien tampak memijat punggung

sebelah kanan, capilary refile 4 detik kembali. Tekanan darah 180/100

mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 37 derajad celcius, frekuensi

pernafasan 20 kali per menit, sehingga didapatkan masalah keperawatan

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi.

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer adalah penurunan sirkulasi

darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan. Batasan karakteristik

capilary refile <2 detik, perubahan tekanan darah di ekstremitas, perubahan

fungsi motorik, perubahan karakteristik kulit, warna kulit pucat (Herdman,


72

2012). Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan Ny.T, penulis

menggunakan prioritas kebutuhan dasar Maslow yang meliputi kebutuhan

fisiologis seperti oksigen, cairan (minuman), nutrisi (makanan),

keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta

kebutuhan seksual, rasa aman dan nyaman, rasa mencintai, harga diri, serta

aktualisasi diri (Aziz, 2009). Diagnosa utama adalah ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi dikarenakan sirkulasi darah

berhubungan dengan kebutuhan fisiologis seseorang, namun dengan tindakan

memonitor perubahan tekanan darah, memberikan terapi rendam kaki air

hangat, anjurkan pasien untuk mempertahankan tirah baring. Dengan

tindakan tersebut maka sirkulasi darah tubuh pasien akan mengalir dengan

lancar dengan pemberian terapi rendam kaki air hangat dapat memperlancar

peredaran darah dan mergangkan ketegangan otot maka dapat menurunkan

tekanan darah menjadi normal (Santoso, dkk, 2015).Berdasarkan data tersebut

diatas penulis menyimpulkan bahwa diagnosa yang diangkat sudah sesuai

dengan batasan karakteristik yang sesuai dengan buku (Herdman, 2012).

Diagnosa keperawatan yang kedua yang diambil oleh penulis adalah

intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. Intoleransi

aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis dan fisiologis untuk

melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus

atau yang diinginkan (Herdman, 2012).

Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis intoleransi

aktivitas yang telah disesuaikan dengan diagnosa pada buku (Herdman,


73

2012). Penulis mencantumkan masalah intoleransi aktivitas dengan alasan

mengacu pada data subyektif pasien mengatakan setelah beraktivitas

berdebar-debar dan merasa letih ketika beraktivitas, pasien mengatakan tidak

dapat melakukan aktivitas sendirian harus dibantu oleh orang lain. Data

obyektif pasien tampak lesu dan lemah, pasien tampak terbaring lemah di

tempat tidur, tampak orang lain membantu pasien dalam makan, toileting dan

berpakaian. Tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit,

suhu 37 derajad celcius, frekuensi pernafasan 20 kali per menit.

Batasan karakteristik intoleransi aktivitas menurut (Herdman, 2012)

yaitu respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, respon frekuensi

jantung abnormal terhadap aktivitas, ketidaknyamanan setelah beraktivitas

dan menyatakan merasa letih.Berdasarkan data tersebut diatas penulis

menyimpulkan bahwa diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan batasan

karakteristik yang sesuai dengan buku (Herdman, 2012).

Diagnosa keperawatan ketiga yang diambil penulis adalah nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera biologis (Adanya peningkatan tekanan

darah). Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial

atau gambaran dalam hal kerusakan yang sedemikian rupa (International for

the Study of pain), awitanyang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan

sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan

durasinya kurang dari 6 bulan (Herdman, 2012).


74

Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis nyeri akut yang

telah disesuaikan dengan diagnosa yang ada dalam buku. Perumusan masalah

keperawatan yang diambil oleh penulis adalah nyeri akut dengan alasan

mengacu pasa data subyektif paien mengatakan kepalanya cengeng dibagian

leher dan terasa nyeri. Pengkajian P (Provocate) didapatkan hasil pasien

mengatakan pusing saat beraktivitas, hasil pengkajian Q (Quality) pasien

mengatakan nyeri seperti tertimpa benda berat, R (Region) didapatkan hasil

pasien mengatakan nyeri di bagian leher dan kepala belakang, S (Scale)

didapatkan hasil skalanya 6 dan T (Time) didapatkan hasil nyeri hilang

timbul. Data objektif pasien tampak menahan nyeri, pasien tampak terlihat

memegang kepala. Tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per

menit, suhu 37 derajad celcius, frekuensi pernafasan 20 kali per menit.

Batasan karakteristik nyeri akut sendiri menurut (Herdman, 2012) yaitu

perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi

pernafasan, perubahan selera makan perilaku berjaga-jaga atau perilaku

melindungi daerah nyeri, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, indikasi nyeri

yang dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, melaporkan

nyeri secara verbal.Berdasarkan data tersebut diatas penulis menyimpulkan

bahwa diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan batasan karakteristik

yang sesuai dengan buku (Herdman, 2012).

Dari data pengkajian yang sudah didapatkan penulis, tidak semua

diagnosa muncul pada Ny.T. Dikarenakan tidak muncul dalam batasan

karakteristik. Dalam menentukan diagnosa Ny.T penulis menggunakan teori


75

kebutuhan dasar Maslow yang meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman dan

nyaman, rasa mencintai, harga diri, serta aktualisasi diri. Diagnosa yang

pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer karena pengertian dari

diagnosa tersebut adalah gangguan sirkulasi darah. Gangguan sirkulasi darah

termasuk kebutuhan fisiologis manusia. Diagnosa kedua intoleransi aktivitas

dikarenakan didalam kebutuhan fisiologis manusia terdapat aktivitas dan

latihan. Diagnosa ketiga nyeri akut karena termasuk dalam kebutuhan dasar

manusia rasa aman dan nyaman (Aziz, 2009).

C. Intervensi

Pada prioritas diagnosa keperawatan yang pertama adalah

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi. Pada

kasus Ny.T penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3x24

jam diharapkan sirkulasi darah dalam tubuh tidak terganggu dengan kriteria

hasil tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan, tidak ada

ortostatik hipertensi, pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal

tekanan darah 120-140/80-90 mmHg, frekuensi nadi 60-100 kali per menit,

suhu 36-37,5 derajad celcius (Herdman, 2012).

Penulis menuliskan intervensi sesuai dengan kriteria NIC(Nursing

Intervension Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013)berdasarkan

diagnosa keperawatan yang pertama ketidakefektifan perfusi jaringan peifer

perencanaan keperawatannya antara lain:monitor adanya perubahan tekanan

darah monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap


76

panas/dingin/tajam/tumpul,monitor adanya paretese, instruksikan keluarga

untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi, gunakan sarung tangan

untuk proteksi, batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung, monitor

adanya kemampuan BAB, anjurkan pasien untuk mempertahankan tirah

baring agar pasien selalu istirahat yang cukup, kolaborasi pemberian

analgetik, diskusikan mengenal penyebab perubahan sensasi. Tujuan dari

manajemen perifer adalah untuk menormalkan tekanan darah pasien

(Corwin, 2009).

Pada diagnosa keperawatan yang kedua adalah intoleransi aktivitas

berhubungan dengan kelemahan umum. Pada kasus Ny.T penulis melakukan

rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapakan aktivitas pasien

maksimal dapat tercapai dengan kriteria hasil memperlihatkan peningkatan

aktivitas secara mandiri, tidak ada tanda-tanda hipoksia, tekanan darah dalam

rentang normal (Herdman, 2012).

Penulis menuliskan intervensi sesuai dengan kriteria NIC(Nursing

Intervension Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013)berdasarkan

diagnosa keperawatan yang kedua intoleransi aktivitas perencanaan

keperawatannya antara lain:kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik

dalam merencanakan program terapi yang tepat, bantu klien untuk

mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, bantu untuk memilih

aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi, dan

social, bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang

diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan, bantu untuk mendapatkan alat


77

bantu aktivitas seperti kursi roda, krek, bantu untuk mengidentifikasi aktivitas

yang disukai, bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang, bantu

pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas,

monitor respon fisik, emosi, social, dan spiritual. Tujuan dari aktivitas latihan

diatas adalah membantu memberikan perasaan santai, mengurangi

ketegangan, kecemasan, dan meningkatkan perasaan senang (Maryam, 2008;

dalam Fatarona, 2010; dalam Fadil 2012).

Pada diagnosa keperawatan yang ketiga adalah nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera biologis (adanya peningkatan tekanan darah). Pada kasus

Ny.T penulis melakukan rencana tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil melaporkan nyeri

berkurang, tanda-tanda vital dalam batas normal, pasien mengatakan nyeri

terkontrol, pasien mampu menggunakan teknik non-farmakologi untuk

mengurangi nyeri (Herdman, 2012).

Penulis menuliskan intervensi sesuai dengan kriteria NIC(Nursing

Intervension Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013)berdasarkan

diagnosa keperawatan yang ketiganyeri akut perencanaan keperawatannya

antara lain:lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi, observasi

reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, gunakan teknik komunikasi

terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, kaji kultur yang

mempengaruhi respon nyeri, evaluasi pengalaman nyeri masa lampau,

evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan


78

control nyeri masa lampau, bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan

menemukan dukungan, kurangi factor presipitasi nyeri, pilih dan lakukan

penanganan nyeri, farmakologis dan nonfarmakologis), kaji tipe dan sumber

nyeri untuk menentukan intervensi, ajarkan tentang teknik non farmakologis,

berikan analgetik untuk mengurangi nyeri, evaluasi keefektifan kontrol nyeri,

kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri yang tidak

berhasil. Tujuan dari pemberian tindakan manajemen nyeri adalah

mengevaluasi perubahan skala nyeri (Suriadi, 2006).

D. Implementasi

Implementasi diagnosa pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

berhubungan dengan hipertensi. Selama 3 hari mulai tanggal 05 sampai 07

Januari 2016 sesuai teori kriteria NIC (Nursing Intervension

Clacification)menurut Nurarif dan Kusuma (2013), penulis menyusun

intervensi sebagai berikut monitor adanya perubahan tekanan darah untuk

mengetahui perubahan vital sign, anjurkan pasien untuk mempertahankan

tirah baring agar pasien selalu istirahat yang cukup, kolaborasi dalam

pemberian terapi komplementer yaitu berikan terapi non-farmakologi dengan

terapi rendam kaki air hangat selama 30 menit untuk melancarkan peredaran

pembuluh darah dan penurunan ketegangan otot untuk mempercepat

kesembuhan pasien.monitor adanya perubahan tekanan darah, anjurkan

pasien, kolaborasi dalam pemberian terapi komplementer yaitu berikan terapi

non-farmakologi dengan terapi rendam kaki air hangat selama 30 menit.


79

Penulis melakukan tindakan rendam kaki air hangat selama 3 hari

berturut-turut, dengan frekuensi 1x setiap pagi hari. Saat sebelum diberikan

terapi rendam kaki air hangat tekanan darah Ny. T 180/100 mmHg dan hari

ketiga diperoleh tekanan darah 140/90 mmHg. Penulis memberikan edukasi

kepada pasien agar terapi rendam kaki ini menjadi salah satu alternatif pilihan

disaat ingin menstabilkan tekanan darah saat kondisi pasien di panti sasana

tresna wredha dharma bhakti wonogiri. Hasilnya akan lebih baik jika

dilakukan selama kurang lebih 1 bulan.

Hasil dari tindakan tersebut membuktikan bahwa tekanan darah dapat

turun saat diberikan terapi rendam kaki air hangat. Hal tersebut karena terapi

rendam kaki air hangat dapt menurunkan tekanan darah sistolik dan diatolik

pada pendrita hipertensi, dengan terapi rendam kaki air hangat akan

menciptakan suasana yang lebih rileks. Manfaat terapi rendam kaki air hangat

ini adalah efek fisik panas/hangat yang dapat menyebabkan zat cair, padat,

dan gas mengalami pemuaian ke segala arah dan dapat meningkatkaan reaksi

kimia. Pada jaringan akan terjadi metabolisme seiring denagn peningkatan

pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan tubuh. Efek biologis

panas/hangat dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang

mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis respon tubuh

terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan

kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan metabolisme

jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Respon dari hangat inilah


80

yang dipergunakan untuk keperluan terapi ada berbagai kondisi dan keadaan

dalam tubuh (Destia, dkk, 2014 dalam Santoso, dkk, 2015).

Menurut Destia, dkk (2014) dalam Santoso, dkk, (2015), prinsip kerja

terapi rendam kaki air hangat dengan mempergunakan air hangat yaitu secara

konduksi dimana terjadi perpindahan panas/hangat dari air hangat ke dalam

tubuh akan menyebabakan pelebaran pembuluh darah dan penurunan

ketegangan otot sehingga dapat melancarkan peredaran darah yang akan

mempengaruhi tekanan arteri oleh baroreseptor pada sinus kortikus dan arkus

aorta yang akan menyampaikan impuls yang dibawa serabut saraf yang

membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada

otak perihal tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ

ke pusat saraf simpatis ke medulla sehingga akan merangsang tekanan sistolik

yaitu regangan otot ventrikel untuk segera berkontraksi.

Pada awal kontraksi, katup aorta dan katup semilunar blum terbuka.

Untuk membuka katup aorta, tekanan di dalm ventrikel harus melebihi

tekanan katup aorta. Keadaan dimana kontraksi ventrikel mulai terjadi

sehingga dengan adanya pelebaran pembuluh darah, aliran darah akan lancar

sehingga akan mudah mendorong darah masuk ke jantung sehingga

menurunkan tekanan sistoliknya. Pada tekanan diastolik keadaan relaksasi

ventrikel isovolemik saat ventrikel berelaksasi, tekanan di dalam ventrikel

turun drastis, aliran darah lancar dengan adanya pelebaran pembuluh darah

sehingga akan menurunkan tekanan diastolik. Maka dinyatakan ada hubungan

yang signifikan antara terapi rendam kaki air hangat dengan penurunan
81

tekanan darah sistolik dan diastolik (Perry & Potter, 2006 dalam Santoso,

dkk, 2015).

Pada Ny.T yang terjadi setelah dilakukan teknik rendam kaki

menggunakan air hangat adalah pasien lebih tampak rileks, pasien

mengatakan kepalanya sudah tidak pusing lagi, pasien tampak lebih nyaman

dan tenang setelah dilakukan terapi rendam kaki menggunakan air hangat,

pada kondisi klien yang lebih rileks yang terjadi adalah penurunan tekanan

darah dengan menggunakan terapi non-farmakologi yaitu dengan cara terapi

rendam kaki menggunakan air hangat (Destia, dkk 2014 dalam Santoso, dkk,

2015).Penulis tidak melakukan semua perencanaan berdasarkan teori

dikarenakan adanya keterbatasan alat dan tempat yang tidak memadai.

Implementasi diagnosa kedua intolerasi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan umum. Implementasi yang dilakukan oleh penulispada tanggal 05

sampai 07 Januari 2016, monitor tanda-tanda vital, kaji respon pasien

terhadap aktivitas, anjurkan teknik penghemat tenaga saat beraktivitas,

anjurkan pengurus panti untuk memenuhi ADL. Penulis melakukan tindakan

dengan cara membatasi aktivitas selama 3 hari berturut-turut, sebelum

melakukan tindakan tersebut suasana di panti sangat ramai dengan adanya

kegiatan TAK yang dilakukan setiap pagi, pada saat kegiatan tersebut Ny.T

tidak bisa beristirahat dan setelah diberikan edukasi pada Ny.T pasien dapat

membatasi aktivitasnya dengan maksimal dengan rasional pasien dapat

menghemat tenaga dengan membatasi aktivitasnya.Manfaat psikologis dari

latihan fisik adalah membantu memberikan perasaan santai, mengurangi


82

ketegangan, kecemasan, dan meningkatkan perasaan senang (Maryam, 2008;

dalam Fatarona, 2010; dalam Fadil 2012).Penulis melakukan semua

perencanaan berdasarkan teori sehingga antara teori dan kenyataan tidak ada

kesenjangan.

Implementasi diagnosa ketiga nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera biologis (adanya peningkatan tekanan darah). Implementasu yang

dilakukan oleh penulis pada tanggal 05 sampai 07 Januari 2016,kaji

karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T), berikan posisi nyaman, ajarkan teknik non-

farmakologi (misal: relaksasi nafas dalam, distraksi,terapi musik). Penulis

melakukan tindakan dengan cara mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam

berturut-turut. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis kepada pasien

mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

Mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika nyeri

muncul. Penulis menekankan pada pemberian teknik relaksasi nafas dalam

untuk menurunkan nyeri, dimana teknik relaksasi nafas dalam adalah salah

satu dari tindakan keperawatan dalam menurunkan nyeri. Dalam jurnal

Syaiful & Rachmawan (2014) teknik relaksasi nafas dalam terbukti sangat

efektif untuk menurunkan nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga sangat

mudah dilakukan tanpa menggunakan alat bantu. Relaksasi nafas dalam

melibatkan sistem otot dan respirasi tidak membutuhkan alat lain sehingga

mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu dan dapat digunakan dalam

jangka waktu relatif lebih lama. Penulis melakukan teknik relaksasi nafas

dalam ini selama 3 hari pengelolaan, dan selama 1 hari berikan teknik
83

relaksasi 2 kali. Dimana dalam 3 hari pengelolaan ini penulis mendapatkan

data sebagai berikut pada hari pertama skala nyeri 6, hari kedua skala nyeri 5,

hari ketiga skala nyeri 4. Hal ini sesuai dengan teori dalam jurnal Syaiful &

Rachmawan (2014) dimana dalam setiap implementasi mengalami penurunan

skala nyeri. Penulis melakukan semua perencanaan berdasarkan teori

sehingga tidak ada kesenjangan yang terjadi.

E. Evaluasi

Evaluasi keperawatan pada Ny.T yang di rawat di panti sasana tresna

wredha dharma bakti Wonogiri dimulai sejak hari Selasa tanggal 05 Januari

2016 sampai Kamis 07 Januari 2016 untuk diagnosa pertama ketidakefektifan

perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi. Didapatkan hasil

evaluasi data subyektif pasien mengatakan masih sedikit merasakan pegal

pada punggung dan sedikit merasakan nyeri di kepala, data obyektif pasien

tampak sedikit lebih segar, warna kulit pasien sudah sedikit tidak pucat lagi,

capilary refile 4 detik kembali, tekanan darah 140/90 mmHg, frekuensi nadi

71 kali per menit, suhu 36,5 derajad celcius, frekuensi pernafasan 20 kali per

menit, maka dapat disimpulkan masalah teratasi sebagian, lanjutkan

intervensi monitor adanya perubahan tekanan darah, berikan terapi rendam

kaki air hangat selama 30 menit, monitor tekanan darah sesudah diberikan

terapi rendam kaki air hangat, anjurkan pasien untuk mempertahankan tirah

baring. Hal ini menyatakan masalah teratasi sebagian dan lanjutkan

intervensi.Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sesuai dengan kriteria NOC


84

(Nursing Outcame Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013),

tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan, tidak ada

ortostatik hipertensi. Hal ini menyatakan masalah ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer teratasi sebagian.

Berdasarkan evaluasi diatas, diperoleh hasil bahwa rendam kaki pada

Ny.T dapat memperlancarkan peredaran darah sehingga dapat menurunkan

tekanan darah dan mengurangi nyeri. Sebelum dilakukan rendam kaki air

hangat tekanan darah Ny.T 180/100 mmHg dan setelah dilakukan terapi

rendam kaki selama 3 hari dan per hari 1 kali, tekanan darah Ny.T menjadi

140/90 mmHg, skala nyeri menjadi 4 dan pasien dapat melakukan aktivitas

lagi. Hal tersebut dikarenakan bahwa berdasarkan hasil penelitian (Santoso,

dkk, 2015), rendam kaki akan efektif jika dilakukan selama 1 bulan. Tindakan

yang dilakukan penulis juga dipengaruhi oleh diet akan rendah garam yang

dapat menurunkan tekanan darah. Sehingga penulis memberikan intervensi

keperawatan untuk tetap melakukan selama berada di panti.

Evalusi keperawatan pada Ny.T yang dirawat di panti sasana tresna

wredha dharma bakti wonogiri dimulai sejak hari Selasa tanggal 05 Januari

2016 sampaa Kamis tanggal 07 Januari 2016 diagnosa intoleransi aktivitas

berhubungan dengan kelemahan umum didapatkan hasil evaluasi data

subyektif pasien mengatakan sudah bisa melakukan aktivitas secara mandiri

seperti makan, mandi dan berpakaian. Pasien mengatakan sudah lebih rileks

dan tenang, data obyektif pasien tampak lebih segar dan bugar tekanan darah

140/90 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 36,5 derajad celcius,
85

frekuensi pernafasan 20 kali per menit, maka dapat disimpulkan masalah

sudah teratasi, hentikan intervensi discharge planning anjurkan teknik

penghemat tenaga saat berkativitas. Hal ini menyatakan masalah intoleransi

aktivitas sudah teratasi dan hentikan intervensi.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sesuai dengan kriteria NOC

(Nursing Outcame Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013) bahwa

teori tersebut menyebutkan berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai

peningkatan tekanan darah, nadi dan RR, mampu melakukan aktivitas sehari-

hari secara mandiri, tanda-tanda vital normal, mampu berpindah dengan atau

tanpa bantuan alat, hasilnya tidak sesuai karena ekstremitas bawah pasien

sudah bengkok dan umur pasien yang sudah lanjut.

Evalusi keperawatan pada Ny.T yang dirawat di panti tresna wredha

dharma bakti wonogiri dimulai sejak hari Selasa tanggal 05 Januari 2016

sampaa Kamis tanggal 07 Januari 2016 diagnosa nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera biologis (adanya peningkatam tekanan darah) didapatkan

hasil evalusi data subyektif pasien mengatakan kepalanya sudah sedikit tidak

pusing dan sedikit tidak merasakan nyeri. Pengkajian P (Provocate)

didapatkan hasil pasien mengatakan pusing saat beraktivitas, hasil pengkajian

Q (Quality) pasien mengatakan nyeri seperti tertimpa benda berat, R (Region)

didapatkan hasil pasien mengatakan nyeri di bagian leher dan kepala

belakang, S (Scale) didapatkan hasil skalanya 4 dan T (Time) didapatkan hasil

nyeri hilang timbul, data obyektif pasien tampak lebih rileks tekanan darah

140/90 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 36,5 derajad celcius,
86

frekuensi pernafasan 20 kali per menit, maka dapat disimpulkan masalah

teratasi sebagian, lanjutkan intervensi kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T),

beri posisi nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam ketika nyeri muncul.

Hal ini menyatakan masalah nyeri akut teratasi sebagian dan lanjutkan

intervensi.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sesuai dengan kriteria NOC

(Nursing Outcame Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013) bahwa

teori tersebut menyebutkan mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,

mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, tanda

nyeri), menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan aplikasi tindakan terapi rendam kaki air

hangat terhadap Ny. T untuk menurunkan tekanan darah dengan hipertensi di

Panti Sasana Tresna Wredha Dharma Bhakti Wonogiri, maka dapat ditarik

kesimpulan dengan prioritas masalah :

1. Pengkajian

Pengkajian pada Ny. T dengan hipertensi didapatkan data subyektif

bahwa pasien mengatakan pusing, merasakan nyeri kepala terus-menerus,

terkadang terasa berdebar-debar dan punggungnya terasa pegal. Data

obyektif pasien terlihat lemas, warna kulit pasien tampak pucat, pasien

tampak memijat punggung sebelah kanan, capilary refile 4 detik kembali.

Tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi nadi 71 kali per menit, suhu 37

derajad celcius, frekuensi pernafasan 20 kali per menit.

2. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul dan sebagai keperawatan

prioritas adalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan

dengan hipertensi. Masalah keperawatan kedua yang muncul adalah

intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. Masalah

keperawatan yang ketiga adalah nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera biologis (adanya peningkatan tekanan darah).

87
88

3. Intervensi

Pada diagnosa pertama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan

perifer, intervensi utama yang dilakukan adalah normalkan tekanan darah

dalam batas normal, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah

berikan terapi non-farmakologi dengan terapi rendam kaki air hangat

selama 30 menit.

Pada diagnosa kedua yaitu intoleransi aktivitas, intervensi utama

yang dilakukan adalah aktivitas pasien dapat tercapai maksimal, tindakan

keperawatan yang dilakukan adalah kaji respon pasien terhadap aktivitas.

Pada diagnosa ketiga nyeri akut, intervensi utama yang dilakukan

adalah nyeri pasien dapat berkurang, tindakan keperawatan yang

dilakukan adalah ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Ny. T dengan

hipertensi sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat penulis.Pemberian

terapi rendam kaki air hangat merupakan salah satu tindakan untuk

menurunkan tekanan darah pada Ny.T.

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan yang didapat setelah 3 hari pengelolaan pada

Ny. T dengan hipertensi adalah masalah ketidakefektifan perfusi jaringan

perifer teratasi sebagian, masalah intoleransi aktivitas sudah teratasi dan

hentikan intervensi, masalah nyeri akut teratasi sebagian. Dengan

observasi tekanan darah dan tanda-tanda hipotensi.


89

6. Analisa Tindakan

Pemberian terapi rendam kaki air hangat terhadap penurunan

tekanan darah menunjukan hasil yang signifikan, karena dalam 3 hari

pengelolaan tekanan darah yang semula 180/100 mmHg menjadi 140/90

mmHg. Tetapi penulis tetap melakukan terapi rendam kaki air hangat

selama berada di panti dengan melihat hasil observasi tekanan darah

sebelum dilakukan tindakan pemberian terapi rendam kaki air hangat.

B. Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan

hipertensi, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif

khususnya di bidang kesehatan antara lain :

1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan

dengan cara non-farmakologi yaitu dengan terapi rendam kaki air hangat

untuk menurunkan tekanan darah dan mempertahankan hubungan kerja

sama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat

meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada

umumnya dan khususnya dengan klien penderita hipertensi.

2. Bagi tenaga kesehatan khusunya perawat

Diharapakan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya

dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal,


90

khususnya pada klien dengan hipertensi. Perawat diharapkan dapat

memberikan pelayanan profesional dan komprehensif.

3. Bagi institusi pendidikan

Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih

berkualitas dan profesional sehingga dapat tercipta perawat profesional,

terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan

keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2011. Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan yang


paling Sering Menyerang Kita. Buku Biru : Yogyakarta.

Ambarwati, Lestari. 2013. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Nyeri Akut


Pada Ny. S Dengan Hipertensi Di Ruang Bougenvil Rumah Sakit
Panti Waluyo Surakarta. Karya Tulis Ilmiah. STIKes Kusuma
Husada Surakarta

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika

Aspiani, 2013. Asuhan Keperawatan Gerontik Jilid 1. Jakarta : Trans Info


Medika

Azizah, L. M. 2011.Keperawatan Lanjut Usia.Edisi 1.Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Brunner & Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Edisi 8. Jakarta : EGC.

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Buletin : Gambaran


Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta : Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan


Kerangka Kerja. Gosyen Publishing. Jakarta.

Destia, D.,Umi, A., Priyanto. 2014. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum


Dan Sesudah Dilakukan Hidoterapi Rendam Hangat Pada Penderita
Hipertensi di Desa Kebondalem Kecamatan Jambu Kabupaten
Semarang.

Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, & Loscalzo. 2012.


Harrisons Principles of Internal Medicine. Tangerang Selatan:
Karisma Publishing Group.

Herdman, T. Heather.2012. Diagnosa Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2012-2013 EGC. Jakarta

Kaplan, N. M., Flynn, J.T. 2006. Clinical hypertension. Ninth Edition.


USA : Lippincott Williams.
Kusumaastuti, P. 2008. Hidroterapi, Pulihkan Otot dan Sendi yang Kaku.
http://www.gayahidupsehat.com. Diperoleh tanggal 27 November
2015.

Martono, H., Pranaka, K. 2009. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).


Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I. 2008.


Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika.

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan
Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. EGC. Jakarta

Muhammadun AS. 2010. Hidup Bersama Hipertensi: Seringai Darah


Tinggi Sang Pembunuh Sekejap. Jogyakarta.

Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta.
Salemba Medika.

Nurlaila, A dan Widjaya, I.(2009). Tak ada gejala, awas bahaya


hipertensi:Hipertensitidak menunjukan gejala namun berpotensi
menimbulkan berbagaipenyakit. http://www.vivanews.com. Di
akses tanggal 4 maret 2011

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan


Keperawatan berdasarkan Dignosa Medis dan Nanda NIC-NOC.
Med Action Publishing.Yogyakarta

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Nuha Medika.


Yogyakarta.

Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Ed 7 Buku 2. Jakarta :


Salemba Medika.

Rohmah, Nikmatur dan Saiful Walid. 2012. Proses Keperwatan. Ar-Ruzz


Media.Yogyakarta

Smeltzer Suzanne C. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agungg Waluyo, dkk. Editor
Monica Ester, dkk. Ed 8. Jakarta : EGC.

Tortora, G. J., Derrickson, B. H. 2009. Principles of Anatomy and


Physiology : Maintenance and Continuity of the Human Body,
Twelfth Edition, Volume 2. Hoboken : John Wiley & Sons.
Wijaya & Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Dewasa Teori dan
Contoh Askep. Nuha Medika. Yogyakarta.

Yahya, A. 2005. Sebelum Jantung Anda Berhenti Berdetak. Bandung :


Kaifa.

Anda mungkin juga menyukai