Anda di halaman 1dari 8

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pada

Pemberitaan
Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Di

Afridah
Universitas Indonesia
afridaharifin@ymail.com
Abstract
This study discusses the violation of journalistic ethics on news of sexual violence against
women in the Lampu Hijau during November 2012 - April 2013. The concept used is the
mass media, journalistic ethics, news of sexual violence. This research uses quantitative
approach with a content analysis method. However, supporting interviews of related
stakeholders are used to support the analysis. Lampu Hijau is a newspaper known for
its crime reports, especially sex crimes. Ethics are required in presenting this kind of news
since a moral guideline for journalists in news production. The indicators of this study are
balanced and non-judgmental news, news content, identity of victims of sexual violence,
the right to protect resources and the non-prejudice and discrimination news. The results
showed that the news of sexual violence against women in Lampu Hijau is still violating
the Journalistic Ethics.
Keywords: Sexual abuse, journalistic ethics, lampu hijau.

Abstrak
Penelitian ini membahas tentang pelanggaran etik jurnalistik dalam berita kekerasan seksual
terhadap perempuan di Lampu Hijau selama November 2012 April 2013. Konsep yang
digunakan adalah media massa, etika jurnalistik, berita kekerasan seksual. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis isi. Namun, wawancara pihak
terkait juga digunakan untuk mendukung analisis. Lampu Hijau adalah surat kabar yang
dikenal untuk laporan kejahatan, khususnya kejahatan seks. Etika diperlukan dalam menyajikan
berita semacam ini sejak adanya pedoman moral bagi wartawan dalam produksi berita. Indikator
penelitian ini adalah seimbang dan tidak menghakimi berita, isi berita, identitas korban kekerasan
seksual, hak untuk melindungi sumber daya dan non-prasangka dan diskriminasi berita. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa berita tentang kekerasan seksual terhadap perempuan di Lampu
Hijau masih melanggar Etika Jurnalistik.
Kata Kunci: Pelecehan seksual, etika jurnalistik, lampu hijau.

Pendahuluan

S
ejak kebebasan pers digaungkan bentuk mekanisme pasar dan ditentukan
pada era reformasi 1998, sektor oleh kekuatan pasar (Hidayat, 2003: 5).
media mengalami keseluruhan Perkembangan media massa menempatkan
transformasi yang mencerminkan adanya media bukan lagi dipahami dalam konteks
peralihan dari state regulation ke market sebagai institusi sosial dan politik semata,
regulation. Media tidak lagi mendapatkan melainkan juga dalam konteks institusi
intervensi oleh negara tetapi pada suatu ekonomi. Faktor ekonomi inilah yang

1
Jurnal Kriminologi
Indonesia
Volume 10 Nomer 1, Mei 2014

akhirnya mempengaruhi keseluruhan kata memerkosa dengan kata menggagahi,


perilaku media massa. Faktor pasar bebas menggauli, merenggut keperawanan dan
dalam seluruh proses komunikasi massa sebagainya (Abrar, 1995).
memberikan kontribusi yang tidak sedikit Lampu Hijau merupakan salah satu
dalam membentuk faktor persaingan dan media cetak yang berfokus pada berita
tuntutan ekonomi menjadi pertimbangan kejahatan. Dari penelitian yang dilakukan
bagaimana pembentukan dan pengelolaan sebelumnya oleh Ginting (2011), dari lima
media massa (Denis McQuail, 1996). kategori masalah kejahatan di Lampu
Di tengah kompetitifnya persaingan Hijau, berita perkosaan dan kejahatan susila
media, berita kejahatan lahir sebagai suatu atau yang dalam konteks ini kekerasan
komoditas yang menjanjikan. Hal ini tidak seksual merupakan masalah kejahatan yang
dapat dipungkiri juga sebagai permintaan mendapatkan porsi pemberitaan paling
masyarakat terhadap berita kejahatan besar sebanyak 61,9%.
tersebut. Namun, penggambaran kejahatan Dalam pemberitaannya, media massa
dalam berita kriminal ini seringkali dilihat berjalan dengan pedoman etika profesional.
dari berbagai perspektif, antara lain Wartawan seharusnya mampu bertindak
ada yang melihat hal ini sebagai sarana memenuhi kewajiban dan bertindak
informasi bagi khalayak dan berkontribusi berdasarkan kode etik yang mengacu pada
sebagai bentuk pencegahan terhadap tindak norma sosial yang berlaku di masyarakat
kriminal di sekitar sehingga masyarakat (Masduki, 2004, hal. 36). Penerapan etika
dapat waspada. Ada juga yang melihat profesional media massa, yang dalam kasus
berita kriminal ini sebagai sarana sosialisasi ini yaitu kode etik jurnalistik menjadi elemen
terhadap masyarakat untuk belajar penting untuk dikaji karena pemberitaan
kejahatan sehingga mendorong perilaku yang disajikan oleh media massa akan
agresif bahkan kejahatan di masyarakat. Hal berdampak kepada masyarakat.
ini dikarenakan berita kriminal yang ada Penelitian ini berangkat dari kajian
cenderung berpotensi mengajari khalayak literatur yang bersinggungan dengan
untuk melakukan kejahatan yang sama pemberitaan kekerasan seksual terhadap
(Jewkes, 2004:36). perempuan dalam media massa terutama
Unsur-unsur berita kekerasan seksual yang berkaitan dengan dimensi-dimensi
terhadap perempuan selalu menarik bagi seperti keberimbangan berita, isi berita,
media massa. Namun, jika diamati secara identitas korban kekerasan seksual,
kritis, berita kekerasan seksual terhadap hak narasumber dan berita yang tidak
perempuan belum memperhatikan berdasarkan diskriminasi. Pentingnya
penderitaan perempuan sebagai korban. bagi media untuk membedakan opini dan
Media umumnya hanya menonjolkan fakta dibahas dalam jurnal Strengthening
sensasi dan dramatisasi pada berita The Line Between News and Opinion.
kekerasan seksual. Jurnalis sebagai salah satu pihak yang turut
Cara pemberitaan yang kerap mengendalikan opini publik harus objektif
mensubordinasikan perempuan ini dalam pemberitaannya. Objektif disini
dapat dilihat dari penggunaaan bahasa berarti tidak berat sebelah kepada salah satu
yang jika diterapkan dalam situasi yang pihak baik pelaku atau korban.
umum menghasilkan bahasa yang seksis Selanjutnya, mengenai identitas korban
dan bias gender. Terutama pada kasus kekerasan seksual. Berita perkosaan dan
perkosaan, jurnalis biasanya mengganti pelecehan seksual memang telah diakui

2
Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pada Pemberitaan Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan
Di Media Massa Cetak: Analisis Isi Surat Kabar Lampu Hijau
Afridah

sebagai komoditas yang menjanjikan latar belakang realitas media yang sering
ditengah kompetitifnya persaingan media. mengalami mistifikasi atau dibuat tidak
Hal ini menjadikan antar satu media proporsional dengan yang sebenarnya
dengan yang lain berlomba-lomba untuk (Sulhin, 2010). Pemberitaan yang melanggar
memberikan keterangan yang rinci bagi hukum etika dan pers merupakan salah
kasus tersebut. Namun, yang menjadi satu mistifikasi berita yang menyebabkan
keprihatinan ketika keterangan rinci lahirnya newsmaking criminology sebagai
tersebut mengacu kepada identitas korban kerangka alternatif yang diberikan oleh
(Los & Chamard, 1997). Gregg Barak. Terdapat sejumlah masalah
Dalam dua buah jurnal, yaitu Coverage yang muncul dalam pemberitaan kejahatan
of Sexual Assault: Confusion, Back- di media massa yang kemudian menjadi
Pedaling on Naming Victims dan Editors titik tolak kajian newsmaking criminology
Still Reluctant to Name Rape Victims seperti penggunaan bahasa yang
menyatakan bahwa kebimbangan media menyebabkan interpretasi, kesalahan dalam
massa dalam mengungkapkan nama mengambil informasi yang hanya berasal
korban kekerasan seksual. Terutama dari pihak yang paling sering diwawancarai,
jika korban telah teridentifikasi terlebih bagaimana pemberitaan media massa
dahulu. Kemudian, mengenai kebijakan terhadap kasus kejahatan yang dilakukan
mengungkapkan identitas korban kekerasan oleh anak dan perempuan serta bagaimana
seksual, sejumlah surat kabar memiliki pemberitaan tentang kelompok minoritas.
keputusan masing-masing. Surat kabar Berangkat dari basis paradigmatik
metropolitan mengatakan bahwa mereka newsmaking criminology yaitu kriminologi
tidak akan memuat nama korban. Berbeda realis yang sangat sensitif terhadap
dengan surat kabar yang memiliki jumlah kepentingan kelompok masyarakat yang
tiras sebanyak 25.000 eksemplar per berada pada dasar piramida struktur
harinya mengatakan mereka akan memuat sosial ekonomi dan politik. Ada beberapa
nama korban. subjek dan isu tertentu yang diperhatikan
Stereotipe media terhadap korban sebagai topik utama dalam newsmaking
perempuan tidak hanya mempengaruhi criminology. Subjek tersebut diantaranya
opini masyarakat yang berkembang, namun anak, perempuan, kelompok rentan atau
juga telah tertanam dalam sistem peradilan minoritas. Dijadikannya subjek tersebut
pidana. Media dalam upaya menjelaskan sebagai topik sentral dalam newsmaking
alasan kekerasan seksual terhadap criminology, karena pendefinisian kejahatan
perempuan cenderung menyalahkan korban yang lebih berat kepada kelompok di tengah
(Carll, 2003). Penggambaran perempuan dan atas piramida struktur sosial ekonomi
dalam kekerasan seksual terutama dalam dan politik. Pendefinisian kejahatan
film, ternyata menunjukkan adanya seharusnya bertolak dari kerugian yang
kesenjangan gender dalam hal pelaku dan dialami subjek korban (Mustofa, 2007).
korban. Laki laki selalu ditampilkan Dalam konteks kekerasan seksual
sebagai pelaku yang kuat dan agresif ketika terhadap perempuan, Rosalind Gill (2007)
menyerang korbannya, yaitu perempuan menyatakan bahwa media cenderung
(Ramasubramanian, 2003). memberitakan perkosaan dan serangan
Konsep yang digunakan dalam penelitian seksual secara sensasional dan melakukan
ini, yaitu newsmaking criminology yang distorsi atas kejadian yang sebenarnya
diperkenalkan oleh Gregg Barak dengan seperti dramatisasi berita, meremehkan

3
Jurnal Kriminologi
Indonesia
Volume 10 Nomer 1, Mei 2014

pengalaman perempuan sebagai korban memiliki hubungan dengan pelaku sebagai


serta melaporkan kejadian tersebut sebagai anggota keluarga sebanyak 75 berita (50%).
kesalahan korban. Dilihat dari karakteristik pelaku, maka
Penelitian ini menggunakan pendekatan sebagian besar berita memuat pelaku
kuantitatif dengan metode analisis isi, berjenis kelamin laki-laki sebanyak 143
di mana objek analisisnya yaitu berita berita, dengan sebagian besar berasal dari
kekerasan seksual terhadap perempuan golongan usia 16-30 tahun sebanyak 66
dalam surat kabar Lampu Hijau selama dan pelaku sebagian besar belum menikah
enam bulan terakhir yaitu November 2012 sebanyak 47 pelaku. Sementara dari
April 2013. Unit analisis penelitian ini karakteristik korban kekerasan seksual,
memang hanya terbatas kepada teks pada sesuai dengan judul penelitian ini maka
berita dikarenakan keterbatasan arsip data 150 berita memuat seluruhnya kekerasan
yang dimiliki oleh Lampu Hijau. Besaran seksual dengan korban perempuan, yang
sampel yang dianalisis dalam penelitian ini sebagian besar berusia anak atau di bawah
sebanyak 150 berita kekerasan seksual yang 18 tahun sebanyak 114 berita dan korban
terjadi kepada perempuan. Analisis yang merupakan golongan belum menikah yang
digunakan pada penelitian ini yaitu analisis dimuat oleh 126 berita.
univariat. Konsep analisis ini merupakan
Grafi 1. Pelanggaran Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik
analisis terhadap satu variabel (Prasetyo &
Jannah, 2011).
Metode analisis isi yang digunakan pada
penelitian ini berusaha mengkuantifikasi
data dengan menganalisi artikel berita
terhadap 22 indikator yang merupakan
turunan dari lima dimensi antara lain
keberimbangan berita, isi pemberitaan,
identitas korban kekerasan seksual,
melindungi hak narasumber dan berita tidak Sumber: Data Primer Peneliti
berdasarkan prasangka. Jika suatu artikel Pada dimensi keberimbangan berita,
berita dianalisis dan sesuai indikator yang indikator yang melakukan pelanggaran
ada pada coding sheet maka berita tersebut paling banyak yaitu berita disertai pendapat
dikatakan melanggar Kode Etik Jurnalistik. pribadi wartawan sebanyak 111 berita (74%).
Selanjutnya setelah dianalisis dengan total Dari 150 berita yang melanggar pasal 3 baik
22 indikator tersebut, suatu berita dapat satu maupun beberapa indikator, sebanyak
dikategorikan tingkat pelanggarannya tinggi 61 berita (40,7%) tingkat pelanggarannya
atau rendah. dikategorikan tinggi dan 89 berita (59,3%)
Setelah dilakukan analisis isi terhadap tingkat pelanggarannya dikategorikan
150 berita, jenis kekerasan seksual yang rendah.
paling sering dimuat yaitu berita perkosaan Berdasarkan grafik. 2, diperoleh
sebanyak 77 berita disusul oleh pencabulan hasil bahwa pelanggaran dimensi isi
sebanyak 44 berita. Waktu kejadian berita pemberitaan paling besar pada sub dimensi
kekerasan seksual sebagian banyak terjadi berita cabul dengan indikator menggunakan
pada malam hari yaitu sebanyak 22 berita. kata-kata vulgar dalam berita kekerasan
Selanjutnya, berita kekerasan seksual seksual sebanyak 61 berita (40,7%).
sebagian besar terjadi kepada korban yang Sementara pada sub dimensi berita sadis,

4
Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pada Pemberitaan Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan
Di Media Massa Cetak: Analisis Isi Surat Kabar Lampu Hijau
Afridah

indikator menceritakan detail peristiwa sisanya sebanyak 142 berita (94,7%) tingkat
kekerasan dan alat yang digunakan untuk pelanggarannya dikategorikan rendah.
menganiaya masing-masing sebanyak 11
Grafi 4. Hak Melindungi Narasumber
berita (7,3%). Dari pelanggaran terhadap
indikator dimensi isi pemberitaan, hanya 1
berita (0,7%) yang tingkat pelanggarannya
dikategorikan tinggi. Sisanya sebagian
besar sebanyak 149 berita (99,3%) tingkat
pelanggarannya dikategorikan rendah.

Grafi 2. Isi Pemberitaan

Sumber: Data Primer Peneliti


Berdasarkan grafik 4, secara kuantitas,
pelanggaran terhadap dimensi hak
melindungi narasumber relatif sedikit
yaitu sebanyak 19 (12,7%) berita memuat
nama narasumber tanpa disamarkan dan
sebanyak 17 berita(11,3%) memuat status/
Sumber: Data Primer Peneliti jabatan/posisi narasumber. dari total 150
berita yang ditemukan unsur pelanggaran
Grafi 3. Identitas Korban Kekerasan Seksual
pasal 7 baik pada satu indikator maupun
keduanya, sebanyak 16 berita (10,7%)
termasuk ke dalam kategori tingkat
pelanggaran tinggi. Sisanya sebanyak 134
berita (89,3%) termasuk ke dalam kateogri
tingkat pelanggaran rendah.

Grafik 5. Berita Tidak Berdasarkan


Prasangka atau Diskriminasi
asi

Sumber: Data Primer Peneliti


Berdasarkan grafik 3, diperoleh
data adanya pelanggaran pasal 5 Kode
Etik Jurnalistik mengenai identitas
korban kekerasan seksual. Pelanggaran
indikator paling besar yaitu memuat
identitas tambahan korban yang tidak
relevan terdapat pada 38 berita (25,3%).
Pelanggaran terhadap dimensi identitas
Sumber: Data Primer Peneliti
korban kekerasan seksual, sebanyak 8
Berdasarkan grafik di atas, indikator yang
berita (5,3%) termasuk ke dalam kategori
memiliki pelanggaran terbesar yaitu berita
tingkat pelanggaran tinggi. Sementara itu,
menekankan usaha paksa pelaku kekerasan

5
Jurnal Kriminologi
Indonesia
Volume 10 Nomer 1, Mei 2014

seksual sebanyak 114 berita (76%). Dari Dari kelima bentuk pelanggaran Kode
150 berita, dapat disimpulkan sebanyak 76 Etik Jurnalistik, dimensi berita tidak
berita (50,7%) tingkat pelanggaran terhadap berdasarkan prasangka atau diskriminasi
dimensi berita tidak berdasarkan prasangka serta tidak merendahkan yang paling
atau diskriminasi tinggi, sedangkan banyak ditemukan pelanggaran sebesar 148
sisanya sebanyak 74 berita (49,3%) tingkat berita. Newsmaking criminology memang
pelanggarannya rendah. tidak secara khusus menjelaskan dimensi
Berdasarkan grafik 6, terdapat lima atau indikator mistifikasi berita kejahatan,
bentuk pelanggaran Kode Etik Jurnalistik sehingga pada penelitian ini banyak
sesuai dengan masing masing pasal mengacu kepada pasal-pasal dalam Kode
yaitu pasal 3, 4, 5, 7 dan 8. Pada pasal 8 Etik Jurnalistik. Indikator yang digunakan
berita tidak berprasangka, diskriminasi pada penelitian ini mungkin belum dapat
dan merendahkan pelanggarannya paling mewakili apa yang dimaksudkan oleh
banyak yaitu 148 berita. Tingkat pelanggaran newsmaking criminology. Oleh karena
pasal 3, 4, 5, 7 dan 8 Kode Etik Jurnalistik itu, perlu adanya indikator baik dari Kode
pada berita kekerasan seksual terhadap Etik Jurnalistik maupun kajian kriminologi
perempuan di Lampu Hijau selama bulan sendiri yang membahas mengenai mistifikasi
November 2012-April 2013, dikategorikan berita kejahatan.
tinggi pada 2 berita (1,3%), sisanya sebanyak
148 berita (98,7%) dikategorikan rendah.

Grafi 6. Pelanggaran Pasal 3, 4, 5, 7 dan 8 Kode


Etik Jurnalistik

Sumber: Data Primer Peneliti


Daftar Referensi

Abrar, A. N. (1995). Mengurai Permasalahan Ardianto, M. D., Komala, M. D., & Karlinah,
Jurnalisme. Jakarta: PT. Pustaka Sinar M. D. (2007). Komunikasi Massa: Suatu
Harapan. Pengantar Edisi Revisi. Bandung: Refika
Anastasio, A. P., & Costa, M. D. (2004). Offset.
Twice Hurt: How Newspaper Coverage Aristiarini, A. (1998). Menggagas Jurnalisme
May Reduce Empathy and Engender Sensitif Gender. Yogyakarta: PMII
Blame for Female Victims of Crime. Sex Komisariat IAIN Sunan Kalijaga.
Roles, Vol. 51, Nos. 9/10, November Armstrong, C. L. (2004). The Influence of
Applegate, E. (2009). The Concepts of News Reporter Gender on Source Selection
Balance and Objectivity. 5-8. in Newspaper Stories. Journalism and

6
Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pada Pemberitaan Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan
Di Media Massa Cetak: Analisis Isi Surat Kabar Lampu Hijau
Afridah

Mass Communication Quarterly Vol. 81 Gill, R. (2007). Gender and The Media.
Issue 1 , 139-154. Cambridge: Polity Press.
Barak, G. (2007). Doing Newsmaking Ginting, M. (2011). Penyajian Masalah
Criminology From Within The Academy. Kriminal pada Berita Utama Koran
Theoritical Criminology Vol. 11 Issue 2 , Lampu Hijau (Sebuah Tinjauan
191-207. Jurnalistik). Vol. IX No. 2 Juli-Desember
Carll, E. K. (2003). News Portrayal of 2010, hal. 20
Violence and Women: Implications for Guamarawati, N. A. (2009). Suatu Kajian
Public Policy. The American Behavioral Kriminologis Mengenai Kekerasan
Scientist Vol. 46 Issue 12. Terhadap Perempuan dalam Relasi
Caponera, B. (2010, July). New Mexico Pacaran Heteroseksual. Jurnal
Clearinghouse on Sexual Abuse and Kriminologi Indonesia Vol. 5 No. I , 43-
Assault Services. Diakses pada 6 Juni 55.
2013, dari http://www.nmcsap.org. Hidayat, D. N. (2003). Fundamentalisme
Casey, E. A., & Nurius, P. S. (2006). Trends Pasar dan Konstruksi Sosial Industri
in the Prevalence and Characteristics Penyiaran: Kerangka Teori Mengamati
of Sexual Violence: A Cohort Analysis. Pertarungan di Sektor Penyiaran.
Biolence and Victims , 629-44. Dalam E. Gazali, V. Menayang, D. N.
Chen, Y. (2006). Reporting Behavior of Hidayat, & P. Triputra, Konstruksi Sosial
Female Victims of Violence: Sexual Industri Penyiaran (Plus Acuan tentang
Assault Versus Physical Assault. 180. Penyiaran Publik & Komunitas) (hal. 1-
Dharma, S. S., Pane, N. S., Nurkholis, M., 27). Jakarta: Penerbit Departemen
& Mustafid, A. (2003). Malpraktek Pers Ilmu Komunikasi FISIP UI.
Indonesia: Dari Somasi BJ. Habibie ke Jewkes, Y. (2004). Media and Crime: Key
Tuntutan Tomy Winata. Jakarta: Awam Approaches to Criminology. London:
Indonesia. Sage Publications.
Dewan Pers. (2010, Mei 27). Risalah Komnas Perempuan. (2002). Peta Kekerasan
Kesepakatan Antara Juminah Yusuf Pengalaman Perempuan Indonesia.
dan Harian Lampu Hijau. DKI Jakarta, Jakarta: Ameepro.
Indonesia. Komnas Perempuan. (2011). Kekerasan
Effendi, O. U. (2003). Teori dan Filsafat Seksual: Kenali dan Tangani. Jakarta:
Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Komnas Perempuan Anti Kekerasan
Bakti. Terhadap Perempuan.
Eriyanto. (2011). Analisis Isi: Pengantar Los, M., & Chamard, S. E. (1997). Selling
Metodologi untuk Penelitian Ilmu Newspaper or Educating The Public?
Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Sexual Violence in The Media. Canadian
Lainnya. Jakarta: Kencana. Journal of Criminology. 88.
Gayatri, A. D. (2008). Analisis Kode Etik Masduki, T. (2004). Kebebasan Pers dan
Jurnalistik pada Pemberitaan Kekerasan Kode Etik Jurnalistik . Yogyakarta: UII
terhadap Perempuan dalam Surat Kabar Pers.
Lampu Merah. Depok. Mc Quail, D. (1996). Teori Komunikasi
Gibbons, S. (2002). Coverage Of Sexual Massa: Suatu Pengantar. Jakarta:
Assault: Confution, Back-Pedaling Erlangga.
On Naming Victims. Media Report to Muda, D. I. (2003). Jurnalistik Televisi.
Women Vol. 30 Issue 3 , 16. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 86

7
Jurnal Kriminologi
Indonesia
Volume 10 Nomer 1, Mei 2014

Mustofa, M. (2007). Kriminologi: Kajian Jakarta: Dewan Pers.


Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Sulhin, I., (2010). Newsmaking Criminology.
Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran In Bunga Rampai Kriminologi: Dari
Hukum. Depok: FISIP UI Press. Kejahatan & Penyimpangan, Usaha
Oetama, J. (1989). Perspektif Pers Indonesia. Pengendalian Sampai RenunganTeoritis.
Jakarta: LP3ES. Depok: Departemen Kiminologi FISIP
Palmer, J. (1998). News Production: News UI.
Values. Dalam A. Briggs, & P. Cobley, Sumadiria, A. H. (2005). Jurnalistik
The Media: An Introduction (hal. 385). Indonesia: Menulis Berita Dan Feature,
New York: Addison Wesley Longman. Panduan Praktis Jurnalis Profesional.
Prasetyo, B., & Jannah, L. M. (2011). Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 87
Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Taft, D. R., & England, R. W. (1964).
Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers. Criminology 4th Edition. New York:
Ramasubramanian, S. (2003). Portrayals of Macmillan.
Sexual Violence in Popular Hindi Film. Tebba, S. (2005). Jurnalistik Baru. Jakarta:
Sex Roles Vol. 48 Issue 7/8 , 327-336. Kalam Indonesia.
Sacco, V. F. (1995). Media Constructions of Thomason, T., LaRocque, P., & Thomas, M.
Crime. Annals of the American Academy (1995). Editors Still Reluctant to Name
of Political and Social Science, Vol. 539, Rape Victims. Newspaper Research
Reactions to Crime and Violence , 141- Journal Vol. 16 Issue 3 , 42-51.
154. Tong, R. (1984). Women, Sex and The
Setiati, E. (2005). Ragam Jurnalistik Law. Maryland: Rowman & Littlefield
Baru dalam Pemberitaan. Yogyakarta: Publishers, Inc.
Penerbit Andi. Tribroto, Yasser Arafah (2009). Pelanggaran
Situmorang, B. R., Puspita, D. R., & Mey, Kode Etik Jurnalistik di Harian Lampu
L. S. (1999). Pemberitaan Kekerasan Merah. Depok.
terhadap Perempuan di Suratkabar. Ullman, S. E., & Siegel, J. M. (1993). Victim-
Dalam Media dan Gender. Yogyakarta: Offender Relationship and Sexual
LP3Y. Assault. 121-34.
Straubhaar, J., Larose, R., & Davenport, Yusuf, I. A. (2011, October 28). Bagaimana
L. (2012). Media Now: Understanding Koran Kuning Mencampurkan Fakta dan
Media, Culture and Technology, Seventh Opini? Diakses pada 29 April 2013 dari
Edition. Boston: Wadsworth. http://bincangmedia.wordpress.com.
Stokes, J. (2006). How To Do Media Whitaker, W. R., Ramsey, J. E., & Smith,
and Cultural Studies: Panduan untuk R. D. (2004). Media Writing: Print,
Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Broadcast and Public Relations. New
Media dan Budaya. Yogyakarta: Bentang. Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,
Sukardi, W. A. (2007). Close Up Serempat Inc., Publishers.
Abad Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.

Anda mungkin juga menyukai