Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SUMBERDAYA PERIKANAN

POTENSI KEBERLANJUTAN DAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN


SUMBERDAYA IKAN LEMURU DI SELAT BALI

OLEH :

KELOMPOK 4

1. M. ALFIAN PRATAMA (1613521012)


2. ANNAS CESAR MAYASHA (1613521013)
3. YOSUA FEBRIANTO (1613521014)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugrahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun makalah untuk
memenuhi mata kuliah Sumberdaya Perikanan ini dengan baik. Makalah ini berisi
tentang uraian Potensi Keberlanjutan Dan Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya
Ikan Lemuru Di Selat Bali.

Makalah ini kami susun secara cepat dengan bantuan dan dukungan
berbagai pihak diantaranya; Ir. I Wayan Restu, M.Si selaku dosen pengampu mata
kuliah Sumberdaya Perikanan, dan bantuan dari teman-teman yang telah
berkontribusi secara maksimal. Oleh karena itu kami sampaikan terima kasih atas
waktu, tenaga dan fikirannya yang telah diberikan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa masih jauh dari
kata sempurna. Sehingga kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat untuk kelompok kami khususnya, dan pembaca
umumnya.

Bukit Jimbaran, 14 Desember 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
2.1 Persebaran Daerah Penangkapan Ikan Lemuru ........................................... 3
2.2 Reproduksi Ikan Lemuru................................................................................. 5
2.3 Penagkapan Ikan Lemuru................................................................................ 9
BAB III............................................................................................................................. 12
PENUTUP........................................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 12
3.2 Saran ................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selat Bali adalah wilayah perairan yang memisahkan Pulau Jawa dan Bali.
Wilayah perairan dengan luas area sekitar 2,500 km2 ini menyimpan sumberdaya
ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis tinggi, yaitu ikan Lemuru
(Sardinella lemuru) (Satriya, 2013). Sumberdaya perikanan lemuru adalah
sumberdaya perikanan yang paling dominan dan bernilai ekonomis di Selat Bali
sehingga komoditi tersebut paling banyak dieksploitasi oleh nelayan yang
bermukim disekitar Selat Bali. Perikanan lemuru selain mempunyai peranan yang
cukup penting bagi kehidupan masyarakat setempat, manfaat lain dari usaha
perikanan lemuru adalah sebagai sumber pendapatan daerah, penunjang industri
lokal, dan menambah lapangan kerja, baik di laut maupun di darat (Joesidwati et
al., 2004).
Ditinjau dari segi lingkungan, di perairan Selat Bali terjadi proses penaikan air
pada Musim Timur, sehingga perairan ini menjadi kaya akan bahan makanan yang
sangat dibutuhkan oleh ikan-ikan lemuru. Jenis ikan lemuru ini biasanya mendiami
daerah-daerah dimana terjadi proses penaikan air, sehingga dapat mencapai
biomassa yang tinggi. Oleh karena itu ikan lemuru tergantung sekali kepada
perubahan-perubahan lingkungan perairan (Wudianto, 2001). Dilihat dari volume
produksi selama kurun waktu 30 tahun, kontribusi hasil tangkapan ikan lemuru rata-
rata sekitar 85%, sedangkan dari nilai produksi 70% dari total hasil tangkapan Selat
Bali (Wudianto, 1977-2007).
Pada umumnya daerah penangkapan ikan tidak ada yang bersifat tetap, selalu
berubah dan berpindah mengikuti pergerakan kondisi lingkungan, yang secara
alamiah ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai. Habitat tersebut sangat
dipengaruhi oleh kondisi atau parameter oseanografi perairan seperti suhu
permukaan laut, salinitas, klorofil-a, kecepatan arus dan sebagainya (Zainuddin et
al., 2006 dalam Indrayani, 2012). Menurut Indrayani et. al. (2012), keberadaan ikan
pelagis kecil lebih ditentukan oleh habitat dengan posisi pertemuan klorofil-a dan
suhu optimal, dibandingkan dengan parameter oseanografi lainnya, sehingga faktor

1
penentu keberhasilan dalam usaha penangkapan ikan adalah ketepatan dalam
menentukan suatu daerah penangkapan ikan (DPI) yang layak untuk dapat
dilakukan operasi penangkapan ikan. Suhu permukaan laut dan konsentrasi
klorofil-a dapat diestimasi dengan menggunakan algoritma global untuk perairan
lepas pantai adalah sekitar 70%, sedangkan untuk suhu permukaan laut memiliki
nilai lebih tinggi tingkat akurasinya.
Secara umum, tingkat pemanfaatan ikan lemuru di Selat Bali dari tahun ke
tahun terus meningkat. Terjadinya peningkatan pemanfaatan sumber daya ikan, di
samping armada penangkapan (baik ukuran maupun jumlah) yang bertambah,
disebabkan pula oleh meningkatnya kapasitas alat tangkap, mesin penggerak dan
pemanfaatan alat bantu penangkapan seperti penggunaan lampu sebagai alat bantu
pengumpulikan. Dengan pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru yang semakin
meningkat, diduga mengakibatkan terjadinya penurunan stok sumberdaya ikan
lemuru di perairan Selat Bali. Dengan adanya tekanan pemanfaatan sumber daya
ikan diperkirakan memiliki dampak terhadap proses biologi dari ikan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Dimana saja sebaran daerah tangkapan dan produksi ikan Lemuru
(Sardinella lemuru) ?
2. Bagaimana cara biologi reproduksi ikan lemuru ?
3. Bagiamana cara menduga status perikanan lemuru dan tingkat
pemanfaatannya ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui sebaran daerah tangkapan dan produksi ikan Lemuru
(Sardinella lemuru).
2. Untuk mengetahui biologi reproduksi ikan lemuru.
3. Untuk menduga status perikanan lemuru dan tingkat pemanfaatannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Persebaran Daerah Penangkapan Ikan Lemuru

Gambar 2.1 Daerah penangkapan ikan lemuru (S.lemuru) di Selat Bali


Keterangan/Remarks:
Zona I : Karang Ente, Tanjung Pasir, Ujung Angguk;
Zona II : Sembulungan, Anyir, Watu Layar, Sekeben, Senggrong, Klosot,
Prepat, Lampu Kelip, Kapal pecah;
Zona III : Teluk Pang-pang (khusus bagan);
Zona IV : Blimbing Sari, Bomo;
Zona V : Pengambengan, Kayu Gede;
Zona VI : Bukit, Benoa, Jimbaran, Pemancar;
Zona VII : Grajagan, Pancer, Watu loro (Samudera Hindia).

Pada awal musim timur terlihat hasil tangkapan lemuru sangat rendah yang
kemudian meningkat pada akhir musim timur, namun pada musim barat terlihat di
awal musim hasil tangkapan lemuru sangat tinggi dan semakin rendah pada akhir
musim barat.
Gambaran tersebut sesuai dengan pendapat Subani (1971) dalam Indrawati
(2000), yang menyatakan bahwa ikan lemuru di perairan Selat Bali dikenal sebagai
ikan musiman karena ikan ini muncul pada musim-musim tertentu saja. Ikan lemuru
mulai muncul pada saat musim timur, mula-mula dalam jumlah kecil kemudian
dalam jumlah besar dan semakin banyak serta mencapai puncaknya pada bulan-
bulan di awal musim barat. Ikan lemuru mempunyai sifat lain yang senang beruaya

3
secara musiman, dimana pada saat tertentu menghilang dari jangkauan
penangkapan, keadaan ini terjadi pada bulan-bulan di akhir musim timur. Hasil
tangkapan lemuru juga diduga dipengaruhi oleh keadaan pada masing-masing
musim seperti jumlah trip penangkapan, jumlah lokasi penangkapan ikan dan
keadaan cuaca atau oseanografi.
Hasil produksi perikanan tangkap salah satunya juga dipengaruhi oleh faktor
alam. Secara tidak langsung kondisi alam juga dapat mempengaruhi jumlah trip
penangkapan dan jumlah titik lokasi penangkapan, karena nelayan secara umum
akan tergantung oleh cuaca untuk melakukan proses penangkapan dan menentukan
lokasi penangkapan.
Berdasarkan data sebaran tangkapan lemuru, pada musim timur memiliki
jumlah lokasi penangkapan sebesar 13 titik lebih rendah daripada musim barat
sebesar 19 titik, kemudian jumlah trip penangkapan musim timur lebih tinggi
daripada musim barat, namun hasil produksi tangkapan musim timur lebih tinggi
dari pada musim barat. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa nelayan pada musim
timur lebih mudah melakukan trip penangkapan akibat dari cuaca musim timur
yang lebih baik dibandingkan musim barat, namun nelayan pada musim timur lebih
sering melakukan penangkapan ikan pada lokasi titik yang sama, sehingga hasil
tangkapan ikan lebih rendah daripada musim barat yang lebih banyak melakukkan
penangkapan di lokasi yang berbeda. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa musim
timur dan barat memiliki perbedaan karakteristik kondisi cuaca atau oseanografi,
sehingga mempengaruhi proses dan hasil tangkapan
Menurut Partosuwiryo, 2012 dalam Kurniawan et al. (2013), mengatakan
bahwa Musim barat selain membawa berkah karena dimulainya musim ikan, tetapi
kadang kondisi laut kurang menguntungkan seperti terjadi hujan deras, angin dan
gelombang tinggi menyebabkan nelayan tidak berani ke laut karena keterbatasan
armada penangkapan serta sarana dan prasarana lainnya.
Hal di atas sesuai dengan pernyataan Ilahude dan Nontji (1999), satu proses
oseanografi penting di kawasan Indonesia yang perlu dibicarakan adalah fenomena
taikan (upwelling) yang kejadiannya berkaitan pula dengan musim timur dan barat.
Pada musim barat, banyak massa air yang diangkut Armondo dari barat (Laut Cina
Selatan, Laut Natuna, Selat Karimata dan Laut Jawa) ke timur (Laut Bali, Laut

4
Flores dan Laut Banda) dan selatan (Samudera Hindia melalui selat-selat di
Kepulauan Timur Indonesia termasuk Selat Bali) sehingga terjadi surplus, sehingga
untuk menimbali (compensate) surplus tersebut terjadilah penyasapan
(downwelling) air laut. Pada musim timur, Armondo banyak mengangkut massa air
dari timur dan Samudera Hindia ke barat, sehingga terjadilah defisit massa air,
sehingga untuk menimbali defisit tersebut terjadilah taikan air (upwelling) dari
lapisan-lapisan bawah ke lapisan atau dekat lapisan permukaan. Taikan air ini
umumnya berakibat menurunnya suhu permukaan laut, menaikkan nilai salinitas,
oksigen dan berbagai zat-zat hara di tempat-tempat taikan air tersebut terjadi. Amin
dan Nugroho (1990) dalam Ilahude dan Nontji (1999) menambahkan bahwa hal itu
diikuti juga oleh penaikan biomassa plankton dan ikan-ikan. Jadi musim timur dan
barat, tidak saja berpengaruh terhadap sebaran mendatar maupun menegak
parameter oseanografi, tetapi juga secara tidak langsung mempengaruhi kondisi
kesuburan perairan Indonesia.
Sumber lain yang lebih spesifik tentang di Perairan Selat Bali yaitu menurut
Setiawan (1991) menyatakan hal yang sama bahwa di perairan Selat Bali
memperlihatkan suhu minimum pada musim Timur dan suhu yang maksimum pada
musim Barat. Hasil interpretasi data suhu permukaan laut di Selat Bali dan
memadukannya dengan data oseanografi (suhu, salinitas, nitrat, phosphat, silikat,
oksigen, dan densitas) baik berupa sebaran horizontal di lapisan perrnukaan
maupun sebaran secara vertikal, maka upwelling di perairan Selat Bali dapat di
duga. Upwelling di perairan Selat Bali diduga mulai terjadi pada awal musim Timur
dan berakhir pada akhir musim Peralihan. Akibat upwelling di perairan Selat Bali
mengakibatkan parameter oseanografi (salinitas, phosphat, nitrat, silikat, oksigen
dan densitas) relatif meningkat di lapisan permukaan pada daerah upwelling
tersebut, kecuali suhu permukaan laut relatif menurun.
2.2 Reproduksi Ikan Lemuru
Berdasarkan pengamatan pra sampling yang dilaksanakan pada bulan Agustus
menunjukkan bahwa gonad jantan dan betina ikan lemuru kategori
dewasa(adult)sudahdapatdibedakanpadaukuranmulai 13-14cm FL.Untuk ukuran
dibawah panjang tersebut pada umumnya belum dewasa dan ciri-ciri gonad jantan
dan betina belum dapat dibedakan secara jelas. Oleh karena itu, pengambilan

5
contoh ikan untuk diamati tingkat kematangan gonadnya dilakukan terhadap ikan
yang berukuran>13cm FL.

Tabel2. 1. Deskripsi tingkat kematangan gonad


Stadium/ Status/ Keterangan/Remarks
Stage Condition
I Belum matang/ Ovarium dan testes kira-kira 13 panjang rongga
Immature badan. Ovarium berwarna kemerah-merahan
bening. Testes berwarna keputih-putihan. Telur
tidak terlihat dengan mata telanjang
II Perkembangan/ Ovarium dan testes kira-kira panjang rongga
Developing badan, bening atau jernih. Testes keputih-putihan,
kurang lebih simetris. Telur tidak terlihat dengan
mata telanjang
III Pematangan/ Ovarium dan testes kira-kira 23 panjang rongga
Ripening badan. Ovarium berwarna kuning kemerah-merahan
dan butiran telur mulai kelihatan. Testes keputih-
putihan sampai krem. Tidak ada telur yang tembus
cahaya atau jernih.
IV Matang/ Ovarium dan testes 23 sampai memenuhi rongga
Ripe or Fully Mature badan. Ovarium berwarna merah jambu/orange
dengan pembuluh darah terlihat jelas di
permukaannya. Terlihat telur yang masak dan
tembus cahaya. Testes keputih-putihan/krem dan
lembut
V Mijah salin/ Ovari dan testes mengerut sampai menjadi kira-kira
Spent rongga badan. Dinding-dinding mengendur.
Ovarium dapat mengandung sisa-sisa telur
Sumber/Source : Holden & Raitt (1974)
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ikan lemuru yang tertangkap di
perairan Selat Bali memiliki rata-rata ukuran panjang (Lc) sebesar 14,23 cm. Ikan
lemuru betina mengalami matang gonad untuk pertama kalinya pada ukuran
panjang cagak18,9 cm atau pada kisaran antara18,4-19,4cm. Sedangkan ikan
lemuru jantan berada dalam kondisi matang gonad untuk pertama kalinya pada
ukuran panjang17,78cm. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa ikan lemuru betina
mengalami matang gonad pada ukuran yang lebih besar dibandingkan ikan lemuru
jantan.
Secara umum terdapat korelasi antara ukuran panjang dengan tingkat
kematangan gonad ikan. Semakin besar ukuran ikan semakin berkembang pula
tingkat kematangan gonadnya. Tingkat kematangan gonad juga berpengaruh pada

6
indeks kematangan gonad, yaitu semakin matang gonad ikan maka indeks
kematangan gonad semakin tinggi. Hasil pengamatan visual tingkat kematangan
gonad (TKG) menunjukkan lebih dari 90% ikan lemuru betina dan jantan adalah
ikan-ikan belum matang (TKGI dan II). Ikan lemuru immature ditemukan di
seluruh zona penangkapan di Selat Bali. Ikan lemuru betina dengan gonad yang
sudah matang (TKG III dan IV) ditemukan pada perairan Selat Bali bagian selatan
atau zona I dan VI masing-masing 19 dan 48 ekor. Sedangkan ikan lemuru jantan
yang matang gonad ditemukan pada zona I, II dan VI masing-masing berjumlah
22,19 dan 14 ekor. Sedangkan tahapan mijah salin (spent) ditemukan pada bulan
November dan September.

Gambar 2.2 Perkembangan tingkat kematangan gonad berdasarkan (a) ukuran


panjang dan (b) nilai GSI pada ikan lemuru betina

Pengamatan terhadap nisbah kelamin ikan lemuru sangat penting karena untuk
mengetahui keseimbangan populasi ikan jantan dan betina. Hasil pengamatan
tentang nisbah kelamin ikan lemuru saat ini sama dengan hasil penelitian oleh
Merta (1992) yang menyebutkan bahwa jumlah ikan lemuru betina sedikit lebih
banyak dibanding ikan jantan pada Agustus 1989 hingga Juli 1990. Namun dengan
uji chi-kuadrat didapatkan hasil nisbah kelamin ikan lemuru jantan dan betina

7
berada dalam keadaan seimbang. Kondisi nisbah kelamin yang seimbang secara
keseluruhan juga ditemukan oleh Ritterbush (1975) & Setyohadi (2010) di perairan
Selat Bali; Mahrus(1995) diperairan Selat Alas; Burhanuddin et al. (1984) pada
Sardinella sirm di Pulau Panggang; Tampubolon et al. (2002) pada Sardinella
longiceps di Teluk Sibolga. Nisbah kelamin digunakan untuk melihat populasi ikan
dalam mempertahankan kelestariannya. Agar kelestarian populasi tetap terjaga
idealnya rasio jenis kelamin berada pada keadaan seimbang atau jumlah ikan betina
lebih banyak (Wahyuono et al., 1983).
Perbandingan rasio kelamin ikan lemuru pada tiap kelompok ukuran dan zona
daerah penangkapan cenderung berbeda. Pada kelompok ukuran13,0-16,9cm FL
rasio jenis kelamin jantan dan betina cenderung seimbang. Sedangkan pada
kelompok 17,0-19,9 cm FL rasio jenis kelamin berada dalam kondisi tidak
seimbang dimana ikan betina lebih banyak dibanding jantan. Pada daerah
penangkapan zona II, V dan VI ikan lemuru betina lebih anyak dari ikan jantan.
Sedikitnya jumlah ikan jantan diduga disebabkan umur ikan jantan telah memasuki
penuaan dan lebih cepat mati akibat laju pertumbuhannya yang lebih cepat daripada
ikan betina. Menurut Balan (1973) dalam Merta (1992) & Dulkhead (1968), rasio
ikan jantan dan betina ikan Sardinella longiceps yang tertangkap di perairan
Mangaloredan Kochin(India) tidak berbeda nyata. Untuk ikan yang belum matang
gonad, ikan betina lebih banyak daripada ikan jantan, sedangkan untuk ikan-ikan
yang telah memijah (spent) adalah sebaliknya (Radhakhrisnan, 1969 dalam Merta,
1992). Fenomena ini disebabkan ikan-ikan betina mortalitasnya lebih tinggi saat
setelah memijah (Bal & Rao,1984 dalam Merta,1992).
Distribusi nilai TKG dan IKG ikan memiliki nilai tertinggi pada bulan
September. Berdasarkan hal tersebut musim pemijahan ikan lemuru diprediksi
dimulai pada bulan September hingga 1 atau 2 bulan setelahnya (Oktober atau
November) dan menyebar pada Zona VI (bagian selatan perairan Selat Bali dekat
paparan pulau Bali). Oleh karena itu, nelayan disarankan untuk tidak melakukan
aktivitas penangkapan di wilayah tersebut pada periode bulan September hingga
November. Hal ini senada dengan hasil penelitian Wudianto (2001), dimana
sebaiknya nelayan tidak melakukan penangkapan pada saat ikan lemuru masih
berukuran kecil (sempenit) yaitu antara bulan September hingga Oktober. Menurut

8
Merta et al. (2000) semakin ke selatan ukuran ikan lemuru yang ditemukan
semakinbesar. Sedangkan Wudianto (2001) melalui survey akustik menemukan
ikan lemuru berukuran besar (>17cm) terkonsentrasi di bagian tengah dan selatan
Selat Bali. Terdapat perbedaan musim pemijahan pada periode penelitian Agustus
2010 Desember 2011 dengan penelitian sebelumnya. Menurut Merta (1992),
berdasarkan pengamatan visual terhadap gonad dan kondisi memijah salin (spent)
pada ikan lemuru betina musim pemijahan ikan lemuru di Selat Bali terjadi dalam
beberapa bulan, yaitu Mei sampai Agustus dan September dengan puncaknya
terjadi pada bulan Juli. Menurut Dwiponggo (1972), Ritterbush(1975) dan
Burhanuddin, et al.(1984), musim pemijahan ikan lemuru bertepatan dengan
terjadinya proses penaikan air laut (upwelling) di perairan Selat Bali. Selanjutnya
menurut Burhanuddin & Praseno (1982), upwelling terjadi pada musim timur yaitu
pada bulan Juni-Agustus. Dengan adanya proses penaikan massa air (upwelling)
diperkirakan tersedia nutrient yang cukup di perairan Selat Bali sehingga ikan
lemuru melakukan pemijahan pada waktu yang bertepatan dengan terjadinya
upwelling.
2.3 Penangkapan Ikan Lemuru
Hasil tangkapan lemuru yang didaratkan di paparan Bali, selama periode tahun
1976-2006 terjadi 4 kali fluktuasi kenaikan yang puncaknya terjadi tahun 1984,
1992, 1999, dan 2003, serta 4 kali penurunan pada tahun 1986, 1997 dan 2001.
Hasil tangkapan ikan lemuru berfluktuasi dengan pola delapan tahunan diduga
disebabkan oleh siklus upwelling di Selat Bali bagian selatan. Ikan lemuru di
perairan Selat Bali kelihatannya berhubungan erat dengan faktor-faktor
lingkungannya, terutama terjadinya penaikan air atau upwelling (Arinardi, 1989).
Seperti halnya ikan S. longiceps di Teluk Aden, pertumbuhannya dipengaruhi oleh
penaikan air dan pengayaan plankton, laju pertumbuhan cepat pada periode
penaikan air dan lambat pada periode tidak terjadi penaikan air atau non-upwelling
(Edwards & Shaher, 1987).
Jumlah trip alat tangkap periode tahun 1976 s/d 1991 dengan rata-rata 3717
trip cenderung meningkat 5% per tahun, sedangkan periode tahun 1992 s/d 2006
mengalami peningkatan rata-rata 10% per tahun, yaitu dua kali lipat dari periode
sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan penangkapan terhadap

9
sumberdaya ikan lemuru dari tahun ketahun semakin besar. Hasil per upaya
penangkapan periode tahun 1976-1984 cenderung meningkat rata-rata 28%per
tahun, dua tahun berikutnya menurun ratarata 65% per tahun sampai dengan tahun
1986. Periode selanjutnya meningkat rata-rata 57% per tahun sampai dengan tahun
1992, dan periode tahun 1993-2006 cenderung menurun rata-rata 15% per tahun.
Fluktuasi hasil tangkap per unit penangkapan ini lebih dikarenakan oleh uktuasi
hasil tangkapan akibat siklus upwelling.

Gambar 2.3 Perkembangan hasiltangkap ikan lemuru per trip penangkapan


Potensi cadangan lestari sumberdaya ikan lemuru diduga sebesar
208.152,20 ton per tahun (setengah dari daya dukung maksimum). Potensi
tangkapan lestari sebesar 23.447,9 ton per tahun, sedangkan jumlah alat tangkap
lestari sebesar 4.940 trip (setara 24 unit purse seine). Jika sistem eksploitasi
menggunakan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) dengan menerapkan
JTB (jumlah tangkapan yang diperbolehkan) sebesar 80% dari YMSY, maka total
produksi yang boleh diambil dalam bentuk hasil tangkap (catch) sebesar 18.758,3
ton per tahun.
Rata-rata hasil tangkapan lima tahun terakhir sebesar 23.447,9 ton per
tahun. Tingkat pemanfaatan (TP) sumberdaya ikan lemuru berdasarkan angka JTB
adalah sebesar 105 %. Hal ini menunjukkan bahwa status pemanfaatan sumberdaya
ikan lemuru oleh nelayan paparan Bali berada dalam kondisi lebih tangkap (over
shing). Hal yang sama juga dikatakan oleh Merta, et al (2000), bahwa status
perikanan lemuru di Selat Bali sudah pada kondisi lebih tangkap.
Sejak awal eksploitasi sudah berlebih, sehingga hasil tangkapan rata-rata
lebih besar dari kemampuan stok ikan lemuru berproduksi atau tumbuh. Pada awal

10
eksploitasi (1976) stok cadangan ikan lemuru diperkirakan sebesar 377.752 ton
terus menerus mengalami penurunan rata-rata 6% pertahun, sehingga pada tahun
2006 tinggal 56.940 ton. Produksi stok tahun 2006 sebesar 24.555 ton, sedangkan
hasil tangkapan sebesar 35.738 ton, menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan
ikan telah mengambil stok cadangan ikan lemuru sebesar 11.202 ton.
Kondisi stok ikan lemuru pada tahun 2006 yang merupakan respons stok
terhadap perubahan alat tangkap selama kurun waktu 31 tahun selanjutnya
dijadikan titik awal untuk memformulasikan beberapa skenario alternatif
pengelolaan alat tangkap (management effort) sumberdaya ikan lemuru pada tahun
2007-2020. Skenario ini diformulasikan dengan asumsi bahwa dalam kurun waktu
tersebut kondisi perairan Selat Bali serta aspek biologi dari ikan lemuru tidak
berubah.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut :
1. Sebaran daerah tangkapan ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di perairan
Selat Bali yaitu memiliki jumlah 13 titik pada musim timur lebih rendah
dari musim barat dengan jumlah 19 titik. Jumlah produksi hasil tangkapan
lemuru pada musim barat (1.986 ton) lebih tinggi daripada musim timur
(556 ton); Pola sebaran suhu permukaan laut di perairan Selat Bali
menunjukkan kisaran 220-280C pada musim timur lebih rendah
dibandingkan musim barat dengan kisaran 270-300C, sedangkan untuk nilai
kandungan klorofil-a menunjukkan kisaran 0,9-3,9 mg/L pada musim timur
lebih tinggi dibandingkan musim barat dengan kisaran 0,01-0,9 mg/L;
2. Rasio jenis kelamin ikan lemuru jantan dan betina secara keseluruhan
adalah seimbang dan pada ikan yang matang gonad jenis kelamin betina
lebih banyak dibandingkan jantan sehingga kelangsungan recruitmen dapat
terjaga. Indeks kematangan gonad ikan lemuru berfluktuasi dan memiliki
nilai tertinggi pada bulan September (14,4%). Adapun musim pemijahan
ikan lemuru diprediksi dimulai pada bulan September hingga Oktober atau
November berlokasi di bagian selatan perairan Selat Bali mendekati paparan
pulau Bali. Sebaiknya wilayah ini perlu dilindungi dengan cara penutupan
area (closing area) atau penutupan musim (closing season) sehingga
spawning stock ikan lemuru dapat terjamin.
3. Hasil tangkapan lestari sebesar 23.447,9 ton per tahun, dan jumlah
tangkapan yang dibolehkan sebesar 18.758,3 ton per tahun. Sedangkan
jumlah alat tangkap lestari sebesar 4.940 trip ( 24 unit pukat cincin) per
tahun. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru sebesar 105%,
sehingga status pemanfaatannya kategori overshing. Stok cadangan ikan
lemuru tahun 2007 diduga tinggal 56.940 ton atau 25% dari potensi
cadangan lestari sebesar 208.152,20 ton per tahun.

12
3.2 Saran
Dalam upaya pemulihan stok cadangan ikan lemuru yang ada saat ini menjadi
sebesar potensi cadangan lestari (208.152,20 ton per tahun), dapat ditempuh dengan
mengurangi jumlah alat tangkap yang ada saat ini sebanyak 62%. Selanjutnya
menetapkan alokasi alat tangkap di paparan Bali sejumlah 4.940 trips ( 24 unit
pukat cincin) per tahun. Usaha ini akan mengembalikan stok sejumlah potensi
cadangan lestari dalam waktu 13 tahun.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arinardi, O.H. 1989. Upwelling di Selat Bali dan hubungannya dengan kandungan
plankton serta perikanan lemuru (Sardinella longiceps). Penelitian Oseanologi
perairan Indonesia. Buku 1, P3O-LIPI. Hal : 121-138.
Burhanuddin & D.P. Praseno. 1982. Lingkungan Perairan Selat Bali. Prosiding
Seminar Perikanan Lemuru, Banyuwangi 18-21 januari 1982 .p.27-32
Burhanuddin, M. Hutomo, S. Martosewojo, dan R. Moeljanto. 1984. Sumber Daya
Ikan Lemuru. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 70 hlm.
Dulkhead, M.H. 1968. Sex Ratio and Maturity Stages of the Oil Sardine, Sardinella
longiceps Val from Mangalore Zone. Indian Journal Fisheries. 15(1&2): 116-
126.
Dwiponggo, A. 1972. Perikanan dan penelitian pendahuluan kecepatan
pertumbuhan lemuru (Sardinella longiceps) di Muncar, Selat Bali. LPPL (021):
p.117-143.
Edwards, R.R.C. & S. Shaher. 1987. Biometrics of Sardinella longiceps Val. In
relation to upwelling in the Gulf of Aden. J. Fish. Biol. 30: 67-73.
Indrawati, A.T. 2000. Studi tentang hubungan Suhu Permukaan Laut Hasil
Pengukuran Satelit Terhadap Hasil Tangkapan Lemuru (Sardinella lemuru
Bleeker 1853) di Selat Bali. [Thesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Indrayani, A. Mallawa dan M. Zainuddin. 2012. Penentuan Karakteristik Habitat
Daerah Potensial Ikan Pelagis Kecil dengan Pendekatan Spasial di Perairan
Sinjai. [Jurnal Penelitian]. Fakultas Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin,
Makassar, 10 hlm.
Joesidawati, M.I, Purwanto dan Asriyanto. 2004. Alternatif Pengelolaan Perikanan
Lemuru di Selat Bali. [Jurnal Penelitian]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro, Semarang, 18 hlm.
Kurniawan, M.R., D. Setyohadi dan G. Bintoro. 2013. Pengaruh Pemasangan
rumpon pada Musim Barat Terhadap Hasil Tangkapan Alat Tangkap Payang di
Perairan Tuban Jawa Timur. [Jurnal Pelajar PSPK], Universitas Brawijaya, vol
1(1), Malang, hlm 16.

14
Mahrus. 1995. Studi tentang Reproduksi Ikan Lemuru (S.lemuru Bleeker, 1853) di
Perairan Selat Alas, Nusa Tenggara Barat. Thesis (Tidak dipublikasikan).
Program Pascasarjana, Fakultas Perikanan, IPB. Bogor. 84p
Merta, I.G.S. 1992. Review Of The Lemuru In The Bali Strait. J. Mar. Res. Fish.
Inst. 67. 91-105.
Merta, I.G.S., K. Widana, Yunizal, & R. Basuki. 2000. Status of The Lemuru
Fishery in Bali Strait Its Development and Prospects. Papers presented at the
workshop on the shery and management of Bali Sardinella (Sardinella lemuru)
in Bali Strait. Fish Code Management. FAO. Roma. P: 1-42.
Ritterbush, S. 1975. An Assessment Of The Population Biology Of The Bali Strait.
Setiawan, R.Y. 1991. Pemanfaatan Data Suhu Permukaan Laut dari Satelit
NOAA-9 Sebagai Indikator Salah Satu Parameter Indikator Upwelling di
Perairan Selat Bali. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Tampubolon, R.V., Sutrisno. S., & M.F. Rahardjo. 2002. Aspek Biologi Reproduksi
dan Pertumbuhan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps C.V.) di Perairan Teluk
Sibolga. Jurnal Iktiologi Indonesia. 2 (1): 1-7
Wahyuono, H., S. Budihardjo, Wudianto, & R. Rustam. 1983. Pengamatan
parameter biologi beberapa jenis ikan demersal di perairan Selat Malaka,
Sumatera Utara. Laporan Penelitian Perikanan Laut. 26: 29-48.

15

Anda mungkin juga menyukai