Anda di halaman 1dari 32

PAPER

DASAR TENAGA LISTRIK


DISTRIBUSI JARINGAN TEGANGAN MENENGAH
(MV utility distribution network)

Disusun Oleh :

Rifaldy Abdillah S D41115006

Departemen Teknik Elektro


Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Mawang
2015
UMUM
Kehidupan moderen salah satu cirinya adalah pemakaian energi listrik yang besar.
Besarnya pemakaian energi listrik itu disebabkan karena banyak dan beraneka ragam
peralatan (beban) listrik yang digunakan. Sedangkan beban listrik yang digunakan
umumnya bersifat induktif dan kapasitif. Dimana beban induktif membutuhkan daya
reaktif seperti trafo pada rectifier, motor induksi (AC) dan lampu TL, sedangkan beban
kapasitif mengeluarkan daya reaktif. Daya reaktif itu merupakan daya yang tidak berguna
sehingga tidak dapat dirubah menjadi tenaga, akan diperlukan untuk proses transmisi
energi listrik pada beban. Jadi yang menyebabkan pemborosan energi listrik adalah
banyaknya peralatan yang bersifat induktif. Berarti dalam menggunakan energi listrik
ternyata pelanggan tidak hanya dibebani oleh daya aktif (kW) saja tetapi juga daya reaktif
(kVar). Penjumlahan kedua daya itu akan menghasilkan daya nyata yang merupakan daya
yang disuplai oleh PLN. Jika nilai daya itu diperbesar yang biasanya dilakukan oleh
pelanggan industri maka rugi-rugi daya menjadi besar sedangkan daya aktif (kW) dan
tegangan yang sampai ke konsumen berkurang. Dengan demikian produksi pada industri
itu akan menurun. Hal ini tentunya tidak boleh terjadi, untuk itu suplai dan PLN harus
ditambah berarti penambahan biaya.

SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI


Ada tiga bagian penting dalam proses penyaluran tenaga listrik, yaitu: Pembangkitan,
Penyaluran (transmisi) dan distribusi seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Tiga komponen utama dalam Penyaluran Tenaga Listrik


Tegangan sistem distribusi dapat dikelompokan menjadi 2 bagian besar, yaitu distribusi
primer (20kV) dan distribusi sekunder (380/220V). Jaringan distribusi 20kV sering disebut
Sistem Distribusi Tegangan Menengah dan jaringan distribusi 380/220V sering disebut
jaringan distribusi sekunder atau disebut Jaringan Tegangan Rendah 380/220V. Tapi kali
ini kita hanya akan membahas mengenai Distribusi Primer.

SISTEM DISTRIBUSI PRIMER


Sistem tenaga listrik merupakan suatu sistem yang terpadu oleh hubungan-hubungan
peralatan dan komponen listrik seperti: generator, transformator, jaringan tenaga listrik
dan beban-beban listrik atau pelanggan. Pendistribusian tenaga listrik adalah bagian dari
suatu proses sistem tenaga listrik yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga tahap
yaitu: 1. Proses produksi di pusat-pusat pembangkit tenaga listrik (PLTA, PLTG, PLTU). 2.
Proses penyaluran daya/transmisi dengan tegangan tinggi (30, 70, 150, 500 KV) dari
pusat-pusat pembangkit ke gardu-gardu induk. 3. Proses pendistribusian tenaga listrik
dengan tegangan menengah/melalui jaringan Distribusi primer (misal 11 atau 20 Kv) dan
tegangan rendah/jaringan distribusi sekunder ( 240, 440 Volt) Jaringan distribusi adalah
semua bagian dari suatu sistem yang menunjang pendistribusian tenaga listrik yang
berasal dari gardu-gardu induk. Sedangkan komponen-komponen jaringan distribusi
adalah Jaringan Distribusi Primer (suatu jaringan dengan sistem 20 Kv), Gardu Distribusi
(suatu sistem dengan peralatan utama trafo untuk menurunkan tegangan), jaringan
Distribusi sekunder (suatu jaringan dengan sistem tegangan 240V, 400V). Klasifikasikan
Jaringan distribusi primer menurut strukturnya sebagai berikut jaringan radial, jaringan
lingkar, jaringan spindel, jaringan tie line.

Jaringan Radial
Sistem distribusi dengan pola Radial seperti Gambar 2.2 Adalah sistem distribusi
yang paling sederhana dan ekonomis. Pada sistem ini terdapat sebuah feeder
yang menyuplai beberapa gardu distribusi secara radial.
Gambar 2.2 Konfigurasi Jaringan Radial

Dalam feeder tersebut dipasang gardu-gardu distribusi untuk konsumen. Gardu


distribusi adalah tempat dimana trafo untuk konsumen dipasang. Bisa dalam
bangunan beton atau diletakan diatas tiang. Keuntungan dari sistem ini adalah
sistem ini tidak rumit dan lebih murah dibanding dengan sistem yang lain. Namun
keandalan sistem ini lebih rendah dibanding dengan sistem lainnya. Kurangnya
keandalan disebabkan karena hanya terdapat satu jalur utama yang menyuplai
gardu distribusi, sehingga apabila jalur utama tersebut mengalami gangguan,
maka seluruh gardu akan ikut padam. Jaringan radial ini mempunyai beberapa
keunggulan diantaranya adalah :

1. Pengontrolan tegangan lebih murah


2. Sedikit biaya pembuatan
3. Gangguan lebih mudah diketahui
4. Sedikit gangguan arus pada banyak rangkaian
5. Lebih mudah di prediksi

Jaringan Lingkar (Loop)


Pada Jaringan Tegangan Menengah Struktur Lingkaran (Loop) seperti Gambar 2.3
dimungkinkan pemasokannya dari beberapa gardu induk, sehingga dengan
demikian tingkat keandalannya relatif lebih baik,
Gambar 2.3 Konfigurasi Jaringan Loop

Jaringan Spindel
Sistem Spindel seperti pada Gambar 2.4 adalah suatu pola kombinasi jaringan dari
pola Radial dan Ring. Spindel terdiri dari beberapa feeder yang tegangannya
diberikan dari Gardu Induk dan tegangan tersebut berakhir pada sebuah Gardu
Hubung (GH).

Gambar 2.4 Konfigurasi Jaringan Spindel


Pada sebuah spindel biasanya terdiri dari beberapa feeder aktif dan sebuah feeder
cadangan (express) yang akan dihubungkan melalui gardu hubung. Pola Spindel
biasanya digunakan pada jaringan tegangan menengah (JTM) yang menggunakan
kabel tanah/saluran kabel tanah tegangan menengah. Namun pada
pengoperasiannya, sistem Spindel berfungsi sebagai sistem Radial. Di dalam
sebuah feeder aktif terdiri dari gardu distribusi yang berfungsi untuk
mendistribusikan tegangan kepada konsumen baik konsumen tegangan rendah
(TR) atau tegangan menengah (TM).

Jaringan Hantaran Penghubung (Tie Line)


Sistem distribusi Tie Line seperti Gambar 2.5 digunakan untuk pelanggan penting
yang tidak boleh padam (Bandar Udara, Rumah Sakit, dan lainlain).

Gambar 2.5 Konfigurasi Jaringan Hantaran Penghubung Sistem ini memiliki minimal
dua feeder sekaligus dengan tambahan Automatic Change Over Switch / Automatic
Transfer Switch, setiap feeder terkoneksi ke gardu pelanggan khusus tersebut
sehingga bila salah satu feeder mengalami gangguan maka pasokan listrik akan di
pindah ke feeder lain.

STANDAR KONSTRUKSI JARINGAN TEGANGAN


MENENGAH
Pada pendistribusian tenaga listrik ke pengguna tenaga listrik di suatu kawasan, penggunaan
sistem Tegangan Menengah sebagai jaringan utama adalah upaya utama menghindarkan
rugi-rugi penyaluran (losses) dengan kwalitas persyaratan tegangan yang harus dipenuhi oleh
PT PLN Persero selaku pemegang Kuasa Usaha Utama sebagaimana diatur dalam UU
ketenagalistrikan No 30 tahun 2009.
Dengan ditetapkannya standar Tegangan Menengah sebagai tegangan operasi yang
digunakan di Indonesia adalah 20 kV, konstruksi JTM wajib memenuhi kriteria enjinering
keamanan ketenagalistrikan, termasuk didalamnya adalah jarak aman minimal antara Fase
dengan lingkungan dan antara Fase dengan tanah, bila jaringan tersebut menggunakan
Saluran Udara atau ketahanan Isolasi jika menggunakan Kabel Udara Pilin Tegangan
Menengah atau Kabel Bawah Tanah Tegangan Menengah serta kemudahan dalam hal
pengoperasian atau pemeliharaan Jaringan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) pada
jaringan utama. Hal ini dimaksudkan sebagai usaha menjaga keandalan kontinyuitas
pelayanan konsumen.
Ukuran dimensi konstruksi selain untuk pemenuhan syarat pendistribusian daya, juga wajib
memperhatikan syarat ketahanan isolasi penghantar untuk keamanan pada tegangan 20 kV.
Lingkup Jaringan Tegangan Menengah pada sistem distribusi di Indonesia dimulai dari
terminal keluar (out-going) pemutus tenaga dari transformator penurun tegangan Gardu
Induk atau transformator penaik tegangan pada Pembangkit untuk sistem distribusi skala
kecil, hingga peralatan pemisah/proteksi sisi masuk (in-coming) transformator distribusi 20
kV - 231/400V
Konstruksi jaringan Tenaga Listrik Tegangan Menengah dapat dikelompokkan menjadi 3
macam konstruksi sebagai berikut :

1 Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)


Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) adalah sebagai konstruksi termurah
untuk penyaluran tenaga listrik pada daya yang sama. Konstruksi ini terbanyak
digunakan untuk konsumen
jaringan Tegangan Menengah yang
digunakan di Indonesia.
Ciri utama jaringan ini adalah
penggunaan penghantar telanjang
yang ditopang dengan isolator pada
tiang besi/beton.
Penggunaan penghantar telanjang, dengan sendirinya harus diperhatikan faktor
yang terkait dengan keselamatan ketenagalistrikan seperti jarak aman minimum
yang harus dipenuhi penghantar bertegangan 20 kV tersebut antar Fase atau
dengan bangunan atau dengan tanaman atau dengan jangkauan manusia.
Termasuk dalam kelompok yang diklasifikasikan SUTM adalah juga bila penghantar
yang digunakan adalah penghantar berisolasi setengah AAAC-S (half insulated single
core). Penggunaan penghantar ini tidak menjamin keamanan terhadap tegangan
sentuh yang dipersyaratkan akan tetapi untuk mengurangi resiko gangguan
temporer khususnya akibat sentuhan tanaman.

2 Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM)


Untuk lebih meningkatkan keamanan dan
keandalan penyaluran tenaga listrik, penggunaan
penghantar telanjang atau penghantar berisolasi
setengah pada konstruksi jaringan Saluran Udara
Tegangan Menengah 20 kV, dapat juga
digantikan dengan konstruksi penghantar
berisolasi penuh yang dipilin.
Isolasi penghantar tiap Fase tidak perlu di
lindungi dengan pelindung mekanis. Berat kabel pilin menjadi pertimbangan
terhadap pemilihan kekuatan beban kerja tiang beton penopangnnya.

3 Saluran Kabel Tanah Tegangan Menengah (SKTM)


Konstruksi SKTM ini adalah konstruksi yan
aman dan andal untuk mendistribusikan
tenaga listrik Tegangan Menengah, tetapi
relatif lebih mahal untuk penyaluran daya
yang sama.
Keadaan ini dimungkinkan dengan
konstruksi isolasi penghantar per Fase dan
pelindung mekanis yang dipersyaratkan.
Pada rentang biaya yang diperlukan, konstruksi ditanam langsung adalah termurah
bila dibandingkan dengan penggunaan konduit atau bahkan tunneling
(terowongan beton). Penggunaan Saluran Kabel bawah tanah Tegangan Menengah
(SKTM) sebagai jaringan utama pendistribusian tenaga listrik adalah sebagai upaya
utama peningkatan kwalitas pendistribusian. Dibandingkan dengan SUTM,
penggunaan SKTM akan memperkecil resiko kegagalan operasi akibat faktor
eksternal / meningkatkan keamanan ketenagalistrikan. Secara garis besar,
termasuk dalam kelompok SKTM adalah :
1. SKTM bawah tanah underground MV Cable.
2. SKTM laut Submarine MV Cable
Selain lebih aman, namun penggunaan SKTM lebih mahal untuk penyaluran daya
yang sama, sebagai akibat konstruksi isolasi penuh penghantar per Fase dan
pelindung mekanis yang dipersyaratkan sesuai keamanan ketenagalistrikan.
Penerapan instalasi SKTM seringkali tidak dapat lepas dari instalasi Saluran Udara
Tegangan Menengah sebagai satu kesatuan sistem distribusi sehingga masalah
transisi konstruksi diantaranya tetap harus dijadikan perhatian.

KOMPONEN UTAMA KONSTRUKSI SUTM


1 Penghantar
1.1 Penghantar Telanjang (BC : Bare Conductor)
Konduktor dengan bahan utama tembaga(Cu) atau alluminium (Al) yang di pilin
bulat padat , sesuai SPLN 42 -10 : 1986 dan SPLN 74 : 1987
Pilihan konduktor penghantar telanjang yang memenuhi pada dekade ini
adalah AAC atau AAAC. Sebagai akibat tingginya harga tembaga dunia, saat ini
belum memungkinkan penggunaan penghantar berbahan tembaga sebagai
pilihan yang baik.
1.2 Penghantar Berisolasi Setengah AAAC-S (half insulated single core)
Konduktor dengan bahan utama aluminium ini diisolasi dengan material XLPE
(croslink polyetilene langsung), dengan batas tegangan 6 kV dan harus
memenuhi SPLN No 43-5-6 tahun 1995
1.3 Penghantar Berisolasi Penuh (Three single core)
XLPE dan berselubung PVC berpenggantung penghantar baja dengan tegangan
Pengenal 12/20 (24) kV Penghantar jenis ini khusus digunakan untuk SKUTM
dan berisolasi penuh. SPLN 43-5-2:1995-Kabel
2. Isolator
Pada jaringan SUTM, Isolator pengaman penghantar bertegangan dengan tiang
penopang/travers dibedakan untuk jenis konstruksinya adalah :
2.1 Isolator Tumpu

2.2 Isolator Tarik

3. Peralatan Hubung (Switching)


Pada percabangan atau pengalokasian seksi pada jaringan SUTM untuk maksud
kemudahan operasional harus dipasang Pemutus Beban (Load Break Switch :
LBS), selain LBS dapat juga dipasangkan Fused Cut-Out (FCO).

4. Tiang
4.1. Tiang Kayu
SPLN 115 : 1995 berisikan tentang Tiang Kayu untuk jaringan distribusi,
kekuatan, ketinggian dan pengawetan kayu sehingga pada beberapa wilayah
pengusahaan PT PLN Persero bila suplai kayu memungkinkan, dapat digunakan
sebagai tiang penopang penghantar penghantar SUTM.
4.2. Tiang Besi
Adalah jenis tiang terbuat dari pipa besi yang disambungkan hingga diperoleh
kekuatan beban tertentu sesuai kebutuhan.
Walaupun lebih mahal, pilihan tiang besi untuk area/wilayah tertentu masih
diijinkan karena bobotnya lebih ringan dibandingkan dengan tiang beton.
Pilihan utama juga dimungkinkan bilamana total biaya material dan
transportasi lebih murah dibandingkan dengan tiang beton akibat diwilayah
tersebut belum ada pabrik tiang beton.
4.3. Tiang Beton
Untuk kekuatan sama, pilihan tiang jenis ini dianjurkan digunakan di seluruh
PLN karena lebih murah dibandingkan dengan jenis konstruksi tiang lainnya
termasuk terhadap kemungkinan penggunaan konstruksi rangkaian besi profil.
SPESIFIKASI TEKNIS MATERIAL
1. Jenis Isolator
Isolator tumpu dan isolator tarik yang digunakan dapat dengan material dasar
keramik atau gelas ataupun polimer. Dimensi dan kekuatan jenis-jenis isolator
tumpu dan tarik dapat dilihat pada gambar konstruksi
2. Jenis Konektor
Konektor adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyambung kawat
penghantar. Jenis konektor yang digunakan ada beberapa macam yaitu :
a. Joint Sleeve Connector (Sambungan Lurus)
b. Paralel Groove Connector (Sambungan Percabangan)
c. Live Line Connector (Sambungan Sementara yang bisa dibuka pasang)
Joint sleeve adalah jenis konektor yang digunakan untuk sambungan
penghantar pada posisi lurus. Tap connector adalah jenis konektor yang
digunakan untuk sambungan penghantar pada titik pencabangan.
Live Line connector adalah jenis konektor yang digunakan untuk pekerjaan
dalam keadaan bertegangan (PDKB).
3. Peralatan Hubung (Switching)
Pada jaringan SUTM digunakan juga peralatan switching untuk optimasi operasi
distribusi. Sesuai karakteristiknya, peralatan hubung dapat dibedakan atas :
1. Pemisah (Disconnecting Switch = DS)
2. Pemutus beban (Load Break Switch = LBS)
4. Peralatan Proteksi Jaringan SUTM
1. Pemisah dengan pengaman lebur (Fused Cut-Out )
2. Pemutus Balik Otomatis (Automatic Recloser)
3. Saklar Seksi otomatis (Automatic Sectionalizer)
4. Penghantar tanah (Shield Wire)
KONSTRUKSI SKUTM
1. Penggunaan SKUTM
Saluran kabel udara Tegangan Menengah adalah saluran udara Tegangan
Menengah yang menggunakan kabel sebagai sarana penghantar.
Terdapat dua jenis kabel yang dipakai :
Kabel udara dengan ketahanan isolator 6 kV / half insulated AAAC S yang
berukuran 150 mm dan 70 mm.
Kabel udara dengan ketahanan isolator penuh / 24 kV / Fasa Fasa ) dari jenis
NFA2XSEY T, berukuran ( 3 x 150 A1 + 90 SE ) dan 9 3 x 70 A1 + 70 SE ).
2. Konstruksi Kabel Udara AAAC 5
Konstruksi Jaringan yang memakai Penghantar AAAC S sama dengan AAA C
murni. Hal yang perlu diperhatikan adalah apabila melakukan penggantian AAAC
menjadi AAAC S, mengingat beban massa jaringan bertambah 37 %. Perlu
diprtimbangkan pemasangan penopang tiang / Guy wire pada tiang tiang
sudut dan tiang akhir.
3. Konstruksi Kabel Udara Twisted
Mengingat berat massa kabel ini, kekuatan tiang untuk SKUTM memakai tiang
350 daN. Jenis konstruksinya terbagi atas fungsi tiang pada jaringan.
a) Konstruksi Tiang Awal
Pada konstrtuksi ini digunakan kotak ujung ( Cable Terminator ) dan Lightning
Arrester 10 kA dengan kekuatan tiang awal sekurang kurangnya 500 daN.
Dead End Clamp / Strain Clamp dengan kelengkapannya sebagai penarik
pemikul / Messenger SKUTM. Nilai tahanan pembumian Lightning Arrester tidak
melebihi 1 ohm.
b) Konstruksi Tiang Penumpu ( Live Role )
Tiang penumpu memakai konstruksi Line Role dengan Suspension Clamp dan
Suspension Bracket dan kelengkapannya.
Tiang penumpu dapat berfungsi sebagai tiang sudut dengan dan besarnya sudut
lintasan 0 - 15.
c) Konstruksi Tiang Sudut Kecil ( 15 s/d 30 )
Pada konstruksi ini pada sudut lintasan 15 s/d 30 digunakan dua buah
Suspension Clamp pada komponen tambahan, Yoke. Komponen pelengkapnya
sama dengan konstruksi tiang penumpu dan penopang tiang 9 Guy Wire ).
d) Konstruksi Tiang Sudut Sedang ( 30 s/d 45)
Dua buah Suspension Clamp, satu buah Yoke tetap digunaka, namun ditambah
satu buah Yoke berbentuk segi tiga yang digantung Pole Bracket.
e) Konstruksi Tiang Sudut Besar ( 45 s/d 90)
Untuk sudut lintasan antara 45 s/d 90 harus memakai konstruksi Double Dead
End yaitu dua konstruksi pada tiang awal.
f) Konstruksi Tiang Akhir
Konstruksi tiang akhir sama dengan tiang awal. Kabel diterminasi dengan
dihubungkan ke Lightning Arrester 10 KA.
Kekuatan tiang akhir sekurang kurangnya 500 daN.
g) Konstruksi Tiang Peregang dan Sambungan Kabel
Tiang peregang ( Tension Pole ) memakai dua jenis konstruksi Dead End
sebagaimana pada tiang awal dan tiang akhir. Kekuatan tiang yang dipakai sama
dengan kekuatan tiang awal dan akhir.
Konstruksi tiang peregang dapat digunakan sebagai titik sambung antara dua
penghantar SKUTM. Bulusan / kotak sambung kabel ditopang sedemikian rupa
sehingga tidak menahan beban mekanis dan pada posisii lurus. Pada titik
sambungan kabel Twisted TM diberi cadangan sekurang kurangnya 3 meter
sebagai penghantar pada gawang jaringan.
h) Konstruksi Sambungan Antara SUTM dan SKUTM pada Kabel Twisted
Sambungan antara SUTM dan SKUTM kabel Twisted harus memakai kotak ujung
/ Cable Terminator pada kabel Twisted dan Lightning Wrrester 10 KA. Posisi
kotak ujung kabel harus tegak lurus dan tahanan Pembumian Lightning Arrester
tidak melebihi 1 ohm.
i) Konstruksi Tiang Pencabangan
Untuk SKUTM yang menggunakan kabel AAAC S / half in Sulated ketentuan
konstruksi sama dengan SUTM yang menggunakan AAAC.
Pada SKUTM yang menggunakan kabel Twisted, sadapan pencabangan harus
dilengkapi dengan Lightning Arrester 10 KA.
j) Ikatan AAAC S pada Isolator Tumpu
Mengingat AAAC S adalah kabel, maka efek Transformator terhubung singkat
akan timbul pada ikatan kabel / bending wire dan Isolator, sehingga kabel dapat
putus. Perlu diperbaiki metode pengikatan kawat pengikat / Bending Wire pada
Isolator tumpu ini.
4. Ruang Bebas dan Jarak Aman
Ruang Bebas ( Right of Way ) dan jarak aman ( Safety Clearence) pada konstruksi
SKUTM harus tetap memenuhi syarat keamanan lingkungan dan keandalan.
SKUTM yang menggunakan kabel Twisted, jarak aman sekurang kurangnya 60
cm, dan ROW kabel tidak boleh bersentuhan dengan pohon / bangunan. Pada
titik sambungan SKUTM kabel Twisted dan SUTM AAAC, jarak aman sama
dengan ketentuan pada SUTM AAAC.
5. Konstruksi Saklar Tiang dan Peralatan Proteksi
Setiap pemakaian saklar tiang harus dilengkapi dengan Lightning Arrester 10 KA
pada kedua sisi saklar. Demikian juga pada konstruksi yang memakai peralatan
proteksi ( pemutus balik / Recloser jarak seksi otomatis / Sectionalized ).
Semua bagian konduktif terbuka harus di bumikan dapat menjadi satu dengan
Penghantar Pembumian Lightning Arrester.
KOMPONEN UTAMA KONSTRUKSI SKTM
1. Penandaan Kabel SKTM
Menggunakan kode pengenal dari masing-masing bahan pada kabel dimulai dari
bagian paling dalam (inti) sampai dengan bagian paling luar (Selubung Luar)

VII.2. Jenis kabel SKTM


Spesifikasi konstruksi kabel SKTM harus memenuhi SPLN sebagai berikut
Pemilihan jenis kabel Tegangan Menengah disesuaikan dengan kebutuhan
lapangan.
Contoh untuk kabel dengan konstruksi dalam terowongan (ducting) beton,
tidak menggunakan jenis kabel dengan perisai baja, tetapi untuk yang ditanam
langsung di tanah wajib menggunakan kabel jenis berperisai baja.

KONSTRUKSI SKTM

Jarak Aman Konstruksi SKTM


Karena menyangkut fasilitas PEMDA seperti jalan raya, trotoar atau instalasi
pengguna lainnya (telekom/PAM), dikawasan perkotaan pekerjaan konstruksi
SKTM untuk sistem distribusi harus dilaksanakan dengan ketentuan/seijin PEMDA
setempat. Sebagaimana ditetapkan dalam SNI 04-0225-2000 tentang Peraturan
Umum Instalasi Listrik, Jarak aman antara instalasi bawah tanah lain ditetapkan
sebagai berikut :

No. Kondisi Jarak aman instalasi/perlakuan

1 Persilangan antar SKTM 20 kV Harus berjarak 30 cm dan diberi


penyekat lempengan plat beton 6cm.
2 Persilangan/sejajar dengan kabel >30 Cm
tanah telekomunikasi Kabel Kabel listrik harus di bawah kabel
telekomunikasi
dan dilindungi pipa beton belah, atau
lempengan minimum tebal 6 cm dan
dilebihkan 0,5 meter pada sisi kiri kanan
persilangan,
Bila kabel telkom sejajar dengan kabel
TM sepanjang selama sejajar harus
dimasukkan dalam pipa beton belah /
pelat beton atau sejenis.
3 Persilangan dengan Pipa air >30 Cm
PAM/Gas Kabel Kabel listrik harus di bawah
saluran pipa PAM/Gas
dan dilindungi pipa beton belah, atau
lempengan minimum tebal 6 cm dan
dilebihkan 0,5 meter pada sisi kiri kanan
persilangan,
Bila saluran pipa PAM/Gas sejajar
dengan kabel TM sepanjang selama
sejajar harus dimasukkan dalam pipa
beton belah / pelat beton atau sejenis.
4 Persilangan/Sejajar dengan rel Kabel harus berjarak minimal 2 meter
kereta api. dari rel kereta api.
Jika persilangan, kabel harus
dimasukkan dalam pipa baja diameter >
minimal 4 dan dilebihkan 2 meter dari
rel kereta, dengan kedalaman 2 meter
dibawah rel kereta api.
5 Persilangan dengan jalan raya atau Kedalaman minimal kabel adalah 0,80
jalan lingkungan. m,
Kabel harus di masukkan kedalam Pipa
baja atau PVC 4, yang dilebihkan
minimal 0,5 meter sisi kiri kanan bahu
jalan.
Untuk jalan lingkungan, bilamana saat
konstruksi jalan tersebut dapat digali
sementara, pipa baja/PVC dapat
dipasangkan bilah
6 Persilanga dengan saluran/bangunan Persilangan dibawah; Kabel harus
air irigasi ditanam dengan Jarak minimal kabel
tanah dari bangunan air adalah 0,3
meter dan harus dimasukkan kedalam
pipa beton/logam dengan diameter > 4
dan dilebihkan 0,5 meter pada kedua
sisi perlintasan.
Pada kedua tepi saluran air dimana
kabel tanah ditanam harus diberi tanda .
Jika harus menyeberangi, harus
menggunakan jembatan kabel
berpelindung baja.
7 Persilangan/Sejajar dengan SKTR. Kabel SKTM harus diletakan dibawah
SKTR dengan jarak minimal 30 cm baik
untuk persilangan atau sejajar.
Tabel 8.1 Jarak Aman SKTM

Bila saat instalasi kondisi lapangan tidak memungkinkan untuk pemenuhan jarak
aman tersebut diatas, pelaksanaan akhir harus ditambahkan penguatan struktur
pelindung dan dengan sepengetahuan PEMDA.
Jenis Konstruksi SKTM bawah tanah pada garis besarnya dibedakan atas sistem
tanam langsung (direct buried cable) menggunakan pipa saluran/ducting atau
terowongan (tunneling cable). Dasar pemilihan jenis konstruksi ini secara ringkas
dapat dilihat sebagai berikut.

Pemilihan jenis konstruksi ini harus sesuai dengan kemampuan financial


perusahaan dan kebutuhan.Untuk perolehan biaya pengusahaan lebih murah,
penerapan terowongan dapat saja bersama utilitas prasarana lain dibawah
koordinasi PEMDA.
Dengan pertimbangan optimasi biaya perusahaan, pada pedoman standar
konstruksi SKTM ini diutamakan sistem tanam langsung untuk diterapkan di
PT PLN Persero.
Konstruksi SKTM Tanam Langsung
Konstruksi Tanam Langsung di halaman rumput/taman/tanah biasa
Konstruksi lubang galian untuk perletakan kabel harus cukup, sekurang-
kurangnya 0,40 m yang harus disesuaikan dengan banyak kabel yang akan
diletakkan didalam galian tersebut seperti dinyatakan dalam tabel berikut ini.
Perletakan kabel pada satu lubang galian ditetapkan maksimum 7 kabel. Lebih
dari itu, direkomendasikan menggunakan jalur galian yang berbeda atau
membangun terowongan kabel.

Sebelum kabel diletakan pada galian, untuk mengantisipasi dissipasi panas dan
kelenturan, galian harus di lapisi pasir setebal 10 cm terlebih dulu; demikian
juga setelah diletakan untuk kemudian ditutup dengan batu pengaman dengan
tebal 6 cm. Batu pengaman yang berwujud lempengan beton harus diberi
tanda PLN 20 kV. Untuk peletakan lebih dari 1 kabel, diantara kabel juga harus
disekat dengan batu pengaman setebal 6 cm. Saat konstruksi harus
diperhatikan struktur tanah setempat, bilamana diperlukan dindingnya perlu
ditopang, agar tepinya terhindar dari longsor.
Konstruksi SKTM Tanam Langsung di bawah Trotoar atau Jalan Lingkungan.
Konstruksi SKTM dibawah trotoar berbeda dengan dibawah tanah biasa atau
taman. Sebelum SKTM digelar, harus memperhitungkan konstruksi trotoar,
sehingga kedalaman galian disesuaikan menurut tabel 8.4.
Pada konstruksi jalan lingkungan dengan kedalaman galian yang sama, sebagai
antisipasi akibat beban untuk mencegah terjadinya deformasi kabel TM yang
berpengaruh dan beresiko terhadap kerusakan kabel, maka seluruh galian diisi
dengan pasir urug. Struktur jalan lingkungan harus dikembalikan sesuai kondisi
semula.

Konstruksi SKTM Persilangan (Crossing) Jalan


Pada situasi memungkinkan dan seijin PEMDA setempat, persilangan jalan
dilaksanakan dengan cara pemotongan aspal, penggalian dan instalasi kabel.
Kabel persilangan harus diletakkan dalam pipa beton atau pipa PVC dengan
diameter lebih besar dari 4 inchi. Dalam hal jumlah kabel yang menyeberang
jalan lebih dari satu, maka antara pipa kabel TM harus di beri sekat plat beton
setebal 6 cm. Pengembalian konstruksi jalan setelah instalasi Pipa dan kabel
TM harus dilakukan pemadatan jalan dengan stamper agar dikemudian hari
tidak terjadi penurunan permukaan jalan akibat crossing SKTM tersebut.
Minimal 1 bulan setelah pemulihan konstruksi jalan bekas persilangan jalan
SKTM harus diperiksa ulang untuk mengetahui kondisi aspal jalan tersebut.
Persilangan dengan cara dibor

Gambar 8.1 Pengeboran Trase Kabel Persilangan Dengan Jalan

Dalam hal pemotongan jalan tidak dijinkan atau tidak memungkinkan oleh
PEMDA, pelaksanaan crossing harus dilakukan dengan membuat bor atau
terowongan melintang jalan.
Pembuatan sistem bor atau terowongan dapat dengan cara manual atau
mesin.
Segera setelah pekerjaan bor selesai segera dilakukan pemasangan pipa besi
minimal 6 Inci untuk pelintasan kabel TM. Kedalaman persilangan untuk jalan
raya ini minimal sama dengan untuk jalan kereta api, kecuali bila ditetapkan
khusus oleh PEMDA/PJKA .

Konstruksi SKTM Persilangan Sungai


Untuk bentangan sungai lebih dari 50 m, crossing sungai lebih effektif dengan
menggunakan penggelaran SUTM diatas sungai. Periksa konstruksi tiang ujung
SKTM transisi dengan SUTM Crossing. Konstruksi tiang beton SUTM Crossing
harus dipastikan berada sekurang-kurangnya 2 m dari sisi kering sungai
(perhatikan kemungkinan siklus banjir 10 tahunan) dan kekuatan minimal 500
daN. Ketinggian tiang beton yang diperlukan, disesuaikan dengan jarak aman
SUTM terhadap muka sungai.

JENIS GANGGUAN DALAM DISTRIBUSI

Jaringan distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga lsitrik yang paling
dekat dengan pelanggan/ konsumen. Ditinjau dari volume fisiknya jaringan dis-
tribusi pada umumnya lebih panjang dibandingkan dengan jaringan transmisi
dan jumlah gangguannya (sekian kali per 100 km pertahun) juga paling tinggi
dibandingkan jumlah gangguan pada saluransaluran transmisi. Jaringan
distribusi seperti diketahui terdiri dari jaringan distribusi tegangan menengah
(JTM) dan jaringan distribusi tegangan rendah (JTR). Jaringan distribusi
tegangan menengah mempunyai tegangan antara 3 kV sampai 20 kV. Pada saat
ini PLN hanya mengembangkan jaringan distribusi tegangan menengah 20 kV.
Jaringan distribusi tegangan menengah sebagian besar berupa saluran udara
tegangan menengah dan kabel tanah. Pada saat ini gangguan pada saluran
udara tegangan menengah ada yang mencapai angka 100 kali per 100 km per
tahun. Sebagian besar gangguan pada saluran udara tegangan menengah tidak
disebabkan oleh petir melainkan oleh sentuhan pohon, apalagi saluran udara
tegangan menengah banyak berada di dalam kota yang memiliki bangunan-
bangunan tinggi dan

pohon-pohon yang lebih tinggi dari tiang saluran udara tegangan


menengah.Hal ini menyebabkan saluran udara tegangan menengah yang ada di
dalam kota banyak terlindung terhadap sambaran petir tetapi banyak diganggu
oleh sentuhan pohon. Hanya untuk daerah di luar kota selain gangguan
sentuhan pohon juga sering terjadi gangguan karena petir. Gangguan karena
petir maupun karena sentuhan pohon ini sifatnya temporer (sementara), oleh
karena itu penggunaan penutup balik otomatis (recloser) akan mengurangi
waktu pemutusan penyediaan daya (supply interupting time).Perlindungan
sistem distribusi meliputi :

1. Gangguan hubung singkat

a. Gangguan hubung singkat dapat terjadi antar fase (3 fase atau 2 fase) atau 1
fase ketanah dan sifatnya bisa temporer atau permanen.

b. Gangguan permanen : Hubung singkat pada kabel, belitan trafo, generator,


(tembusnya isolasi).

c. Gangguan temporer : Flashover karena sambaran petir, flashover dengan


pohon, tertiup angin.

2. Gangguan beban lebih


Gangguan beban lebih terjadi karena pembebanan sistem distribusi yang
melebihi kapasitas sistem terpasang. Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan
murni, tetapi bila dibiarkan terus-menerus berlangsung dapat merusak
peralatan.

3. Gangguan tegangan lebih

Gangguan tegangan lebih termasuk gangguan yang sering terjadi pada saluran
distribusi. Berdasarkan penyebabnya maka gangguan tegangan lebih ini dapat
dikelompokkan atas dua hal, yaitu :

a. Tegangan lebih power frekwensi.

Pada sistem distribusi hal ini biasanya disebabkan oleh kesalahan pada AVR
atau pengatur tap pada trafo distribusi.

b. Tegangan lebih surja

Gangguan ini biasanya disebabkan oleh surja hubung atau surjapetir. Dari
ketiga jenis gangguan tersebut, gangguan yang lebih sering terjadi dan
berdampak sangat besar bagi sistem distribusi adalah gangguan hubung
singkat. Sehingga istilah gangguan pada sistem distribusi lazim mengacu
kepada gangguan hubung singkat dan peralatan proteksi yang dipasang
cenderung mengatasi gangguan hubung singkat ini.

Alat Pengaman Jaringan Distribusi

1. Alat Pengaman Celah

a. Alat Pengaman Celah Batang (rod gap)

Alat pengaman celah batang (rod gap) merupakan alat pengaman paling
sederhana, yang terdiri dari dua batang logam dengan penampang tertentu.
Batang logam bagian atas diletakkan di puncak isolator jenis pos (post type
insulator) dihubungkan dengan kawat penghantar jaringan distribusi,
sedangkan batang logam bagian bawah diletakkan pada bagian dasar isolator
jenis pos yang langsung berhubungan dengan ground. Jarak celah kedua batang
logam tersebut disesuaikan dengan tegangan percikan untuk suatu bentuk
gelombang tegangan tertentu. Pada tabel di bawah ini memperlihatkan
panjang celah yang diizinkan pada suatu tegangan sisitem.

b. Alat Pengaman Tanduk Api (arcing horn)

Seperti halnya alat pengaman celah batang, alat pengaman tanduk api ini
diletakkan dikedua ujung isolator gantung (suspension insulator) atau isolator
batang panjang (long rod insulator). Tanduk api dipasang pada ujung kawat
penghantar dan ujung isolator yang berhubungan langsung dengan ground
(tanah) yang dibentuk sedemikian rupa, sehingga busur api tidak akan
mengenai isolator saat terjadi loncatan api. Jarak antara tanduk atas dan
bawah diatur sekitar 75-85 % dari panjang isolator keseluruhan. Tegangan
loncatan api untuk isolator gandengan dengan tanduk api ditentukan oleh jarak
tanduk tersebut. Untuk jelasnya lihat gambar

c. Alat Pengaman Celah Sekring (fuse rod gap)

Alat pengaman celah sekring ini merupakan gabungan antara celah batang (rod
gap) dengan sekring yang dihubungkan secara seri. Penggabungan ini
digunakan untuk menginterupsikan arus susulan (power follow current) yang
diakibatkan oleh percikan api. Oleh sebab itu celah sekring mempunyai
karakteristik yang sama dengan celah batang, dan alat ini dapat
menghindarkan adanya pemutusan jaringan sebagai akibat percikan, serta
memerlukan penggantian dan perawatan sekring yang telah dipakai. Kecuali itu
agar supaya penggunaannya efektif harus diperhatikan juga koordinasi antara
waktu leleh sekring dengan waktu kerja rele pengaman.
d. Alat Pengaman Celah Kontrol (control gap)

Alat pengaman celah kontrol terdiri dari dua buah celah yang diatur
sedemikian rupa, sehingga karakteristiknya mendekati celah bola ditinjau dari
segi lengkung volt-waktunya yang mempunyai karakteristik lebih baik dari
celah batang. Celah kontrol ini dapat dipakai bersama atau tanpa sekring;
meskipun alat ini dapat dipakai sebagai perlindungan cadangan atau sekunder,
dan dianggap sekelas dengan celah batang.

e. Alat Pengaman Celah Tanduk (horn gap)

Alat pengaman ini terbuat dari dua buah batang besi yang masing-masing
diletakkan diatas isolator. Celah yang dibuat oleh kedua batang besi itu, satu
batang dihubungkan langsung dengan kawat penghantar jaringan sedangkan
yang lainnya dihubungkan dengan sebuah resistor yang langsung terhubung ke
ground (tanah). Celah tanduk ini biasanya bekerja pada saat terjadi tegangan
loncatan api pada celahnya. Ketika tegangan surja mencapai 150 200 % dari
tegangan nominal jaringan, maka akan terjadi pelepasan langsung pada celah
dan langsung diteruskan ke ground melalui resistor. Fungsi dari celah tanduk ini
untuk pemutus busur api yang terjadi pada saat tegangan lebih. Busur api
cenderung naik akibat panas yang terlalu tinggi, juga disebabkan peristiwa arus
loop sebesar mungkin pada sisi lain membuat tembus rangkaian magnit
maksimum. Hanya celah tanduk sebagai arrester jauh dari memuaskan yang
seringkali busur api yang tak perlu. Pengaman ini tidak cukup karena dapat
dibandingkan dari nilai pelepasan yang rendah resistor. Dan ini tidak selalu
menahan secara dinamis busur api yang mengikuti pelepasan peralihan
(transient discharge). Akibatnya salah satu pada keadaan tetap tanduk ground
atau dibinasakan oleh celah. Oleh sebab itu celah tanduk arrester sekarang
hampir tidak diapakai lagi sebagai alat pengaman petir.
2. Alat Pengaman Tabung Pelindung (protector tube)

Alat pengaman tabung pelindung ini terdiri dari : (1) tanduk api (arcing horn)
yang dipasang di bawah kawat penghantar, yang terhubung dengan tabung
fiber. (2) Tabung fiber yang terdiri dari elektroda atas yang berhubungan
dengan tanduk api dan elektroda bawah yang berhubungan langsung dengan
tanah (ground). Apabila tegangan petir mengalir ke kawat penghantar, maka
akan terjadi percikan api antara kawat penghantar dengan tanduk api. Percikan
api akan mengalir dari elektroda atas ke elektroda bawah. Karena panas tabung
fiber akan menguap disekitar dindingnya, sehingga gas yang ditimbulkan akan
menyembur ke percikan apai dan memadamkannya. Alat pengaman tabung
pelindung ini digunakan pada saluran transmisi untuk melindungi isolator dan
mengurangi besarnya tegangan surja yang mengalir pada kawat penghantar.
Selain itu digunakan juga pada gardu induk untuk melindungi peralatan
disconnect switches, ril bus, dan sebagainya.

3. Alat Pengaman Lightning Arrester

Lightning arrester adalah suatu alat pengaman yang melindungi jaringan dan
peralatannya terhadap tegangan lebih abnormal yang terjadi karena sambaran
petir (flash over) dan karena surja hubung (switching surge) di suatu jaringan.
Lightning arrester ini memberi kesempatan yang lebih besar terhadap
tegangan lebih abnormal untuk dilewatkan ke tanah sebelum alat pengaman
ini merusak peralatan jaringan seperti tansformator dan isolator. Oleh karena
itu lightning arrester merupakan alat yang peka terhadap tegangan, maka
pemakaiannya harus disesuaikan dengan tegangan sistem. Arrester petir atau
disingkat arrester adalah suatu alat pelindung bagi peralatan system tenaga
listrik terhadap surya petir. Alat pelindung terhadap gangguan surya ini
berfungsi melindungi peralatan system tenaga listrik dengan cara membatasi
surja tegangan lebih yang datang dan mengalirkannya ketanah. Disebabkan
oleh fungsinya, Arrester harus dapat menahan tegangan system 50 Hz untuk
waktu yang terbatas dan harus dapat melewatkan surja arus ke tanah tanpa
mengalami kerusakan. Arrester berlaku sebagai jalan pintas sekitar isolasi.
Arrester membentuk jalan yang mudah untuk dilalui oleh arus kilat atau petir,
sehingga tidak timbul tegangan lebih yang tinggi pada peralatan. Selain
melindungi peralatan dari tegangan lebih yang diakibatkan oleh tegangan lebih
external, arrester juga melindungi peralatan yang diakibatkan oleh tegangan
lebih internal seperti surja hubung, selain itu arrester juga merupakan kunci
dalam koordinasi isolasi suatu system

tenaga listrik. Bila surja datang ke gardu induk arrester bekerja melepaskan
muatan listrik serta mengurangi tegangan abnormal yang akan mengenai
peralatan dalam gardu induk. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh arrester
adalah sebagai berikut :

a. Tegangan percikan (sparkover voltage) dan tegangan pelepasannya


(discharge voltage), yaitu tegangan pada terminalnya pada waktu pelepasan,
harus cukup rendah, sehingga dapat mengamankan isolasi peralatan. Tegangan
percikan disebut juga tegangan gagal sela (gap breakdown voltage) sedangkan
tegangan pelepasan disebut juga tegangan sisa (residual voltage) atau jatuh
tegangan (voltage drop) Jatuh tegangan pada arrester = I x R Dimana

I = arus arrester maksimum (A)

R = tahanan arrester (Ohm)

b. Arrester harus mampu memutuskan arus dinamik dan dapat bekerja terus
seperti semula. Batas dari tegangan system di mana arus susulan ini masih
mungkin, disebut tegangan dasar (rated voltage) dari arrester. Pada prinsipnya
arrester membentuk jalan yang mudah dilalui oleh petir, sehingga tidak timbul
tegangan lebih yang tinggi pada peralatan. Pada kondisi normal arrester
berlaku sebagai isolasi tetapi bila timbul

surja arrester berlaku sebagai konduktor yang berfungsi melewatkan aliran


arus yang tinggi ke tanah. Setelah arus hilang, arrester harus dengan cepat
kembali menjadi isolator. Pada dasar arrester terdiri dari dua bagian yaitu : Sela
api (spark gap) dan tahanan kran (valve resistor). Keduanya dihubungkan
secara seri. Batas atas dan bawah dari tegangan percikan ditentukan oleh
tegangan system maksimum dan oleh tingkat isolasi peralatan yang dilindungi.
Untuk penggunaan yang lebih khusus arrester mempunyai satu bahagian lagi
yang disebut dengan Tahanan katup dan system pengaturan atau pembagian
tegangan (grading system). Jika hanya melindungi isolasi terhadap bahaya
kerusakan karena gangguan dengan tidak memperdulikan akibatnya terhadap
pelayanan, maka cukup dipakai sela batang yang memungkinkan terjadinya
percikan pada waktu tegangan mencapai keadaan bahaya. Dalam hal ini,
tegangan system bolak balik akan tetap mempertahankan busur api sampai
pemutus bebannya dibuka. Dengan menyambung sela api ini dengan sebuah
tahanan, maka kemungkinan api dapat dipadamkan. Tetapi bila tahanannya
mempunyai harga tetap, maka jatuh tegangannya menjadi besar sekali
sehingga maksud untuk meniadakan tegangan lebih tidak terlaksana, dengan
akibat bahwa maksud melindungi isolasi pun gagal. Oleh sebab itu disrankan
memakai tahanan kran (valve resistor),

yang mempunyai sifat khusus, yaitu tahanannya kecil sekali bila tegangannya
dan arusnya besar. Proses pengecilan tahanan berlangsung cepat yaitu selama
tegangan lebih mencapai harga puncak. Tegangan lebih dalam hal ini
mengakibatkan penurunan drastis pada tahanan sehingga jatuh tegangannya
dibatasi meskipun arusnya besar. Bila tegangan lebih habis dan tinggal
tegangan normal, tahanannya naik lagi sehingga arus susulannya dibatasi kira
kira 50 ampere. Arus susulan ini akhirnya dimatikan oleh sela api pada waktu
tegangan sistemnya mencapai titik nol yang pertama sehingga alat ini
bertindak sebagai sebuah kran yang menutup arus, dari sini didapatkan nama
tahanan kran. Pada arrester modern pemadaman arus susulan yang cukup
besar (200300 A) dilakukan dengan bantuan medan magnet. Dalam hal ini,
baik amplitude maupun lamanya arus susulan dapat dikurangi dan pemadaman
dapat dilakukan sebelum tegangan system mencapai harga nol. Tegangan
dasar (rated voltage) yang dipakai pada lightning arrester adalah tegangan
maksimum sistem, dimana lightning arrester ini harus mempunyai tegangan
dasar maksimum tak melebihi tegangan dasar maksimum dari sis-tem, yang
disebut dengan tegangan dasar penuh atau lightning arrester 100 %.

3. Alat Pengaman Arus Lebih

a. Fuse Cut Out

Fuse cut out (sekring) adalah suatu alat pengaman yang melindungi jaringan
terhadap arus beban lebih (over load current) yang mengalir melebihi dari
batas maksimum, yang disebabkan karena hubung singkat (short circuit) atau
beban lebih (over load). Konstruksi dari fuse cut out ini jauh lebih sederhana
bila dibandingkan dengan pemutus beban (circuit breaker) yang terdapat di
Gardu Induk (sub-station). Akan tetapi fuse cut out ini mempunyai kemampuan
yang sama dengan pemutus beban tadi.

Fuse cut out ini hanya dapat memutuskan satu saluran kawat jaringan di dalam
satu alat. Apabila diperlukan pemutus saluran tiga fasa maka dibutuhkan fuse
cut out sebanyak tiga buah. Penggunaan fuse cut out ini merupakan bagian
yang terlemah di dalam jaringan distribusi. Sebab fuse cut out boleh dikatakan
hanya berupa sehelai kawat yang memiliki penampang disesuaikan dengan
besarnya arus maksimum yang diperkenankan mengalir di dalam kawat
tersebut. Pemilihan kawat yang digunakan pada fuse cut out ini didasarkan
pada faktor lumer yang rendah dan harus memiliki daya hantar (conductivity)
yang tinggi. Faktor lumer ini ditentukan oleh temperatur bahan tersebut.
Biasanya bahan-bahan yang digunakan untuk fuse cut out ini adalah kawat
perak, kawat tembaga, kawat seng, kawat timbel atau kawat paduan dari
bahanbahan tersebut. Mengingat kawat perak memiliki konduktivitas 60,6
mho/cm lebih tinggi dari kawat tembaga, dan memiliki temperatur 960 C,
maka pada jaringan distribusi banyak digunakan. Kawat perak ini dipasangkan
di dalam tabung porselin yang diisi dengan pasir putih sebagai pemadam busur
api, dan menghubungkan kawat

tersebut pada kawat fasa, sehingga arus mengalir melaluinya. Jenis fuse cut out
ini untuk jaringan distribusi dugunakan dengan saklar pemisah. Pada ujung atas
dihubungkan dengan kontak-kontak yang berupa pisau yang dapat dilepaskan.
Sedangkan pada ujung bawah dihubungkan dengan sebuah engsel. Kalau arus
beban lebih melampaui batas yang diperkenankan, maka kawat perak di dalam
tabung porselin akan putus dan arus yang membahayakan dapat dihentikan.
Pada waktu kawat putus terjadi busur api, yang segera dipadamkan oleh pasir
yang berada di dalam tabung porselin. Karena udara yang berada di dalam
porselin itu kecil maka kemungkinan timbulnya ledakan akan berkurang karena
diredam oleh pasir putih. Panas yang ditimbulkan sebagian besar akan diserap
oleh pasir putih tersebut. Apabila kawat perak menjadi lumer karena tenaga
arus yang melebihi maksimum, maka waktu itu kawat akan hancur. Karena
adanya gaya hentakan, maka tabung porselin akan terlempar keluar dari
kontaknya. Dengan terlepasnya tabung porselin ini yang berfungsi sebagai
saklar pemisah, maka terhidarlah peralatan jaringan distribusi dari

gangguan arus beban lebih atau arus hubung singkat. Umur dari fuse cut out
initergantung pada arus yang melaluinya. Bila arus yang melalui fuse cut out
tersebut melebihi batas maksimum, maka umur fuse cut out lebih pendek.
Oleh karena itu pemasangan fuse cut out pada jaringan distribusi hendaknya
yang memiliki kemampuan lebih besar dari kualitas tegangan jaringan, lebih
kurang tiga sampai lima kali arus nominal yang diperkenankan. Fuse cut out ini
biasanya ditempatkan sebagai pengaman tansformator distribusi, dan
pengaman pada cabangcabang saluran feeder yang menuju ke jaringan
distribusi sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
Schneider Electric Industries SAS. 2015. Medium Voltage Switchgear & Products on the
MV Network. France .
Ziari Iman.2012.Planning of Distribution Networks for Medium Voltage and Low
Voltage.Australia.
Kenzelmann Stephan.2012.Modular DC/DC Converter for DC Distribution and Collection
Networks. Suisse.

Kelompok Kerja Standar Kontruksi Disribusi Jaringan Tenaga Listrik dan Pusat
Penelitian Sains dan Teknologi Universitas Indonesia.2010.Buku 5: Standar Konstruksi
Jaringan Tegangan Menengah Tenaga Listrik. PT. PLN Persero. Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai