Salah satu masalah yang ditemukan di puskesmas Ambacang, Lubuk Kilangan dan Andalas adalah
mengenai belum tercapainya target ASI Ekslusif. Ketiga puskesmas tersebut memiliki target dan
capaian yang berbeda-beda. Puskesmas Ambacang memiliki target 80% dengan capaian sudah 70%,
sedangkan Puskesmas Lubuk Kilangan dan Andalas masing-masing memiliki target 75% dan 50%,
dengan capaian masing-masing 70% dan 23%. Perbedaan target yang dimiliki puskesmas disebabkan
Terdapat kendala yang menyebabkan belum tercapainya target tersebut diantaranya kemampuan
melaksanakan ASI ekslusif, dimana pendataan seringkali dilakukan hanya saat posyandu. Sementara
masih banyak masyarakat yang tidak mengikuti posyandu karena terbatasnya waktu operasional
posyandu atau memang karena masyarakat tersebut yang tidak memeriksakan diri sama sekali baik
ke posyandu ataupun ke FKTP lain yang ada di wilayah kerja puskesmas tersebut. Meskipun dari
pemegang program di puskesmas menyatakan melakukan pendataan secara door to door kepada
masyarakat yang tidak datang ke posyandu namun dirasa hal tersebut tidak mungkin menyeluruh
dilakukan karena keterbatasan waktu petugas puskesmas dan terdapat program/ tugas lain yang
harus dijalankan pemegang program tersebut. Selain itu, untuk masyarakat yang berobat ke FKTP
lain seperti praktik bidan swasta/ klinik swasta yang berada di wilayah kerja puskesmas, tentunya
juga telah di data oleh pihak tersebut. Namun seringkali laporan dari FKTP lain tersebut terlambat
bahkan tidak diberikan kepada pihak puskesmas. Hal ini lah yang menyebabkan tidak terkumpulnya
data secara kolektif oleh pihak puskesmas sehingga mempengaruhi pencatatan dan pelaporan
puskesmas terutama untuk masalah ASI ekslusif. Sekalipun semua data sudah dikumpulkan secara
kolektif, masih memungkinkan terjadinya kesalahan dalam pencatatan dan pelaporan yang
disebabkan karena terdapat masyarakat yang pindah FKTP ke luar wilayah kerja tempat ia terdaftar,
Peserta BPJS terdiri dari PBI dan non-PBI. Kebanyakan pasien yang datang berobat ke puskesmas
adalah peserta PBI dikarenakan peserta-peserta tersebut dibayarkan oleh pemerintah. Sedangkan
untuk peserta non-PBI, yang membayar iuran sendiri ke BPJS, mereka kebanyakan lebih memilih
berobat ke FKTP selain puskesmas seperti praktek bidan/ dokter swasta dan klinik-klinik swasta. Hal
ini disebabkan karena masih kurangnya pelayanan yang ada di puskesmas. Hal ini bisa dilihat dari
bagian administrasi puskesmas yang membuat pasien harus menunggu panggilan untuk registrasi
terlalu lama (15-20 menitan), kemudian harus menunggu lagi antrian untuk berobat ke BP tertentu,
kurangnya pelayanan oleh dokter di puskesmas bahkan ada puskesmas yang memberdayakan
tenaga kesehatan selain dokter untuk mengisi bagian pengobatan, tidak nyamannya ruang tunggu,
tidak tersedianya kamar mandi yang bersih dan nyaman, obat-obatan yang diberikan sangat standar,
dan banyak hal lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut, puskesmas perlu untuk meningkatkan
kualitas pelayanannya agar peserta BPJS terutama non-PBI tetap memilih puskesmas sebagai FKTP
nya.
Jika puskesmas tidak berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya sehingga peserta non-PBI
beralih ke FKTP selain puskesmas, konsekuensi terbesar yang diterima puskesmas adalah collapse.
Sebagaimana kita tau bahwa salah satu pendapatan puskesmas berasal dari BPJS yang terdiri dari
kapitasi dan non-kapitasi. Indikator yang harus dipenuhi agar pembayaran kapitasi terhadap
dipotong. Di puskesmas Ambacang, jika indikator tersebut tidak terpenuhi selama 3 bulan berturut-
turut, pada bulan berikutnya dana kapitasi akan dipotong. Ketentuan yang sama juga berlaku untuk
FKTP namun sepertinya hal ini masih tertera di peraturan saja, belum dilaksanakan.
pelayanan pada FKTP, disebutkan bahwa bagi klinik pratama milik swasta dan praktik dokter mandiri
tetap dilakukan penilaian kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan tanpa diterapkan
penyesuaian kapitasi sampai dengan tanggal 31 Desember 2017. Dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian dana kapitasi terhadap FKTP dan praktik dokter mendiri seperti halnya yang diterapkan
pada puskesmas akan dilakukan setelah tanggal tersebut. (Peraturan Bersama Sekretaris Jenderal
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dan Direktur Utama BPJS, Nomor hk.01.08/iii/980/2017
Sedangkan untuk ketentuan pemotongan dana kapitasi tersebut adalah sebagai berikut:
- Apabila 3 target indikator komitmen pelayanan tercapai, maka FKTP menerima pembayaran
- Apabila hanya 2 target indikator komitmen pelayanan yang tercapai, maka FKTP menerima
- Apabila hanya 1 2 target indikator komitmen pelayanan yang tercapai, maka FKTP menerima
- FKTP yang tidak memenuhi seluruh target indikator komitmen pelayanan, maka FKTP
dan Direktur Utama BPJS, Nomor hk.01.08/iii/980/2017 tahun 2017, Nomor 2 tahun 2017
3. Penyakit akibat Perilaku
Diantara penyakit akibat perilaku yang sering ditemukan di masing-masing puskesmas adalah
masalah penggunaan NAPZA dan HIV. Untuk HIV di puskesmas Ambacang selama tahun 2017 bulan
Januari-September ditemukan sebanyak 2 kasus, di puskesmas Andalas dan Lubuk Kilangan masing-
masing sebanyak 5 dan 10 kasus. Dari kesemua kasus yang ditemukan didapatkan penderita
Terkait permasalahan NAPZA dan HIV, pihak puskesmas telah melakukan beberapa upaya promotif
dan preventif seperti penyuluhan kepada siswa-siswa sekolah SMP, SMA dan SMK. Selain
penyuluhan pihak puskesmas juga telah melakukan scrining HIV secara rutin dan gratis terutama
untuk ibu hamil dan penderita TB serta pernah beberapa kali melakukan screening terhadap siswa-
siswa di sekolah. Sedangkan untuk pasien-pasien yang sudah HIV (+), puskesmas berperan dalam
memberikan pengobatan, konseling dan pemantauan rutin terhadap pasien tersebut dan
keluarganya.
Kasus HIV (+) memang banyak ditemukan pada usia 20-30an yang berarti 5-10 tahun sebelum HIV (+)
pasien tersebut telah terinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa usia remaja memiliki risiko tinggi
terhadap kejadian HIV ataupun penyalahgunaan NAPZA. Usia remaja yang penuh dengan rasa
keingintahuan perlu pengawasan yang tepat dari pihak orangtuanya agar tidak mendapatkan
informasi yang salah dari media atau sumber yag salah. Untuk itu, perlu peningkatan peran orangtua
dalam mengawasi perkembangan remaja. Bisa kita lihat, bahwa kebanyakan kasus remaja yang
menggunakan NAPZA dan terlibat HIV terjadi karena kurangnya perhatian dari orangtua, atau karena
terjadinya broken home. Sehingga untuk menangani penyakit akibat perilaku bukan hanya remaja
nya saja yang perlu disuluh, namun juga sangat penting memberikan penyuluhan dan pengetahuan
kepada orangtua dan guru agar dapat berperan serta dalam mengawasi perkembangan remaja.
Salah satu hal kecil yang berdampak besar dan jangka panjang adalah ASI ekslusif. Telah
terbentuknya bonding antara anak dan ibu sejak dari bayi akan menyebabkan anak merasa diberikan
kasih sayang penuh, diikuti dengan perhatian sepanjang perjalanan usianya, akan membuat anak
merasa dekat dan percaya dengan orangtua sehingga segala apapun akan dikomunikasikan oleh
PUBLIC HEALTH
Oleh:
1210311025
Penguji:
PADANG
2017