Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kemiskinan merupakan isu sentral di Tanah Air, terutama setelah

Indoenesia dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode

1997-1999 dari dara BPS dan Depsos (2002), jumlah penduduk miskin

mencapai 35,7 juta jiwa dan 15,6 juta jiwa (43%) diantaranya masuk kategori

fakir miskin. Krisis ekonomi di Indoensia menyebabkan jumlah penduduk

miskin terus bertambah. Keadaan ini berpengaruh pada kehiduoan masyarakat.

Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar berkurang, termasuk dalam

mengakses pelayanan kesehatan. Tentunya fenomena banyakanya masyarakat

miskin lebih memilih pengobatan alternatif daripada pergi ke rumah sakit

adalah hal yang sering terjadi di Negara ini. Hal tersebut dikarenakan

ketidakmampuan masyarakat miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan

yang tergolong mahal.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang

dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia

menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor

24 Tahun 2011. Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah

berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota

BPJS. Kartu Indonesia Sehat adalah program bantuan sosial untuk pelayanan

kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program KIS diharapkan

dapat menjaga masyarakat agar tetap sehat dan produktif. Program KIS

diharapkan untuk melindungi pesertanya dari resiko pengeluaran kesehatan

1
yang berdampak membawa bencana (dampak katastropik finansial). Pada

intinya, program KIS diharapkan membantu supaya pesertanya bisa terbebas

dari mata rantai kemiskinan.

Diketahui selama ini kesehatan bagi masyarakat miskin masih rendah

karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan, hal ini disebabkan tidak

adanya kemampuan secara ekonomi untuk membayar biaya pelayanan

kesehatan yang semakin mahal. Derajat kesehatan yang rendah

berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas pekerja yang pada

akhirnya menjadi beban masyarakat dan pemerintah. Walaupun selama ini

pemerintah telah membentuk beberapa program jaminan kesehatan bagi

masyarakat khususnya masyarakat miskin, namun sebagian besar

masyarakat belum memperoleh perlindungan yang memadai dengan

program sebelumnya. Untuk itu perlu adanya sasaran yang lebih luas lagi dan

manfaat yang lebih besar pada setiap peserta.

Di Indonesia, sejak ada gerakan reformasi tahun 1998, paradigma yang

berkembang dalam administrasi publik adalah tuntutan pelayanan publik yang

lebih baik dari sebelumnya. Tuntutan akan pelayanan yang baik dan

memuaskan kepada publik menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh

instansi yang terkait penyelenggara pelayanan publik. Tuntutan tersebut

muncul seiring dengan berkembangnya era reformasi (1998) dan otonomi

daerah (2001) sejak tumbangnya kekuasaan rezim orde baru.

Pelayanan publik di Indonesia masih menjadi masalah hingga saat ini

karena pelayanan yang diberikan oleh instansi terkait kepada publik seringkali

dianggap belum baik dan memuaskan. Kesimpulan yang disebutkan Agus

2
Dwiyanto, dkk dalam GDS (Governance and Decentralization) 2002 di 20

Propinsi di Indonesia tentang pelayanan publik menyebutkan walaupun

pelaksanaan otonomi daerah tidak mempengaruhi kualitas pelayanan publik,

secara umum praktek penyelenggaraan pelayanan publik masih jauh dari

prinsip-prinsip yang ada di instansi.

Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat

sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan

masyarakat. Karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan

umum (public services) sangat strategis karena akan sangat menentukan

sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya

bagi masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana negara

telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.

Pemerintah sebagai salah satu penyedia pelayanan, dituntut untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat agar kepuasan

masyarakat yang dilayani terpenuhi. Dengan demikian pelayanan diarahkan

pada perspektif kepentingan masyarakat luas. Puskesmas sebagai Unit

Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yaitu unit organisasi yang diberikan

kewenangan kemandirian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten untuk

melaksanakan tugas-tugas teknis operasional pembangunan kesehatan di

wilayah kecamatan. Sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan, Puskesmas

bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat

dengan mutu yang baik dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.

Buruknya kinerja pelayanan publik ini antara lain dikarenakan belum

dilaksanakannya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan

3
pelayanan publik. Oleh karena itu pelayanan publik harus dilaksanakan secara

transparan dan akuntabel oleh setiap unit pelayanan instansi pemerintah karena

kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam

mencapai kesejahertaan masyarakat. Mengingat jenis pelayanan sangat

beragam dengan sifat dan karakterisitik yang berbeda, maka dalam memenuhi

pelayanan diperlukan pedoman yang digunakan sebagai acuan bagi instansi

dilingkungan instansi kesehatan khususnya di Puskesmas Palanro Kabupaten

Barru.

Pelayanan yang bermutu merupakan salah satu tolak ukur kepuasan yang

berefek pada keinginan pasien untuk kembali kepada instusi yang memberikan

pelayanan kesehatan yang efektif. Namun bentuk pelayanan yang efektif

seringkali berbeda persepsi antara pasien dengan pemberi layanan. Pasien

mengartikan pelayanan yang bermutu dan efektif jika pelayaanannya nyaman,

menyenangkan dan petugasnya ramah yang mana secara keseluruhan

memberikan kesan kepuasan terhaddap pasien. Sedangkan pemberi pelayanan

mengartikan pelayanan yang bermutu dan efektif jika pelayanan sesuai dengan

standar pemerintah. Adanya perbedaam persepsi antara petugas kesehatan

dengan pasien dalam hal pelayanan kesehatan yang efektif masih sering

memunculkan kesalahpahaman terhadap pelayanan terutama bagi masyarakat

miskin.

Harus disadari bahwa dengan semakin berkembangnya pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan oleh swasta baik Balai Pengobatan (BP)

maupun dokter praktek swasta merupakan pesaing Puskesmas pada saat

sekarang ini. Tanpa adanya peningkatan mutu pelayanan dari Puskesmas, maka

dalam jangka panjang masyarakat menengah ke atas akan memanfaatkan BP

4
swasta, sedang Puskesmas akan semakin dijauhi. Apabila pendapatan

penduduk membaik maka masyarakat cenderung menggunakan fasilitas

pelayanan swasta.

Masyarakat miskin merupakan isu sentral ditanah air, terutama setelah

Indonesia dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode 1997-

1999 dari data BPS dan Depsos (2002), jumlah penduduk miskin mencapai

35,7 juta jiwa dan 15,6 juta jiwa. Diantaranya kateggori miskin. Krisis

ekonomi diindonesia menyebabkan jumlah penduduk miskin terus bertambah.

Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar berkurang, termaksud dalam

mengakses pelayanan kesehatan. Tentunya banyaknya masyarakat miskin lebih

memilih pengobatan alternative ketimbang pergi kerumah sakit adalah hal yang

sering terjadi di Negara ini.

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka peneliti sangat tertarik

untuk meneliti tentang persepsi peserta kartu Indonesia sehat (KIS) terhadap

kualiltas pelayanan kesehatan di Puskesmas Palanro

B. Pokus Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan

yang dihadapi oleh unit pelayanan kesehatan di Puskesmas Palanro Kabupaten

Barru. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut ; Bagaimana

persepsi masyarakat peserta kartu Indonesia sehat (KIS) dalam mendapatkan

pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di Puskesmas Palanro?

5
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk menganalisis tingkat persepsi

masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan pemerintah untuk masyarakat

miskin di Puskesmas Palanro

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat secara akademik

maupun praktis

1. Manfaat Akademik

Sebagai bahan pengembangan kajian ilmu administrasi khususnya pada

kajian kualitas pelayanan publik, khususnya dalam bidang pelayanan

kesehatan di Puskesmas Palanro Kabupaten Barru

2. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan bisa memberikan tambahan

referensi bagi pelaksana pelayanan unit terpadu di Puskesmas Palanro,

selain ittu diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan

pengalaman dalam melaksanakan tugas dilapangan dan dapat bermanfaat

terhadap pengembangan ilmu administrasi khususnya masalah yang

berkaitan dengan pelayanan kesehatan di unit pelayanan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Puskesmas

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan

di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya kesehatan

bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran ,kemauan dan kemampuan

hidup sehat agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal .

Puskesmas merupakan organisasi fungsional yang menyelenggarakan

upaya kesehatan yang menyeluruh,terpadu,merata dan dapat diterima dan

dijangkau oleh masyarakat dengan peranserta aktif masyarakat dan

menggunakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna dan

biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan

tersebut menitiberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna

mencapai derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan

kepada perorangan. Puskesmas merupakan unit pelayanan teknis dibawah

supervisi dinas kesehatan Kabupaten /Kota. Secara umum,mereka harus

memeberikan pelayanan preventif,promotif, kuratif,sampai dengan

rehabilitatif baik melalui upaya kesehatan perorangan (UKP) atau upaya

kesehatan. Puskesmas dapat memeberikan pelayanan rawat jalan. Hal ini

disepakati oleh puskesmas dan dinas kesehatan yang bersangkutan.Dalam

memberikan pelayanan dimasyarakat,puskesmas biasanya memiliki subunit

seperti puskesdes pembentu,keliling,posyandu,pos kesehatan desa maupun

7
pos bersalin (polindes).(http://id.wikipedia.or/wiki/pusat_Kesehatan

Masyarakat) (Dep.Kes.RI.1980)

Kesehatan merupakan faktor yang sangat penting dalam tahapan hidup

manusia. Dengan kondisi yang sehat, manusia dapat melakukan aktivitas

sehari-harinya dengan baik, tanpa terganggu oleh kesehatan tubuh yang

kurang optimal. Masyarakat di Indonesia masih terbilang terbelakang dalam

hal menjaga kesehatan mereka masih kurang menyadari akan pentingnya

untuk menjaga kesehatan diri, keluarga dan lingkungannya, yaitu memahami

akan pentingnya promotif dan preventif atau lebih kita kenal dengan lebih

baik mencegah daripada mengobati.

Untuk itu, sangatlah perlu terselengaranya berbagai upaya kesehatan,

baik upaya kesehatan perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat yang

sesuai dengan azas penyelenggaraan. Yang hal tersebut merupakan salah satu

fungsi dari puskesmas, sehingga untuk memperbaiki kesehatan masyarakat

tersebut, perlu ditunjang oleh manajemen puskesmas yang baik agar

puskesmas benar-benar berfungsi sesuai dengan tugasnya.

Upaya yang diselenggarakan di puskesmas terdiri dari Upaya

Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya Kesehatan

Wajib merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh seluruh

Puskesmas di Indonesia, upaya ini memberikan daya ungkit paling besar

terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan melalui peningkatan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM), serta merupakan kesepakan global dan

nasional. Yang termasuk di dalam Upaya Kesehatan Wajib adalah Promosi

Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga

8
Berencana, Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan

Penyakit Menular serta Pengobatan.

2. KIS

KIS adalah suatu jaminan kesehatan yang diberikan kepada keluarga

miskin melalui pendekatanKartu Indonsesia Sehat ( KIS) atas asuransi yan

preminya dibayar oleh pemerintah bagi warga yang tidak mampu dalam

melakukan pengobatan di Rumah Sakit. Hal ini merupakan wujut nyata dari

komitmen pemerintah untuk memberikan perhatian khususnya bagi

masyarakat miskin dengan KIS, masyarakat miskin dapat memperoleh

pelayanan kesehatan gratis tanpa di pungut biaya.

Masyarakat miskin merupakan isu sentral ditanah air, terutama setelah

Indonesia dilanda krisis multidimensional yang memuncak pada periode

1997-1999 dari data BPS dan Depsos (2002), jumlah penduduk miskin

mencapai 35,7 juta jiwa dan 15,6 juta jiwa. Diantaranya kateggori miskin.

Krisis ekonomi diindonesia menyebabkan jumlah penduduk miskin terus

bertambah. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar berkurang,

termaksud dalam mengakses pelayanan kesehatan. Tentunya banyaknya

masyarakat miskin lebih memilih pengobatan alternative ketimbang pergi

kerumah sakit adalah hal yang sering terjadi di Negara ini. Hal tersebut

dikarenakan ketidak mampuan masyarakat untuk mengakses kesehatan

Rumah Sakit.

Pada dasarnya kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia

dengan amanat Undang-undang dasar, pemerintah berkewajiban memberikan

akses pelayanan kesehatan yang bermutu kepada seluruh masyarakat di

Indonesia terutama bagi keluarga miskin. Kehidupan masyarakat miskin di

9
Indonesia merupakan bagian dari tanggung jawab Pemerintah. Oleh karena

itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bertanggung jawab

menyediakan dana lagi bagi masyarakat miskin guna memperoleh pelayanan

kesehatan. Upaya pemerintah tersebut di tuangkan dalam bentuk program-

program penanggulangan masalah kesehatan bagi keluarga miskin salah

satunya diantaranya adalah Kartu Indonesia Sehat ( KIS)

3. Persepsi

Kata persepsi berasal dari kata Perception yang berarti kesadaran,

pengaturan data pancaindera kedalam pola-pola pengalaman. menurut Bima

Walgito, Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses

penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu

melalui alat melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun

proses itu tidak begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan oleh

proses selanjutnya merupakan proses persepsi.Pada umumnya manusia

mempersepsikan suatu objek berdasarkan kacamatanya sendiri, yang diwarnai

oleh nilai dan pengalamannya. Notoatmodja mendefinisikan persepsi sebagai

pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai

persepsi yang berbeda, meskipun mengamati objek yang sama.

Menurut Prasetijo pembentukan persepsi seseorang tergantung pada

berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal seperti :

pengalaman, kebutuhan saat itu, nilai nilai yang dianut, ekpetasi maupun

faktor eksternal seperti tampakan produk, sifat sifat stimulus dan situasi

lingkungan.

Persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan dipengaruhi oleh

harapan terhadap pelayanan yang diinginkan. Harapan ini dibentuk oleh apa

10
yang konsumen dengar dari konsumen lain dari mulut ke mulut , kebutuhan

pasien, pengalaman masa lalu dan pengaruh komunikasi eksternal. Pelayanan

yang diterima dari harapan yang ada mempengaruhi konsumen terhadap

kualitas pelayanan.

Menurut Brown dkk persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan

adalah didasarkan atas sebuah kompleksitas dari serangkaian berbagai variabel

termasuk pengalaman langsung yang dimiliki oleh para pelangganselama

menggunakan jasa dan hubungan mereka dengan perusahaan atau yang

lainnnya seperti apa yang mereka baca, lihat dan dengar mengenai perusahaan

dan apa yang mereka peroleh selama menggunakan dan berhubungan dengan

jasa perusahaan.

Kata persepsi berasal dari kata perception yang berarti kesadaran,

pengaturan dan pancaindera ke dalam pola-pola pengalaman. Menurut Bimo

Walgio persepsi merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu

melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak

begitu saja, melainkan stimulus tersebut ditentukan dan proses selanjutnya

merupakan persepsi.

Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi

manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya.

Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern dan

ekstern. Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang

persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung makna yang sama. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan)

langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui

panca inderanya. Sugihartono, dkk (2007: 8) mengemukakan bahwa

11
persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau

proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera

manusia.

Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam

penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang

positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia

yang tampak atau nyata. Bimo Walgito (2004: 70) mengungkapkan bahwa

persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian , penginterpretasian

terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga

menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam

diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh

individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan

mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu

yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan

berfikir, pengalaman pengalaman yang dimiliki individu tidak sama,

maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan

berbeda antar individu satu dengan individu lain.

Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda

yang sama dengan cara yang berbeda - beda. Perbedaan tersebut bisa

dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan,

pengalaman dan sudut pandangnya. Persepsi juga bertautan dengan cara

pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda

beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha

untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun negatif ibarat file yang

sudah tersimpan rapi di dalam alam pikiran bawah sadar kita. File itu

12
akan segera muncul ketika ada stimulus yang memicunya, ada kejadian

yang membukanya. Persepsi merupakan hasil kerja otak dalam

memahami atau menilai suatu hal yang terjadi di sekitarnya (Waidi, 2006:

118). Jalaludin Rakhmat (2007: 51) menyatakan persepsi adalah

pengamatan tentang objek, peristiwa atau hubungan - hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Sedangkan, Suharman (2005: 23) menyatakan: persepsi

merupakan suatu proses menginterpretasikan atau menafsir informasi

yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia. Menurutnya ada tiga

aspek di dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi

manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat

bahwa persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan

hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu

sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera - indera

yang dimilikinya.

Syarat Terjadinya Persepsi

Menurut Sunaryo (2004: 98) syarat - syarat terjadinya persepsi

adalah sebagai berikut:

a. Adanya objek yang dipersepsi

b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai

suatu persiapan dalam mengadakan persepsi.

c. Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus

d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak,

yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.

13
Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Miftah Toha (2003: 154), faktor - faktor yang mempengaruhi

persepsi seseorang adalah sebagai berikut :

a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu,

prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar,

keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat dan

motivasi.

b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang

diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran,

keberlawanan, pengulangan gerak, hal - hal baru dan familiar atau

ketidak asingan suatu objek.

Menurut Bimo Walgito (2004:70) faktor - faktor yang berperan dalam

persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:

a. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau

reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi,

tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang

langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

b. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima

stimulus, disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk

meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf,

14
yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk

mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi

seseorang.

c. Perhatian

Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan

adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan

dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan

pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan

kepada sesuatu sekumpulan objek.

Faktor - faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda

satu sama lain dan akan berpengaruh pada individu dalam

mempersepsi suatu objek, stimulus, meskipun objek tersebut benar -

benar sama. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda

dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.

Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaan -

perbedaan individu, perbedaan - perbedaan dalam kepribadian,

perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Pada dasarnya

proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri seseorang, namun

persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, dan

pengetahuannya.

Proses Persepsi

Menurut Miftah Toha (2003: 145), proses terbentuknya persepsi

didasari pada beberapa tahapan, yaitu:

15
a. Stimulus atau Rangsangan

Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada

suatustimulus/rangsangan yang hadir dari lingkungannya.

b. Registrasi

Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme

fisik yang berupa penginderaan dan syarat seseorang berpengaruh

melalui alat indera yang dimilikinya. Seseorang dapat mendengarkan

atau melihat informasi yang terkirim kepadanya, kemudian mendaftar

semua informasi yang terkirim kepadanya tersebut.

c. Interpretasi

Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang

sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang

diterimanya. Proses interpretasi tersebut bergantung pada cara

pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang

4. Kualitas Pelayanan

Istilah kualitas pelayanan memiliki berbagai definisi yang berbeda,

dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategis. Kualitas

terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung

maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan

dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu atau

dapat dikatakan bahwa kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari

kekurangan atau kerusakan (Gasperz, 2005).

16
Ovreveit dalam Saranga (2000) menyatakan bahwa kualitas dalam

jasa pelayanan kesehatan terdiri dari kualitas konsumen (yang berkaitan

dengan apakah pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki

pasien), kualitas professional (yang berkaitan dengan apakah pelayanan yang

diberikan memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan yang didiagnosa oleh

para professional), dan kualitas manajemen (yang berkaitan dengan apakah

jasa yang diberikan dilakukan tanpa pemborosan dan kesalahan, pada harga

yang terjangkau, dan memenuhi peraturan-peraturan resmi dan peraturan

lainnya).

Pengertian kualitas pelayanan jasa berpusat pada upaya

pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan

penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Wyckof (1990)

seperti dikutip Tjiptono (2005) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai

tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat

keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Parasuraman

et al., (1988) seperti dikutip Christina (2011) mendefinisikan kualitas

pelayanan sebagai refleksi persepsi evaluatif konsumen terhadap

pelayanan yang diterima pada suatu waktu tertentu.

Berdasarkan dua definisi kualitas pelayanan di atas dapat diketahui

bahwa terhadap dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas

pelayanan, yaitu pelayanan yang diharapkan (expected service) konsumen

dan pelayanan yang diterima atau dirasakan (perceived service) oleh

konsumen atau hasil yang dirasakan.

17
Parasuraman et al., (1988) seperti dikutip Christina (2011)

menyusun dimensi pokok yang menjadi faktor utama penentu kualitas

pelayanan jasa sebagai berikut:

Adapun masalah yang akan di teliti adalah kualitas pelayanan di

Puskesmas yang berkaitan:

1) Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan kemampuan puskaemas/

perusahaan unuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali

tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai

dengan waktu yang disepakati. Dari kelima dimensi kualitas jasa,

reliability dinilai paling penting oleh pelanggan berbagai industry jasa,

karena sifat produk jasa yang nonstandardized, out put dan produknya juga

sangat tergantung dari aktifitas manusia sehingga sulit mengharapkan out

put yang konsisten. Apalagi jasa yang di produksi dan dikonsumsi pada

saan yang bersamaan. Untuk meningkatkan reliability dibidang pelayanan

kesehatan, pihak manajemen puncak perlu membangun budaya kerja yang

berkualitas yaitu budaya yang tidak ada kesalahan atau corporate culture of

no mistake (yang langsug berhubungan dengan pasien). Budaya kerja

seperti ini perlu diterapkan dengan membentuk kelompok kerja yang

kompak dan mendapat pelatihan secara terus menerus sesuai dengan

perkembangan teknologi fisioterapi dan ekpektasi pasien.

2) Daya tanggap (respossiveness), berkenaan dengan kesediaan dan

kemampuan seorang untuk membantu pasiean dan merespon permintaan

pasien, serta menginformasikan kapan suatu pelayanan akan diberikan dan

kemudian memberikan pelayanan secara tepat. Atau dengan kata lain

dimensi ini dimasukkan kedalam kemampuan petugas kesehatan menolong

18
pelanggan dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bisa memenuhi

harapan pelanggan. Dimensi ini merupakan penilaian kualiatas pelayanan

yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap kecepatan cenderung

miningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan kemajuan teknologi dan

informasi kesehatan yang dimiliki oleh pelanggan. Nilai waktu bagi

pelanggan menjadi semakin mahal karena masyarakat merasa kegiatan

ekonominya semakin meningkat. Time is money, berlaku untuk menilai

kualitas pelayanan kesehatan dari aspek ekonomi para penggunanya.

Pelayanan fisioterapis terhadap kebutuhan pasien kebanyakan ditentukan

oleh sikap para front-linestaff. Mereka secara langsung berhubungan

dengan para pengguna jasa dan keluarga baik melalui tatap muka,

komunikasi nonverbal, langsung atau melalui telepon.

3) Jaminan (assurance) yakni prilaku fissioterapis mampu menumbuhkan

kepercayaan pasien serta menciptakan rasa aman bagi pasien. Jaminan

juga berarti bahwa fisioterapis bersikap sopan dan menguasai pengetahuan

dan keterampilan yang dinutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan dan

masalah pasien. Krieria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan

dan sifat petugas fisiotarapi yang dapat di percaya oleh pasien. Pemenuhan

terhadap criteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa

terbebas dari resiko. Berdasarka riset, dimensi ini meliputi faktor

keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan. Variable ini perlu

dikembangkan oleh pihak manajemen institusi pelayanan kesehatan

dengan melakukan investasi, tidak saja dalam bentuk uang melainkan

keteladanan manajemen puncak, perubahan sikap dan kepribadian staf

yang positif dan perbaikan sistem remunerasinya atau pembayaran upah.

19
4) Empati (empathy), berarti fisioterapis memahami masalah pada pasien dan

bertindak demi kepentingan pasien, serta memberikan perhatian personal

pada pasien. Criteria ini juga mencakup kepedulian dan perhatian khusus

fisioterapis kepada setiap pasien, memahami kebutuhan mereka dan

memberikan kemudahan untuk di hubungi setiap saat jika para pengguna

jasa fisioterapi ingin memperoleh batuannya. Peranan Sumber Daya

Manusia (SDM) sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan karena

mereka dapat langsung memenuhi kepuasan pra pasien ato konsumen.

5) Bukti fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik,

pelengkapan dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan

dalam pelyanan. Kualitas pelayanan juga dapat di rasakan secara langsung

oleh para pengguna jasa dengan menyediakan fasilitas fisik dan

perlengkapan yang memadai. SDM akan mampu bekerja secara optimal

sesuai dengan keterampilan masing- masing. Dalam hal ini perlu

dimasukkan perbaikan sarana komunikasi dan perlengkapan pelayanan

seperti kenyamanan ruang tunggu. Karena sifat produk jasa yang tidak bisa

dilihat, dipegang atau dirasakan perlu ada ukuran lain yang dirasakan lebih

nyata oleh pengguna jasa pelayanan. Dalam hal ini pengguna jasa

menggunakan inderanya (mata, telinga, dan rasa)untuk menilai kualitas

jasa pelayanan kesehatan yang diterimanya, seperti ruang penerimaan

pasien yang nyaman, dilengkapi dengan kursi, lantai berkeramik, TV,

peralatan kantor yang lengkap, seragam SDM yang rapi, menarik dan

bersih.

Dimensi kualitas pelayanan tersebut dapat dipergunakan untuk

mengukur kualitas pelayanan suatu perusahaan jasa. Mengukur

20
kualitas pelayanan menurut berarti mengevaluasi atau membandingkan

kinerja suatu jasa dengan seperangkat standar yang telah ditetapkan

terlebih dahulu (Tjiptono, 2005). Untuk model pengukuran,

Parasuraman et al., (1988) seperti dikutip Christina (2011) telah

membuat sebuah skala multi item yang diberi nama SERVQUAL.

Skala 10 SERVQUAL pertama kali dipublikasikan pada tahun 1988,

dan terdiri dari dua puluh dua item pertanyaan, yang didistribusikan

menyeluruh pada lima dimensi kualitas pelayanan. Untuk mendapatkan

pelayanan yang bagus, kita tidak harus membutuhkan biaya yang mahal.

Pelayanan membutuhkan komitmen dan keyakinan dari

perusahaan untuk memberikan pelayanan maksimal kepada konsumen.

Semua karyawan yang berhubungan dengan konsumen, harus

menganggap diri mereka sebagai duta dari perusahaan. Beberapa

kriteria yang mengikuti dasar penilaian konsumen terhadap kualitas

pelayanan yaitu: (Schiffman dan Kanuk, 2008)

1. Keandalan

Merupakan konsistensi kinerja yang berarti bahwa perusahaan

menyediakan pelayanan yang benar pada waktu yang tepat, dan juga

berarti perusahaan menjunjung tinggi janjinya.

2. Responsif

Merupakan kesediaan dan kesiapan karyawan untuk memberikan

pelayanan.

3. Kompetensi

Berarti memiliki kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk

melayani.

21
4. Aksesibilitas

Meliputi kemudahan untuk dihubungi.

5. Kesopanan

Meliputi rasa hormat, sopan, dan keramahan karyawan..

6. Komunikasi

Berarti membiarkan konsumen mendapat informasi yang dibutuhkan

dan bersedia mendengarkan konsumen.

7. Kredibilitas

Meliputi kepercayaan, keyakinan, dan kejujuran.

8. Keamanan

Yaitu aman dari bahaya, risiko, atau kerugian.

9. Empati

Yaitu berusaha untuk mengerti kebutuhan dan keinginan konsumen.

10. Fisik

Meliputi fasilitas, penampilan karyawan, dan peralatan yang

digunakan untuk melayani konsumen.

Variabel yang dingunakan :

1. Variable independen, persepsi masyarakat.

a. Persepsi positif merupakan suatu tanggapan, sikap dan reaksi terhadap

tau rangsangan yang diterima oleh masyarakat dengan baik dan benar

terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan petugas pelayanan.

b. Persepsi negatif merupakan suatu tanggapan, sikap dan nilai yang

kurang baik terhadap stimulus atau rangsangan yang diterima oleh

22
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan petugas

pelayanan.

2. Variable dependen, Pelayanan kesehatan

a. Kompetensi teknis merupakan komponen dari keterampilan,

kemampuan dan penampilan patra petugas pelayanan kesehatan

b. Akses terhadap pelayanan meruapakn pasien tidak terhalang oleh

apapun untuk menerima pelayanan kesehatan bak dari segi pembiayaan

yang terjangkau, agama, status dan sebagainya

c. Efektifitas merupakan hal yang berhubungan dengan norma pelayanan

kesehatan sesuai standar dan prosedur yang ada

d. Efisiensi merupakan pelayanan yang akan memberikan perhatian yang

optimal kepada pasien dan masyarakat.

B. Model Berpikir

Masyarakat miskin yang menggunakan Kartu Indonesia Sehat (KIS) tentu

memiliki harapan-harapan terhadap pelayanan yang diberikan oleh

Puskesmas selaku fasilitas kesehatan tingkat I. Kualitas pelayanan yang

diberikan oleh puskesmas terhadap masyarakat merupakan selisih antara

persepsi pelayanan yang diterima masyarakat dengan harapan konsumen

sehingga dapat dijadikan landasan untuk meningkatkan kepuasan masyarakat

khususnya masyarakat miskin yang menjalani pengobatan di Puskesmas

Palanro yang meliputi lima dimensi yaitu tangibles, reliability,

responsiveness, assurance dan emphaty.

Dalam rangka mewujudkan salah satu model yang digunakan

untuk mengukur persepsi kepuasan pelanggan terhadap pelayanan

23
atau kinerja keimigrasian dilakukan berdasarkan pada konsep

pengukuran kualitas layanan yang dikemukakan oleh Zeithami, dkk

(1996:38) alat ukur kualitas pelayanan ini disebut SERQUAL (Service

Quality) berdasarkan skala Likerts yang menjadi pilihan responden dari

pelayanan masyarakat untuk memahami persepsi masyarakat atau

pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang terdiri dari Responsiveness,

Assurance, Tangible, Empathy, Reliability, maka tujuan Puskesmas dapat

dicapai melalui upaya memuaskan pelanggan.

Adapun masalah yang akan di teliti adalah kualitas pelayanan di

Puskesmas yang berkaitan:

6) Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan kemampuan puskaemas/

perusahaan unuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali

tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai

dengan waktu yang disepakati. Dari kelima dimensi kualitas jasa,

reliability dinilai paling penting oleh pelanggan berbagai industry jasa,

karena sifat produk jasa yang nonstandardized, out put dan produknya juga

sangat tergantung dari aktifitas manusia sehingga sulit mengharapkan out

put yang konsisten. Apalagi jasa yang di produksi dan dikonsumsi pada

saan yang bersamaan. Untuk meningkatkan reliability dibidang pelayanan

kesehatan, pihak manajemen puncak perlu membangun budaya kerja yang

berkualitas yaitu budaya yang tidak ada kesalahan atau corporate culture of

no mistake (yang langsug berhubungan dengan pasien). Budaya kerja

seperti ini perlu diterapkan dengan membentuk kelompok kerja yang

kompak dan mendapat pelatihan secara terus menerus sesuai dengan

perkembangan teknologi fisioterapi dan ekpektasi pasien.

24
7) Daya tanggap (respossiveness), berkenaan dengan kesediaan dan

kemampuan seorang untuk membantu pasiean dan merespon permintaan

pasien, serta menginformasikan kapan suatu pelayanan akan diberikan dan

kemudian memberikan pelayanan secara tepat. Atau dengan kata lain

dimensi ini dimasukkan kedalam kemampuan petugas kesehatan menolong

pelanggan dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bisa memenuhi

harapan pelanggan. Dimensi ini merupakan penilaian kualiatas pelayanan

yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap kecepatan cenderung

miningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan kemajuan teknologi dan

informasi kesehatan yang dimiliki oleh pelanggan. Nilai waktu bagi

pelanggan menjadi semakin mahal karena masyarakat merasa kegiatan

ekonominya semakin meningkat. Time is money, berlaku untuk menilai

kualitas pelayanan kesehatan dari aspek ekonomi para penggunanya.

Pelayanan fisioterapis terhadap kebutuhan pasien kebanyakan ditentukan

oleh sikap para front-linestaff. Mereka secara langsung berhubungan

dengan para pengguna jasa dan keluarga baik melalui tatap muka,

komunikasi nonverbal, langsung atau melalui telepon.

8) Jaminan (assurance) yakni prilaku fissioterapis mampu menumbuhkan

kepercayaan pasien serta menciptakan rasa aman bagi pasien. Jaminan

juga berarti bahwa fisioterapis bersikap sopan dan menguasai pengetahuan

dan keterampilan yang dinutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan dan

masalah pasien. Krieria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan

dan sifat petugas fisiotarapi yang dapat di percaya oleh pasien. Pemenuhan

terhadap criteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa

terbebas dari resiko. Berdasarka riset, dimensi ini meliputi faktor

25
keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan. Variable ini perlu

dikembangkan oleh pihak manajemen institusi pelayanan kesehatan

dengan melakukan investasi, tidak saja dalam bentuk uang melainkan

keteladanan manajemen puncak, perubahan sikap dan kepribadian staf

yang positif dan perbaikan sistem remunerasinya atau pembayaran upah.

9) Empati (empathy), berarti fisioterapis memahami masalah pada pasien dan

bertindak demi kepentingan pasien, serta memberikan perhatian personal

pada pasien. Criteria ini juga mencakup kepedulian dan perhatian khusus

fisioterapis kepada setiap pasien, memahami kebutuhan mereka dan

memberikan kemudahan untuk di hubungi setiap saat jika para pengguna

jasa fisioterapi ingin memperoleh batuannya. Peranan Sumber Daya

Manusia (SDM) sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan karena

mereka dapat langsung memenuhi kepuasan pra pasien ato konsumen.

10) Bukti fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik,

pelengkapan dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan

dalam pelyanan. Kualitas pelayanan juga dapat di rasakan secara langsung

oleh para pengguna jasa dengan menyediakan fasilitas fisik dan

perlengkapan yang memadai. SDM akan mampu bekerja secara optimal

sesuai dengan keterampilan masing- masing. Dalam hal ini perlu

dimasukkan perbaikan sarana komunikasi dan perlengkapan pelayanan

seperti kenyamanan ruang tunggu. Karena sifat produk jasa yang tidak bisa

dilihat, dipegang atau dirasakan perlu ada ukuran lain yang dirasakan lebih

nyata oleh pengguna jasa pelayanan. Dalam hal ini pengguna jasa

menggunakan inderanya (mata, telinga, dan rasa)untuk menilai kualitas

jasa pelayanan kesehatan yang diterimanya, seperti ruang penerimaan

26
pasien yang nyaman, dilengkapi dengan kursi, lantai berkeramik, TV,

peralatan kantor yang lengkap, seragam SDM yang rapi, menarik dan

bersih.

Dengan demikian kualitas pelayanan yang baik merupakan

langkah awal kepuasan pelanggan karena kualitas pelayanan yang tinggi

akan menimbulkan kepuasan. Pelanggan yang puas dengan kinerja suatu

pelayanan akan menilai bahwa petugas pelayanan tersebut berkualitas

tinggi. Dari keterangan di atas menjadi suatu kerangka berpikir,

sebagai berikut :

27
Gambar 1:

Model Berpikir

1. Tangibels

- Kelengkapan sarana dan prasarana

- Ruang Pelayananan

2. Realibility

- Petugas yang tepat waktu


Persepsi masyarakat
- Prosedur Pelayanan
pengguna Kartu
Indonesia Sehat
terhadap kualitas 3. Responsiviveness

pelayanan di Puskesmas - Pelayanan yang cepat dan tepat


Palanro - Kejelasan prosedur

4. Assurance

- Kemampuan petugas pelayanan

- Kecermatan pegawai

5. Emphaty

- Keadilan dalam pelayanan

- Keramahan dan kesopanan pegawai

28
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu metode yang dugunakan sebagai

penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah. Tujuan dari

penggunaan metodoologi ini adalah untuk meramalkan, mengontrol dan

menjelaskan gejala-gejala yan teramati guna mendapatkan kebenaran yang kita

inginkan.

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena

pendekatan kuantitatif dapat menghasilkan data yang akurat setelah penghitungan

yang tepat. Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan dalam

penelitian yang lebih ditekankan pada data dapat dihitung untuk menghasilkan

penafsiran kuantitatif yang kokoh. Penelitian kuantitatif pun sifatnya adalah

objektif, sehingga kita bisa melihat langsung sebuah keadaan.

Metode penelitian yang digunakan ini adalah metode deskriptif. Metode

ini bertujuan untuk memutuskan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan

fakta, keadaan, variabel, dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung

dan menyajikan apa adanya. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha

mengungkapkan dan mendeskripsikan secara faktual, akurat dan sistematis

mengenai persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan untuk masyarakat

miskin yang menggunakan kartu Indonesia sehat di Puskesmas Palanro.

29
B. Unit Analisis

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Palanro Kabupaten Barru.

dan waktu penelitian ini dimulai pada bulan Februari April 2016.

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat miskin yang

menggunakan Kartu Indonesia Sehat pada bulan Februari-April 2016 yang

berjumlah 400 pasien. Adapun yang dijadikan sampel dalam penelitian ini

adalah masyarakat yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Masyarakat yang menggunakan Kartu Indonesia Sehat yang telah

menggunakannya selama 3 bulan terhitung bulan Februari-April 2016

2. Sudah menjalani pengobatan atau merasakan pelayanan rawat jalan di

Puskesmas Palanro

C. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang

akan dilakukan adalah dengan melalui ;

a. Observasi yang dalam metode ilmiah biasa diartikan sebagai pengamatan

dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diteliti.

Sedangkan dalam arti luas tidak hanya terbatas pada pengamatan langsung

dan tidak langsung, termasuk dalam pengamatan tidak langsung adalah

kuisioner dan test. Peneliti mengobservasi bagaimana pelayanan kesehatan

untuk masyarakat miskin yang menggunakan kartu Indonesia Sehat di

Puskesmas Palanro

b. Angket , yaitu dengan cara memberikan beberapa pertanyaan kepada

masyarakat atau pasien di Puskesmas Palanro berupa kertas untuk dijawab.

30
Angket ini pun menanyakan tentang persepsi masyarakat terhadapa

pelayanan kesehatan untuk masyarakat di Puskesmas Palanro. Angket

adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang diajukan untuk memperoleh

informasi dari responden.

c. Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data-data mengenai hal-hal

yang akan diteliti dan juga berhubungan dengan objek penelitian. Hal ini

dengan cara mengumpulkan data melalui data internet, buku-buku dan lain

sebagainya.

D. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data

a. Uji Validitas

Validitas merupakan suatu alat pengukur untuk mengukur apa yang

diukur guna menunjukkan tingkat keabsahan suatu instrumen. Suatu

instrumen yang valid akan memiliki suatu valifitas yang tinnggi, sebaiknya

instrumen yang kurang valid berarti validitasnya rendah. Item pertanyaan

dinyatakan valid apabila dihitung dengan menggunakan koefisien korelasi

setiap item pertanyaan dengan total skor dari keseluruhan item pertanyaan

untuk masing-masing variabel. Uji korelasi ini dihitung dengan

menggunakan rumus Pearson Product Moment. Sedangkan untuk melihat

tigkat validitas, angka korelasi yang diperoleh (r-hitung) harus dibandingkan

dengan angka kritik tabel korelasi (r-tabel) dengan tingkat signifikan 0,05

dan derajat bebas n-2 maka didapat nilai r-tabel

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan sejauh

mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran tersebut

31
dipakai dua kali/lebih. Reliabilitas berarti menunjukkan konsisten suatu alat

pengukut dalam mengukur gejala yang sama. Uji reliabilitas yang dilakukan

yaitu dengan menggunakan rumus teknik belah dua ( Split half) dari

Spearman Brown.

32
DAFTAR PUSTAKA

Alderman, H. and Lavi, V. 1996. Household Responses to Public Health

Services : Cost and Quality Tradeoffs, The World Bank Research Observer,

11, 3-22.

Anderson, R. 1968, A Behavior Model For Families Use Of Health Services,

Research Series, 25, University Chicago.

Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara, Jakarta.

Engel James F., Blackwell Roger D., Miniard Paul W. 1994. Consumer

Behavior, ed. Bahasa Indonesia, Budiyanto (pen), Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Fandani, F. 2004. Tesis : Hubungan Antara Persepsi Mutu Pelayanan Dengan

Kepuasan Pasien Rawat Jalan Umum Puskesmas Karangmalang Kabupaten

Sragen Tahun 2003, Universitas Diponegoro. Semarang.

Hendratini, Julita. 2000, Hambatan Dalam Implementasi Program Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, Jurnal Manajemen Pelayanan

Kesehatan : Yogyakarta.

Isnaini, M. 1989. Tesis : Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Keputusan Memilih Rawat-inap di Rumahsakit Pertamina Klayan Cirebon.

FK UGM, Yogyakarta.

Jacobalis, Samsi. 2000. Beberapa Teknik dalam Manajemen Mutu, Manajemen

Rumah Sakit, Universitas Gadjahmada, Yogyakarta.

Krowinski, William, J., and Steiber R. S. 1996. Measuring ang ManagingPatient

Satisfaction, American Hospital Publishing Inc.

33
Kotler, Philip Alain, R. Anderson. 1995. Strategic Marketing for Nonprofit

Organization. Third Edition. Terj. Ova Emilia. Strategi Pemasaran untuk

Organisasi Nirlaba, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Mulyanto, E. 2006. Tesis : Faktor Persepsi Pasien terhadap Mutu Pelayanan

Rawat Inap dan Hubungannya dengan Kesediaan Pemanfaatan Ulang di

Rumah Sakit dr. Raden Soedjati Purwodadi Tahun 2006. Universitas

Diponegoro, Semarang.

Macaulay, Steve and Cook, Sarah. 1996. Customer Service : Kiat Meningkatkan

Pelayanan bagi Pelanggan, PT. Gramedia, Jakarta.

Merkouris, A., Lanara, V., Ifantopoulos, and Lemonidou, C. 1999. Patient

Satisfaction, A Key Concept for Evaluating and Improving Nursing Practice.

Journal of Nursing Management.

Peraturan Pemerintah. 2004. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993

tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, 2004,

Fokusmedia : Bandung

Persatuan Perusahaan Rokok Kudus. 2007, Rapat Anggota Tahunan 2007,

Kudus

Parasuraman, Zeithaml, .A. & Barry, Leonard, L. 1990, Conseptual Model of

Service Quality and In Implications For Future Research, Journal Of

Marketing.

Rachdyatmoko, J.R. 1999, Tesis : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kinerja Bidan di Desa dalam Pelayanan Antenatal diKabupaten Merauke,

UGM, Yogyakarta

Statistik, Badan Pusat. 2007. Kudus Dalam Angka 2007, BPS Kudus : Kudus.

34
Supranto, J., Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan

Pangsa Pasar, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.

Suryawati, C. 2004. Kepuasan Pasien Rumah Sakit (Tinjauan Teoritis dan

Penerapannya Pada Penelitian). Fakultas Kesehatan Masyarakat dan

Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang.

Sidhojoyo, H. 2001. Tesis : Analisis Pelayanan Rawat-inap yang Diharapkan

Pasien di Rumahsakit Bhakti Wira Tamtama, Universitas Diponegoro.

Semarang.

Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, PT Remaja

Rosdakarya, Bandung.

Stanton, W. J. 1996. Prinsip Pemasaran, Edisi ketujuh, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.

Supranto, J. 1997, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan : Untuk Menaikkan

Pangsa Pasar, PT Rineka Cipta : Jakarta

Santosa, Singgih. 2000. SPSS for Windows Release 10.0. PT Elek Media

Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.

Tukimin. 2005. Tesis : Analisis Tingkat Kepuasan Pasien dalam Implementasi

Model Praktik Keperawatan Professional (MPKP) di Ruang Penyakit Dalam

Rumahsakit Umum Daerah Gunung Jati Cirebon. Universitas Diponegoro,

Semarang.

Tjiptoherijanto, P. Soesetyo, B. 1994. Ekonomi Kesehatan, Rineka Tjipta,

Jakarta.

Tjiptono, F. 1996, Manajemen Jasa, Andi Offset : Yogyakarta

Tjiptono, F., Diana. 1997. Total Quality Service. Andi Offset, Yogyakarta.

Widayat. 2004. Metode Penelitian Pemasaran. Penerbitan Universitas

Muhammadiyah Malang, Malang.

35
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 2003,

Sinar Grafika : Jakarta.

Zeithaml, V.A., Parasuraman, A., Berry L.L. 1990. Delivering Quality Service,

The Free Press, New York.

(http://id.wikipedia.or/wiki/pusat_Kesehatan Masyarakat) (Dep.Kes.RI.1980)

36

Anda mungkin juga menyukai