Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

SEJARAH KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pengampu : Ns. Febriana Sartika Sari, M.Kep

Disusun Oleh:

Kelompok 1 : S16 C

Berliana Sukmawati (S16137)

Dedek May Elawati (S16138)

Diah Ayu Tri Wartami (S16139)

Dimas Pandu Dewangga (S16140)

Dita Pramiati Firdaus (S16141)

Dwi Krisma Dayanti (S16142)

Eka Nur Rani (S16143)

Eldha Ayu Kumalasari (S16144)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu keperawatan, berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada
individu, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup
seluruh daur kehidupan manusia.
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan
jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu
hal yang di butuhkan oleh semua orang.
Pada zaman dahulu masyarakat didunia menggangap penderita gangguan
jiwa dikaitkan dengan roh jahat yang masuk dalam tubuh manusia. Banyak
orang yang memperlakukan penderita gangguan jiwa dengan tidak manusiawi
karena ketidak tahuan orang dimasa itu bawah gangguan jiwa merupakan
sebuah penyakit. Hal ini membuat para ahli terus mempelajari dan
mengembangkan ilmunya hingga sehingga penderita gangguan jiwa sudah
dapat terima sebagai penyakit dan dapat memperlakukan penderita gangguan
jiwa seperti halnya manusia yang sedang sakit pada umumnya.

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan sejarah keperawatan jiwa di
Dunia dan Indonesia
2. Untuk mengetahui apa saja upaya yang dilakukan pada perkembangan
sejarah keperawatan jiwa di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa di Dunia


1. Zaman Mesir Kuno
Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya
roh jahat yang bersarang diotak. Oleh karena itu, cara menyembuhkannya
dengan membuat lubang pada tengkorak kepala untuk mengeluarkan roh
jahat yang bersarang diotak tersebut. Hal ini terbukti dengan
ditemukannya lubang dikepala pada orang yang pernah mengalami
gangguan jiwa. Selain itu, ditemukan pada tulisan Mesir Kuno tentang
siapa saja yang pernah kena roh jahat dan sudah dilubangi kepalanya.
Tahun-tahun berikutnya, pasien yang mengalami gangguan jiwa
diobati dengan dibakar, dipukuli, atau dimasukkan dalam air dingin
dengan cara diajak jalan melewati sebuah jembatan lalu diceburkan dalam
air dingin dengan maksud agar terkejut, yakni semacam syok terapi
dengan harapan agar gangguannya menghilang.
2. Zaman Yunani (Hypocrates)
Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit.
Upaya pengobatannya dilakukan oleh dokter dan orang yang berdoa
untuk mengeluarkan roh jahat. Pada waktu itu, orang sakit jiwa yang
miskin dikumpulkan dan dimasukkan dalam rumah sakit jiwa. Jadi,
rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan sebagai tempat penampungan
orang gangguan jiwa yang miskin, sehingga keadaannya sangat kotor dan
jorok. Sementara orang kaya yang mengalami gangguan jiwa dirawat
dirumah sendiri.
3. Zaman Vasalius
Varsalius bisa menunjukan adanya perbedaan antara manusia dan
binatang. Sejak saat itu dapat diterima bahwa gangguan jiwa adalah suatu
penyakit. Namun kenyataannya, pelayanan dirumah sakit jiwa tidak
pernah berubah. Orang yang mengalami gangguan jiwa dirantai, karena
petugasnya khawatir dengan keadaan pasien.
4. Revolusi Prancis I
Philipe Pinel, seorang direktur RS Bicetri Prancis, berusaha
memanfaatkan revolusi perancis untuk membebaskan belenggu pada
pasien jiwa. Revolusi Prancis ini dikenal dengan revolusi humanism
dengan semboyan utamanya Liberty, Equality, Fraternity. Ia meminta
kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien gangguan jiwa.
Pada awalnya, walikota menolak. Namun, pinel menggunakan alasan
revolusi, yaitu jika tidak, kita harus siap diterkam binatang buas yang
berwajah manusia. Perjuangan ini diteruskan oleh murid-murid pinel
sampai Revolusi ke 2.
5. Revolusi Kesehatan Jiwa II
Dengan diterimanya gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka
terjadilah perubahan orientasi pada argono biologis. Pada saat ini, Qubius
menuntut agar gangguan jiwa masuk dalam bidang kedokteran. Oleh
karena itu, gangguan jiwa dituntut mengikuti paradigma natural sciences,
yaitu adalah taksonomi (penggolongan penyakit) dan nosologi (ada tanda
atau gejala penyakit). Akhirnya, Emil Craepelee mampu membuat
penggolongan dari tanda-tanda gangguan jiwa. Sejak saat itu, kesehatan
jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan spesfikasinya masing-
masing.
6. Revolusi Kesehatan Jiwa III
Pola perkembangan pada Revolusi Kesehatan Jiwa II masih
berorientasi pada berbasis rumah sakit (hospital base), maka pada
perkembangan berikutnya dikembangkanlah basis komunitas (community
base) dengan adanya upaya pusat kesehatan mental komunitas
(community mental health centre) yang dipelopori oleh J.F. Kennedy
pada saat inilah disebut revolusi kesehatan jiwa III.
B. Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa di Indonesia
Di Indonesia sejak dulu sudah dikenal adanya gangguan jiwa,bagaimana
para penderita gangguan jiwa diperlakukan pada zaman dahulu kala di
Indonesia sebagaian dari jumlah penderita gangguan jiwa itu ditangani
dengan tindakan yang dimaksud adalah dipasung, dibiarkan berkeliaran di
desa, sambil mencari makanan dan menjadi totonan masyarakat malahan ada
kalanya diperlukan sebagai orang sakti, atau medium (perantara antara roh
dan manusia).
1. Zaman Kolonial
Sebelum ada Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, para gangguan jiwa
ditampung di RS sipil atau RS militer di Jakarta, Semarang, Surabaya.
Yang ditampung pada umumnya penderita gangguan jiwa berat.
Pemerintah Hindia Belanda mengenal 4 macam tempat perawatan
penderita psikiatrik yaitu:
a. RS Jiwa (kranzinnigengestichten)
Di Bogor, Magelang, Lawang, dan Sabang
b. RS Sementara (Doorgangshuizen)
Tempat penampungan sementara bagi pasien psikotik yang akut,
dipulangkan setelah sembuh..
c. Rumah Perawatan (Veerplegtehuiizen)
Berfungsi sebagai RS jiwa tetapi dikepalai seorang perawat berijazah
dibawah pengawasan dokter umum.
d. Koloni
Tempat penampungan pasien psikiatrik yang sudah tenang pasien
dapat berkerja dalam bidang pertanian serta tinggal di rumah
penduduk, tuan rumah diberi uang kos, dan masih berada dibawah
pengawasan. Rumah-rumah semacam ini dibangun jauh dari kota dan
masyarakat umum. Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan (custodial
care).
Teori dasar (yang sekarang tidak dianut lagi):
1) Pasien harus keluar dari rumah dan lingkungan yang menyebabkan
ia sakit, oleh sebab itu harus dirawat disuatu tempat yang tenang,
sehingga terbiasa dengan suasana rumah sakit.
2) Menghindari stigma (cap yang tidak baik).
- Dewasa ini pemerintah hanya memiliki satu jenis rumah sakit
jiwa yaitu RSJ pemerintah, untuk menyederhanakan dan
memperkuat struktur organisasi serta sekaligus menghapus
kecenderungan pada diskriminasi pelayanan.
- Terdapat pula kecenderungan membangun rumah sakit yang tidak
besar lagi tetapi berkapasitas 250-300 tempat tidur, karena lebih
efektif dan efisien. RS juga sebaiknya tidak terpencil tetapi berada
ditengah-tengah masyarakat agar kegiatan dan hubungan lebih
dijamin.
- Cara pengobatan yang dahulu sering dipakai RSJ adalah isolasi
dan penjagaan (custodial care) sejak 1910 telah dicoba untuk
meninggalkan penjagaan yang terlalu ketat terhadap pasien
dengan memberikan kebebasan yang lebih besar (no restrin).
Kemudian pada tahun 1930 di coba terapi kerja.
- Semua RSJ dan fasilitasnya dibiayai oleh pemerintah Hindia
Belanda, yang akhirnya membentuk Dienstvan het
krankzinnigenwezen untuk mengurus hal ini.
- Cara pengobatan yang dahulu sering dipakai RSJ adalah isolasi
dan penjagaan (custodial care) sejak 1910 telah dicoba untuk
meninggalkan penjagaan yang terlalu ketat terhadap pasien
dengan memberikan kebebasan yang lebih besar (no restrin).
Kemudian pada tahun 1930 di coba terapi kerja.
2. Zaman Setelah Kemerdekaan
Membawa babak baru bagi perkembangan usaha kesehatan jiwa,
Oktober 1947 Pemerintah RI membentuk jawatan Urusan Penyakit Jiwa,
karena masih terjadi revolusi fisik maka belum dapat bekerja dengan baik.
Metode pengobatan penderita gangguan jiwa telah banyak mengalami
kemajuan dari jaman ke jaman. Evolusi ini merupakan cerminan dari
perubahan dasar-dasar filosofi dan teori tentang pengobatan.
a. Awal Sejarah
Gangguan Jiwa masih dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat
disembuhkan dan berkaitan dengan dosa atau kejahatan, sehingga
terkadang pengobatan yang dilakukan bersifat brutal dan tidak
manusiawi (Maramis, 1990).
b. Abad Pertengahan
Orang yang mengalami gangguan Jiwa biasanya dipenjara/dikurung oleh
keluarganya. Bahkan mereka dibuang dan dibiarkan hidup dijalanan
dengan mengemis. Namun setelah ada beberapa kelompok agama yang
memberikan sumbangan, para penderita mulai disalurkan kerumah sakit-
rumah sakit (Stuartsuneen, 1998).
c. Abad ke 15-17
Kondisinya masih memprihatikan penderita laki-laki dan perempuan
disatukan. Mereka mendapat pakaian dan makanan yang tidak layak,
bahkan sering dirantai, dikurung, dan dijauhkan dari sinar matahari
(Connolly, 1968; dikutip oleh Antai Otong, 1994).
d. Abad ke 18
Terjadi revolusi Perancis dan Amerika yang memberikan inspirasi pada
masyarakat luas akan kebebasan serta perlakuan yang adil untuk semua.
e. Abad ke 19
Didirikan Rumah Sakit Jiwa pertama, McLean Asylum di Massachusetts
yang memberikan pengobatan secara manusiawi pada penderita
Gangguan Jiwa (Stuartsueen, 1998).
f. Abad ke 20
Disebut era psikiatri, karena para medis mulai menggali basis gangguan
jiwa secara ilmu dan klinik seperti: Adolph Mayer (1866-1950) dengan
teori psikobiologi; Clifford beers (1876-1943) yang menulis artikel
mengenai perawatan intensif; Emil Kraepelin (1856-1926) dengan
klasifikasi gangguan jiwanya; Sigmund Freud (1856-1939) yang
mengembangkan teori psikonalisis, psikoseksual dan neurosis; Carl
Gustav Jung (1857-1961); Karen Horney (1885-1952) dan Harry Stack
Sullivan (1892-1949) dengan teori interpersonalnya.
Kesehatan Jiwa berkembang pesat pada perang dunia II karena
menggunakan pendekatan metode pelayanan publik Health service.
Konsekuensinya, peran perawat Jiwa juga berubah dari peran pembantu
menjadi peran aktif dalam tim kesehatan untuk mengobati penderita
Gangguan Jiwa lebih difokuskan pada basis komunitas. Pada masa kini,
perawatan penderita Gangguan Jiwa ini sesuai dengan hasil konferensi
Nasional I Keperawatan Jiwa (Oktober 2004) bahwa pengobatan akan
lebih difokuskan dalam hal tindakan prefentif. Beberapa jurnal
menunjukkan bahwa tindakan prefentif sangat penting :
1) Childhood maltreatment (Phycal abuse, sexual abuse, expousure abuse)
yang didapat seseorang ketika kecil ternyata memberi pengaruh dan
menyebabkan kerentanan mengalami Gangguan Jiwa.
2) Perempuan yang mengalami depresi ketika usianya 18 sampai 21 tahun
mempunyai kecenderungan menderita obesitas dibandingkan dengan yang
tidak mengalaminya. Namun secara umum, mereka baik laki-laki maupun
perempuan yang mengalami depresi ketika usianya 11-15 tahun, maka ia
mempunyai kecenderungan untuk mengalami obesitas lebih tinggi di masa
adult-nya (Archives of pendiatrics and Adolescent Medicine, Volume 157,
August 2003).
3) Terapi farmakologi dan psikoterapi yang diberikan secara bersamaan pada
wanita berpenghasilan rendah (low income) penderita depresi, ternyata
dapat menurunkan tingkat depresi. Dilaporkan bahwa mereka yang hanya
mendapat terapi farmakologi saja, menunjukkan penurunan tingkat depresi
dan juga peningkatan aktivitas kerja rumah ataupun pekerjaannya.
Sedangkan mereka yang hanya mendapat psikoterapi saja, juga mengalami
penurunan tingkat depresi tetapi tidak mengalami peningkatan dalam
aktivitas rumah atau pekerjaaanya (Journal of the American Medical
Association, Volume 290, July 2003).
4) Seorang anak dengan orang tua yang mengalami gangguan jiwa, maka ia
mempunyai kecenderungan untuk mengalami gangguan jiwa pula pada
masa adolescent-nya (Pediatrics, Volume 112, August 2003).

C. Upaya Perkembangan Keperawatan Jiwa di Indonesia


Namun, pada masa jaman kolonial Belanda, para penderita ganguan jiwa
ditampung di rumah sakit-rumah sakit sipil atau militer. Semakin banyak
jumlah penderita gangguan jiwa, mendorong pemerintah pada saat itu untuk
mendirikan Rumah Sakit Jiwa pertama di Bogor pada tanggal 1 Juli 1882
(sekarang RSJ Marzoeki Mahdi). Selanjutnya di Lawang (23 Juni 1902), RSJ
Magelang (1923), RSJ Sabang (1927). Namun sangat disayangkan, setelah
Jepang menduduki Indonesia perkembangan kesehatan jiwa sempat
mengalami kemunduran, bahkan RSJ yang berada di Sabang hancur.
Selama tahun 1940 sampai dengan 1990 terjadi berbagai gerakan
perubahan kesehatan mental, diantaranya:
1. Tahun 1946: peluncuran Undang-Undang Kesehatan Mental; Perubahan
yang terjadi: Terbentuknya farmasi institut nasional kesehatan mental yang
mendukung penelitian tentang intervensi, diagnosa psikiatri, dan
pencegahan serta pengobatan gangguan jiwa.
2. Tahun 1961: Komisi Presiden kesehatan dan gangguan jiwa.
Perubahan yang terjadi: Dukungan legislatif untuk pendidikan bagi tenaga
profesi kesehatan jiwa termasuk perawat, pekerja sosial, psikiatri, dah
psikolog.
3. Tahun 1963: Peluncuran Undang-Undang tentang pusat kesehatan jiwa
masyarakat. Perubahan yang terjadi: Deinstitusionalisasi klien gangguan
jiwa kronik pindah dari institusi (RSJ) ke pusat rehabilitasi masyarakat.
4. Tahun 1970-1980: munculnya minat pada aspek biologi dan neurobiologi
daari gangguan jiwa dan pengobataannya. Perubahan yang terjadi:
Munculnya generasi ketiga obat psikotropika popularitas terapi biologi
meningkat.
5. Tahun 1990-an: dekade otak. Perubahan yang terjadi:
- Semakin berkembangnya neurobiologi dan teknologi.
- Identifikasi penelitian-penelitian diagnostik yang inovatif khususnya
untuk skizoprenia dan gangguan mood.
6. Tahun 1990-awal abad ke-20: terjadinya perubahan pada ekonomi dan
sosial reformasi pelayanan kesehatan. Perubahan yang terjadi:
- Meningkatnya jumlah tunawisma.
- Kurangnya dukungan dana legislatif untuk pencegahan primer,
sekunder dan tersier.
- Epidemik global AIDS.
- Perlunya pemberian pelayanan kesehatan yang sistematis.
- Berkembangnya resiko tinggi gangguan jiwa pada wanita hamil.
- Kekerasan pada wanita anak-anak, orang tua, dan pengguna obat-obat
terlarang.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan jiwa di dunia dimulai pada zaman mesir kuno, dimana
gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat yang bersarang
diotak. Perkembangan keperawatan jiwa didunia terus berkembang dengan
menggali dari beberbagai teori dasar yang telah dibuat oleh ilmuan dibidang
psikologi dan lebih menerapkan pelayanan prefentif. Dimasa ini juga
ditemukan kencenderungan seorang anak yang terlahir dari orang tua
mengalami gangguan jiwa cenderung akan untuk mengalami gangguan jiwa
pula dimasa mendatang.
Perkembangan keperwatan jiwa di Indonesia pada masa jaman kolonial
Belanda, para penderita ganguan jiwa ditampung di rumah sakit-rumah sakit
sipil atau militer. Semakin tahun penderita gangguan jiwa terus bertambah
sehingga mengharuskan untuk pemerintah membangun rumah sakit jiwa yang
pertama di Bogor pada tanggal 1 Juli 1882 (sekarang RSJ Marzoeki Mahdi).
Selanjutnya di Lawang (23 Juni 1902), RSJ Magelang (1923), RSJ Sabang
(1927).Namun sangat disayangkan, setelah Jepang menduduki Indonesia
perkembangan kesehatan jiwa sempat mengalami kemunduran. Pemerintah
Indonesia terus memperbaiki pelayanan penderita gangguan jiwa terbukti
dengan adanya UU Kesehatan Mental dan memberi dukungan dengan
memberikan pendidikan bagi tenaga kesehatan jiwa.

B. Saran
Dengan penyusunan makalah ini, mahasiswa kesehatan dapat memahami
Sejarah Keperawatan Jiwa di Dunia dan di Indonesia serta dapat mengenal
Keperawatan Jiwa secara menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A Aziz Alimul. 2002. Pengantar Kosep Dasar Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Yosep, Iyus.2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai