PENDAHULUAN
Mencegah merupakan satu hal utama yang harus dilakukan untuk mengatasi
teknologi dan ilmu pengetahuan serta sosial budaya diperlukan juga pelayanan
lagi, akan tetapi penggunaannya yang berlebihan akan segera diikuti dengan
merupakan masalah yang sulit diatasi dalam pengobatan pasien. Hal ini muncul
sebagai akibat pemakaian antibiotik yang tidak tepat dosis, jenis dan lama
digunakan secara luas untuk mengurangi angka kematian yang disebabkan oleh
pada hasil kultur bakteri, khususnya di negara dengan tingkat pengawasan yang
tidak ketat. Sehingga antimikroba berspektrum luas menjadi pilihan utama untuk
mengatasi berbagai jenis kuman yang mungkin menjadi penyebab. Keadaan ini
1
2
serta dosis yang tidak adekuat pada akhirnya akan meningkatkan kejadian
luas, dunia ini akan kembali ke masa sebelum ditemukannya antibiotik (pre
antibiotic era).7,8
Persoalan antibiotik tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga secara global
yang menjadi satu persoalan yang cukup pelik dan harus segera diatasi bersama
sama. Penggunaan antibiotik yang bijak dan rasional dapat menurun angka
berbanding lurus dengan jumlah antibiotik yang digunakan. Hal ini dibuktikan
Indonesia, Pakistan dan India menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien
study) Tahun 2000 2004 menunjukan bahwa terapi antibiotik diberikan tanpa
Timur Tengah (2013) ditemukan infeksi terbanyak yang disebabkan oleh Multi
Pada penelitian yang ada di ICU RSUP Sanglah Denpasar (2013) didapatkan
Bakteri ini dilaporkan telah resisten dengan golongan karbapenem yaitu imipenem
dengan sensitivitas sebesar 28%, begitu juga dengan antibiotik lainnya seperti
mengkaji faktor-faktor yang terkait dengan masalah tersebut dan strategi untuk
Ambon adalah tidak ada data mengenai pola kuman dan resistensi antibiotik hal
januari-juli 2016.
2. Mengetahui penggunaan antibiotik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon
Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian lain yang terkait
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Mikroorganisme
dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi dapat dilihat dengan bantuan
yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan
atau tidaknya mikroba di dalam bahan pemeriksaan atau spesimen yang mungkin
antibiotik (atau disebut antibiogram) yang diperbarui setiap tahun. Pola bakteri
dan kepekaannya memuat data isolat menurut jenis spesimen dan lokasi atau asal
Mycobacterium tuberculosis.13
781 pasien yang dirawat dirumah sakit didapatkan 81% Escherichiacoli Resisten
II.2. Antibiotik
dengan pemanasan, radiasi serta penggunaan bahan kimia yang kuat seperti asam
yang pekat. Namun untuk membunuh secara spesifik tanpa merusak sel dan
Secara umum mekanisme kerja antibiotik pada sel bakteri dapat terjadi
mempertahankan bentuk sel dan mengatur tekanan osmotik di dalam sel. Dinding
sel bakteri Gram positif mempunyai struktur dinding sel yang berbeda dengan
bakteri Gram negatif. Dinding sel bakteri Gram positif mengandung peptidoglikan
dan teikhoat atau asam teikuronat dengan atau tanpa envelop yang terdiri dari
peptidoglikan) yang berbeda secara kimiawi yaitu terdiri dari polisakarida dan
polipeptida.18
Polisakarida mengandung gula asam amino N-asetilglukosamin dan asam
asetil muramat. Asam asetil muramat ini hanya dimiliki oleh sel bakteri. Pada gula
10
asam amino menempel rantai peptida pendek dan ikatan silang dari rantai peptida
ini mempertahankan kekakuan dinding sel. Tempat kerja antibiotik pada dinding
sel bakteri adalah lapisan peptidoglikan. Lapisan ini sangat penting dalam
Gambar II.2. Dinding sel bakteri Gram positf dan Gram negatif dan masuknya antibiotik
melalui porin pada dinding bakteri Gram negative
[Sumber: Sudigdoadi S. Mekanisme timbulnya resistensi anibiotik pada infeksi bakteri [skripsi].
sintesis dinding sel bakteri dengan demikian aktif pada bakteri yang dalam fase
pertumbuhan. Tahap awal pada kerja antibiotik ini dimulai dari pengikatan obat
pada reseptor sel bakteri yaitu pada protein pengikat penisilin (PBPs = Penicillin-
binding proteins). Setelah obat melekat pada satu atau lebih reseptor maka reaksi
awal dari sintesis berlangsung pada membran sitoplasma maka agar menjadi
komposisi internal dari sel. Bila fungsi integritas membran sel ini terganggu maka
ion dan makromolekul akan keluar dari sel dan akan menghasilkan kerusakan dan
kematian sel.
dengan sel-sel hewan dan dapat lebih mudah dirusak oleh beberapa bahan kimia
atau obat. Sebagai contoh adalah polimiksin B yang bekerja pada bakteri gram
menggantikan Mg2+ atau Ca2+ dari gugus fosfat yang bermuatan negatif pada
sehingga asam nukleat dan kation-kation akan pecah dan sel akan mengalami
dapat berikatan dengan berbagai ligand pada jaringan tubuh dan juga bersifat
Gramisidin juga merupakan antibiotik yang aktif pada membran sel yang
bekerja melalui pembentukan pori pada membran sel dan biasanya hanya
digunakan secara topikal. Polien bekerja pada membran sel jamur dengan
mengadakan ikatan pada sterol yang ada pada membran sel jamur yang tidak ada
dalam proses transkripsi DNA. Rifampin berikatan secara nonkovalen dan kuat
pada subunit RNA polimerase dan mempengaruhi proses inisiasi secara spesifik
Mekanisme kerja antibiotik golongan ini belum diketahui secara jelas. Bakteri
memiliki ribosom 70S sedangkan mamalia memiliki ribosom 80S. Subunit dari
menghambat sintesis protein pada ribosom bakteri tanpa menimbulkan efek pada
ribosom mamalia pada sintesis protein mikroba secara normal, pesan pana mRNA
14
secara simultan dibaca oleh beberapa ribosom yang ada di sepanjang untai RNA
a. Aminoglikosida:
semua antibiotik ini mempunyai mekanisme kerja yang sama. Tahap awal
methionine + tRNA). Kemudian pesan mRNA akan dibaca salah oleh regio
pengenal pada ribosom, sehingga terjadi insersi asam amino yang salah pada
protein spesifik pada subunit 30S dari ribosom. Resistensi melalui plasmid
yang dapat merusak obat. Resistensi lain terjadi karena defek permeabilitas
b. Tetrasiklin:
pengenalan asam amino yang baru terbentuk pada rantai peptida. Resistensi
mikroba. Pada sel yang peka, obat akan berada pada lingkungan dan tidak
akan meninggalkan sel, sedangkan pada sels-sel yang resisten obat tidak
dapat di transportasikan secara aktif ke dalam sel atau akan hilang dengan
c. Kloramfenikol:
Antibiotik ini berikatan dengan subunit 50S dari ribosom dan akan
mempengaruhi pengikatan asam amino yang baru pada rantai peptida karena
dapat merusak aktivitas obat. Pembentukan enzim ini berada di bawah kontrol
plasmid.18
d. Makrolid: eritromisin, azitromisin, dan klaritromisin.
Obat-obat ini berikatan dengan subunit 50S ribosom dengan tempat ikatan
ribosom mikroba dengan tempat ikatan, aktivitas antibakteri dan cara kerja
pembawa 1 fragmen karbon yang diperlukan untuk sintesis DNA, RNA, dan
berspektrum luas dan sempit. Batas antar kedua spektrum ini terkadang tidak
jelas. Antibiotik berspektrum luas efektif baik terhadap bakteri gram negative
penisilin G bersifat aktif terhadap bakteri gram positif sedangkan pada bakteri
negatif pada umunya tidak sensitif terhadap penisilin G. Contoh lain streptomisin
bersifat aktif terhadap bakteri gram negatif. Sedangkan anibiotik spektrum sempit
17
adalah antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis
mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negatif Contoh eritomisin,
dan kepekaan terhadap antibiotik sudah ditentukan, sehingga dapat dipilih obat
antibiotik efektif dengan spektrum sempit. Kesulitan yang akan dihadapi adalah
Terapi antibiotik kalkulatif memberikan obat secara best guess. Dalam hal
ini, pemilihan harus didasarkan pada antibiotik yang diduga akan ampuh terhadap
mikroba yang sedang menyebabkan infeksi pada jaringan atau organ yang
kelompok obat antibiotik lainnya. Bila respon yang didapat tidak memuaskan,
yang membutuhkan terapi ini yaitu infeksi pada leukemia, luka bakar, peritonitis
mencegah infeksi baru pada seseorang atau untuk mencegah kekambuhan dan
spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat,
yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri
(self-limited).
infeksi.
c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.
d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil
aman.
6. Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dilakukan dengan
infeksi.
c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten dibidang
infeksi.
d. Mengembangkan system penanganan penyakit infeksi secara tim
(team work).
20
berkesinambungan.
g. Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara
(MIC) yaitu kadar terendah antibiotic (g/mL) yang mampu menghambat tumbuh
menuju resisten.13
21
22
ANTIBIOTIK :
MIKROORGANISME :
Mekanisme kerja
Pemeriksaan mikrobiologi
antibiotik pada sel bakteri
pelaporan mikroba dan
Spektrum dan aktivitas
kepekaannya
antibiotik
Pelaporan mikroba secara periodik
Penggunaan antibiotik
Prinsip penggunaan
antibiotik bijak (prudent)
RESISTENSI ANTIBIOTIK
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.3.1. Populasi
Populasi 2: Seluruh kartu obat pasien Rawat Inap RSUD Dr. M. Haulussy
III.3.2. Sampel
a. Kriteria inklusi
b. Kriteria eksklusi
1. Pola kuman
2. Penggunaan antibiotik
3. Resistensi antibiotik
POLA KUMAN
RESISTENSI ANTIBIOTIK
25
ANTIBIOTIK
Penyusunan Proposal
penelitian
27
dan Stastical Program for Social Science (SPSS). Data yang telah diolah akan
Analisis Univariat
yang sudah termasuk golongan resistensi terbanyak sesuai data kultur kuman
tetapi masih didapat pada resep pasien di Bangsal rawat inap RSUD Dr. M.
28
Haulussy Ambon periode januari-juli 2016. hasil analisis univariat berupa jumlah
dan presentase yang dapat disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik.
Pattimura Ambon disertai dengan proposal yang telah disetujui. Adapun yang
perlu diperhatikan :
dirahasiakan
Maka dengan segala ketentuan etika atas bejalannya penelitian ini. Akhirnya
2016
Kegiatan Bulan
Ags Sep Okt Nov Des
Penyusunan proposal
Seminar Proposal
29
Perbaikan proposal
Analisa Data
Ujian skripsi
DAFTAR PUSTAKA
URL: http://wido.de/fileadmin/wido/download/pdf
3. Brahma, Marak, et al. Rational Use of Drug and Irrational Drug Combination.
5. Standford ST, Phair JP, Sommers HM. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit
8. Aminov RI. A brief of the antibiotic era: lessons learned and challenges for
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3109405/
Units. The lancet infectious disease journal. 2014; 14:3-5. Available from:
URL:http://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-
3099%2813%2970305-0/fulltext
11. Nyoman N. Pola bakteri dan kepekaan bakteri terhadap antibiotik di RSUP
12. Siswati S. Analisis Penggunaan Antibiotika yang Tidak Rasional pada Balita
14. Sudoyono, dkk. Resistensi antibiotik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. InternalPublishing. Jakarta: 2009. Hal 2904.
31
16. Mitrea LS. Pharmacology. Canada: Natural Medicine Books. 2008, p,53.
2015.Hal 2-9.
Available from:
URL: http://journal.ui.ac.id/index.php/arsi/article/view/5211/3496
22. Dorland N. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 31. EGC. Jakarta: tahun 2010.
Hal.115.