Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Mencegah merupakan satu hal utama yang harus dilakukan untuk mengatasi

masalah penggunaan antibiotik yang resistensi. Rumah sakit sebagai sarana

kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan tidak hanya melaksanakan

upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif, tetapi seiring dengan perkembangan

teknologi dan ilmu pengetahuan serta sosial budaya diperlukan juga pelayanan

preventif dan promotif. 1

Pemberian antibiotik merupakan pengobatan utama dalam penatalaksanaan

penyakit infeksi. Adapun manfaat penggunaan antibiotik tidak perlu diragukan

lagi, akan tetapi penggunaannya yang berlebihan akan segera diikuti dengan

munculnya kuman resistensi antibiotik, sehingga manfaatnya akan berkurang.

Resistensi bakteri terhadap antibiotik, terlebih lagi multi drug resistance

merupakan masalah yang sulit diatasi dalam pengobatan pasien. Hal ini muncul

sebagai akibat pemakaian antibiotik yang tidak tepat dosis, jenis dan lama

pemberian sehingga bakteri berubah menjadi resisten.2,3

Sejak antimikroba ditemukan pada tahun 1940-an, obat tersebut telah

digunakan secara luas untuk mengurangi angka kematian yang disebabkan oleh

penyakit infeksi.4 Namun, penggunaan antimikroba ini tidak selalu didasarkan

pada hasil kultur bakteri, khususnya di negara dengan tingkat pengawasan yang

tidak ketat. Sehingga antimikroba berspektrum luas menjadi pilihan utama untuk

mengatasi berbagai jenis kuman yang mungkin menjadi penyebab. Keadaan ini

1
2

cenderung meningkatkan penggunaan antimikroba yang tidak rasional, yang pada

akhirnya berdampak pada pengobatan yang tidak efektif di samping meningkatkan

pembiayaan bagi penderita. Di samping itu, penggunaan antimikroba berulang

serta dosis yang tidak adekuat pada akhirnya akan meningkatkan kejadian

resistensi terhadap antimikroba tersebut.5,6

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat tersebut dapat menimbulkan masalah

besar berupa muncul dan berkembangnya bakteri resisten antibiotik. Resistensi

antibiotik merupakan masalah global baik di negara maju ataupun di negara

berkembang. Apabila resistensi terhadap antibiotik terus berlanjut dan tersebar

luas, dunia ini akan kembali ke masa sebelum ditemukannya antibiotik (pre

antibiotic era).7,8

Persoalan antibiotik tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga secara global

yang menjadi satu persoalan yang cukup pelik dan harus segera diatasi bersama

sama. Penggunaan antibiotik yang bijak dan rasional dapat menurun angka

kesakitan, khususnya penyakit infeksi. Dilihat pada prevalensi resistensi bakteri

berbanding lurus dengan jumlah antibiotik yang digunakan. Hal ini dibuktikan

dengan adanya peningkatan resistensi antibiotik yang ditemukan. Hasil studi di

Indonesia, Pakistan dan India menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien

diresepkan antibiotik, dan hampir 90% pasien mendapatkan suntikan antibiotik

yang sebenarnya tidak diperlukan, studi lain menunjukan penggunaan antibiotik

secara berlebihan di Indonesia sebesar 43%. Studi yang telah dilakukan di

Indonesia selama 1990-2010 mengenai resistensi antibiotik, resistensi terjadi

hampir pada semua bakteri bakteri patogen penting.9


3

Hasil penelitian dari studi Antimicrobial Resistence in Indonesia (AMRIN

study) Tahun 2000 2004 menunjukan bahwa terapi antibiotik diberikan tanpa

indikasi di RSUP Dr Kariadi Semarang sebanyak 20 53% dan antibiotik

profilaksis tanpa indikasi sebanyak 43 81%.9

Menurut penelitian Sieniawski et al pada rumah sakit di wilayah Asia dan

Timur Tengah (2013) ditemukan infeksi terbanyak yang disebabkan oleh Multi

Drug Resistant Acinetobacter baumannii terhadap beberapa golongan antibiotik.8

Acinetobacter baumannii merupakan merupakan patogen oportunistik yang

seringkali menjadi penyebab infeksi berat ataupun infeksi nosokomial terutama

pada pasien immunocompromice yang lama dirawat di rumah sakit.10

Pada penelitian yang ada di ICU RSUP Sanglah Denpasar (2013) didapatkan

Acinetobacter baumannii (29%) merupakan bakteri terbanyak yang ditemukan.

Bakteri ini dilaporkan telah resisten dengan golongan karbapenem yaitu imipenem

dengan sensitivitas sebesar 28%, begitu juga dengan antibiotik lainnya seperti

trimetoprim/sulfametoksazol sebesar 25% dan amikasin sebesar 36%.11

Permasalahan resistensi bakteri juga telah menjadi masalah yang berkembang

di seluruh dunia sehingga WHO mengeluarkan pernyataan mengenai pentingnya

mengkaji faktor-faktor yang terkait dengan masalah tersebut dan strategi untuk

mengendalikan kejadian resistensi.10 Salah satu cara untuk mengendalikan

kejadian resistensi bakteri RSUD Dr. M. Haulussy Ambon adalah dengan

mengetahui pola kuman dan resistensi antibiotik di RSUD Dr. M. Haulussy

Ambon dan untuk mencegah meluasnya angka resistensi.


4

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dibuat rumusan

permasalahan antara lain: Masalah yang di temukan di RSUD Dr. M. Haulussy

Ambon adalah tidak ada data mengenai pola kuman dan resistensi antibiotik hal

ini mendorong penulis untuk membuat penelitian ini.

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan umum

Mengetahui pola kuman, penggunaan, dan resistensi antibiotik di

RSUD Dr. M. Haulussy Ambon periode januari-juli 2016.

I.3.2. Tujuan khusus

1. Mengetahui pola kuman di RSUD Dr. M. Halussy Ambon periode

januari-juli 2016.
2. Mengetahui penggunaan antibiotik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

periode januari-juli 2016.


3. Mengetahui resistensi antibibiotik di RSUD Dr. M. Halussy Ambon

periode januari-juli 2016.

I.4. Manfaat penelitian

I.4.1. Manfaat untuk pelayanan

1. Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi para dokter di

RSUD dr. M. Haulussy Ambon, mengenai penggunaan antibotik.


5

2. Menjadi masukan mengenai penggunaan antibiotik dan pola resistensi

bakteri di RSUD Dr. M. Halussy Ambon.

I.4.2. Manfaat untuk pendidikan

Dapat digunakan sebagai data-data ilmiah untuk bahan pembelajaran

mengenai penggunaan antibiotik yang bijak dan pola resistensi bakteri.

I.4.3. Manfaat untuk penelitian

Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian lain yang terkait

dengan penggunaan antibiotik dan pola resistensi bakteri.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Mikroorganisme

II.1.1. Definisi mikroorganisme


6

Mikroorganisme merupakan mahkluk hidup yang sangat kecil dan tidak

dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi dapat dilihat dengan bantuan

miksroskop. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi

karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri

yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan

menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Mikroorganisme bisa

memberikan kontribusi dalam Penemuan antibiotik yang telah menghantarkan

pada terapi obat dan industri obat ke era baru.12

II.1.2. Pemeriksaan mikrobiologi, pelaporan pola mikroba, dan kepekaannya

Pemeriksaan mikrobiologi bertujuan memberikan informasi tentang ada

atau tidaknya mikroba di dalam bahan pemeriksaan atau spesimen yang mungkin

menjadi penyebab timbulnya proses infeksi. Selanjutnya, apabila terdapat

pertumbuhan, dan mikroba tersebut dipertimbangkan sebagai penyebab infeksi

maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji kepekaan mikroba terhadap

antimikroba. Akurasi hasil pemeriksaan mikrobiologi sangat ditentukan oleh

penanganan spesimen pada fase pra-analitik, pemeriksaan pada fase analitik,

interpretasi, ekspertis, dan pelaporannya (fase pasca-analitik). Kontaminasi

merupakan masalah yang sangat mengganggu dalam pemeriksaan mikrobiologi,

sehingga harus dicegah di sepanjang proses pemeriksaan tersebut.13

II.1.3. Pelaporan pola mikroba secara periodik

Laboratorium mikrobiologi klinik juga bertugas menyusun pola mikroba

(pola bakteri, bila memungkinkan juga jamur) dan kepekaannya terhadap


7

antibiotik (atau disebut antibiogram) yang diperbarui setiap tahun. Pola bakteri

dan kepekaannya memuat data isolat menurut jenis spesimen dan lokasi atau asal

ruangan. Antibiogram ini digunakan sebagai dasar penyusunan dan pembaharuan

pedoman penggunaan antibiotik empirik di rumah sakit.13

Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan diseluruh

dunia, yaitu Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin

Resistant Enterococci (VRE), Penicillin Resistant Pneumococci, Klebsiella

pneumonia yang menghasilkan Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL),

Carbapenem-Resistant Acinetobacter baumannii dan Multiresistant

Mycobacterium tuberculosis.13

Kuman resisten antibiotik tersebut terjadi akibat penggunaan antibiotik

yang tidak tepat dan penerapan kewaspadaan standar (standardprecaution) yang

tidak benar difasilitas pelayanan kesehatan. Hasil penelitian Antimicrobial

Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari 2494 individu di masyarakat,

43% Escherichiacoli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik antara lain:

ampisilin (34%), Kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%). Hasil penelitian

781 pasien yang dirawat dirumah sakit didapatkan 81% Escherichiacoli Resisten

terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), Kotrimoksazol (56%),

kloramfenikol (43%), siprfloksasin (22%), dengan tamisin (18%).13

II.2. Antibiotik

II.2.1. Definisi antibiotik

Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang

mempunyai kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat pertumbuhan


8

atau membunuh mikroorganisme. Antibiotik yang relatif non-toksik bagi

pejamunya digunakan sebagai agen kemoteraupetik dalam pengobatan penyakit

infeksi pada manusia, hewan, dan tanaman.22

II.2.2. Mekanisme kerja antibiotik pada sel bakteri

Membunuh mikroorganisme relatif mudah apabila tidak memandang

selektivitas, sebab mikroorganisme dapat dibunuh dengan berbagai cara yaitu

dengan pemanasan, radiasi serta penggunaan bahan kimia yang kuat seperti asam

yang pekat. Namun untuk membunuh secara spesifik tanpa merusak sel dan

jaringan pada hospes akan lebih sulit.18

Secara umum mekanisme kerja antibiotik pada sel bakteri dapat terjadi

melalui bebrapa cara yaitu:18


9

Gambar II.1. Mekanisme kerja antibiotik pada bakteri


[Sumber: Sudigdoadi S. Mekanisme timbulnya resistensi anibiotik pada infeksi bakteri [skripsi].

Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 2015.Hal 2-918]

1. Penghambatan pada sintesis dinding sel.


Bakteri mempunyai dinding sel yang merupakan lapisan luar dan kaku untuk

mempertahankan bentuk sel dan mengatur tekanan osmotik di dalam sel. Dinding

sel bakteri Gram positif mempunyai struktur dinding sel yang berbeda dengan

bakteri Gram negatif. Dinding sel bakteri Gram positif mengandung peptidoglikan

dan teikhoat atau asam teikuronat dengan atau tanpa envelop yang terdiri dari

protein dan 4 polisakarida, sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif

mengandung peptidoglikan, lipopolisakarida, lipoprotein, fosfolipid, dan protein.

Dinding sel mengandung polimer mukopeptida kompleks (murein dan

peptidoglikan) yang berbeda secara kimiawi yaitu terdiri dari polisakarida dan

polipeptida.18
Polisakarida mengandung gula asam amino N-asetilglukosamin dan asam

asetil muramat. Asam asetil muramat ini hanya dimiliki oleh sel bakteri. Pada gula
10

asam amino menempel rantai peptida pendek dan ikatan silang dari rantai peptida

ini mempertahankan kekakuan dinding sel. Tempat kerja antibiotik pada dinding

sel bakteri adalah lapisan peptidoglikan. Lapisan ini sangat penting dalam

mempertahankan kehidupan bakteri dari lingkungan yang hipotonik, sehingga

kerusakan atau hilangnya lapisan ini akan menyebabkan hilangnya kekauan

dinding sel dan akan mengakibatkan kematian.18

Gambar II.2. Dinding sel bakteri Gram positf dan Gram negatif dan masuknya antibiotik
melalui porin pada dinding bakteri Gram negative
[Sumber: Sudigdoadi S. Mekanisme timbulnya resistensi anibiotik pada infeksi bakteri [skripsi].

Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 2015.Hal 2-918]

Semua antibiotik golongan -laktam bersifat inhibitor selektif terhadap

sintesis dinding sel bakteri dengan demikian aktif pada bakteri yang dalam fase

pertumbuhan. Tahap awal pada kerja antibiotik ini dimulai dari pengikatan obat

pada reseptor sel bakteri yaitu pada protein pengikat penisilin (PBPs = Penicillin-

binding proteins). Setelah obat melekat pada satu atau lebih reseptor maka reaksi

transpeptidasi akan dihambat dan selanjutnya sintesis peptidoglikan akan


11

dihambat. Tahap berikutnya adalah inaktivasi serta hilangnya inhibitor enzim-

enzim autolitik pada dinding sel.18

Akibatnya adalah aktivasi enzim-enzim litik yang akan menyebabkan lisis

bakteri. Antibiotik lain seperti basitrasin, teikoplanin, vankomisin, ristosetin, dan

novobiosin menghambat tahap awal pada sintesis peptidoglikan. Karena tahap

awal dari sintesis berlangsung pada membran sitoplasma maka agar menjadi

efektif antibiotik ini harus mengadakan penetrasi melalui membran. Resistensi

terhadap penisilin disebabkan pembentukan enzim yang merusak penisilin yaitu

enzim -laktamase. Enzim ini akan menyebabkan terbukanya cincin laktam

pada penisilin dan sefalosporin sehingga merusak aktivitas antimikroba.18


12

Gambar II.3. Mekanisme kerja antibiotik

[Sumber: Sudigdoadi S. Mekanisme timbulnya resistensi anibiotik pada infeksi bakteri

[skripsi]. Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 2015.Hal 2-918]

2. Penghambatan pada fungsi membran plasma.

Contoh antimikroba yang bekerja melalui mekanisme ini adalah amfoterisin

B, kolistin, imidazol, polien dan polimiksin. Sitoplasma pada sel-sel hidup

berikatan dengan membran sitoplasma yang berperan di dalam barier

permeabilitas selektif, berfungsi di dalam transport aktif dan mengontrol

komposisi internal dari sel. Bila fungsi integritas membran sel ini terganggu maka

ion dan makromolekul akan keluar dari sel dan akan menghasilkan kerusakan dan

kematian sel.

Membran sitoplasma bakteri dan jamur mempunyai struktur yang berbeda

dengan sel-sel hewan dan dapat lebih mudah dirusak oleh beberapa bahan kimia

atau obat. Sebagai contoh adalah polimiksin B yang bekerja pada bakteri gram

negatif yang mengandung lipid bermuatan positif pada permukaannya. Polimiksin

mempunyai aktivitas antagonis Mg2+ dan Ca2+ yang secara kompetisi

menggantikan Mg2+ atau Ca2+ dari gugus fosfat yang bermuatan negatif pada

lipid membran. Polimiksin ini menyebabkan disorganisasi permeabilitas membran

sehingga asam nukleat dan kation-kation akan pecah dan sel akan mengalami

kematian. Biasanya polimiksin tidak digunakan untuk pemakaian sistemik karena

dapat berikatan dengan berbagai ligand pada jaringan tubuh dan juga bersifat

toksik terhadap ginjal dan sistem saraf.18


13

Gramisidin juga merupakan antibiotik yang aktif pada membran sel yang

bekerja melalui pembentukan pori pada membran sel dan biasanya hanya

digunakan secara topikal. Polien bekerja pada membran sel jamur dengan

mengadakan ikatan pada sterol yang ada pada membran sel jamur yang tidak ada

pada sel bakteri, sebaliknya polimiksin inaktif terhadap jamur.18

3. Penghambatan melalui sintesis asam nukleat.

Rifampin menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengikatan pada DNA

dependent RNA polymerase. Rantai polipeptida dari enzim polimerase melekat

pada faktor yang menunjukkan spesifisitas di dalam pengenalan letak promoter

dalam proses transkripsi DNA. Rifampin berikatan secara nonkovalen dan kuat

pada subunit RNA polimerase dan mempengaruhi proses inisiasi secara spesifik

sehingga mengakibatkan hambatan pada sintesis RNA bakteri. Resistensi terhadap

rifampin terjadi karena perubahan pada RNA polimerase akibat mutasi

kromosomal. Semua kuinolon dan fluorokuinolon menghambat sintesis DNA

bakteri melalui penghambatan DNA girase.18

4. Penghambatan pada sintesis protein.

Mekanisme kerja antibiotik golongan ini belum diketahui secara jelas. Bakteri

memiliki ribosom 70S sedangkan mamalia memiliki ribosom 80S. Subunit dari

masing-masing tipe ribosom, komposisi kimiawi dan spesifisitas fungsionalnya

jelas berbeda sehingga dapat dijelaskan mengapa obat-obat antimikroba dapat

menghambat sintesis protein pada ribosom bakteri tanpa menimbulkan efek pada

ribosom mamalia pada sintesis protein mikroba secara normal, pesan pana mRNA
14

secara simultan dibaca oleh beberapa ribosom yang ada di sepanjang untai RNA

yang disebut sebagai polisom.18

Antibiotik yang bekerja melalui mekanisme ini adalah :

a. Aminoglikosida:

Mekanisme kerja dari streptomisin telah dipelajari jauh sebelum

ditemukannya aminoglikosida yang lain seperti kanamisin, neomisin,

gentamisin, tobramisin, amikasin, dan sebagainya, namun diduga bahwa

semua antibiotik ini mempunyai mekanisme kerja yang sama. Tahap awal

adalah perlekatan aminoglikosida pada reseptor protein spesifik yaitu subunit

30S pada ribosom bakteri dan selanjutnya aminoglikosida akan menghambat

aktivitas kompleks inisiasi dari pembentukan peptida (mRNA + formyl

methionine + tRNA). Kemudian pesan mRNA akan dibaca salah oleh regio

pengenal pada ribosom, sehingga terjadi insersi asam amino yang salah pada

peptida yang menghasilkan protein nonfungsional. Sebagai akibat terakhir

perlekatan aminoglikosida akan menghasilkan pecahnya polisom menjadi

monosom yang tidak mampu mensintesis protein Reistensi kromosomal

mikroba terhadap aminoglikosida tergantung pada tidak adanya reseptor

protein spesifik pada subunit 30S dari ribosom. Resistensi melalui plasmid

tergantung dari pembentukan enzim-enzim adenilat, fosforilat, dan asetilat

yang dapat merusak obat. Resistensi lain terjadi karena defek permeabilitas

yaitu perubahan membran luar yang dapat menurunkan transport aktif

aminoglikosida ke dalam sel sehingga obat tidak dapat mencapai ribosom.

Mekanisme ini juga melalui plasmid.18


15

b. Tetrasiklin:

Tetrasiklin berikatan dengan subunit 30S dari ribosom mikroba.

Selanjutnya akan menghambat sintesis melalui penghambatan pada

perlekatan aminoasil-tRNA. Akibatnya akan terjadi penghambatan di dalam

pengenalan asam amino yang baru terbentuk pada rantai peptida. Resistensi

terhadap tetrasiklin terjadi karena perubahan permeabilitas envelop sel

mikroba. Pada sel yang peka, obat akan berada pada lingkungan dan tidak

akan meninggalkan sel, sedangkan pada sels-sel yang resisten obat tidak

dapat di transportasikan secara aktif ke dalam sel atau akan hilang dengan

cepat sehingga konsentrasi hambat minimal tidak dapat dipertahankan.

Mekanisme dikontrol oleh plasmid.18

c. Kloramfenikol:
Antibiotik ini berikatan dengan subunit 50S dari ribosom dan akan

mempengaruhi pengikatan asam amino yang baru pada rantai peptida karena

kloramfenikol menghambat peptidil transferase. Kloramfenikol bersifat

bakteriostatik dan pertumbuhan mikroorganisme akan berlangsung lagi

apabila antibiotik ini menurun. Resistensi bakteri terhadap kloramfenikol

disebabkan bakteri menghasilkan enzim kloramfenikol asetiltransferase yang

dapat merusak aktivitas obat. Pembentukan enzim ini berada di bawah kontrol

plasmid.18
d. Makrolid: eritromisin, azitromisin, dan klaritromisin.

Obat-obat ini berikatan dengan subunit 50S ribosom dengan tempat ikatan

pada 23S tRNA. Selanjutnya akan berpengaruh dalam pembentukan inisiasi


16

kompleks pada sintesis rantai peptida atau berpengaruh pada reaksi

translokasi aminoasil. Beberapa bakteri resisten terhadap makrolid tidak

memiliki reseptor yang tepat pada ribosom melalui metilasi tRNA.

Mekanisme ini dapat melalui kontrol plasmid atau kromosom.18

e. Linkomisin dan klindamisin:

Antibiotik golongan ini bekerja dengan berikatan pada subunit 50S

ribosom mikroba dengan tempat ikatan, aktivitas antibakteri dan cara kerja

seperti makrolid. Mutasi pada kromosom menimbulkan resistensi karena

tidak terjadi ikatan pada subunit 50S ribosom.18

5. Penghambatan pada metabolisme folat

Trimetoprim dan sulfonamid mempengaruhi metabolisme folat melalui

penghambatan kompetitif biosintesis tetrahidrofolat yang bekerja sebagai

pembawa 1 fragmen karbon yang diperlukan untuk sintesis DNA, RNA, dan

protein dinding sel.18

II.2.3. Spektrum dan aktivitas Antibiotik

Berdasarkan spektrumnya, antibiotik dibagi menjadi dua yaitu

berspektrum luas dan sempit. Batas antar kedua spektrum ini terkadang tidak

jelas. Antibiotik berspektrum luas efektif baik terhadap bakteri gram negative

maupun gram posotif. Sifat antibiotika berbeda satu dengan lainnya,misalnya

penisilin G bersifat aktif terhadap bakteri gram positif sedangkan pada bakteri

negatif pada umunya tidak sensitif terhadap penisilin G. Contoh lain streptomisin

bersifat aktif terhadap bakteri gram negatif. Sedangkan anibiotik spektrum sempit
17

adalah antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis

mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negatif Contoh eritomisin,

klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram positif.

Streptomisin dan gentamisin hanya bekerja terhadap mikroba gram negatif.19

Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dikelompokkan menjadi antibiotika

yang mempunyai aktivitas bakteristik dan bakteriostatik. Antibiotika yang

bakteristik adalah antibiotik yang bersifat membuh bakteri. bakteriostatik adalah

bersifat menghambat pertumbuhan atau perkembangbiakan bakteri.19

II.2.4. Penggunaan Antibiotik

Pola penggunaan antibiotik antara lain: direktif, kalkulatif, interventif,

omnisprektif, dan profilaktif.20

Pada terapi antibiotik direktif, kuman penyebab infeksi sudah diketahui

dan kepekaan terhadap antibiotik sudah ditentukan, sehingga dapat dipilih obat

antibiotik efektif dengan spektrum sempit. Kesulitan yang akan dihadapi adalah

tersedianya fasilitas pemeriksaan mikrobiologis yang cepat dan tepat.20

Terapi antibiotik kalkulatif memberikan obat secara best guess. Dalam hal

ini, pemilihan harus didasarkan pada antibiotik yang diduga akan ampuh terhadap

mikroba yang sedang menyebabkan infeksi pada jaringan atau organ yang

dikeluhkan. Penilaian keadaan klinis yang tepat dan kemungkinan kuman

penyebab sangat penting dalam penerapan terapi antibiotik kalkulatif.20

Pada infeksi tertentu metoda penggunaan antibiotik harus selalu

berpedoman pada sebuah protokol pemberian antibiotik dan dapat menambah


18

kelompok obat antibiotik lainnya. Bila respon yang didapat tidak memuaskan,

maka protokol-protokol ini akan menyesuaikan dengan perkembangan dan

pengalaman terkini tentang penggunaan berbagai jenis antibiotik baru. Cara

pengobatan ini dikenal sebagai terapi antimikrobial interventif. 20

Terapi antibiotik omnispektrif diberikan bila hendak dijangkau spektrum

antibiotik seluas-luasnya dan dapat diberikan secara empirik. Beberapa keadaan

yang membutuhkan terapi ini yaitu infeksi pada leukemia, luka bakar, peritonitis

dan syok septik. 20

Sebagai terapi profilaksis, obat antibiotik dapat digunakan untuk

mencegah infeksi baru pada seseorang atau untuk mencegah kekambuhan dan

terutama digunakan untuk mencegah komplikasikomplikasi serius pada waktu

dilakukan tindakan pembedahan.20

II.2.5. Prinsip Penggunaan Antibiotik Bijak (Prudent)

1. Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan

spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat,

interval dan lama pemberian yang tepat.


2. Kebijakan penggunaan antibiotik (antibiotic policy) ditandai dengan

pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan

antibiotik lini pertama.


3. Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan

pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik

secara terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam

penggunaan antibiotik tertentu (reserved antibiotics).


4. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan

diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil


19

pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan

penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri

(self-limited).

5. Pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada:


a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola

kepekaan kuman terhadap antibiotik.


b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab

infeksi.
c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.
d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil

mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat.


e. Costeffective: obat dipilih atas dasar yang paling costeffective dan

aman.
6. Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dilakukan dengan

beberapa langkah sebagai berikut:


a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan

antibiotik secara bijak.


b. Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan

penguatan pada laboratorium hematologi, imunologi, dan

mikrobiologi atau laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit

infeksi.
c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten dibidang

infeksi.
d. Mengembangkan system penanganan penyakit infeksi secara tim

(team work).
20

e. Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotik

secara bijak yang bersifat multidisiplin.


f. Memantau penggunaan antibiotik secara intensif dan

berkesinambungan.
g. Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara

lebih rinci ditingkat nasional, rumahsakit, fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya dan masyarakat.13

II.3. Resistensi Antibiotik

II.3.1. Definisi resistensi antibiotik

Resistensi antibiotik didefinisikan sebagai tidak terhambatnya

pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis

normal atau kadar hambat minimalnya.21 Satuan resistensi dinyatakan dalam

satuan KHM (Kadar Hambat Minimal) atau Minimum Inhibitory Concentration

(MIC) yaitu kadar terendah antibiotic (g/mL) yang mampu menghambat tumbuh

dan berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai KHM menggambarkan tahap awal

menuju resisten.13
21
22

II.4. Kerangka Teori

ANTIBIOTIK :
MIKROORGANISME :
Mekanisme kerja
Pemeriksaan mikrobiologi
antibiotik pada sel bakteri
pelaporan mikroba dan
Spektrum dan aktivitas
kepekaannya
antibiotik
Pelaporan mikroba secara periodik
Penggunaan antibiotik
Prinsip penggunaan
antibiotik bijak (prudent)

RESISTENSI ANTIBIOTIK
23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Desain Penelitian

III.1.1. Jenis desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena hanya memberikan

gambaran/ deskripsi dari variabel-variabel penelitian, bukan untuk mencari

hubungan antar variabel. Penelitian menggunakan pendekatan potong lintang

(cross sectional) yang mana pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya

satu kali pada satu saat.23

III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

III.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Balai Laboratorium Kesehatan

Propinsi Maluku dan Instalasi Farmasi RSUD Dr. M.Haulussy Ambon.

III.2.2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016

III.3. Populasi dan Sampel

III.3.1. Populasi

Populasi 1: Seluruh spesimen yang diperiksakan ke Balai Laboratorium

Kesehatan Propinsi Maluku periode Januari-Juli 2016

Populasi 2: Seluruh kartu obat pasien Rawat Inap RSUD Dr. M. Haulussy

Ambon periode Januari-Juli 2016


24

III.3.2. Sampel

Seluruh populasi penelitian ini akan diambil sebagai sampel (total

sampling) dan harus memenuhi kriteria pemelihan sampel (kriteria restriksi).

III.4. Kriteria Restriksi

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Seluruh spesimen yang diperiksakan ke Balai Laboratorium Kesehatan

Propinsi Maluku periode Januari-Juli 2016


2. Seluruh kartu obat pasien yang menggunakan antibiotik di Rawat Inap

RSUD Dr. M. Haulussy Ambon periode Januari-Juli 2016.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Jika pemeriksaan spesimen dari Balai Laboratorium kesehatan propinsi

Maluku tidak lengkap.

III.5. Variabel Penelitian

Variable-variabel dalam penelitian ini terdiri atas :

1. Pola kuman
2. Penggunaan antibiotik
3. Resistensi antibiotik

POLA KUMAN

III.6. Kerangka Konsep


ANTIBIOTIK
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
RSUD Dr. M. Haulussy
Ambon

RESISTENSI ANTIBIOTIK
25

ANTIBIOTIK

III.7. Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil ukur skala


Penelitian
26

Pola kuman Laboratorium mikrobiologi klinik Hasil Nama Kategorik


menyusun peta bakteri dan pemeriksaan kuman nominal
kepekaannya terhadap antibiotik laboratorium setiap
(atau disebut antibiogram) yang specimen
diperbarui setiap tahun. Pola
kuman dan kepekaannya memuat
data isolat menurut jenis spesimen
dan lokasi atau asal ruangan.
Antibiogram ini digunakan
sebagai dasar penyusunan dan
pembaharuan pedoman
penggunaan antibiotik empirik di
rumah sakit.11

Penggunaan Penggunaan antibiotika secara Hasil rekam Nama Kategorik


antibiotik bijaksana erat kaitannya dengan medis ruang antibiotik nominal
penggunaan antibiotika instalasi
berspektrum sempit dengan Farmasi
indikasi yang tepat, dosis yang
adekuat, serta tidak lebih lama
dari yang dibutuhkan. WHO
menyatakan bahwa lebih dari
setengah peresepan obat diberikan
secara tidak rasional.16

Resistensi Resistensi antibiotik didefinisikan Hasil 1. Sensitif Kategorik


2. Resistensi
antibiotik sebagai tidak terhambatnya pemeriksaan nominal
pertumbuhan bakteri dengan laboratorium
pemberian antibiotik secara
sistemik dengan dosis normal atau
kadar hambat minimalnya.18

III.8. Prosedur dan Alur Penelitian

Penyusunan Proposal
penelitian
27

Pengurusan izin penelitian


pada pihak terkait
Identifikasi populasi
penelitian
Identifikasi subjek yang
memenuhi kriteria inklusi Subjek dikeluarkan
Sampel penelitian karena memenuhi kriteria
diperoleh eksklusi
Pengambilan data pada
sampel
Pengolahan data
Analisis data

Penyusunan laporan hasil


penelitian (Skripsi)
Gambar 3.1. Kerangka prosedur dan alur penelitian

III.9. Pengolahan data dan Analisis Data

III.9.1. Pengolahan data

Pengolahan data menggunakan program computer Microsoft Excel 2010

dan Stastical Program for Social Science (SPSS). Data yang telah diolah akan

disajikan dalam bentuk tabel.

III.9.2. Analisis Data

Analisis Univariat

Analisis yang digunakan untuk mengetahui jumlah kultur kuman yang

sensitif dan resistensi terhadap antibiotik, penggunaan antibiotik dan antibiotik

yang sudah termasuk golongan resistensi terbanyak sesuai data kultur kuman

tetapi masih didapat pada resep pasien di Bangsal rawat inap RSUD Dr. M.
28

Haulussy Ambon periode januari-juli 2016. hasil analisis univariat berupa jumlah

dan presentase yang dapat disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik.

III.10. Etika Penelitian

Tinjauan etika akan dilakukan oleh Komite Etik Penelitian, Fakultas

Kedokteran, Universitas Pattimura Ambon. Formulir tinjauan etik yang tersedia di

Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon akan digunakan sebagai

registrasi penelitian ini kepada Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas

Pattimura Ambon disertai dengan proposal yang telah disetujui. Adapun yang

perlu diperhatikan :

1. Penelitian ini hanya akan menggunakan data dari catatan medis


2. Selama penelitian ini berjalan tidak ada pemeriksaan tambahan atau

kontak langsung dengan pasien


3. Indentitas pasien pada data akan di rahasiakan sesuai dengan prosedur

pengambilan data dari petugas bahwa indentitas pasien akan

dirahasiakan

Maka dengan segala ketentuan etika atas bejalannya penelitian ini. Akhirnya

komisi etukalah yang akan mempertimbangkan apakah penelitian dapat dijalankan

atau tidak tanpa ada persetujuan dari pasien.

III.11. Jadwal Penelitian

Tabel 2.3 jadwal penelitian

2016
Kegiatan Bulan
Ags Sep Okt Nov Des
Penyusunan proposal

Seminar Proposal
29

Perbaikan proposal

Penelitian / Pengumpulan data

Analisa Data
Ujian skripsi

DAFTAR PUSTAKA

1. Alkatiri, Soejitno S, Ibrahim E. Rumah Sakit Proaktif Suatu Pemikiran Awal

Edisi 2. Jakarta: PT. Nimas Multima. 2007. Hal.36.

2. Stephan, et al. The Relationship between Antimicrobial Use and

Antimicrobial Resistance in Europe [internet]. Emerg Infect Dis. March 2002;

8(3):p,278282. [cited 20 agust 2016]. Avaible from:

URL: http://wido.de/fileadmin/wido/download/pdf

3. Brahma, Marak, et al. Rational Use of Drug and Irrational Drug Combination.

The Internet Journal of Pharmacologi. 2012.Vol 10:1.

4. Inglis TJ. Microbiology and Infection. 2nd Ed [internet]. Toronto. Churchill

Livingstone. 2003; 43. [cited 13 sept 2016]. Avaible from:


URL: http://hdl.handle.net/123456789/7713

5. Standford ST, Phair JP, Sommers HM. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit

Infeksi. Edisi 4. Jogjakarta. Gadjah Mada University Press. 1994; 25.


30

6. Soewondo ES. Pilihan terapi dalam menghadapi infeksi nosokomial. Dalam:

Wahab AS, editor. Perkembangan Terkini Pengelolaan Beberapa Penyakit

Tropis Infeksi. Surabaya. Universias Airlangga. 2002; 130139.

7. Fauziyah S, Radji M, Nurgani A. Hubungan penggunaan antibiotika pada

terapi empiris dengan kepekaan bakteri di ICU RSUP Fatmawati Jakarta.

Jurnal Farmasi Indonesia. 2011; 5(3):150-8.

8. Aminov RI. A brief of the antibiotic era: lessons learned and challenges for

the future. Frontiers in microbiology journal. 2010. Available from : URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3109405/

9. Permatasari D. Kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik pada pasien

dewasa fraktur terbuka di RSUP Fatmawati Tahun 2013.

10. Ralph J, Christophe J, Francois J. Antimicrobial resistance in Intensive Care

Units. The lancet infectious disease journal. 2014; 14:3-5. Available from:

URL:http://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-

3099%2813%2970305-0/fulltext

11. Nyoman N. Pola bakteri dan kepekaan bakteri terhadap antibiotik di RSUP

Sanglah periode Juli-Desember 2013 [skripsi]. Bali: FK UNUD; 2014.

12. Siswati S. Analisis Penggunaan Antibiotika yang Tidak Rasional pada Balita

Penderita Bukan Penumonia di Kota Padang. Sainstek. 2009; 12(1):73- 9.

13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015

Tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba Di Rumah Sakit.

14. Sudoyono, dkk. Resistensi antibiotik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid III. Edisi IV. InternalPublishing. Jakarta: 2009. Hal 2904.
31

15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

2406/menkes/per/xii/2011 Tentang Pedoman umum penggunaan antibiotik.

16. Mitrea LS. Pharmacology. Canada: Natural Medicine Books. 2008, p,53.

17. Neal, Michael J. Medical Pharmacology At a Glance. Edisi 5. Penerbit

Erlangga. 2006: p,81.

18. Sudigdoadi S. Mekanisme timbulnya resistensi anibiotik pada infeksi bakteri

[skripsi]. Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.

2015.Hal 2-9.

19. Febiana T. Karya tulis ilmiah kajian rasionalitas penggunaan antibiotik Di

bangsal anak RSUP dr. Kariadi semarang Periode Agustus-Desember 2011

[skripsi]. Semarang. 2012.

20. Staf Pengajar Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

2008. Hal. 585-586.

21. Ding S. et al. Rationale for Antibiotic Prescriptions in the Hospital: An

Evaluation of Its Application and Administration. Chinese Medical Record

English Edition. [internet] March 2013 [cited 12 sept 2016]. Vol.1:3.p,88-91.

Available from:

URL: http://journal.ui.ac.id/index.php/arsi/article/view/5211/3496

22. Dorland N. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 31. EGC. Jakarta: tahun 2010.

Hal.115.

23. Notoatmodjo S. Metode penelitian deskriptif. Dalam: Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Citra; 2015. Hal.95-97


32

Anda mungkin juga menyukai