I. LATAR BELAKANG
Industri pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam
kegiatan pasca panen sebab produk hasil perikanan merupakan produk perishable food
yang bersifat mudah rusak dan membusuk. Penanganan pasca panen hasil perikanan
dapat meningkatkan daya awet ikan dan juga dapat meningkatkan nilai tambah (value
added) produk perikanan tersebut. Dengan memenuhi persyaratan dalam penanganan
maupun pengolahan, maka diharapkan hasil pengolahan dapat memenuhi standard
mutu yang ditetapkan baik secara nasional maupun international. Kontinuitas mutu
produk sangat penting guna meningkatkan kepercayaan luar negeri terhadap mutu suatu
produk sehingga produk perikanan dapat diterima oleh pasar international.
Kondisi produk perikanan dengan mutu rendah dan kurang terjamin
keamanannya tersebut diatas tentunya akan berakibat kepada tidak tercapainya misi
pembangunan kelautan dan perikanan dalam meningkatkan kecerdasan dan kesehatan
masyarakat melalui konsumsi ikan karena produk bermutu rendah dan tidak aman akan
mempengaruhi kesehatan bahkan mengakibatkan kematian. Selain itu juga, secara
hukum produk bermutu rendah dan terindikasi tidak aman bertentangan dengan
perundang- undangan dan peraturan yang ada yaitu: (1) Undang-Undang Pangan No. 7
Tahun 1996, (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
dan (3) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Men-Kes/Per/IX/88 tentang Bahan
Tambahan Makanan (Riyadi, 2006)
Menurut Nasution (2004), kualitas adalah conformance to requierment, yaitu
sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas
apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi
bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Kualitas adalah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar. Produk dapat dikatakan berkualitas apabila dapat memenuhi kepuasan
pelanggan sepenuhnya artinya sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu
produk.
Kualitas makanan atau bahan makanan di alam tak lepas dari berbagai
pengaruh seperti kondisi lingkungan yang menjadikan layak atau tidaknya suatu
makanan untuk dapat di konsumsi. Berbagai bahan pencemar terkandung dalam
makanan karena penggunaan bahan baku pangan terkontaminasi oleh proses
pengolahan maupun penyimpanan. Makanan maupun minuman biasanya ditempatkan
pada suatu wadah yang dipakai untuk dapat memperpanjang umur makanan
tersebut.(Deman, 1997)
IV. REFRENSI
Badan Standarisasi Nasional. 2006. Ikan Tuna dalam Kaleng Bagian 1:
Spesifikasi. 01-2712.1- 2006.
deMan, MJ. 1997. Kimia Pangan. Penerjemah K. Padmawinata. ITB-Press.
Bandung
Hawthorn, J. 1970. Quality Control In The Food Industry. Academic Press. London
Mastori. 2007. Penerapan HACCP pada Pengalengan Ikan Sardine (Sardinella sp) di
PT. Maya Food Industries, Pekalongan Jawa Tengah.
Nasution MN. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Cetakan ke-3. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Riyadi, PH. 2006. Analisa Kebijakan Keamanan Pangan Produk Hasil Perikanan di
Pantura Jawa Tengah dan DIY. Magister Manajemen Sumberdaya Pantai
[Tesis]. Universitas Diponegoro.
Tzouros, NE, Arvanitoyannis, IS. 2000. Implementation of HACCP System to The
Fish/ Seafood Industry: A Review. Food Rev. Int. 16 (3), 273-325 (2000).
University of Thesally. Greece.