Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Medis
1. Pengertian
Cronik Kidney Deases (CKD) adalah penurunan faal/fungsi ginjal
yang menahun yang umumnya irreversible dan cukup. Gagal ginjal kronik
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,
biasanya berlangsung beberapa tahun..
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). CKD itu sendiri terbagi atas dua, yaitu :
a. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium
1) Stadium 1 : Penurunan cadangan ginjal
a) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b) Asimptomatik
c) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium 2 : Insufisiensi ginjal

a) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam


diet)
b) Kadar kreatinin serum meningkat
c) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
(1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
(2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
(3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a) kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b) ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan
elektrolit
c) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
b. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality
Initiative) merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium
dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
1) Stadium 1kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan
LFG antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2)
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2)
5) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG <
15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal

2. Etiologi

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang


merusak nefron ginjal, seperti:
a. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik
b. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubuler ginjal.
f. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
g. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati
timbale.
h. Nefropati obstruktif
1) Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
2) Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

3. Manifestasi Klinik / Tanda dan Gejala


a. Edema
b. Hipertensi
c. Anoreksia, nausea, vomitus
d. Ulserasi lambung
e. Stomatitis
f. Proteinuria
g. Letargi, apatis, penurunan konsentrasi
h. Hematuria
i. Anemia
j. Perdarahan
k. Distrofi renal
l. Hiperkalemia
m. Asidosis metabolic
n. Turgor kulit jelek

4. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk


glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu.
Keadaan irreversibel, ditandai dengan fungsi nefron yang
berkurang, kerusakan ginjal berlangsung progresif. Perjalanan menuju
uremia berlangsung berangsur untuk waktu yang cukup lama. Dimana
fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat. Bila ginjal tidak mampu lagi
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, maka diperlukan
dialysis. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Perjalanan gagal ginjal menahun meliputi tahap yang dimulai
dengan penurunan cadangan ginjal, selanjutnya insufisiensi ginjal, gagal
ginjal, dan terakhir uremia. Awalnya, ginjal mengalami penurunan
cadangan, di mana homeostasis dipertahankan dan tidak ada gejala dengan
cadangan ginjal residu 40% dari normal. Selnjutnya, terjadi insufisiensi
ginjal. Artinya, ginjal mengalami ketidakmampuan untuk mempertahankan
homeostasis. Dimana terjadi azotemia ringan dan anemia. Ginjal mungkin
mampu mengonsentrasikan urine dan mengubah H2O akan tetapi, fungsi
ginjal residu 15%-40% dari normal. Dan laju filtrasi glomerulus (GFR)
menurun sampai 20 mL/menit (normal 100-120 mL/menit).
Kemudian masuk ke tahap gagal ginjal, dimana terjadi azotemia
dan anemia berat. Terjadi nokturia, gangguan elektrolit dan cairan, serta
fungsi ginjal residu 5%-15% dari normal. Tahap akhir penyakit ginjal,
terjadi uremia dimana tidak ada homeostasis. Fungsi ginjal residu kurang
dari 5% dari normal dan menjadi simtomatis pada banyak system.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal terjadi
akibat kehilangan fungsi ginjal normal akibat dari penurunan jumlah
nefron yang berfungsi dengan tepat. Gambaran krusial dari teori ini adalah
bahwa keseimbangan antara glomeruli dan tubulus dipertahankan. Bila
jumlah nefron berkurang sampai jumlah yang tidak adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan homeostasis, terjadi gangguan fisiologis.
Gagal ginjal mempengaruhi semua system tubuh karena ketidakmampuan
ginjal melakukan fungsi metaboliknya dan untuk membersihkan toksik
dari darah.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan biokimia plasma untuk meengetahui fungsi ginjal dan


gangguan elektrolit,mikroskopis urin, urin analisa, tes serologi untuk
mengetahui penyebab glumerulonefritis, dan tes tes penyaringan
sebagai persiapan sebelum dialysis (biasanya hepatitis B dan HIV)
b. USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan
penyebab gagal ginjal, misal adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal.
Dapat pula dipakai foto polos abdomen. Jika ginjal lebih kecil
dibandingkan usia dan besar tubuh pasien maka lebih cenderung kea
rah gagal ginjal kronik.
c. Pemeriksaan laboratorium darah
BUN, keratin, elektrolit ( Na, K, Ca, Phosphat ) hematologi (Hb,
trombosit, Ht, leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
d. Pemeriksaan urine
Warna, PH, bau, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen)

6. Komplikasi
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet yang berlebih
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan temponade jantung akibat retensi,
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin aldosterone
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastasik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar aluminium

7. Penatalaksanaan Medik / Terapi / Pengobatan


a. Konservatif

1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin


2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1) peritoneal dialysis, biasanya dilakukan pada kasus kasus
emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja
yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori
Peritonial Dialysis)
2) Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif
di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis
dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah
maka dilakukan :AV fistule yaitu menggabungkan vena dan arteri
serta Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi
ke jantung )
c. Operasi
1) Pengambilan batu
2) transplantasi ginjal

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat.
2) Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
b. Pengkajian
1) Alasan utama datang ke rumah sakit
2) Keluhan utama (saat pengkajian)
3) Riwayat kesehatan sekarang
4) Riwayat kesehatan dahulu
5) Riwayat kesehatan keluarga
6) Riwayat pengobatan dan alergi
c. Pengkajian Fisik
1) Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene
dan lain-lain.
2) Data Sistemik
a) Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan,
pengecap/penghidu, peraba, dan lain-lain.
b) Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan
mata, alis, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek,
pupil, respon cahaya, dan lain-lain.
c) Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan
jalan napas, dan lain-lain.
d) Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi
jantung, kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
e) Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu,
orientasi tempat, orientasi orang, dan lain-lain.
f) Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan,
keluhan, bibir, mual dan tenggorokan, kemampuan mengunyah,
kemampuan menelan, perut, kolon dan rektum, rectal toucher,
dan lain-lain.
g) Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara
jalan, kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman
tangan, otot kaki, akral, fraktur, dan lain-lain.
h) Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar,
kemerahan, dan lain-lain.
i) Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis,
prostat, payudara, dan lain-lain.
j) Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK,
vesika urinaria
3) Data penunjang
4) Terapi yang diberikan
5) Pengkajian masalah psiko-sosial-budaya-dan spiritual
a) Psikologi
(1) Perasaan klien setelah mengalami masalah ini
(2) Cara mengatasi perasaan tersebut
(3) Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
(4) Jika rencana ini tidak terselesaikan
(5) Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada
b) Sosial
(1) Aktivitas atau peran klien di masyarakat
(2) Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai
(3) Cara mengatasinya
(4) Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
c) Budaya
(1) Budaya yang diikuti oleh klien
(2) Aktivitas budaya tersebut
(3) Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut
(4) Cara mengatasi keberatan tersebut
d) Spiritual

(1) Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari


(2) Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
(3) Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan
(4) Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal
tersebut
(5) Upaya klien mengatasi perasaan tersebut
(6) Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan
yang sekarang sedang dialami

2. Penyimpangan KDM
Terlampir

3. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na
dan H2O)
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:
kompensasi melalui alkalosis respiratorik
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat, keletihan.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis
(hemodialisa) berhubungan salah interpretasi informasi

4. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa 1 :
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi
Na dan H2O)
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.
Intervensi :
1) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital. Batasi
masukan cairan.
R : Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin,
dan respon terhadap terapi.
2) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
R : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
3) Anjurkan pasien/ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran.
R : Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

b. Diagnosa 2
Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan :
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru.
R : Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur.
2) Kaji adanya hipertensi.
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal).
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10).
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri.
4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
R : Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

c. Diagnosa 3
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
Tujuan :
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukkan BB stabil
Intervensi :
1) Awasi konsumsi makanan/cairan.
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi.
2) Perhatikan adanya mual dan muntah.
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi.
3) Berikan makanan sedikit tapi sering.
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan.
4) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan.
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial.
5) Berikan perawatan mulut sering.
R : Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

d. Diagnosa 4
Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:
kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan :
Pola nafas kembali normal/stabil
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles.
R: Menyatakan adanya pengumpulan secret.
2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam.
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2.
3) Atur posisi senyaman mungkin.
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
4) Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia

e. Diagnosa 5
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan :
Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil : Mempertahankan
kulit utuh, Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan
kulit.
Intervensi :
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan.
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.
2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan.
3) Inspeksi area tergantung terhadap udem.
R : Jaringan udem lebih cenderung rusak/robek
4) Ubah posisi sesering mungkin.
R: Menurunkan tekanan pada udem, jaringan dengan perfusi buruk
untuk menurunkan iskemia
5) Berikan perawatan kulit.
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit.
6) Pertahankan linen kering.
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.
7) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis.
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera.
8) Anjurkan memakai pakaian katun longgar.
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit

f. Diagnosa 6
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat, keletihan
Tujuan :
Dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik dengan
criteria Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, HR,
RR yang sesuai, Warna kulit normal, hangat & kering,
Memverbalisasikan pentingnya aktivitas secara bertahap,
Mengekspresikan pengertian pentingnya keseimbangan latihan &
istirahat, Meningkatkan toleransi aktivitas
Intervensi :
1) Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah
penyebab dari fisik, psikis/motivasi.
R : Untuk mengetahui indikator intervensi selanjutnya
2) Kaji kesesuaian aktivitas & istirahat klien sehari-hari.
R : Untuk mengetahui adanya kelelahan
3) Tingkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi
dapat perubahan posisi, berpindah & perawatan diri.
R : Untuk mencegah kekakuan dan mempercepat kegiatan mandiri
4) Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala
intoleransi aktivitas.
R : mencegah klien dari kekakuan
5) Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi seperti
mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran & tanda vital.
R : Untut mengetahui adanya tanda kelemahan sehingga aktivitas
lebih diminimalkan
Penyimpangan KDM

Anda mungkin juga menyukai