Anda di halaman 1dari 18

1.

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu
disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang
(Stuart, 2007).
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra
sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin
organik, psikotik ataupun histerik. Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan
persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005).
Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian
mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli:
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada
sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa
melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu
rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).

B. Jenis
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di
sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu
yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang
mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau
mayat, yang tidak adasumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau /
hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada
seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual
halusinasi ini disebut halusinasi heptik.
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Dengar a. Bicara atau tertawa sendiri a. Mendengar suara-
(klien mendengar suara atau b. Marah-marah tanpa sebab suara atau kegaduhan
bunyi yang tidak ada c. Mendekatkan telinga ke b. Mendengar suara yang
hubungannya dengan stimulus arah tertentu mengajak bercakap-cakap
yang nyata atau lingkungan) d. Menutup telinga c. Mendengar suara
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
Halusinasi penglihatan a. Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar,
(klien melihat gambaran yang tertentu bentuk geometris, kartun,
jelas atau samar terhadap b. Ketakutan pada sesuatu melihat hantu, atau monster.
adanya stimulus yang nyata yang tidak jelas
dari lingkungan dan orang lain
tidak melihatnya).
Halusinasi penciuman a. Mengendus-endus seperti a. Membaui bau-bauan
(klien mencium suatu bau sedang membaui bau- seperti bau darah, urine,
yang muncul dari sumber bauan tertentu feses, dan terkadang bau-
tertentu tanpa stimulus yang b. Menutup hidung bau tersebut
nyata) menyenangkan bagi klien.
Halusinasi pengecapan a. Sering meludah a. Merasakan rasa seperti
(klien merasakan sesuatu yang b. Muntah darah, urine, atau feses.
tidak nyata, biasanya
merasakan rasa makanan yang
tidak enak)
Halusinasi perabaan a. Menggaruk-garuk a. Mengatakan ada serangga
(klien merasakan sesuatu pada permukaan kulit. di permukaan kulit .
kulitnya tanpa ada stimulus b. Merasa seperti tersengat
yang nyata) listrik.
Halusinasi Kinestetik a. Memegang kakinya yang a. Mengatakan badannya
(klien merasa badannya dianggapnya bergerak melayang di udara.
bergerak dalam suatu ruangan sendiri.
atau anggota badannya
bergerak).
Halusinasi Viseral a. Memegang badannya a. Mengatakan perutnya
(perasaan tertentu timbul). yang dianggapnya menjadi mengecil setelah
berubah bentuk dan tidak minum soft drink.
normal seperti biasanya.

C. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda seseorang yang mengalami halusinasi adalah :
1. Tahap 1 (comforting)
a. Tertawa tidak sesuai dengan situasi
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Bicara lambat
d. Diam dan pikiranya dipenuhi pikiran yang menyenangkan
2. Tahap 2 (condemning)
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan realita
3. Tahap 3
a. Pasien cenderung mengikuti halusinasi
b. ISOLASI SOSIAL
c. Perhatian dan konsentrasi menurun
d. Afek labil
e. Kecemasan berat ( berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
4. Tahap 4 (controlling)
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Pasien tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. BERESIKOS MENCEDERAI DIRI SENDIRI, ORANG LAIN DAN
LINGKUNGAN SEKITAR
D. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
3. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman,
gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan
atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar
unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi yaitu sebagai berikut.
a) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi rangsangan eksternal
yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
b) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.
c) Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi
pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi Sosial
Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi menunjukkan
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-
olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social,
control diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, ,maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain.
Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan pada
klien yang mengalami halusinasi adalah dengan mengupayakan suatu proses
interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya diharapkan halusinasi tidak terjadi.
e) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahkluk sosial, sehingga interaksi dengan
manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami
halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di atas tidak terjadi. Individu tidak
sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi system control dalam
individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control
terhadap kehidupan nyata.
4. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi
seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber
koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah. Dukungan social dan keyakinan budaya dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang efektif.
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme
pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.
E. Tahapan Halusinasi
Perilaku yang dapat
Tahap Ciri-ciri
diobservasi
Comforting Klien yang berhalusinasi mengalami b. Tersenyum lebar,
Halusinasi emosi yang intense seperti cemas, menyeringai tetapi
menyenangkan, kesepian, rasa bersalah, dan takut dan tampak tidak tepat
Cemas ringan mencoba untuk berfokus pada pikiran c. Menggerakan bibir
yang menyenangkan untuk tanpa membuat suara
menghilangkan kecemasan. Seseorang d. Pergerakan mata yang
mengenal bahwa pikiran dan pengalaman cepat
sensori berada dalam kesadaran control e. Respon verbal yang
jika kecemasan tersebut bisa dikelola. lambat seperti asyik
f. Diam dan tampak
asyik
Comdemning Penngalaman sensori menjijikan dan a. Ditandai dengan
Halusinasi menakutkan. Klien yang berhalusinasi peningkatan kerja
menjijikan, mulai merasa kehilangan control dan system saraf
Cemas sedang mungkin berusaha menjauhkan diri, serta autonomic yang
merasa malu dengan adanya pengalaman menunjukan
sensori tersebut dan menarik diri dari kecemasan misalnya
orang lain. terdapat peningkatan
nadi, pernafasan dan
tekanan darah.
b. Rentang perhatian
menjadi sempit
c. Asyik dengan
penngalaman sensori
dan mungkin
kehilangan
kemampuan untuk
membedakan
halusinasi dengan
realitas.
Controlling Klien yang berhalusinasi menyerah untuk a. Arahan yang diberikan
Pengalaman mencoba melawan pengalaman halusinasi tidak hanya
sensori halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi dijadikan objek saja
berkuasa, menarik/meimkat. Seseorang mungkin oleh klien tetapi
Cemas berat mengalami kesepian jika pengalaman mungkin akan
sensori berakhir. diikitu/dituruti
b. Klien mengalami
kesulitan berhubungan
dengan orang lain
c. Rentang perhatian
hanya dalam beberapa
detik atau menit
d. Tampak tanda
kecemasan berat
seperti berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti perintah.
Conquering Pengalaman sensori bisa mengancam jika a. Perilakku klien
Melebur dalam klien tidak mengikuti perintah dari tampak seperti
pengaruh halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir dihantui terror dan
halusinasi, dalam waktu empat jam atau sehari bila panic
Panic tidak ada intervensi terapeutik b. Potensi kuat untuk
bunuh diri dan
membunuh orang lain
c. Aktifitas fisik yang
digambarkan klien
menunjukan isi dari
halusinasi misalnya
klien melakukan
kekerasan, agitasi,
menarik diri atau
katatonia
d. Klien tidak dapat
berespon pada arahan
kompleks
e. Klien tidak dapat
berespon pada lebih
dari satu orang

F. Akibat
Akibat dari perubahan sensoori persepsi halusinasi adalah resiko mencederai diri
sendiri,orang lain dan lingkungan. Adalah suatu suatu perilaku maladaptive dalam
memanifestasikan perasaan marah yang dialami oleh sesorang. Perilaku tersebut dapat
berupa menciderai diri sendiri, melalukan penganiayaan terhadap orang lain dan merusak
lingkungan.
Marah sendiri merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai suatu ancaman (
stuart dan Sundeen,1995). Perasaan marah sendiri merupakan suatu hal yang wajar
sepanjang perilaku yang dimanifestasikan berada pada rentang adaptif.
Tanda dan gejala:
Data obyektif:
a. Mata merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Suka berdebat
f. Sering memaksakan kehendak
g. Merampas makanan, memukul jika tidak senang
Data subyektif
a. Mengeluh merasa terancam
b. Mengungkapkan perasaan tak berguna
c. Mengungkapkan perasaan jengkel
d. Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, sesak dan
bingung
G. Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguanpersepsi.Bentuk
halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising ataumendengung, tapi yang paling
sering berupa kata-kata yang tersusun dalambentuk kalimat yang agak
sempurna.Biasanya kalimat tadi membicarakanmengenai keadaan pasien sendiri atau
yang dialamatkan pada pasien itu,akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan
suara halusinasi itu.Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau bicara-
bicarasendiri atau bibirnya bergerak-gerak.Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum
diketahui. Banyak teoriyang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor
psikologik,fisiologik dan lain-lain.Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan
terjagayang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang daridalam
tubuh ataupun dari luar tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsiyang lebih dari
munculnya ke alam sadar. Bila input ini dilemahkan atautidak ada sama sekali seperti
yang kita jumpai pada keadaan normal ataupatologis,maka materi-materi yang ada dalam
unconsicisus atau preconsciousbisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.Pendapat lain
mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanyakeinginan yang direpresi ke
unconsicious dan kemudian karena sudah retaknyakepribadian dan rusaknya daya menilai
realitas maka keinginan tadidiproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

H. Diagnose keperawatan utama


Gangguan sensori persepsi: halusinasi

I. Fokus intervensi keperawatan


Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi seanjutnya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa
tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman
bicara
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2) Apa yang dikatakan halusinasinya
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri
tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut,
sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1) Katakan saya tidak mau dengar
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara
sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum
obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri


Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas
tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuanmengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan :
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
KP
K P P lain
K P P lain K lain
K Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang
lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
Salam, perkenalan diri
Jelaskan tujuan
Buat kontrak
Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
Perilaku menarik diri
Penyebab perilaku menarik diri
Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal
satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
Kriteria Evaluasi Intervensi
Setelah .x SP I p
pertemuan, pasien 1. Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya,
dapat menyebutkan : frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi
a. Isi, waktu, halusinasi.
frekuensi, situasi 2. Latih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
pencetus, perasaan. 3. Tahapan tindakannya meliputi :
b. Mampu a. Jelaskan cara menghardik halusinasi.
memperagakan cara b. Peragakan cara menghardik
dalam mengontrol c. Minta pasien memperagakan ulang.
halusinasi d. Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku
pasien
e. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah .x SP 2 p
pertemuan, pasien 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
mampu : 2. Latih berbicara / bercakap dengan orang lain saat
a. Menyebutkan halusinasi muncul
kegiatan yang sudah 3. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
dilakukan.
b. Memperagakan cara
bercakap-cakap
dengan orang lain
Setelah .x pertemuan SP 3 p
pasien mampu : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2).Latih kegiatan
a. Menyebutkan agar halusinasi tidak muncul.
kegiatan yang sudah Tahapannya :
dilakukan. a. Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
b. Membuat jadwal mengatasi halusinasi.
kegiatan sehari-hari b. Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh
dan mampu pasien.
memperagakannya. c. Latih pasien melakukan aktivitas.
d. Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih (dari bangun pagi sampai
tidur malam)
e. Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang (+)
Setelah .x SP 4 p
pertemuan, pasien 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2&3)
mampu : 2. Tanyakan program pengobatan.
a. Menyebutkan 3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan
kegiatan yang sudah jiwa
dilakukan. 4. Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program.
b. Menyebutkan 5. Jelaskan akibat bila putus obat.
manfaat 6. Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat.
darissprogram 7. Jelaskan pengobatan (5B).
pengobatan 8. Latih pasien minum obat
9. Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah .x pertemuan SP 1 k
keluarga 1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien.
a. Mampu menjelaskan Jelaskan tentang halusinasi :
tentang halusinasi a. Pengertian halusinasi.
b. Jenis halusinasi yang dialami pasien.
c. Tanda dan gejala halusinasi.
d. Cara merawat pasien halusinasi (cara
berkomunikasi, pemberian obat & pemberian
aktivitas kepada pasien).
e. Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa
dijangkau.
f. Bermain peran cara merawat.
g. Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga
untuk merawat pasien
Setelah .x pertemuan SP 2 k
keluarga mampu : 1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1).
a. Menyelesaikan 2. Latih keluarga merawat pasien.
kegiatan yang sudah 3. RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
dilakuka
b. Memperagakan cara
merawat pasien
Setelah .x pertemuan SP 3 k
keluarga mampu : 1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2)
a. Menyebutkan 2. Latih keluarga merawat pasien.
kegiatan yang sudah 3. RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
dilakukan.
b. Memperagakan cara
merawat pasien
serta mampu
membuat RTL
Setelah .x pertemuan SP 4 k
keluarga mampu : 1. Evaluasi kemampuan keluarga.
a. Menyebutkan 2. Evaluasi kemampuan pasien.
kegiatan yang sudah 3. RTL Keluarga:
dilakukan. a. Follow Up
b. Melaksanakan b. Rujukan
Follow Up rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta.
Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Fakultas
Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan
Jiwa(Terjemahan). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai