Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2
2.2 Epidemiologi
The National Ambulatory Medical Care Survey yang dilakukan apda tahun
1995 memperkirakan 8,4 juta kunjungan rawat jalan ke dokter Amerika adalah karena
dermatitis kontak. Ini adalah diagnosis dermatologis kedua yang paling sering.
Kunjungan ke dokter kulit, 9% untuk dermatitis. Di klinik dermatologi pusat
kesehatan siswa, 3,1% pasien dipresentasikan mengalami dermatitis kontak alergi,
dan 2,3% dipresentasikan mengalami dermatitis kontak iritan.3
Tidak ada predileksi rasial untuk kasus dermatitis kontak alergi. Dermatitis
kontak alergi lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini terutama
disebabkan oleh alergi terhadap nikel, yang jauh lebih umum terjadi pada wanita
daripada pria di seabgian besar negara.3
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada neonatus. Pada orang tua,
perkembangan dermatitis kontak alergi mungkin sedikit tertunda, namun dermatitis
mungkin lebih persisten setelah paparan pertama. Alergi kontak terhadap obat topical
lebih sering terjadi pada orang yang berusia lebih dari 70 tahun.5
3
2.3 Etiologi
4
Pada pasien dermatitis alergi kronis, alergi terhadap satu atau lebih bahan
kimia pada sarung tangan karet harus dipertimbangkan bila pekerjaan berkaitan
dengan penggunaan sarung tangan karet, kecuali uji temple menunjukkan sebaliknya.
Dermatitis kontak alergi terhadap bahan kimia pada sarung tangan karet biasanya
terjadi secara maksimal pada aspek punggung tangan. Biasanya, cutoff dermatitis
terjadi pada lengan abwah dimana kulit tidak lagi besentuhan dengan sarung tangan.3
Individu yang alergi terhadap pewarna dan tekanan permanen dan bahan
kimia wash-and-wear yang ditambahkan pada tekstil biasanya mengalami dermatitis
pada batang tubu, yang terjadi secara maskimal pada sisi lateral tubuh namun tersebar
juga di aksila. Lesi primer biasanya berupa papul folikular kecil atau dapat berupa
plak yang luas. Individu yang dicurigai dermatitis kontak alergi harus diuji dengan
serangkaian bahan kimia tekstil, terutama jika pengujian rutin menunjukkan tidak
adanya alergi terhadap formaldehida. Pakaian baru kemungkinan besar
memprovokasi terjadinya dermatitis kontak alergi, karena kebanyakan allergen
menurunkan konsentrasi pada pakaian setelah dicuci berulang-ulang.3
5
methylchlotoisothiazolinone yang dikombinasikan dengan methylisothiazolinone.
Meskipun paraben termasuk di antara pengawet yang paling banyak digunakan,
namun ia bukan merupakan penyebab dermatitis kontak alergi yang sering.3
Gambar 3. Dermatitis kontak alergi parah yang diakibatkan pengawet pada tabir
surya. Uji patch negative terhadap bahan aktif di tabir surya.
Individu juga dapat mengalami alergi terhadap pewangi. Pewangi tidak hanya
ditemukan di parfum, cologne, deodorant dan sabun, tetapi juga di banyak produk
lainnya, seringkali untuk menyamarkan bau yang tidak seap. Produk tanpa aroma
mungkin mengansung bahan limia pewangi yang digunakan sebagai komponen
produk dan tidak dibseri label sebagai pewangi. Individu yang alregi terhadap
pewangi harus menggunakan produk bebas-pewangi. Sayangnya, bahan kimia yang
tepatnya bertanggun hajawab terhadap pewangi dalam suatu produk tidak diberi
label. Empat ribu molekul pewangi yang berbeda tersedia untuk formulasi parfum.
Industry pewangi tidak diharuskan melepaskan nama dari bahan yang digunakan
untuk membuat pewangi di Amerika Serikat, meskipun bila infividu mengalami
dermatitiskontak alergi terhadap pewangi yang ditemukan dalam obat topical.
6
Deodoran mungkin merupakan penyebab paling umum dari dermatitis kontak alergi
terhadap pewangi karena mereka dipakai di area kulit yang tersembunyi dan sering
terkikis karena cukuran pada wanita.3
Dalam dekade terakhir, telah jelas bahwa beberapa individu dengan dermatitis
kronis mengalami alergi terhadap kortikosteroid topical. Sebagian besar individu
dapat diobatin dengan beberapa kortikosteroid topical, tetapi seseorang dapat alergi
terhadap semua kortikosteroid topical dan sistemik. Budesonide dan tixocortol
pivalate berguna dalam uji patch kortikosteroid untuk mengidentifikasi individu yang
alergi terhadap kortikosteroid topikal.3
2.4 Patofisiologi
Banyak pasien dengan dermatitis atopic atau dermatitis kontak alergi terhadap
nikel yang memiliki bentuk gen filaggrin yang cacat. Fillagrin membantu agregrasi
7
protein sitoskeletal yang membentuk cornified cell envelope. Jika ia tidak ada, barier
menjadi rusak.3
Prehaptens merupakan bahan kimia yang tidak diaktifkan oleh host proteins,
namun memerlukan transformasi kimiawi dengan derivatisasi oksidatif oleh
lingkungan atau oksidasi udara untuk membentuk hidroperoksida. Contohnya
termasuk bahan bahan pewangi dan pewarna tertentu yang digunakan dalam
pewarnaan rambut, seperti para-phenylenediamine.3
8
sel-sel yang terhaptenisasi, yang berakibat terjadinya ruam inflamasi klasik yang
terlihat pada dermatitis kontak alergi.3
Dermatitis kontak alergi akut ditandai dengan papula pruritus dan vesikula
pada dasar eritematosa. Plak pruritus likenifikasi dapat mengindikasikan bentuk
kronis dari kondisi tersebut. Individu dengan dermatitis kontak alergi biasanya
mengalami gejala dalam beberapa hari setelah terpapar, di area yang terkena langsung
ke allergen. Alergen tertentu (misalnya, neomisin), yang berpenetrasi ke dalam kulit
biasanya menimbulkan onset dermatitis dalam hitungan minggu atau lebih lama
setelah paparan.3
Individu dapat mengalami dermatitis luas akibat obat topical yang dioleskan
pada ulkus di kaki atau akibat dari reaksi silang obat sistemik yang diberikan secara
9
intravena. Alergi kontak logam intraoral dapat menyebabkan mukositis yang mirip
liken planus, yang berhubungan dengan karsinoma sel skuamosa intraoral.3
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesa
Demografi dan riwayat Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status
pekerjaan pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,
paparan berulang dari alergen yang didapat saat
kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.
Riwayat penyakit dalam Faktor genetik, predisposisi
keluarga
Riwayat penyakit Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-
sebelumnya obat yang digunakan, tindakan bedah
Riwayat dermatitis yang Onset, lokasi, pengobatan
spesifik
10
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Berbagai lokasi
terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel 2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di
pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan
hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.7
11
(elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut
atau pewangi pakaian.
Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, alergen yang berada di
tangan, parfum, kontrasepsi.
Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,
sepatu/sandal.
Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat diamati
beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Wujud kelainan kulit dapat dilihat pada beberapa gambar berikut :
a) Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena alergi
terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada lokasi kontak
langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang popular). Lesi
eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi
kontak langsung.
b) Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstik. Pasien
hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir
12
Gambar 5. DKA pada area bibir
c) Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca mata,
cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar dapat
mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya. Anting-anting
yang menyebabkan dermatitis pada telinga umumnya yang terbuat dari nikel
dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase sensitisasi
pada dermatitis karena nikel yang bisa mengarah pada dermatitis kontak
kronik. Dermatitis kontak alergi subakut pada telinga dan sebagian leher.
Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan plastik
d) Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi pada
karet dari celananya. Terlihat adanya eritema yang berbatas tegas sesuai
dengan daerah yang terkena alergen.
13
Gambar 7. DKA di area badan
f) Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh
tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen,
sepatu/sandal.
14
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang
khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis
seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang utama ialah dengan
Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Dalam keadaan ini pemeriksaan uji
tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis
tersebut karena kontak alergi.7
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan
yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik,
pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa
adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air
untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih
dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam
vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan,
misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi.
Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab
alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut
yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau
air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber, dibiarkan
sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan
alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk
menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi.7
15
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji
tempel :
1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam
keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi angry back atau
excited skin reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan
penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.
2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji
tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20
mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat
menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin
sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena
urtikaria kontak.
3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan
kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji
tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena
memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi
sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung
selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan
terakhir selesai.
5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap
penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan
(immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan urtikaria
generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini
dilakukan tes dengan prosedur khusus.
16
bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti
berikut :
T.R.U.E. Test
(Mekos
Laboratories,
Hillerod,
Denmark) patch-
test.
A. Hasil uji
positif
terhadap
picaridin
(KBR) 2,5%.
B. Hasil uji
positif
Gambar 11. Hasil Patchterhadap
Tes/Uji Tempel setelah 72 jam
methyl
glucose diolate
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah
(MGD) 10%.
aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini
penting untuk membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan
juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif
dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada
pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi.7
17
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi
dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih
jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++
bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung
menurun (reaksi tipe decrescendo).7
B. Pemeriksaan Histopalogi
Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara:
1) Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat
dengan cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.
2) Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi, kulit
normal tidak perlu diikutsertakan.
3) Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi adalah lesi
primer yang belum mengalami garukan atau infeksi sekunder.
4) Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.
5) Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/ banyak,
lebih baik biopsi lebih dari satu.
6) Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan jaringan
subkutis.
7) Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan fiksasi,
misanya formalin 10% atau formalin buffer, supaya menjadi keras dan
sel-selnya mati.
8) Lalu dikirim ke laboratorium
9) Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-Eosin(HE).
Ada pula yang menggunakanperwarnaan oersein dan Giemsa.
10) Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume
jaringan
11) Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya
tebal jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu
sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi
18
Pada dermatitis kontak, limfosit T yang telah tersensitisasi,
menginvasi dermis dan epidermis serta menyebabkan edema dermis atau
spongiosis epidermis. Perubahan-perubahan ini secara histologi tidak spesifik.
1) Epidermis:
a) Hiperkeratosis, serum sering terjebak dalam stratum korneum.
b) Hiperplastik, akantosis yang luas.
c) Spongiosis, yang kadang vesikuler. Manifestasi dini ditandai
dengan penonjol dari jembatan antar sel di lapisan spinosus.
d) Kemudian ada epidermotropism dari limfosit yang muncul
normal.
2) Dermis:
a) Limfosit perivesikuler
b) Eosinofil: bervariasi, muncul awal dan karena sebab alergi
c) Edema
Gold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu dilakukan uji
tempel. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan
19
uji tempel diperukan antigen standar buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System
Kit dan T.R.U.E Test. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat
berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari
rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang
bersifat sangat toksik terhadap kulit, atau walaupun jarang dapat memberikan efek
toksik secara sistemik. Oleh karena itu, bila menggunakan bahan tidak standar,
apalagi dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan uji tempel
dengan bahan yang tidak diketahui.7
2.7 Penatalaksanaan
a. Memotong kuku kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta
tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis
kontak alergi
c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
bersentuhan dengan allergen
d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan, aksesoris,
pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi.8
2.7.2 Medikamentosa
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-
4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali
untuk anak anak untuk menghilangkan rasa gatal
b. Sistemik
1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali
2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari
20
3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin atau
eritromisin) dengan dosis 3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari
c. Topikal
1) Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
2.7.3 Pencegahan
a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis
kontak alergi
b. Menghindari substansi allergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada
sabun bilas dengan air
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
berisiko terhadap paparan alergen
2.8 Prognosis
21
dapat mengalami dermatitis yang menetap diikuti oleh dermatitis kontak alergi, yang
tampaknya benar-benar terutama pada individu yang alergi terhadap kromat. Masalah
tertentu adalah neurodermatitis (likens simpleks kronis), yang mana seorang individu
berulang kali menggosok atau menggaruk di suatu area yang awalnya terkena
dermatitis kontak alergi.3
Pasien memiliki prognosis terbaik saat mereka dapat mengingat bahan yang
mereka alergi dan bagaimana menghindari paparan lebih lanjut. Pasien harus
mendapatkan informasi sebanyak mungkin mengenai bahan kimia yang mereka
alergikan, termasuk semua nama bahan kimia yang diketahui.3
22
ANAMNESA PRIBADI
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : PBSU
No RM :28.609
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama: bercak kemerahan di leher sebelah kiri (+), nyeri (+), panas (+)
Telaah : Hal ini dialami pasien kurang lebih 2 minggu yang lalu. Awalnya
pasien hanya mengeluhkan bercak kemerahan dan sedikit gatal, tetapi pasien masih
tidak menghiraukannya, karna masih dirasa tidak mengganggu aktivitas sehari hari.
Tapi lama kelamaan bercak tersebut terasa nyeri (+), dan panas (+), keluhan tersebut
pasien dapatkan setelah penggunaan parfum beralkohol yang langsung disemprotkan
ke leher sebelah kiri selama 2 minggu, demam (-).
RPK : (-)
RPT : (-)
RPO : (-)
23
STATUS PRAESENT
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
KEPALA
Rambut : DBN
Mata :DBN
THM : DBN
LEHER
Trachea : Medial
THORAX
Perkusi : Sonor
24
Auskultasi : Suara pernafasan Vesikuler, suara tambahan (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Perkusi : Tymphani
STATUS DERMATOLOGIKUS
- Distribusi : Unilateral
-Likenifikasi
25
PEMERIKSAAN PENUNJANG (-)
DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS SEMENTARA
PENATALAKSANAAN
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2004. Jakarta
2. Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4.
Balai Penerbitan FK UI. 2005. Jakarta
3. Helm TN. Allergic Contact Dermatitis. Updated : June 05, 2017 [cited : July
01, 2017]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1049216-
overview#showall
4. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. Jakarta.
5. Green CM, Holden CR, Gawkrodger DJ. Contact allergy to topical
medicaments becomes more common with advancing age: an age-stratified
study. Contact Dermatitis. 2007 Apr. 56(4):229-31
6. Trihapsoro, Iwan. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di
RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan.
Updated : 2003 [cited : July 01, 2017]. Available from :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372
7. Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi 6. Balai Penerbitan FK UI. 2010. Jakarta
8. Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak. Fakultas
Farmasi UGM. 2005. Yogyakarta
27