DI
OLEH
KELOMPOK II
M.IQBAL
150750015
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RELEUT
KATA PENGHANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
KATA PENGHANTAR
DAFTAR ISI...........................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TEORI
2.1 Karbon..................................................................................
2.2 Tegangan...........................................................
2.3 Regangan.....................................................
2.4 Elastisitas.........................................................................
2.6 Plastisitas.............................................................
5.1 kesimpulan................................................
5.2 Saran...................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam merancang suatu produk baru, kita harus mengetahui karakteristik dari bahan
yang akan digunakan dan sesuai dengan model serta kekuatan dari produk yang akan
dibuat. Karena kehandalan suatu produk salah satunya ditentukan oleh sifat dari bahan
yang akan digunakan. Bahan penentu utama kekuatan suatu produk adalah kekuatan dari
bahannya selain bentuk dan cara memproduksinya. Disamping itu kita juga harus
mengetahui sifat-sifat bahan atau material. Salah satunya pengujian yang dapat kita
lakukan untuk mengetahui kekuatan suatu material adalah uji tarik. Pengujian mekanik
ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari bahan atau material dalam bentuk
kekerasan, kekuatan, kekakuan, ataupun ketangguhan.
Sifat bahan yang lainnya yaitu sifat magnet yang dapat diuji dengan
menggunakan magnet kemudian didekatkan ke benda uji. Sifat magnet terdiri
dari:
1. Permeabilitas yaitu ukuran kemampuan suatu material berpori untuk
mengalirkan medan magnet.
2. Koersivitas merupakan koefisien dari magnetic stripe yang
menunjukkan sejumlah gaya yang diperlukan sebelum jenuhnya
(saturasi) magnet dan diukur dalam satuan Oersted (Oe). Ada 2
koefisien magnetic stripe yang umum di pakai yaitu hico (high
coercivity) dan loco (low coercivity)
3. Histerisis terjadi pada bahan feromagnetik dan bahan feroelektrik,
serta deformasi dari beberapa bahan (seperti karet gelang dan bentuk-
memori paduan) dalam menanggapi kekuatan yang bervariasi.
Sifat kimia bahan diuji dengan spektrometer, yaitu alat untuk mengukur
spektrum cahaya dan mengukur panjang gelombang serta intensitasnya. Sifat
kimia terdiri dari:
1. Reaksi kimia
Dalam reaksi kimia, ikatan antara atom-atom akan dipecah dan akan
membentuk substansi baru dengan ciri-ciri yang berbeda. Dalam tanur
tinggi, besi oksida yang direaksikan dengan karbon monoksida akan
membentuk besi dan karbon dioksida.
2. Ketahanan korosi
Bahan korosif merupakan salah satu bahan yang dapat merusak dan
mengakibatkan cacat permanen pada jaringan yang terkena bahan
korosif.
Sifat fisik adalah sifat yang dapat diukur dan diteliti tanpa mengubah
komposisi atau susunan dari zat tersebut terdiri dari :
1. Ukuran
2. Massa jenis
3. Struktur
Karbon
Karbon mempunyai pengaruh dalam sifat baja, semakin banyak karbon
maka akan memperkuat baja itu sendiri. Sebaliknya, apabila material mempunyai
karbon yang sedikit, maka material itu cenderung lebih lunak.
AISI-SAE
Baja ST 40 DAN ST 60
ST 40 merupakan kependekan dari stahl 40 yang artinya bahwa baja ini
dengan kekuatan tarik 40 kg/mm.( Diawali dengan ST dan diikuti bilangan
yang menunjukkan kekuatan tarik minimumnya dalam kg/mm) Baja ST 40
termasuk baja karbon rendah dengan kandungan karbon kurang dari 0,25 %, Baja
ST 40 ini secara teori mempunyai nilai kekerasan yang lebih rendah dibandingkan
dengan besi cor,dengan adanya perlit dan ferit karena perlit yang ada lebih banyak
daripada ferit.
ST 60
1 Iron/Ferro Fe 98,41
2 Manganese Mn 0,692
3 Carbon C 0,452
4 Silicon Si 0,220
5 Chromium Cr 0,113
6 Tungsten W 0,04
7 Nikel Ni 0,047
8 Phosporus P 0,011
9 Sulfur S 0,009
10 Niobium Nb 0,01
11 Copper Cu 0,004
12 Molybdenum Mo 0,004
13 Aluminium Al 0
14 Vanadium V 0
15 Titanium Ti 0
Tegangan (stress)
Tegangan didefinisikan sebagai tahanan terhadap gaya-gaya luar. Ini
diukur dalam bentuk gaya yang ditimbulkan per satuan luas. Dalam praktek
teknik, gaya umumnya diberikan dalam pound atau newton, dan luas yang
menahan dalam inch2 atau mm2. Akibatnya tegangan biasanya dinyatakan dalam
pound/inch2 yang sering disingkat psi atau Newton/mm2 (Mpa). Tegangan yang
dihasilkan pada keseluruhan benda tergantung dari gaya yang bekerja,
Adalah total beban dibagi luas penampang spesimen akhir, tegangan ini
merupakanhasil pengukuran tegangan sesungguhnya pada benda uji.
=F
Au
F
=
A
0
dimana : = tegangan ( N/mm2 )
Regangan
Adalah perbandingan antara pertambahan panjang ( L ) dengan panjang
mula-mula. Regangan dapat dinyatakan dalam prosntase pertamban panjang,
satuannya adalah (%) atau mm/mm atau in/in. Regangan dirumuskan :
L
100%
e = Lo
= Lu Lo 100%
Lo
Dimana :
e = regangan (%)
dimana :
= regangan (%)
Lu = panjang sesudah patah (m, mm)
Lo = panjang mula mula (m, mm)
Au = luas penampang benda setelah mengalami pengujian (m2,mm2)
Ao = luas penampang benda saat keadaan awal (m2, mm2)
Sedang hubungan antara regangan nominal dengan regangan yang sebenarnya
u = ln ( e + 1 )
b.Regangan Engineering (Engineering Strain)
Lu Lo
= 100%
Lo
dimana :
= regangan (%)
Ao Au
e 100%
Ao
Keterangan:
e = regangan
Au = luas penampang benda setelah mengalami pengujian (m2, mm2)
Ao = luas penampang benda saat keadaan awal (m2, mm2)
/2
Lo
wo
/2
L/2 L/2
Elastisitas
return to
initial
F
Plastisitas
Deformasi Plastis berhubungan dengan pergerakan dislokasi dalam
jumlah yang sangat besar.
Modulus Elastisitas
Keterangan:
e: Regangan ( % / mm )
(GPa) (GPa)
Alumunium 70 25 0.33
Titanium 107
Zirconium 94 36
Granite 46 19 0.20
Glass 69 22 0.23
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik,
hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan
perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di
daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai
berikut:
Stress: = F/A
F : gaya tarikan,
A : luas penampang
Strain : = L/L
L : pertambahan panjang,
L : panjang awal
E=/
Sekarang akan kita bahas profil data dari tensile test secara lebih detail.
Untuk keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji tarik
dapat digeneralisasi seperti pada Gbr.di bawah ini:.
Gbr :Profil data hasil uji tarik
Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis
Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas,
tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan
regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain gambar di
bawah ini.
Gbr.Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linier
Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal,
N/m2) dan strain adalah besaran tanpa satuan.
Selanjutnya akan kita bahas beberapa istilah lain yang penting seputar interpretasi
hasil uji tarik.
Kelenturan (ductility)
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi
plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik.
Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum
putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).
Derajat kelentingan (resilience)
Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap
energi dalam fase perubahan elastis. Sering disebut dengan Modulus
Kelentingan (Modulus of Resilience), dengan satuan strain energy per unit
volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam Gbr.1, modulus kelentingan
ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.
Derajat ketangguhan (toughness)
Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan
tersebut putus. Sering disebut dengan Modulus Ketangguhan (modulus of
toughness). Dalam Gbr. modulus ketangguhan sama dengan luas daerah
dibawah kurva OABCD.
Pengerasan regang (strain hardening)
Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan
berbanding regangan setelah memasuki fase plastis.
Tegangan sejati , regangan sejati (true stress, true strain)
Dalam beberapa kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah
dibahas di atas tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan
regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang
bahan secara real time. Detail definisi tegangan dan regangan sejati.
a. Menyiapkan kertas milimeter block dan letakkan kertas tersebut pada plotter.
b. Benda uji mulai mendapat beban tarik dengan menggunakan tenaga hidrolik
diawali 0 kg hingga benda putus pada beban maksimum yang dapat ditahan benda
tersebut.
c. Benda uji yang sudah putus lalu diukur berapa besar penampang dan panjang
benda uji setelah putus.
d. Gaya atau beban yang maksimum ditandai dengan putusnya benda uji terdapat
pada layar digital dan dicatat sebagai data.
e. Hasil diagram terdapat pada kertas milimeter block yang ada pada meja plotter.
Keterangan gambar :
2. Dudukan ragum
3. Ragum atas
4. Ragum bawah
5. Pembacaan skala
BAB III
A. Kesimpulan
1. Uji tarik untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan
dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan.
Secara teori Baja ST-60 seharusnya lebih keras dari ST-40, karena
butirannya lebih besar dan kandungan karbonnya lebih banyak dan ini terbukti
pada pengujian yang kami lakukan. Kekuatan luluh yang terjadi pada ST-40 lebih
besar dari ST-60, ini juga tidak sesuai dengan teori yang ada. Begitu juga dengan
modulus elastisitas, ST 40 lebih besar dari ST 60, ini juga tidak sesuai dengan
teori yang ada. Hal-hal semacam ini dapat terjadi karena adanya kesalahan dalam
proses penarikan oleh mesin, yaitu terjadi slip pada pencekam spesimen. Juga
dikarenakan beberapa faktor lain. Seperti ketidaktepatan pengukuran,
ketidakhomogenan material, serta adanya porous yang terdapat pada material uji.
a. Tegangan :
i. tegangan luluh
b. Regangan :
i. regangan luluh
c. Modulus elastisitas
d. Yield point.
e. Kontraksi.
4. Bentuk patahan yang terjadi adalah partial cup and cone untuk baja ST-60 dan
partial cup and cone untuk baja ST-40.
Gb. 1.41. Bentuk patahan ST-40 Gb. 1.42. Bentuk Patahan ST-60
5. Hasil pengujian yang kurang tepat antara lain dipengaruhi oleh :
6. Baja ST-40 mempunyai tingkat keuletan yang lebih tinggi dari pada baja ST-
60. hal ini disebabkan karena baja ST-60 memiliki kadar karbon yang lebih
tinggi dari pada ST-40.
B. Saran
[3] http://www.google.co.id/imgres?kawat+baja+st+40+indonetwork.co.id
[5] digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1603
[7] www.scribd.com/doc/.../Tabel-5-Komposisi-kimia-bahan-Baja-ST-60
[8] http://www.google.co.id/imgres?connecting+rod+st+60+indonetwork.co.id
[14] The testimg and inspecting of engineering material, George Earl Troxel
[15] sumber:http://www.bayermaterialsciencenafta.com
/products/bayblend_dp_et1000/mechanical_stress.html
[17] ASM Metal Handbook Volume 8, Mechanical Testing and Evaluation, hal 123
[22] www.mtschina.com