Anda di halaman 1dari 12

Hukum Perburuhan dan Ketatanegaraan

HUBUNGAN KERJA DALAM PERSPEKTIF


PERBURUHAN DAN KETENAGAKERJAAN
DOSEN PENGASUH : NITA NILAN SARI PULUNGAN, SH. MKn

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1. INDRA JAYA 158400081
2. RIZKY PUTRA B. SIMATUPANG 158400097
3. FILZA KHALISAH 158400058
4. SILVI ANDINI 158400182
5. QURAIRAH URBANA 158400188
6. MAYSARAH 158400166
7. GOMGOM TUA 158400072
8. NONI ZULKARNAIN

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MEDAN AREA
T.A. 2016/2017
KATA PENGANTAR

Atas Rahmat Tuhan yang Maha Esa kami mengucapkan banyak terima kasih sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan tepat waktu sesuai dengan jadwal yang diberikan tanpa ada
kesulitan yang cukup berarti.
Adapun kendala yang kami temui dalam menyelesaikan makalah ini kurang lebih, telah
terbantu oleh adanya buku-buku dan referensi dari internet yang kemudian kami rangkum
sedemikian rupa berdasarkan keperluan akan informasi tersebut.
Untuk semua teman saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya sehingga kita dapat
sama-sama menyelesaikan makalah pada mata kuliah ini dengan semaksimal mungkin dengan
saling memberi masukan pada setiap kesempatan.

Medan, 15 Maret 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 1

B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................................... 1

C. TUJUAN PENULISAN ....................................................................................................... 1

BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2

A. PENGERTIAN HUBUNGAN KERJA ............................................................................... 2

1. PERJANJIAN KERJA ..................................................................................................... 4

2. PERATURAN MAJIKAN ............................................................................................... 4

3. PERJANJIAN PERBURUHAN ...................................................................................... 4

4. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ................................................................ 4

B. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA ................................................................................ 6

1. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH MAJIKAN ............................................. 6

2. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH BURUH ................................................. 7

BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 9

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Hubungan kerja sangat erat kaitannya dengan kegiatan kerja yang menyangkut akan
subjek yang satu dengan subjek yang lain dengan kepentingan saling menguntungkan yang
menimbulkan adanya hubungan timbal balik yang positif dimana terjalin sebuah hubungan
baik oleh pekerja dengan atasan atau buruh dan majikan. Pada dasarnya hubungan kerja
berbeda dengan perilaku antara Dokter dan Pasien ataupun yang serupa, hubungan kerja ini
lebih spesifik seperti halnya dalam lingkup perusahaan ataupun pabrik dan tenaga ahli
lainnya yang setiap pekerjaannya memang di awali dari saling membutuhkan.
Setiap orang dari setiap aspek kehidupan sangat terikat oleh pekerjaan, maka timbul sebuah
hubungan yang bisa terikat maupun tidak terikat yang tampak ataupun tidak tampak
memunculkan suatu hubungan kerja dalam kehidupan. Dalam hal hubungan kerja ini
kemudian muncul peraturan yang mengatur antara si pekerja/buruh dengan atasan/majikan
kemudian dirangkum dalam sebuah peraturan undang-undang.
Dengan demikian maka lebih lanjut mengenai hubungan kerja akan di bahas lebih banyak
dalam makalah ini yang telah kami buat sedemikian rupa berdasarkan seluruh referensi yang
kami ambil dari buku dan media internet.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja hal yang dibahas dalam hubungan kerja dan keterkaitannya?
2. Apa saja ruang lingkup dalam hubungan kerja?

A. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui hal-hal yang dibahas dalam hubungan kerja dan keterkaitannya.
2. Mengetahui tentang ruang lingkup dalam hubungan kerja.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

PENGERTIAN HUBUNGAN KERJA


Pada dasarnya hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan, terjadi
setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan
kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan di mana majikan
menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah.
Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja.
Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai kerja, yakni
dengan adanya perjanjian kerja timbul kewajiban suatu pihak untuk bekerja. Jadi berlainan
dengan perjanjian perburuhan, yang tidak menimbulkan hak atas dan kewajiban untuk
melakukan pekerjaan, tetapi memuat syarat-syarat tentang perburuhan.
Untuk perjanjian kerja ini Mr. Wirjono Prodjodikoro menggunakan secara kurang
tepat istilah persetujuan perburuhan, sedang untuk perjanjian perburuhan digunakannya
istilah persetujuan perburuhan bersama.1
Mr. R. Subekti juga menggunakan secara kurang tepat istilah persetujuan perburuhan
untuk perjanjian kerja, sedang perjanjian perburuhan diberinya nama persetujuan perburuhan
kolektip.
Bekerja pada pihak lainnya, menunjukkan bahwa pada umumnya hubungan itu
sifatnya ialah bekerja di bawah pihak pimpinan lainnya.2
Sifat ini perlu dikemukakan untuk membedakannya dari hubungan antara dokter
misalnya, dengan seorang yang berobat, di mana dokter itu melakukan pekerjaan untuk orang
yang berobat, tetapi tidak dibawah pimpinannya. Karena itu perjanjian antara dokter dengan
orang yang berobat, bukanlah perjanjian kerja, tetapi perjanjian melakukan pekerjaan
tertentu; jadi dokter bukanlah buruh dan orang yang berobat bukanlah majikan dan hubungan
antara mereka bukanlah hubungan kerja.
Adanya buruh ialah hanya jika ia bekerja di bawah pimpinan pihak lainnya dan adanya
majikan hanya, jika ia memimpin pekerjaan yang dilakukan oleh pihak kesatu.

1
Mr. Wirjono Prodjodikoro : Hukum Perdata tentang Persetujuan persetujuan tertentu, cetakan kedua,
halaman 60 dan 65.
2
Mr. R. Subekti dan Tjitrosudibio : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, cetakan keempat, halaman 358 dan
362.

2
Hubungan buruh dan majikan tidak juga terdapat pada perjanjian pemborongan
pekerjaan, yang ditujukan kepada hasil pekerjaan. Bedanya perjanjian pemborangan
pekerjaan dengan perjanjian melakukan pekerjaan tertentu ialah bahwa perjanjian ini tidak
melihat hasil yang dicapai. Jika yang berobat itu, tidak menjadi sembuh, bahkan akhirnya
misalnya meninggal dunia, namun dokter itu telah memenuhi kewajibannya menurut
perjanjian.
Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat pula ketentuan-ketentuan yang
berkenaan dengan hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban buruh serta hak dan
kewajiban majikan.
Ketentuan-ketentuan ini dapat pula ditetapkan dalam peraturan majikan, yaitu peraturan yang
secara sepihak ditetapkan oleh majikan (reglement) juga disebut : peraturan perusahaan.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan itu dapat pula ditetapkan dalam suatu perjanjian,
hasil musyawarah antara organisasi buruh dengan pihak majikan. Perjanjian ini disebut
perjanjian perburuhan.
Disamping itu Negara mengadakan peraturan-peraturan mengenai hak dan kewajiban
buruh dan majikan, baik yang harus dituruti oleh kedua belah pihak, maupun yang hanya
akan berlaku, bila kedua belah pihak tidak mengaturnya sendiri dalam perjanjian kerja, dalam
peraturan majikan atau dalam perjanjian perburuhan.

3
PERJANJIAN KERJA
Bagi perjanjian kerja tidak dimintakan bentuk yang tertentu. Jadi dapat dilakukan
secara lisan, dengan surat pengangkatan oleh pihak majikan atau secara tertulis, yaitu
surat perjanjian yang ditanda-tangani oleh kedua belah pihak.
Undang-undang hanya menetapkan bahwa jika perjanjian diadakan secara
tertulis, biaya surat dan biaya tambahan lainnya harus dipikul oleh majikan.
Apalagi perjanjian yang diadakan secara lisan, perjanjian yang dibuat
tertulispun biasanya diadakan dengan singkat sekali, tidak memuat semua hak dan
kewajiban kedua belah pihak.

PERATURAN MAJIKAN
Peraturan majikan atau peraturan perusahaan ini atau lengkapnya peraturan
perburuhan majikan dibuat secara sepihak oleh majikan, sehingga majikan ini pada
dasarnya dapat memasukkan apa saja yang dia inginkan. Dia dapat mencantumkan
kewajiban buruh semaksimal-maksimalnya dengan hak yang seminimal-minimalnya
dan mencantumkan kewajiban majikan seminimal-minimalnya dengan hak yang
semaksimal-maksimalnya. Asal majikan itu tidak melanggar undang-undang tentang
ketertiban umum, melanggar tata susila, melanggar ketentuan perundang-undangan
yang sifatnya memaksa atau aturan yang tidak boleh dikesampingkan dengan
peraturan majikan, dan asal peraturan majikan itu memenuhi syarat yang harus
dipenuhinya.

PERJANJIAN PERBURUHAN
Perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang diadakan oleh satu atau beberapa serikat
buruh yang terdaftar pada Departemen Perburuhan dengan seorang atau berberapa
majikan, satu atau berberapa perkumpulan majikan yang berbadan hukum, yang pada
umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat perburuhan yang harus
diperhatikan dalam perjanjian kerja.

1. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Dibidang hubungan kerja ini sebenarnya belum ada kesatuan hukum. Karena itu telah
disepakati untuk menggunakan bagi mereka yang belum dikuasai olehnya, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Buku 3, Bab 7 A dan ketentuan-ketentuan lainnya

4
dalam Kitab itu yang ada hubungannya atau sangkut-pautnya dengan soal perburuhan,
sebagai pedoman.

5
A. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pemutusan hubungan kerja merupakan hal terpenting bagi buruh dalam masalah
perburuhan. Berakhirnya hubungan kerja bagi buruh berarti kehilangan mata pencaharian dan
permulaan dari segala kesengsaraan. Menurut teori buruh berhak untuk memutuskan
hubungan kerja, namun kenyataan menunjukkan bahwa dalam pemutusan hubungan kerja
lebih dominan pada majikan dalam hal pemutusan tersebut.

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH MAJIKAN


Pemutusan hubungan kerja ini dimaksudkan oleh majikan dalam mempertahankan
seluruh aset yang dimiliki dengan memaksimalkan berbagai kepentingan yang dapat
mempengaruhi jalannya suatu perusahaan. Alasan ini kemudian digunakan untuk
memberhentikan buruh atau pekerjanya dengan faktor yang jelas berdasarkan kompetensi dan
kondisi yang dapat mempengaruhi jalannya suatu perusahaan.
a. Pemberhentian Perseorangan
Syarat yang harus dipenuhi dan prosedur yang harus ditempuh dalam
pemberhentian buruh merupakan penjelmaan dari falsafah umum mengenai
hakekat hubungan kerja dan karena itu mengalami perubahan dan kemajuan
yang berarti selama seabad yang lalu.
Di mana dalam alam liberal pada abad yang lalu, hubungan kerja
dipandang sebagai yang secara bebas diadakan antara pihak-pihak yang sama
kuat kedudukannya, dengan tujuan menukar pekerjaan dengan pembayaran
dan karena itu dianggap sama saja dengan tiap perjanjian lainnya yang jangka
waktunya tidak ditentukan seperti khususnya sewa-menyewa (lihat Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia pasal 1601 lama sampai dengan
1603 lama), maka pandangan yang baru ini menitik-beratkannya pada hakekat
yang khas dari hubungan kerja. Dan cirri-ciri yang khas itu terletak pada unsur
perikemanusiaan, yang menghendaki perlindungan istimewa bagi buruh
sebagai pihak yang ekonominya lebih lemah dan membedakan hubungan kerja
karena hakekatnya itu dari hubungan-hubungan lainnya yang mengandung hak
dan kewajiban timbale-balik.

b. Alasan Pemberhentian

6
Seorang buruh yang di berhentikan harus berhak untuk menentang
pemberhentiannya atas dasar bahwa pemberhentiannya itu tidak beralasan,
melalui cara pengaduan dan jika perlu melalui pengadilan, badan arbitrase
atau badan lainnya yang tak memihak atau badan kerja sama yang berwenang
memeriksa dan mengambil putusan terhadap soal yang dijadikan alasan
pemberhentian.
c. Sanksi Terhadap Pemberhentian Tak Beralasan
Keharusan dan patokan yang ditetapkan dalam peraturan dengan tujuan
membatasi pemberhentian yang tak beralasan akan tidak berguna, jika tidak
ada kemungkinan untuk memaksakan pelaksanaannya. Karena itu diterima
secara umum adanya azas bahwa seorang buruh yang merasa bahwa
pemberhentiannya dilakukan dengan melanggar peraturan itu, mempunyai hak
agar perkaranya dibawa ke muka dan diselidiki oleh badan kerjasama atau
jika perlu oleh pihak ketiga yang tidak memihak dengan kekuasaan member
putusan mengikat.

d. Uang Pesangon
Uang pesangon menggambarkan pemberian yang diberikan oleh majikan
kepada buruh karena telah setia bekerja pada perusahaan dan nilai tambah dari
berkembangnya suatu perusahaan bukan karena ada hal tertentu lainnya
seperti pemberhentian tak beralasan.

e. Pengurangan Buruh
Dimaksudkan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam
menghadapi suatu hal ekonomis yang dapat mengancam jalannya perusahaan
sehingga dirasa perlu untuk mengurangi sejumlah buruh yang dimilikinya.

1. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH BURUH


Teori ini merupakan akibat dari pendangan dunia barat bahwa kepada buruh harus
pula diberikan hak yang sama dalam hukum. Jika majikan mempunyai hak untuk mengakhiri
hubungan kerja, maka buruh harus diberi hak yang sama pula untuk mengakhiri hubungan
kerja. Demikian itu adalah sesuai pula dengan prinsip bahwa buruh tidak boleh dipaksa untuk
terus bekerja, bila ia sendiri tidak menghendakinya.

7
BAB 3
KESIMPULAN

1. Hubungan kerja terjadi karena adanya suatu kepentingan dari dua belah pihak di mana
ada sebuah timbal-balik yang menguntungkan dengan perjanjian kerja yang disepakati
dan memunculkan sebuah ikatan kerja.
2. Akhir dari sebuah hubungan kerja tampat selalu berpihak pada majikan/pengusaha
dimana pemutusan mendapat tempat tersendiri bagi kekuasaan majikan/pengusaha
untuk memberhentikan atau memutuskan hubungan kerja dan kemudian untuk itu
diatur sedemikian rupa.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Mr. Wirjono Prodjodikoro : Hukum Perdata tentang Persetujuan persetujuan tertentu,


cetakan kedua, halaman 60 dan 65.
2. Mr. R. Subekti dan Tjitrosudibio : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, cetakan
keempat, halaman 358 dan 362.

Anda mungkin juga menyukai