Anda di halaman 1dari 3

Analisa Politik Model Birokrasi

Kebijakan Luar Negeri Thailand ke Kamboja : Konflik Perbatasan Candi Preah


Vihear (2008-2011)
Konflik bersenjata Thailand-Kamboja adalah konflik kepentingan nasional yang sangat
dalam. Candi berusia delapan abad itu memicu ketegangan setelah UNESCO menetapkannya
sebagai Warisan Dunia. Sengketa perbatasan Thailand-Kamboja dimulai pada bulan Juni 2008
sebagai babak terbaru dari sengketa panjang yang melibatkan daerah sekitar abad ke-11 Preah
Vihear, terletak antara Khsant Choam, Kabupaten di Preah, Provinsi Kamboja utara dan
Kantharalak kabupaten (Amphoe) di Sisaket Provinsi Northeastern Thailand.

Preah Vihear (Khmer) adalah candi yang dibangun pada masa pemerintahan Khmer
Empire, yang terletak di atas sebuah tebing di Pegunungan Danggrek, di Provinsi Preah,
Kamboja. Pada tahun 1962, setelah sengketa panjang antara Thailand dan Kamboja atas
kepemilikan, Pengadilan Keadilan Internasional (ICJ) di Den Haag memberikan kuil ke
Kamboja. Setelah UNESCO memutuskan kepemilikan maka Bait ini memberikan nama menjadi
provinsi Kamboja Preah Vihear, di mana sekarang berada, serta Khao Phra Wihan Taman
Nasional yang berbatasan di provinsi Sisaket Thailand dan dimana candi yang paling mudah
diakses.

Kemundian muncul konflik yang terjadi antara Thailand dan Kamboja yaitu adanya
ketegangan kepentingan nasional antara keduanya yang dipicu oleh klaim masing-masing pihak
akan kepemilikan kuil Preah Vihear di perbatasan kedua negara. Mereka ingin menguasai
wilayah yang kaya akan sumber daya energi tersebut. Menurut pemerintah Kamboja, Candi
Preah Vihear dibangun oleh raja Kamboja dari suku Khmer. Tetapi menurut Thailand,
sebenarnya wilayah di sekitar Candi Preah Vihear bukan milik siapapun, karena daerah
perbatasan tersebut dibuat secara sembarangan pada zaman kolonial Perancis. Jadi menurut
Thailand, walaupun Candi Preah Vihear dibangun oleh raja Kamboja, tetapi bangunan tersebut
merupakan tempat suci untuk beribadah.1

1
Marina Ika Sari, Kebijakan Luar Negeri Thailand ke Kamboja dalam Konflik Perbatasan Candi Preah Vihear (2008-
2011): Faktor Internal dan Eksternal Thailand, artikel diakses pada 3 Mei 2017
http://www.kompasiana.com/marinaikasari/kebijakan-luar-negeri-thailand-ke-kamboja-dalam-konflik-perbatasan-
candi-preah-vihear-2008-2011-faktor-internal-dan-eksternal-thailand_550d865ea333112d1c2e3d41
Dalam penyelesaian kasus ini, suatu kebijakan Thailand tidak diputuskan berdasarkan
hanya pertimbangan satu orang saja melainkan adanya pertimbangan yang dipengaruhi oleh
berbagai birokrasi atau struktur pemerintahan. Hal ini terkait dengan pengambilan kebijakan
Model Birokrasi dimana struktur pemerintahan dan interaksi antara pemimpin negara dengan
aktor-aktor lain yang juga memberikan pengaruh bagi suatu kebijakan. Hubungan yang terjalin
antara Perdana Menteri (PM) Thailand sebelumnya yaitu Abishit Vejjaya dengan birokrasi-
birokrasinya seperti Departemen Luar Negeri yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri Thailand,
Kasit Piromya dan Departemen Pertahanan yang diwakili oleh Menteri Pertahanan Thailand,
Prawit Wongsuwan sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri yang akan diambil oleh
Thailand terkait masalah konflik perbatasan dengan Kamboja.

Dalam pemerintahan Thailand terdapat perbedaan pendapat yang terjadi antara


Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri mengenai cara penyelesaian konflik
perbatasan dengan Kamboja. Departemen Pertahanan menolak peran Indonesia sebagai mediator
untuk menengahi konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Hal itu karena Departemen
Pertahanan Thailand menolak intervensi pihak lain, dimana lebih mengutamakan penyelesaian
secara bilateral dengan Kamboja. Sedangkan Departemen Luar Negeri Thailand menerima
pendekatan yang ditawarkan ASEAN dalam menyelesaikan konflik perbatasan dengan Kamboja.

Jika dilihat dari segi perbandingan kekuatan (Ekonomi, Militer, Penduduk, Luas
Wilayah) maka dapat dipastikan bahwa Thailand lebih unggul, dan akan lebih menguntungkan
jika kebijakan yang diambil dalam konflik dengan Kamboja, menggunakan pendekatan bilateral.
Namun karena adanya himbauan dari PBB untuk menyelesaikan konflik ini dengan perantara
ASEAN, maka PM Abishit Vejjaya lebih memilih usulan kebijakan yang ditawarkan oleh
Departemen Luar Negeri. Sebenarnya pada awalnya pemerintah Thailand dan pemerintah
Kamboja sudah sepakat untuk melibatkan pihak ketiga baik itu PBB maupun ASEAN dalam
penyelesaian konflik perebutan wilayah perbatasan tersebut. Akan tetapi yang menjadi
penghambatnya adalah adanya perbedaan antara pemerintah Thailand dan pihak militernya. Di
Thailand, pihak militer berperan sangat penting dalam pemerintahan dan dalam kebijakan luar
negeri Thailand.2

Partai Politik juga memberikan pengaruh besar terhadap pengambilan kebijakan Thailand
terhadap konflik ini. Saat Partai Demokrat dibawah kepemimpinan PM Abishit Vejjajiva yang
didukung oleh militer Thailand, kebijakan luar negeri Thailand adalah bersikeras agar konflik
perbatasan ini diselesaikan secara bilateral. Kemudian, Partai Pheu Thai yang menang di Pemilu
3 Juli 2011 telah memberikan pengaruh positif dalam upaya penyelesaian konflik Thailand dan
Kamboja. Thailand kemudian menarik pasukan militernya dari wilayah konflik dan ketegangan
antara Thailand dan Kamboja pun sudah mulai mereda3.

Hasil dari konflik tersebut adalah kedua negara pada saat yang bersamaan setuju untuk
membentuk satuan kerja untuk memindahkan personel militer secara menyeluruh dan bersama-
sama dari posisi-posisi sekarang di zona demeliterisasi sementara ini. Dan meminta Indonesia
untuk mengamati penarikan pasukan militer kedua negara dari kawasan yang disengketakan
secara bersama-sama. Penarikan mundur pasukan militer kedua negara ini sesuai dengan
keputusan Mahkamah Internasional, (ICJ). Pada bulan Juli tahun 2011 lalu, Mahkamah
Internasional (ICJ) memutuskan agar militer kedua belah pihak ditarik secara menyeluruh dan
bersamaan dari kawasan seluas 17,3 Km2 di sekeliling Kuil Preah Vihear, yang ditetapkan
sebabai kawasan demilitarisasi. Tepat setahun setelah perintah Mahkamah Internasional tahun
2011 lalu, akhirnya pada Juli 2012 lalu, kedua negara sepakat menarik seluruh pasukan
militernya dari kawasan yang disengketakan.4

Dari penjelasan tersebut menandakan bahwa pengambilan kebijakan tidak hanya


dipengaruhi oleh rasional aktor dari pemimpin negara semata, tetapi ada pengaruh dari birokrasi
atau kelompok-kelompok tertentu yang juga berperan didalamnya.

2
Rudolf Volman, Strategi Kamboja dalam Penyelesaian Konflik Kuil Preah Vihear Pasca Bentrokan Bersenjata
dengan Militer Thailand tahun 2011, http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2014/02/ejurnal%20udolf%20(02-06-14-04-36-03).pdf
3
Ajeng Eitzki Pitikasari, Kelima Kali, Kamboja Tarik Pasukan dari Perbatasan dengan Thailand, artikel diakses
pada 3 Mei 2017, www.republika.co.id
4
Rudolf Volman, Strategi Kamboja dalam Penyelesaian Konflik Kuil Preah Vihear Pasca Bentrokan Bersenjata
dengan Militer Thailand tahun 2011, eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (1): 37 48.

Anda mungkin juga menyukai